Anda di halaman 1dari 91

Intervensi Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine

Diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

Mega Permatasari 220110150003


Nelawati 220110150005
Rafika Dita Martiana 220110150006
Nadya Fatmah 220110150009
Witri Destiani 220110150011
Aulia Citra Agriyono 220110150012
Nanda Hariyawinata 220110150014

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah mengenai “Intervensi Pada Lansia dengan Inkontinensia
Urine”. Penyusunan makalah ini ialah sebagai laporan diskusi mata kuliah Keperawatan
Gerontik. Adapun makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua, teman-
teman dan dosen yang telah mendukung dan membantu kami secara langsung ataupun tidak
langsung dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
pada pihak-pihak lain yang membantu tersusunnya makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai “Intervensi Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine”. Penulis
juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan
selesainya makalah ini, dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat dijadikan
referensi bagi pembaca

Jatinangor , 12 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

1.2 TujuanPenulisan ................................................................................................................... 2

1.3 ManfaatPenulisan ................................................................................................................. 2

BAB II METODE REVIEW ................................................................................................... 3

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 6

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................................... 9

4.1 Simpulan .............................................................................................................................. 9

4.2 Rekomendasi ........................................................................................................................ 9

BAB V MASALAH DAN CARA MENGATASI ................................................................ 11

BAB VI LESSON LEARNED............................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 14

LAMPIRAN ............................................................................................................................. 15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah salah satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental,
dan sosial karena kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Lansia secara umum dapat kita
simpulkan bahwa seseorang yang disebut dengan lansia ketika ia telah berusia 65 tahun ke
atas. Namun, terdapat beberapa batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur dalam
kategori lansia, diantaranya menurut UU No.13 Tahun 1998 adalah usia 60 tahun, serta
menurut WHO adalah usia 60-74 tahun.
Langkah awal yang akan dilakukan untuk menghadapi berbagai masalah yang terjadi
yaitu dengan meningkatkan sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi
urine (inkontinensia urine). Kader posyandu lansia dapat memberikan pengarahan
terhadap lansia tentang perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Selain itu
harus sering diadakannya penyuluhan-penyuluhan tentang perubahan pola eliminasi urine
(inkontinensia urine). Fenomena inkontinensia urine yang terjadi sangat tinggi,
mengidentifikasi sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine
(inkontinensia urine). 3 unit gawat darurat di tahun 2006 hingga 2009, hampir 17% pernah
dirawat di Rumah Sakit.
Perubahan yang terjadi pada lansia dengan sistem perkemihan yaitu penurunan
tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang disebabkan oleh
penurunan hormone esterogen, sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine,
otot–otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekwensi berkemih meningkat, perubahan letak uterus akan menarik otot–otot vagina
dan bahkan kandung kemih dan rectum seiring dengan proses penurunan ini, masalah
tekanan dan perkemihan (inkontinensia urine) akibat pergeseran kandung kemih. Fungsi
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin,
biasanya juga disebabkan oleh kelainan disekeliling daerah saluran kencing, fungsi
otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih, terjadi
hambatan pengeluaran urine sehingga urine yang keluar sedikit.
Inkontinensia memunculkan banyak komplikasi sekunder bagi individu lansia,
termasuk dampak fisiologis, sosial, psikologis, dan ekonomi. Gangguan inkontinensia

1
urine dapat ditangani dengan latihan memperkuat otot dasar pelvis (senam kegel), bladder
training, dan voiding record (catatan berkemih).
Penderita inkontinensia haruslah memiliki sikap yang baik untuk menangani
masalah tersebut dengan merubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup tersebut adalah
menjaga kebersihan diri dan kebersihan kulit terutama pada kulit sekitar perineum dan
vulva supaya tidak iritasi, mengontrol terhadap 179 pasien Geriatri didapatkan angka
kejadian inkontinensia urine stress pada laki–laki sebesar 20,5% dan pada perempuan
sebesar 32,5%. Hasil survey yang dilakukan di rumah sakit menunjukkan penderita
inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7 juta penduduk dan
60% diantaranya adalah wanita. Inkontinensia dapat diatasi dengan perubahan gaya
hidup yang lebih sehat terutama dengan kebutuhan buang air kecil.
Salah satu komplikasi dari inkontinensia urine adalah Infeksi Saluran Kemih
(ISK). Pasien yang didiagnosa dengan ISK sekitar 10,8 juta, khususnya infeksi kandung
kemih, infeksi ginjal, atau keduanya.
Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami
oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya
urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang batuk, jogging atau berlari. Bahkan
ada juga yang mengalami kesulitan menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum
berkemih. Semua gejala ini disebut dengan inkontinensia urin.
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urine secara tak terkendali dan atau tidak
pada tempatnya (mengompol). Sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi
urine merupakan suatu respon atau faktor pendorong dari lansia untuk menghadapi
perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine).

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mencari
intervensi terbaik untuk lansiadengan inkontinensia urine melalui review jurnal.

1.3 Manfaat Penulisan


Dengan di susunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa
keperawatan mengenai intervensi terbaik yang bisa di terapkan lansia ataupun keluarga yang
memiliki lansiadengan inkontinensia urine.

2
BAB II
METODE REVIEW

Pencarian Jurnal dilakukan menggunakan schoolar.google.co.id dengan keyword


Bladder training, inkontinensia, kateter urine, Floor Muscle Exercises, Adherence,
Biofeedback, Homebound, Quality of life, Self-efficacy, Elderly ditemukan 2.950 jurnal, lalu
kami menidentifikasikan jurnal tersebut sesuai dengan kriteria yag telah ditentukan. Adapun
batasan kriterianya adalah: 1) jenis penelitian quasi-eksperimen; 2) sampelnya one grup test
minimal harus lebih dari 30 responden bila two group test maka jumlah responden minimal
60 responden dengan membagi dua kelompok yaitu kelompok yang diberi intervensi dan
kelompok control.
Berdasarkan batasan untuk memilih jurnal diatas didapatkan 7 jurnal yang di dapatkan
yaitu :
1. Mega Permatasari
Judul jurnal : Efektifitas Bladder Training Sejak Dini dan Sebelum Pelepasan Kateter
Urin terhadap Terjadinya Inkontinensia Urine pada Pasien Paska
Operasi di SMC RS Telogorejo
Keyword : Bladder training, inkontinensia, kateter urine
Tahun : 2015
Temuan hasil : 62 result
Website : http://182.253.197.100/ejournal/index.php/jikk/article/view/296

2. Nanda Hariya
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul pada Perempuan Lanjut Usia
dengan Gangguan Inkontinensia Urin
Keyword : Urinary Incontinence, Elderly, Pelvic Floor Muscle Exercises
Tahun : 2015
Temuan hasil : 115 result
Website : http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/132

3
3. Witri Destiani
Judul jurnal : Effectivenes of Pelvic Floor Muscle Training for Urinary Incontinence
Comparison within and Between Nonhomebuond and Homebound Older
Adults
Keyword : Adherence, Biofeedback, Homebound, Older adults, Pelvic floor muscle
training, Quality of life, Self-efficacy, Urinary incontinence
Tahun : 2016
Temuan hasil : 24 result
Website :
http://journals.lww.com/jwocnonline/Abstract/2016/05000/Effectiveness_of_Pelvic_
Floor_Muscle_Training_for.12.aspx

4. Nadya Fatmah
Judul jurnal : Efektivitas Bladder Training dalam Mencegah Terjadinya Inkontinensia
Urine pada Pasien Lanjut Usia yang Terpasang Kateter Urine
Keyword : Bladder training, incontinensia urine, lanjut usia
Tahun : 2011
Temuan hasil : 37.258.139 detection
Website : http://litbang.poltekkes-pontianak.ac.id/node/176

5. Rafika Dita M.
Judul jurnal : Metode Pelvic Floor Muscle Training Dalam Menurunkan Inkontinensia
Urin Pada Lansia Di Desa Darungan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri
Keyword : Pelvic Floor Muscle Training, Urinary incontinence, Elderly
Tahun : 2017
Temuan hasil : 1 result
Website :
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD001407.pub2/full

4
6. Aulia Citra A.
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Inkontinensia Urine Pada Lansia di
Panti Sosial Tersna Werdha Meci Angi Bima
Keyword : Urine Incontinence Kegel, Elderly
Tahun : 2014
Temuan hasil : 2.950 result
Website :http://poltekkes-mataram.ac.id/cp/wp-content/uploads/2015/08/3.-
Dahlan-1292-1297.pdf

7. Nelawati
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) terhadap Interval
Berkemih Wanita Lanjut Usia (Lansia) dengan Inkontinensia Urin
Keyword : Inkontinensia urine, latihan kandung kemih
Tahun : 2013
Temuan hasil : 212 result
Website : http://poltekkes-tjk.ac.id/ejurnal/index.php/JKEP/article/view/360

5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua orang yang hidup di dunia, jika memiliki usia yang panjang pasti mengalami
suatu proses yang disebut proses menua. Proses menua ini merupakan proses yang unik yang
terjadi pada semua orang dan dipengaruhi oleh faktor psikologis, spiritual, fungsional, sosial
dan biologis. Proses menua ini akan menyebabkan beberapa gangguan dan penurunan fungsi
tubuh seperti penurunan daya ingat, penurunan pendengaran hingga inkontinensia urin.
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi di luar keinginan (Smeltzer & Bare, 2000). Inkontinensia urin pada lansia ini dapat
menimbulkan kerugian bagi lansia, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian sering
basah, risiko terjadi dekubitus dan dapat menimbulkan harga diri rendah pada lansia.
Inkontinensia urin harus ditangani supaya tidak terlalu menimbulkan dampak yang
besar untuk lansia. Penanganan inkontinensia urin ini dapat dilakukan dengan farmakologi
dan non-farmakolgis, tergantung dari penyebab dan keparahannya. Intervensi inkontinensia
urin pada lansia secara non-farmakologis diantaranya adalah bladder training, latihan dasar
otot panggul serta senam kegel.
Jurnal-jurnal yang kami analisis merupakan contoh dari jurnal yang membahas tentang
keefektifan intervensi inkontinensia urin pada lansia. Jurnal-jurnal yang digunakan ini
menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dan Randomized Control Trials (RCT).
Dari jurnal yang kami analisis terdapat satu jurnal tentang intervensi latihan kegel, tiga jurnal
tentang latihan dasar otot panggul dan 3 jurnal tentang baldder training. Berdasarkan jurnal-
jurnal tersebut, hasilnya adalah:
1. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Kegel terhadap Inkontinensia Urin pada Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Meci Angi Bima. Jurnal tersebut menggunakan quasi
eksperimen dengan pendekatan one grup pretest-posttest design. Jurnal ini mengatakan
bahwa ada pengaruh latihan kegel terhadap penurunan frekuensi berkemih pada lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Meci Angi Bima.
2. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Dasar Otot Panggul pada Perempuan Lanjut
Usia dengan Gangguan Inkontinensia Urin”. Jurnal tersebut menggunakan desain
penelitian eksperimen semu dengan pendekatan pretest and post test with control.
Jurnal ini mengatakan bahwa latihan otot dasar panggul dapat meningkatkan
kemampuan otot dasar panggul yang ditunjukkan oleh penurunan hasil ukur iciq-short

6
form sebelum perlakuan 5,96 dan setelah perlakuan menurun menjadi 1,52 dengan
selisih penurunan sebesar 4.44.
3. Jurnal yang berjudul “Metode Pelvic Floor Muscle Training dalam Menurunkan
Inkontinensia Urin pada Lansia di Desa Darungan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri”.
Jurnal ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Jurnal ini mengatakan
bahwa metode pelvic floor muscle (latihan dasar otot panggul) dapat menurunkan
inkontinensia urin pada lansia di Desa Darungan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri
4. Jurnal yang berjudul “Effectiveness of Pelvic Floor Muscle Training for Urinary
Incontinensia Comparison Within and Between Nonhomebound and Homebound Older
Adults”. Jurnal ini menggunakan desain penelitian RCT (Randomized Control Trial)
Grup. Jurnal ini mengatakan bahwa terdapat penurunan episode inkontinensia urin pada
lansia yang tinggal di rumah maupun diluar rumah setelah diberikan intervensi latihan
dasar otot panggul selama 6 sesi.
5. Jurnal yang berjudul “Efektifitas Bladder Training dalam Mencegah Terjadinya
Inkontinensia Urin pada Lansia yang Terpasang Kateter Urin”. Jurnal ini menggunakan
desain penelitian RCT (Randomized Control Trial) dengan pendekatan pretest dan
posttest control group design. Jurnal ini mengatakan bahwa intervensi bladder training
dapat mencegah terjadinya inkontinensia urin pada lansia yang terpasang kateter urin,
karena intervensi ini dirasa sangat bermanfaat dalam menjaga saraf-saraf yang
berhubungan dengan proses pengisian dn pengosongan kandung kemih terutama pada
lansia, terlebih lansia mengalami proses menua yang juga merubah kemampuan
berkemihnya.
6. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) terhadap
Interval Berkemih Wanita Lanjut Usia dengan Inkontinensia Urin”. Jurnal ini
menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan metode pengambilan data pre
dan post test one grup. Jurnal ini mengatakan bahwa bladder training dengan delay
urination (menunda berkemih) dan shcheduled bathroom trips merupakan intervensi
yang efektif untuk menurunkan inkontinensia urin, didapatkan hasil bawha sebelum
dilakukan intervensi rata-rata berkemih adalah 2.32 jam sedangkan setelah diberi
intervensi adalah 2.26 jam
7. Jurnal yang berjudul “Efektifitas Bladder Training sejak dini dan Sebelum Pelepasan
Kateter Urin terhadap Terjadinya Inkontinensia Urin pada Pasien Pasca Operasi di
SMC RS Telogorejo”. Jurnal ini menggunakan desain penelitian quasi eskperimen
dengan rancangan post test only control group design. Jurnal ini mengatakan

7
bahwapada bladder training lebih efektif digunakan pada pasien sebelum pelepasan
kateter urin, karena saat dipasang kateter urin akan terjadinya penurunan tonus otot,
sehingga perlu dilakukan bladder training.
Dari garis besar ketujuh jurnal itu, semua intervensi adalah intervensi yang baik untuk
terapi non farmakologis inkontinensia urin. Namun, kelompok kami sepakat utuk mengambil
intervensi terbaik adalah senam kegel. Intervensi latihan kegel merupakan latihan yang
sederhana yang dapat dilakukan dengan mudah di masyarakat, latihan kegel ini juga sangat
bermanfaat untuk menguatkan otot rangka pada dasar panggul, sehingga memperkuat fungsi
sfingter eksternal pada kandung kemih. Latihan kegel yang dilakukan secara rutin dan teratur
oleh para lansia memberikan manfaat yang yang sangat besar bagi kekuatan otot panggul
lansia sehingga para lansia dapat mengontrol keingin berkemih, latihan kegel yang
dilaksanakan secara rutin dan teratur menyebabkan penurunan frekuensi berkemih
(inkontinensia urine).

8
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Simpulan
Dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan suatu makhluk hidup akan selalu
mengalami perubahan, begitupun dengan manusia, iaakan memiliki berbagai macam tahapan
dari mulai lahir hingga nanti menua.
Dalam proses menua inilah akan terdapat berbagai macam masalah bahkan hingga
penuruan fungsi tubuh. Inkontinesia urin merupakan salah satu jenis masalah yang sering
terjadi pada lansia. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan (Smeltzer & Bare, 2000). Inkontinensia urin
adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar
keinginan (Smeltzer & Bare, 2000).
Oleh sebab itu kami melakukan pembahasan dari beberapa jurnal untuk mengetahui
intervensi apa yang paling tepat dan memiliki dampak pada perubahan masalah inkontinensia
pada lansia. Dalam jurnal yang kami bahas ini terdapat beberapa intervensi dengan
menggunakan kegel exercise dan ada juga yang menggunakan intervensi bladder training.
Kemudian setelah analisis kami lakukan maka didapatkan bahwa senam kegel lebih
efektif dilakukan untuk mengatasi/mengurangi inkontinensia pada lansia.
4.2 Rekomendasi
Ada beberapa rekomendasi yang kelompok sampaikan, diantaranya:
1. Untuk pendidikan
Materi tentang latihan/senam kegel sangat penting untuk dipelajari, baik untuk
mahasiswa, keluarga yang memiliki lansia ataupun lansia itu sendiri. Karena sejatinya,
toilet training ini merupakan tugas perkembangan dari todler yang harus diketahui oleh
semua pihak.
2. Untuk peneliti
Disarankan untuk lebih banyak meneliti intervensi senam kegel yang dilakukan
langsung pada lansia dengan sampel lebih dari 30.
3. Untuk Pelayanan Kesehatan
 Informasi dan latihan tentang senam kegel bukan hanya untuk orang sakit saja, dalam
pelayanan kesehatan perlu diberikan latihan senam kegel juga bagi lansia yang sehat
supaya dapat mencegah terjadinya inkontinensia urin dikemudian hari.

9
 Perawat harus sadar dan memodifikasi intervensi yang diberikan pada lansia dengan
tetap melibatkan keluarganya.

10
BAB V
MASALAH DAN CARA MENGATASI

Dalam melakukan penelitiannya peneliti menemukan bermacam-macam hambatan. Adapun


hambatan tersebut adalah sebagi berikut :
1. Dari beberapa jurnal yang di analisis, distribusi penelitian terbanyak yang didapatkan
adalah lansia usia middle (45-59 thn) dan elderly (60-74 thn) 45-74 tahun dan sebagian
kecilnya adalah lansia usia > 74 tahun. Peneliti tidak menemukan kesulitan dalam
melakukan intervensi untuk mengatasi inkontinensia urin pada lansia usia middle dan
elderly. Namun ketika peneliti melakukan intervensi pada lansia usia > 74 tahun,
peneliti mengalami beberapa kendala yaitu kesulitan lansia dalam memahami dan
melaksanakan instruksi dari peneliti. Hal ini terjadi semakin tinggi usia lansia,
kemampuan kognitif lansia semakin menurun. Adanya penurunan fungsi otak bagian
kanan membuat lansia kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi. Semakin
lansia menua, keluhan kesehatan yang dialami juga semakin banyak. Keluhan
kesehatan yang dialami lansia tersebut juga cenderung lebih sulit untuk disembuhkan.
2. Sebagian besar lansia memiliki tingkat pendidikan sampai SD bahkan ada yang tidak
pernah sekolah tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam
memahami suatu instruksi atau perintah. Tingkat pendidikan lanjut usia berhubungan
dengan kemampuan lanjut usia dalam memahami dan melaksanakan instruksi latihan
mengatasi inkontinensia urin. Selain itu lansia bahkan keluarganya menganggap bahwa
kejadian inkontinensia pada lansia dianggap hal yang wajar ketika sudah
menua.sehingga lansia tidak mengetahui senam kegel. Karena itulah peneliti
mengalami beberapa kesulitan dalam menyampaikan intruksi agar di pahami oleh
lansia

Untuk mengatasi hambatan diatas, peneliti mengatasi dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk lansia usia > 74 tahun, peneliti memberikan instruksi secara perlahan dengan
bahasa yang tidak membingungkan lansia, selain itu peneliti memberikan dukungan
kepada lansia agar lansia mempunyai motivasi untuk berhasil mengontrol berkemih.
lansia diajarkan secara bertahap untuk menahan berkemih dari pada interval waktu
tertentu, mula-mula tiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara
bertahap sampai penderita ingin berkemih setiap 2-3 jam. Peneliti mengajarkan latihan

11
mengontrol berkemih secara rutin dan teratur sehingga frekuensi berkemih menjadi
menurun dan lansia merasa nyaman. Behubung lansia yang menjadi sampel adalah
lansia yang tinggal di panti sosial peneliti menginformasikan kepada petugas panti
untuk senantiasa mengingatkan menginformasikan kepada lanjut usia tentang
pentingnya menahan kencingnya, sehingga mampu merangsang kemampuan kandung
kemih untuk menahan urine.
2. Peneliti melakukan infrom consent serta membina trust dengan lansia, setelah itu
peneliti menggali tingkat pengetahuan lansia atau pengasuh lansia tentang perubahan
berkemih yang dialami lansia, setelah itu peneliti memberikan edukasi, membuka pola
pikiran lansia mengenai pentingnya melakukan berbagai macam lansia dalam
mengontrol berkemih. Peneliti juga meningkatkan kemandirian lansia dalam
mengontrol rasa berkemih.

12
BAB VI
LESSON LEARNED

Tugas review jurnal ini memberikan banyak pengetahuan baru bagi penyusun.
Penyusun dapat mengidentifikasi dan memilih beberapa jurnal yang baik berdasarkan
penentuan jumlah sampel, teknik sampling, serta outcome apa yang menjadi kebutuhan
penyusun dalam menyelesaikan tugas EBP. Selain dalam memilih jurnal, penyusun pun
mengetahui bagaimana caranya untuk meriew jurnal yang baik dan benar, mengerti apa yang
dimaksud dengan lesson learned, serta pengetahuan baru dalam penyusunan latar belakang
yang sistematis.
Disamping mendapatkan pengetahuan baru mengenai cara penyusunan tugas EBP
yang baik dan benar, penyusun pun mendapatkan beberapa materi baru mengenai isi jurnal
yang sudah didapat. Penyusun mengetahui dampak-dampak buruk pada lansia dalam masalah
intenkontinensia, sehingga punyusun dapat intervensiterbaik yang dapat di terapkan pada
lansia dan latihan-latihan dasar untuk mengatasi inkontinensia pada lansia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Collein, I. (2012). Pengalaman Lansia dalam Penanganan Inkontinensia Urin di Wilayah


Kerja Puskesmas Kamonji. Jurnal Keperawatan Sudirman, 158-165 Volume 7 Nomor
3.Stanley, M., & Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. 2006.
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/download/132/122 (di aksestanggal 9
desember 2017)
Puji hidayati. Inkontinesia diakses melalui
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-pujihidaya-5313-3-bab2.pdf
pada hari Selasa, 13 Desember 2017 pukul 22.00 WIB
Sereika, S. E. (2016). Effectiveness of Pelvic Floor Muscle Training for Urinary
Incontinensia Comparison Within and Between Nonhomebound and Homebound older
adults. Journal Wound Ostomy Continence Nurs , 291-300 Voulme 43 Nomor 3

. World Health Organization. 2011. WHO Global Report on Falls Prevention in Older Ages.
Geneva : WHO Press.

14
LAMPIRAN TABEL PICO JURNAL

Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
1. Metode Menurunkan Populasi : Quasi Melatih lansia Teori tidak Variabel : Ada pengaruh Kelemahan :
Pelvic Floor inkontinensia Lansia di Desa eksperiment wanita untuk dicantumkan  Variabel metode Pelvic Floor kekurangan dari
Muscle urin pada Darungan senam kegel Bebas Muscle Training jurnal ini adalah
Training lansia Kecamatan Pare sebanyak 4 Metode dalam menurunkan peneliti tidak
Dalam Kabupaten Kediri kali Pelvic Floor inkontinensia mencantumkan
Menurunkan Muscle urin pada lansia di teori yang
Inkontinensia Sampel : Training desa Darungan berhubungan
Urin Pada 30 orang lansia  Variabel kecamatan Pare dengan judul
Lansia di wanita di Desa terikat kabupaten Kediri penelitiannya,
Desa Darungan Menurunkan dengan P-value 0,000 peneliti,
Darungan kecamatan Pare Inkontinensia < α 0,05 terbukti referensinya ada
Kecamatan kabupaten Kediri Urin Pada sebelum di lakukan sangat kurang
Pare Lansia di Desa metode Pelvic Floor
Kabupaten Teknik Darungan Muscle Training. Kelebihan :
Kediri sampling: Kecamatan Sebagian besar lansia Jumlah sample nya
Uji Wilcoxon Pare dengan kondisi memenuhi standar
Penulis : Kabupaten inkontinensia sedang sehingga data yang
Didit Kediri setelah di lakukan diperoleh
Damayanti, intervensi dalam keabsahan
Linda  Instrumen : kondisi inkontinensia validitasnya baik,
Ishariani 1. Instrument urine ringan desain penelitian
pretest ini sudah tepat
2. Instrumen menggunakan quasi

15
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
posttest eksperimen, dalam
jurnal, hasil
penelitian
ditampilkan dalam
bentuk tabel
sehingga perbedaan
antara karakteristik
yang satu dengan
yang lain dapat
dibedakan dan
teknik pengolahan
data ditampilkan
dengan jelas.
2. Efektivitas Mengetahui Populasi : Penelitian - Diberi Teori tidak Variabel Pada uji Chi Squre Kekuatan :
Bladder efektivitas Pasien lansia eksperimen- pengetahuan dicantumkan bebas : menunjukkan adanya Bahasa mudah
Training bladder terpasang kateter tal dengan lebih tentang Bladder perbedaan yang dipahami, data
Dalam training urine. desain post toilet training Training signifikan insidensi yang ditampilkan
Mencegah dalam test control - Membiasakan inkontinensia urine sesuai dengan
Terjadinya mencegah Sampel : group anak untuk Variabel Antara kelompok penelitian,
Inkontinesia terjadinya 60 orang pasien (randomiz- buang air kecil terikat : eksprimen dan
Urine Pada inkontinesia lansia terpasang ed control dan besar di Mencegah kelompok control Kekurangan:
Pasien Lanjut urine pada kateter yang trial). tempat yang terjadinya
Usia Yang pasien lanjut dirawat di RSUD sesuai (toilet) (p = 0,049), kejadian Tidak di
inkontinesia inkontinensia urine cantumkannya
Terpasang usia yang Dr. Abdul Azis - Tidak urine pada
Kateter Urine terpasang Singkawang dan memarahi lebih banyak terjadi variable dalam
pasien usia dibandingkan dengan penelitian dan teori
kateter urine RSUD anak jika
lanjut atau konsep yang

16
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Penulis : Pemangkat buang air kecil Instrument : kemlompok menjadi kerangka
Halina sembarangan Melakukan eksperimen. Hal ini pemikiran.
Rahayu, Teknik karena akan Bladder menunjukkan bahwa
Sarliana Sampling : membuat anak Training, bladder training
consecutive menjadi takut instrument ini dapat mencegah
sampling dengan dan emosional dilakukan kejadian
kriteria berusia - Tidak juga rutin pada
inkontinensia urine.
lebih dari 55 bersikap santai selang kateter
tahun, terpasang jika anak dan pedoman
indwelling kateter buang air observasi
minimal 5 hari besar dan kecil untuk
karena akan menentukan
jadi kebiasaan inkontinensia
anak untuk urine.
buang air
sembarangan
3. Efektifitas Mengukur Populasi: Quasi- Bladder Teori Guyton Variabel: Berdasarkan hasil uji Kelebihan:
Bladder tingkat 36 orang pasien eksperimen training pada (2006) Bladder beda dengan Mann design penelitian
Training efektivitas yang terpasang dengan pasien yang training, Whitneypada table yang dilakukan
Sejak Dini bladder kateter urin paska rancangan terpasang pelepasan diatas dapat dilihat sudah baik dan
dan Sebelum training sejak operasi di SMC post test kateter urin kateter urine, nilai p = 0.004, mudah dimengerti
Pelepasan dini dan RS Telogorejo only control paska operasi inkontinensia karena nilai p ≤ 0.05, oleh pembaca
Kateter Urin sebelum group di SMC RS. urine. maka terdapat
terhadap pelepasan Sampel: design Telogorejo. perbedaan yang Kekurangan:
Terjadinya kateter urin 30 orang Instrumen: - antara bladder intrumen tidak
Inkontinensia terhadap training sejak dini dicantumkan.

17
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Urine pada terjadinya Teknik dengan bladder
Pasien Paska inkontinensia sampling: training sebelum
Operasi di urine. analisis univariat pelepasan. Dapat
SMC RS dilihat juga pada
Telogorejo perbandingan nilai
rerata, pada nilai
Penulis : rerata bladder
Lucky training sejak dini
Angelia 10.93 dengan bladder
Shabrini, training sebelum
Ismonah, pelepasan 20.07
Syamsul Arif terbukti bahwa
latihan bladder
training sejak dini
lebih baik daripada
dengan bladder
training sebelum
pelepasan.
4. Effectiveness Memeriksa Populasi: Desain Latihan dasar Teori tidak Variabel - Efektivitas hasil Kekuatan:
of Pelvic efektivitas 1130 orang penelitian otot panggul dicantumkan bebas: intervensi latihan - Menggunakan
Floor Muscle intervensi Randomize oleh latihan dasar dasar otot panggul desain penelitian
Training for latihan otot Sampel : Control tenagayang otot panggul yang diberikan pada Randomize
Urinary dasar panggul 93 orang yang Trial terlatih dan lansia yang tinggal Control Trial
Incontinence dalam tinggal di rumah dibantu oleh Variable di rumah dan yang - Sampel yang
mencegah dan 185 tinggal di alat yang terikat : tidak tinggal di digunakan
Penulis: kekambuhan luar rumah baik dinamakan inkontinensia rumah banyak

18
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Sandra inkontinen- pria dan wanita elektromio- urin - Setelah pemberian - Intervensi yang
Engberg & sia urin pada yang berusia 60 grafi selama 6 intervensi latihan diberikan dalam
Susan M. lansia dan tahun keatas sesi. Instrument : otot dasar panggul waktu yang lama
Sereika memperta- dengan inkonti- kuesioner episode sehingga
hankan nensia urin inkontinensia urin perkembangan
perbaikan minimal selama 3 pada lansia yang tidak main-main
inkontinen- bulan tinggal di rumah
sia urin mengalami Kelemahan:
setelah ikut Teknik penurunan (median Terlalu banyak
latihan otot Sampling: 1,3 per hari ([IQR = singkatan, dimana
dasar panggul - 2,5; P <.001] [rata- tidak dijelaskan
ini. rata penurunan1,9 ± maksud dan
2,1]). Jumlah rata- keterangan
rata rongga harian singkatan itu apa.
menurun0,35 ([IQR
= 2,5; P = .001]
[berarti penurunan
1,3 ± 4,0]).
- Intervensi latihan
dasar otot panggu
efektif diberikanl
pada lansia yang
tidak tinggal di
rumah, dengan
penurunan rata-rata
inkontinensia urin
ada episode 1.0 per
19
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
hari (IQR = 1.2; P
<.001) dan rata-
ratapengurangan 1,1
± 1,3 episode per
hari.
5. Pengaruh Mengetahui Populasi: Quasi Delay Teori tidak Variable Rata-rata interval Kelebihan :
Latihan pengaruh 102 orang lansia eksperimen urination dicantumkan bebas: berkemih lansia Jenis penelitian
Kandung latihan yang ada di (menunda Interval sebelum latihan telah bagus,
Kemih kandung UPTD PSLU berkemih) dan berkemih kandung kemih hasilnya pun
(Bladder kemih Tresna Werdha scheduled adalah 2,3154 jam terdapat perbedaan
Training) (bladder Bakti Yuswa bathroom trips Variabel dengan SD = 0,82580 kemudian teknik
terhadap training) Provinsi yaitu terikat : sedangkan rata-rata melakukan latihan
Interval terhadap Lampung menjadwalkan Pengaruh interval berkemih pun tergambar
Berkemih interval berkemih. bladder lansia setelah latihan dengan jelas
Wanita berkemih Sampel: Latihan ini training kandung kemih yaitu
Lanjut Usia pada lansia pada 26 lansia bertujuan 2,4615 jam dengan Kelemahan :
(Lansia) yang penderita untuk Instrumen : SD = 0,83992. Hasil Teori yang
dengan mengalami inkontinensia mengembali- lembar uji statistic didapat digunakan masih
Inkontinensia inkontinensia urin. Teknik kan pola observasi nilai P-value 0,000. sangat sedikit,
Urin urin di UPTD pengambilan normal Hal ini berarti ada perbedaan yang
PSLU Tresna sampel dengan berkemih perbedaan rata-rata tejadi pun tidak
Werdha Bakti cara accidental interval berkemih terlalu bermakna
Yuswa sampling pada lansia sebelum
Provinsi dan setelah latihan
Lampung kandung kemih.
6. Pengaruh Mengetahui Populasi: Quasy Kedua Teori tidak Variabel: Terdapat perubahan Kelebihan:

20
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
latihan otot adakah Lansia berjumlah Eksperimen kelompok dicantumkan Latihan otot sikap ibu setelah design penelitian
dasar panggul pengaruh 51 orang di t dengan perlakuan panggul diberikan penyuluhan yang dilakukan
pada latihan otot Posyandu Lansia desain tersebut selama 12 sebesar 60%. sudah baik dan
perempuan dasar panggul wilayah Desa penelitian dilakukan minggu Dengan uji wilcoxon mudah dimengerti
lanjut usia pada Tohudan, one group latihan otot taraf keslahan 2,5% oleh pembaca
dengan perempuan Kecamatan pre test and dasar panggul Instrumen: dan tahap
gangguan lanjut usia Colomadu, post test selama 12 Kuisioner kepercayaan 97,5%. Kekurangan :
inkontinensia dengan Kabupaten with control minggu, Internarnation Harga z hitung lebih Jenis teori atau
urin gangguan Karanganyar sedangkan al besar dari harga z konsep yang
inkontinensia kelompok Consultation tabel yaitu -4,170. digunakan tidak
Penulis urin Sampel: kontrol tidak on dijelaskan secara
Marti 51 orang, masing- diberikan Incontinence rinci dalam jurnal
Rustanti, masing kelompok latihan otot Questionaire(I ini.
Saifudin perlakuan 27 dasar panggul. CIQ-short
Zuhri, Nur orang dan control form)
Basuki yaitu 24 orang

Teknik
sampling:
Purposive
Sampling
7. Pengaruh Mengetahui Populasi : Penelitian Latihan senam - Variabel : - Pelaksanaan latihan Kelebihan :
Latihan pengaruh lansia Quasi kegel - Frekuensi kegel pada lansia
Kegel latihan kegel Eksperimen berkemih yang tinggal di - Penelitian ini
Terhadap terhadap (non- sebelum Panti Sosial Tresna dilakukan pada 40
Sampel :
Inkontinensia inkontinensia 40 orang lansia randomized latihan kegel Werdha Meci Angi responden yang
berarti sudah

21
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Urine Pada urine pada one-group - Frekuensi Bima mampu mencapai batas
Lansia di lansia Metode pretest berkemih dilaksanakan minimum dari
Panti Sosial penghuni sampling: posttest setelah dengan baik, yaitu sampel yang
Tresna Panti Jompo Purposive design.) latihan kegel sekitar 90% - Penelitian ini
Wherda Meci Tresna sampling - Frekuensi akurat dilakukan
Angi Bima Werdha Meci Instrumen : berkemih pada untuk mengurangi
Angi Bima Menanyakan mayoritas lansia tingkat
Penulis : lansung sebelum latihan inkontinensia urin
Dahlan D. A., kepada kegel yaitu pada lansia
Martiningsih responden ≤5x/hari (25 orang
/ 62,5%) dan 6-
10x/hari (13 orang) Kelemahan :
- Frekuensi - Tidak disebutkan
berkemih tersebut berapa jumlah
berubah setelah populasi
lansia mengikuti - Jenis teori atau
latihan kegel yaitu konsep yang
≤5x/hari (38 orang digunakan tidak
/ 90%) dan 6- dijelaskan secara
10x/hari (1 orang) rinci dalam jurnal
- Hasil uji statistik ini.
Wilcoxon Signed
Rank Test
diperoleh nilai z -
3,742 dan p-value
= 0,000 (p<0,05)
yang berarti ada
22
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
pengaruh latihan
kegel terhadap
penurunan
frekwensi
berkemih pada
lansia
- Penelitian ini
memperoleh hasil
nilai p = 0,000
(p<0,05), maka
disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan
yang sigifikan
antara pre dan post
intervensi latihan
kegel.

23
LAMPIRAN JURNAL

e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

PENGARUH SENAM KEGEL TERHADAP FREKUENSI INKONTINENSIA URINE


PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMPAAN MINAHASA
SELATAN

Julianti Dewi Karjoyo


Damayanti Pangemanan
Franly Onibala

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado
Email : dkarjoyo.jd@gmail.com

Abstrack : The process of aging is a biological process that is unavoidable and will be
experienced by everyone. The aging process will cause health problems. Problems that are often
found in the elderly is Urinary Incontinence. Urinary Incontinence is involuntary urination, or
leakage of urine that is very real and pose a social or hygienic problem. The purpose of this
study was to determine whether there is an effect of Kegel Exercises on the frequency of Urinary
Incontinence in the elderly in Puskesmas Tumpaan, South Minahasa. The study design used is
pre-experimental, using the design of one group pretest posttest. Population and samples used
in this study were 30 elderly who have urinary incontinence. Based on the statistical test by
using Wilcoxon Sign Rank Test, the obtained p-value = 0.000 (<α 0.05), this indicates that there
is impact of Kegel Exercises on the frequency of urinary incontinence in the elderly in
Puskesmas Tumpaan South Minahasa.

Keywords: Kegel Exercises, Incontinence Urine

Abstrak : Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan
dialami oleh setiap orang. Proses penuaan akan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah yang
sering dijumpai pada lanjut usia adalah Inkontinensia urin. Inkontinensia urine adalah
pengeluaran urine involunter atau kebocoran urine yang sangat nyata dan menimbulkan masalah
social atau higienis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
senam Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urine pada lansia di Puskesmas Tumpaan,
Minahasa Selatan. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimental dengan
menggunakan rancangan one group pre test post test. Populasi dan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami inkontinensia urine sebanyak 30
orang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test
didapatkan p-value = 0,000 ( < α 0,05). Kesimpulan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh senam Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urine pada lanjut usia di
Puskesmas Tumpaan Minahasa Selatan.

Kata Kunci : Senam Kegel, Inkontinensia Urine

24
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
dekubitus, dan gejala ruam. Selain itu,
PENDAHULUAN masalah psikososial seperti dijauhi orang lain
karena berbau pesing, minder, tidak percaya
Menurut data dari WHO, 200 juta diri, mudah marah juga sering terjadi dan hal
penduduk di dunia yang mengalami ini berakibat pada depresi dan isolasi sosial
inkontinensia urin. Menurut National Kidney (Stanley & Beare, 2006)
and Urologyc Disease Advisory Board di
Amerika Serikat, jumlah penderita METODE PENELITIAN
inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 Desain penelitian yang diguanakan
persen diantaranya perempuan.Jumlah ini adalah pra eksperimental, dengan
sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi menggunakan rancangan one group pre test
sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang post test. Penelitian dilakukan pada bulan
tidak dilaporkan (Maas et al, 2011). Oktober-November 2016 di Wilayah Kerja
Di Indonesia jumlah penderita Puskesmas Tumpaan Minahasa Selatan
Inkontinensia urin sangat signifikan. Pada dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang
tahun 2006 diperkirakan sekitar 5,8% dari lansia. Teknik pengumpulan data adalah
jumlah penduduk mengalami Inkontinensia dengan menggunakan instrument
urin, tetapi penanganannya masih sangat wawancara dan lembar observasi. Untuk
kurang. Hal ini di sebabkan karena mengetahui adanya perubahan frekuensi
masyarakat belum tahu tempat yang tepat inkontinensia urine pretest dan frekuensi
untuk berobat disertai kurangnya pemahaman inkontinensia urine posttest, maka
tenaga kesehatan tentang inkontinensia urin digunakan uji statistik, yaitu uji Wilcoxon
(Depkes, 2012). Sign Rank Test dengan α = 0.05.
Berbagai macam perubahan terjadi pada
lanjut usia, salah satunya pada sistem HASIL dan PEMBAHASAN
perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina Hasil Penelitian
dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan
disebabkan oleh penurunan hormon esterogen, Umur
sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine, otot–otot menjadi lemah, Umur n %
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau (Tahun)
menyebabkan frekuensi BAK meningkatdan 60-74 25 83.3
tidak dapat dikontrol (Nugroho, 2008). 75-90 5 16.7
Menurut Newman & Smith, 1992; Taylor
& Handerson, 1986, terdapat cara yang Total 30 100
digunakan untuk memperbaiki Sumber : Data Primer, 2016
ketidakmampuan berkemih yaitu dengan Tabel 1 menunjukkan bahwa
latihan otot dasar panggul (pelvic muscte distribusi responden berdasarkan umur
exercise) atau sering disebut dengan latihan ssebagian besar berumur 60-74 tahun
Kegel. Latihan dasar panggul melibatkan sebanyak 25 orang (83.3%).
kontraksi tulang otot pubokoksigeus, otot
yang membentuk struktur penyokong panggul
dan mengililingi pintu panggul pada vagina,
uretra, dan rectum (Maas et al, 2011).
Tingginya angka kejadian inkotinensia
urin menyebabkan perlunya penanganan yang
sesuai, karena jika tidak segera ditangani
inkontinensia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi kulit daerah kemaluan, gangguan tidur,

25
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber : Data Primer, 2016
Jenis Persalinan Tabel 4 menunjukkan bahwa
frekuensi inkontinensia urine tertinggi
Jenis n % adalah frekuensi inkontinensia jarang
Persalinan sebanyak 25 orang (83.3%) dan frekuensi
Normal 21 70.0 inkontinensia terendah sebanyak 5 orang
SC 9 30.0 (16.7%) pada frekuensi inkontinensia urine
sedang.
Total 30 100
Sumber : Data Primer, 2016 Tabel 5 Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test
Tabel 2 menunjukkan bahwa Frekuensi Inkontinensi Urine
distribusi responden berdasarkan jenis Sebelum dan Sesudah Dilakukan
persalinan sebagian besar adalah jenis Senam Kegel Pada Lanjut Usia
persalinan normal/spontan sebanyak 21
orang (70.0%). n Mean SD Zhitung PValue

Tabel 3 Gambaran Frekuensi Inkontinensia Pretest 30 1.73 0.640 -4.689 0.000


Urine Sebelum Dilakukan Senam Posttest 30 2.83 0.379
Kegel
Sumber : Data Primer, 2016
Frekuensi Hasil penelitian yang ddapat dengan
Inkontinensia n % menggunakan uji statistik Wilcoxon Sign
Urine Rank Test didapatkan nilai mean pada
Sering 11 36.7 frekuensi inkontinensia urine pretest adalah
Sedang 16 53.3 1.73 dan nilai mean pada frekuensi
Jarang 3 10.0 inkontinensia urine posttest adalah 2.83, hal
ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
Total 30 100 antara pretest dan posttest dengan hasil
Sumber : Data Primer, 2016 mean yang berbeda dan nilai Z adalah -
Tabel 3 menunjukkan Bahwa 4.689 dan p value adalah 0.000 yang berarti
frekuensi inkontinensia urine Tertinggi p value < α 0.05.
adalah frekuensi inkontinensia Sedang
sebanyak 16 orang (53.3%) dan frekuensi Pembahasan
inkontinensia terendah sebanyak 3 orang Dalam penelitian ini didapati bahwa
(10.0%). usia responden yang mengalami
inkontinensia urine adalah mereka yang
Tabel 4 Gambaran Frekuensi Inkontinensia berumur 60-74 tahun berjumlah 25 orang dan
Urine Setelah Dilakukan Senam 75-90 tahun berjumlah 5 orang. Menurut
Kegel Stanley & Beare, (2006) Penuaan
menyebabkan penurunan kekuatan otot
Frekuensi diantaranya otot dasar panggul. Otot dasar
Inkontinensia n % panggul berfungsi menjaga stabilitas organ
Urine panggul secara aktif, berkontraksi
Sering 0 0 mengencangkan dan mengendorkan organ
Sedang 5 16.7 genital, serta mengendalikan dan mengontrol
Jarang 25 83.3 defekasi dan berkemih. Menurut Stockslager
Total 30 100 & Schaeffer (2007),

26
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

bahwa lanjut usia yang mengalami oleh Syukur, (2010) bahwa persalinan
inkontinensia urine adalah mereka yang pervaginam lebih rentan akan terjadinya
berumur ≥ 60 tahun. Peningkatan usia inkontinensia urine karena dapat
merupakan salah satu faktor risiko menyebabkan perubahan neurologis didasar
melemahnya kekuatan otot dasar panggul, panggul, yang menyebabkan efek buruk
otot akan cenderung mengalami penurunan pada hantaran nervus pudenda, kekuatan
kekuatan berdasarkan pertambahan usia dan kontraksi vagina, dan tekanan penutupan
hal ini tidak dapat dihindari (MacLennan, uretra. Menurut National Institute of
2000). Diabetes and Digestive and Kidney
Menurut penelitian yang dilakukan Diseases (NIDDK) mengatakan bahwa
oleh Lubis (2009), hasil penelitiannya salah satu penyebab terjadinya
menjelaskan bahwa susunan tubuh inkontinensia urine pada wanita
termasuk otot mengalami penurunan hingga dikarenakan jenis persalinan
80% pada usia 50-60 tahun. Hal ini senada spontan/normal yang dilakukan/dialami
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri seorng wanita ketika melahirkan.
Wulandari (2012) Pengaruh Latihan Dalam hasil yang didapat dari 3 hari
Bladder Training terhadap penurunan sebelum diberikan intervensi yaitu,
inkontinensia pada lanjut usia ditemukan responden yang mengalami frekuensi
bahwa inkontinensia urine terjadi pada inkontinensia sering sebanyak 11 orang
responden yang memiliki usia ≥ 60 tahun. (36.7%), responden yang mengalami
Senada dengan Jurnal tentang Prevalence of frekuensi inkontinensia sedang sebanyak 16
Urinary Incontinence oleh Thomas Thelma, orang (53.3%), sedangkan responden yang
dkk (1980), bahwa prevalensi penderita mengalami frekuensi inkontinensia jarang
inkontinensia urine meningkat pada usia > sebanyak 3 orang (10.0%).
60 Tahun. Menurut penelitian yang dilakukan
Hasil yang didapati dari pasien oleh Anggelita S, (2012) dengan judul
inkontinensia urine berdasarkan jenis “Latihan Kegel dengan Penurunan Gejala
persalinan adalah sebanyak 21 orang pasien Inkontinensia Urine pada Lansia” dengan
memiliki riwayat persalinan normal (70%) jumlah responden 13 orang didapati bahwa
dan 9 orang pasien yang memiliki riwayat responden terbanyak pada inkontinensia
persalinan sectio ceaserea (30%). Menurut sedang. Menurut penelitian yang dilakukan
Nugroho (2008), Inkontinensia urin pada oleh Rahajeng (2010), bahwa tanpa latihan
wanita dapat terjadi akibatmelemahnya otot otot dasar panggul atau senam Kegel tidak
dasar panggul yang dapat disebabkan akan ada perbaikan pada kekuatan otot
karena usialanjut, menopause, kehamilan, dasar panggul. Kelemahan otot-otot dasar
pasca melahirkan. Menurut penelitian yang panggul dapat menyebabkan gagalnya otot
dilakukan oleh Arsyad, dkk (2012) bahwa tersebut menjalankan fungsinya. Sehingga
wanita yang melahirkan pervaginam dengan hasil yang didapat pada kelompok control
BBL > 3000 gram akan mengalami dalam penelitiannya adalah tidak adanya
peingkatan risiko inkontinensia urine perubahan atau perbaikan terhadap
karena jenis persalinan seperti ini memiliki kekuatan otot dasar panggul yang
tendensi terjadinya peningkatan kerusakan menyebabkan terjadinya inkontinensia
saraf dasar panggul. urine.
Senada dengan Jurnal tentang Dari hasil yang didapat 3 hari
Hubungan Cara Persalinan dengan Kejadian sesudah diberikan intervensi adalah
Stress Urinary Incontinence Post Partum responden yang mengalami frekuensi

27
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

inkontinensia jarang sebanyak 25 orang Dalam penelitian ini didapatkan p-value


(83.3%), dan responden yang mengalami = 0,000 (p-value < 0,05) pada kelompok
frekuensi inkontinensia sedang sebanyak 5 Intervensi adalah Ho ditolak dan Ha
orang (16.7%). Hal inimenunjukkan diterima yang berarti penelitian ini
terjadinya penurunan frekuensi inkontinesia menunjukan terdapat pengaruh yang
urine pada responden dilihat dari jumlah signifikan senam Kegel terhadap frekuensi
responden yang mengalami frekuensi inkontinensia urine pada pasien
inkontinensia urine sering dan sedang inkontinensia urine di Wilayah Kerja
menurun menjadi frekuensi inkontinensia Puskesmas Tumpaan, Minahasa Selatan.
jarang . Dengan melakukan senam Kegel secara
Latihan otot dasar panggul (Senam rutin dan teratur selama waktu yang telah
Kegel) dilakukan untuk membangun ditentukan oleh peneliti yaitu 3 kali
kembali kekuatan otot dasar panggul.Otot seminggu dalam waktu 4 minggu.
dasar panggul tak dapat dilihat dari luar, Hasil penelitian ini sesuai dengan
sehingga sulit untuk menilai kontraksinya penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu
secara langsung. Senam Kegel yang Ayu, dkk (2015) tentang Pengaruh Senam
dilakukan bertujuan untuk meningkatkan Kegel dan Pijat Perinium Terhadap
kekuatan otot-otot dasar panggul serta Kekuatan Otot Dasar Panggul pada Lansia
untuk mencapai 40-60 kali pengurangan dengan kesimpulannya yaitu Senam Kegel
terjadinya inkontinensia urine selama 10 tiga kali seminggu selama empat minggu
detik setiap harinya dengan melakukan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul
minimal 10 kali latihan pada waktu makan lansia, sehingga hal ini dapat memberi hasil
dan waktu tidur yang merupakan jadwal yang efektif bagi penderita ikontinensia
yang mudah untuk diingat. urine.
Peningkatandapat dilihat dalam waktu 4-6 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
minggu dengan peningkatan maksimal teori yang dikemukakan oleh Stanley &
selama 3 bulan (Stanley & Beare, 2006). Beare, (2006) dan Maas et al, (2011) bahwa
Menurut penelitian yang dilakukan oleh senam Kegel merupakan salah satu terapi
Rahajeng (2010); Anggelita S (2012); non farmakologis bagi penderita
Mustofa (2009); dan Ni Putu Ayu (2015), inkontinensia urine yang tidak memiliki
bahwa senam Kegel yang diberikan pada efek samping bila dilakukan secara rutin
lanjut usia dan ibu pasca persalinan dapat oleh para Lanjut usia untuk menguatkan
mengurangi kejadian inkontinensia urine otot dasar panggul sehingga dapat
yang diakibatkan oleh melemahnya otot mengurangi frekuensi terjadinya
dasar panggul inkontinensia urine. Menurut Maas, et al
Dalam penelitian ini ditemukan adanya (2011) latihan otot dasar panggul
pengaruh senam Kegel terhadap frekuensi melibatkan kontraksi berulang otot
inkontinensia urine, hal tersebut dapat pubokoksigeus, otot yang membentuk
dilihat melalui uji Wilcoxon Sign Rank test struktur penyokong panggul dan
pada hasil observasi frekuensi inkontinensia mengelilingi pintu panggul pada vagina,
urine sebelum diberikan intervensi berupa uretra, dan rectum. Latihan/Senam Kegel
Senam Kegel dan hasil observasi frekuensi ini meningkatkan tonus otot dasar panggul,
inkontinensia urine setelah diberikan dengan menguatkan otot dasar panggul
intervensi berupa Senam Kegel pada 30 pada saat berkemih dirasakan, individu
responden dengan tingkat kepercayaan 95% mampu menunda episode inkontinensia
dan tingkat kemaknaan α = 0,05. urine yang berhubungan dengan kelemahan

28
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

Fakultas Kedokteran Universitas


otot panggul dan/atau kelemahan pintu Hasanuddin Makassar, 1-12.
keluar kandung kemih.
Daley, D. (2014). 30 Menit untuk Bugar &
Sehat . Jakarta: PT Bhuana Ilmu
SIMPULAN Populer.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti di Puskesmas Tumpaan Minahasa Fernandes, D. (2010). Hubungan Antara
Selatan, maka hasil penelitian ini dapat Inkontinensia Urin Dengan Derajat.
disimpulkan bahwa : Sebelum dilakukan Surakarta: Fakultas Kedokteran
Senam Kegel jumlah responden terbanyak Unviversitas Sebelas Maret.
mengalami frekuensi inkontinensia sedang.
Sedangkan hasil setelah dilakukan Senam Ismail, D. (2013). Aspek Keperawatan Pada
Kegel, frekuensi inkontinensia pada lansia Inkontinensia Urin. Jurnal Ilmu
mengalami perubahan dengan menurunnya Keperawatan, Vol. I, No.1, 3-11.
frekuensi inkontinensia urine menjadi
jarang. Sehingga terdapat pengaruh Jayanti, N. A. (2015). Pengaruh Senam
terhadap frekuensi inkontinensia urine Kegel dan Pijat Perineum Terhadap
sesudah diberikan Senam Kegel. Kekuatan Otot Dasar Panggul
Lansia di Puskesmas Tabanan III.
Coping Ners Journal, 27-33.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis , D. L. (2009). Kekuatan Otot Dasar
Anonimus. (2014). Badan Pusat Statistik. Panggul Pada Wanita Pasca
Retrieved Oktober 4, 2016, from Persalinan Normal dan Pasca
Statistik Penduduk Lanjut Usia: Seksio Sesarea dengan
http://old.bappenas.go.id/files/data/S Perineometer. Medan: Fakultas
umber_Daya_Manusia_dan_Kebuda Kedokteran Universitas Sumatera
yaan/Statistik%20Penduduk%20Lan Utara.
jut%20Usia%20Indonesia%202014.
pdf Maas, M. L., Buckwalter, K. C., Hardy, M.
D., Tripp-Reimer, T., Titler, M. G.,
Anonimus. (2013). Panduan Penulisan a. Specht, J. P. (2011). Asuhan
Tugas Akhir Proposal dan Skripsi. Keperawatan Geriatrik, Diagnosis
Manado: Universitas Sam Ratulangi. NANDA, Kriteria Hasil NOC,
Intervensi NIC. Jakarta: EGC.
Anonimus. (2015). Profil Puskesmas
Tumpaan, Minahasa Selatan. MacLennan, A., & dkk. (2000). The
Amurang: PKM Tumpaan. Prevalence of Pelvic Floor
Disorders and their relationship to
Anonimus, R. (2012, Mei 9). Profil gender, age, parity, and mode of
Kesehatan Indonesia. p. delivery. British Journal of
www.depkes.go.id Obstetrics and Gynaecology, 1460-
1470.
Arsyad, E. (2012). Hubungan Senam Kegel
Terhadap Stress Inkontinensia Urine (NIDDK), N. I. (2016). Urinary
Postpartum pada Wanta Primigravida. Incontinence In Woman. Amerika:
Jurnal Obstetri dan Ginekologi National Institutes of Health.

29
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

Nordqvist, C. (2016). Urinary Incontinence:


Causes, Treatments, and Symptoms.
Journal University of Illinois-
Chicago, School of Medicine.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan


Gerontik & Geriatrik Edisi 3.
Jakarta: EGC.

Septiastri, A. (2012). Latihan Kegel


Dengan Penurunan Gejala
Inkontinensia Urine Pada
Lansia. Jurnal Departeman KMB
dan Keperawatan Dasar.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku


Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Stockslager, J. L., & Schaeffer , L. (2007).


Buku Saku Asuhan Keperawatan
Geriatrik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Syukur, S. (2010). Hubungan Cara


Persalinan dengan Kejadian
Stress Urinary Incontinence
Postpartum. Padang: Fakultas
Kedokteran UNAND.

Thomas, T. (1980). Prevalence of Urinary


Incontinence. British Medical
Journal Vol.281, 1243-1245.

Vitriana. (2002). Evaluasi dan Manajemen


Medis Inkontinensia Urine . Jakarta:
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN
FISIK DAN REHABILITASI,
FK-UI.

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
EFEKTIFITAS BLADDER TRAINING SEJAK DINI DAN SEBELUM PELEPASAN
KATETER URIN TERHADAP TERJADINYA INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN
PASKA OPERASI DI SMC RS TELOGOREJO

Lucky Angelia Shabrini*), Ismonah**), Syamsul Arif***)

*Alumni Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


= Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK
Pasien yang dilakukan kateter urine pada paska operasi dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih baik terjadi inkontinensia ataupun retensi urine. Tujuan bladder training adalah
untuk memperpanjang interval antara urinasi klien, menstabilkan kandung kemih dan
menghilangkan urgensi. Umumnya bladder training dilakukan dengan cara kateter diklem
selama dua jam dan dilepas setelah satu jam dan bladder training tersebut dilakukan sebelum
kateter urin dilepas. Penelitian ini mengukur tingkat efektivitas bladder training sejak dini
dan sebelum pelepasan kateter urin terhadap terjadinya inkontinensia urine. Penelitian ini
adalah penelitian quasi eksperimen dengan rancangan post test only control group design.
Sampel penelitian ini adalah pasien paska operasi yang terpasang kateter urine di SMC RS
Telogorejo sebanyak 30 responden. Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann Whitney pada
table diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka terdapat perbedaan yang
antara bladder training sejak dini dengan bladder training sebelum pelepasan. Dapat dilihat
juga pada perbandingan nilai rerata, pada nilai rerata bladder training sejak dini 10.93 dengan
bladder training sebelum pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan bladder training sejak dini
lebih baik daripada dengan bladder training sebelum pelepasan. Saran dalam penelitian ini
diharapkan agar rumah sakit dapat memasukkan tindakan bladder training kedalam Standar
Operasional Prosedur untuk mencegah terjadinya inkontinensia urine pada pasien paska
operasi.

Kata kunci: bladder training, kateter urin, inkontinensia

ABSTRACT
The patients who were conducted urine catheter post surgery can experience trouble in
micturition. It occurs both urine incontinence and retention. The purpose of bladder training
is lengthened the interval between the clients’ interval and urinate, stabilize the bladder and
relieve urgency. In general, bladder training is conducted by clamming the catheter for two
hours and releasing it after an hour and bladder training will be done before urine catheter is
released. The research measures the effectiveness of early bladder training and before urine
catheter is released towards urine incontinence. This research is quasi experiment with design
research posttest only control group design. The research samples are post surgery patients
with urine catheter in SMC Telogorejo Hospital. They are 30 respondents. Based on the test
result it is different from Mann Whitney on the table above, we can see value p = 0.004,
because value p <0.05, so that there is a difference between early bladder training from
bladder training before relieving. It can be seen also the comparison the average value, on the
early bladder training average value 10.93 with bladder training before relieving proved that
practice in early bladder training is better than before relieving. Suggestion in this paper is
hospitals are expected to include the bladder training action into Standard Operational
Procedure to prevent urine incontinence on post surgery patients.

Keyword : bladder training, urine catheter, incontinence

42
PENDAHULUAN
itu juga dapat mengakibatkan kandung kemih
Pembedahan atau operasi adalah semua akan kehilangan tonusnya. Otot detrusor tidak
tindakan pengobatan yang menggunakan cara dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
invasif dengan membuka atau menampilkan mengontrol pengeluaran urinnya, atau
bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan inkontinensia urine (Smelzter & Bare,2013,
pembedahan atau operasi dapat menimbulkan hlm.1390).
berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan
gejala yang sering adalah nyeri. Tindakan Pada tahun 2010Asia Pacific Continence
operasi menyebabkan terjadinya perubahan Advisory Board (APCAB) menyatakan
kontinuitas jaringan tubuh. Sehingga untuk prevalensi inkontinensia urine pada wanita
menjaga homeostasis, tubuh melakukan Asia sekitar 14,6%. Prevalensi inkontinensia
mekanisme yang bertujuan sebagai pemulihan urine bervariasi di setiap negara yang
pada jaringan tubuh yang mengalami disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi perbedaan definisi, populasi, sampel
reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri penelitian, dan metodologi penelitian. Di
dirasakan oleh pasien. Oleh karena itu, setiap Indonesia prevalensi angka kejadian
pembedahan diperlukan upaya untuk inkontinensia urine belum dapat terdeteksi
menghilangkan nyeri (Jong, 2010, hlm.314). secara pasti dikarenakan banyak orang yang
Anestesi dalam tindakan bedah banyak menganggap inkontinensia urine merupakan
macamnya salah satunya adalah anestesi spinal hal yang wajar. Meski tidak berbahaya, namun
dan anestesi umum. Menurut Potter & Perry gangguan ini sangat mengganggu dan
(2010, hlm.378) dampak dari prosedur bedah membuat malu, sehingga menimbulkan rasa
yang dilakukan anestesi mempengaruhi rendah diri atau depresi pada penderitanya.
pengeluaran urine dan kemih itu sendiri. Salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengatasi keadaan ini adalah dengan
Anestesi dapat mempengaruhi kesadaran pasien melakukan program latihan kandung kemih
termasuk tentang kebutuhan berkemih sehingga atau bladder training(Smelzter & Bare,2013,
berdampak pada pengeluaran urine, oleh karena hlm.1390).
itu selama prosedur pembedahan pasien
dilakukan kateterisasi urine (Potter & Perry, Bladder training adalah latihan kandung kemih
2010, hlm 378). Kateterisasi urine adalah yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot
pemasangan kateter melalui uretra ke kandung dan otot spingter kandung kemih agar bertujuan
kemih. Tindakan pemasangan kateter maksimal. Bladder training biasanya digunakan
dilakukan pada pasien dengan indikasi yaitu: untuk stress inkontinensia, desakan inkontinensia
untuk menentukan jumlah urin sisa dalam atau kombinasi keduanya atau yang disebut
kandung kemih setelah pasien buang air kecil, inkontinensia campuran. Pelatihan kandung
untuk memintas suatu obstruksi yang kemih yang mengharuskan klien menunda
menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan berkemih, melawan atau menghambat sensasi
drainase pascaoperatif pada kandung kemih, urgensi dan berkemih sesuai dengan waktu yang
daerah vagina atau prostat, atau menyediakan telah ditetapkan dan bukan sesuai dengan
cara-cara untuk memantau pengeluaran urin desakan untuk berkemih. Tujuan bladder
setiap jam pada pasien yang sakit berat training adalah untuk memperpanjang interval
(Smelzter & Bare,2013, hlm. 1388). antara urinasi klien, menstabilkan kandung
kemih dan menghilangkan urgensi (Suharyanto,
Tindakan pemasangan kateter dilakukan 2008, hlm.203).
membantu pasien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau pasien yang mengalami Umumnya bladder training dilakukan dengan
obstruksi pada saluran kemih. Namun tindakan cara kateter diklem selama dua jam dan dilepas
ini bisa menimbulkan masalah lain seperti setelah satu jam dan bladder training tersebut
infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya dilakukan sebelum kateter urin dilepas.
rangsangan berkemih. Menurunnya rangsangan Fenomena tersebut berakibat pasien yang
berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dilakukan katerter urine dapat mengalami
dalam waktu yang lama sehingga dapat kesulitan untuk berkemih baik terjadi
mengakibatkan kandung kemih tidak akan inkontinensia ataupun retensi urine, walaupun
terisi dan berkontraksi selain

2 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151
43
pada saat dilakukan bladder training pasien kateter urin paska operasi di SMC RS.
merasakan keinginnan untuk berkemih. Telogorejo sebanyak 36 orang.

Beberapa penelitian yang terkait dengan Sampel merupakan bagian populasi yang
bladder training adalah penelitian yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik
dilakukan oleh Betti (2009) dengan judul yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009,
"Efektifitas bladder training secara dini pada hlm.68). Sampel pada penelitian ini
pasien yang terpasang douwer kateter terhadap menggunakan sampel jenuh. Menurut Sarmanu
kejadian inkontinensia urine di ruang Umar (2009, dalam Nasir, 2011, hlm.228-229)
dan ruang Khotijah RS Roemani Semarang" dikatakan jenuh apabila jumlah sampelnya
diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan lebih dari setengah populasi. Penelitian ini
tidak ada pengaruh pelaksanaan bladder menggunakan cara observasi dan wawancara.
training secara dini pada pasien yang terpasang Peneliti ikut terlibat pada kelompok yang
dower kateter terhadap kejadian inkontinensia diobservasi dan berhubungan dengan subyek
urine . Sedangkan penelitian yang dilakukan secara khusus terhadap kegiatan yang
Wulan (2013) dengan judul "Pengaruh berhubungan dengan masalah penelitian.
pemberian bladder training sebelum pelepasan
dower kateter terhadap terjadinya Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat
inkontinensia urine pada pasien di IRNA C yaitu umur jenis kelamin, pekerjaan. Hasil
Sanglah Denpasar didapatkan nilai p 0,04 atau analisis berupa data numerik dimna
nilai p <0,05 dapat disimpulkan ada pengaruh berdistribusi tidak normal disajikan dalam
pemberian bladder training sebelum pelepasan bentuk median, nilai minimum dan nilai
dower kateter terhadap terjadinya maksimum. Selain itu data kategorik disajikan
inkontinensia pada pasien IRNA C Sanglah dalam bentuk distribusi frekuensi berupa
Denpasar”. jumlah (frekuensi) dan persentase (%) yang
terdiri dari jenis kelamin dan tingkat
Melihat perbedaan pada dua penelitian inkontinensi.
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat
efektifitas bladder training sejak dini dan Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan
sebelum pelepasan kateter urin terhadap untuk melihat perbedaan antara bladder
terjadinya inkontinensia urine pada pasien training terhadap inkontinensia pada kelompok
paska operasi di SMC RS Telogorejo. kontrol dan perlakuan. Sebelum dilakukan uji
statistik pada variabel bebas dan variabel
METODE PENELITIAN terikat dilakukan uji kenormalan data dengan
Penelitian ini adalah penelitian quasi menggunakan uji Shapiro-Wilkkarena jumlah
eksperimen dengan rancangan post test only responden sebanya 30 orang, dan didapatkan p
control group design yaitu satu kelompok value = 0.000, karena p value< 0.05 maka
adalah kelompok perlakuan sedangkan menunjukkan data berdistribusi tidak normal.
kelompok lain adalah kelompok kontrol Setelah dilakukan transformasi data didapatkan
sebagai pembanding. Peneliti melakukan p value = 0.000 karena p value < 0.05 maka
penilaian dengan cara membandingkan data data berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu
post test antara kelompok perlakuan dan dilakukan uji Mann Whitney perbedaan antara
kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan bladder training sejak dini dan bladder
dilakukan bladder training sejak dipasang training sebelum pelepasan. Berdasarkan hasil
kateter sampai dengan dilepas kateter. Pada uji beda dengan Mann Whitney pada table
kelompok kontrol dilakukan bladder training diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai
sebelum pelepasan. p ≤ 0.05, maka terdapat perbedaan yang antara
bladder training sejak dini dengan bladder
Populasi adalah wilayah generalisasi yang training sebelum pelepasan, maka Ha diterima
terdiri atas responden yang mempunyai dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat
kuantitas dan karakteristik tertentu yang disimpilkan bahwa bladder training sejak dini
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan lebih efektif untuk mencegah inkontinensia
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, pada pasien yang terpasang kateter urin paska
2004, dalam Hidayat, 2009, hlm.68). Populasi operasi di SMC RS Telogorejo.
penelitian ini adalah pasien yang terpasang

Efektifitas Bladder Training Sejak Dini Dan Sebelum Pelepasan ....... (Lucky Angelina Shabrini) 3

44
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Respon F (%)
Bladder training
Pada analisis univariat disajikan frekuensi sejak
responden berdasarkan: dipasang
A. ANALISA UNIVARIAT kateter
1. Jenis kelamin
1. Spontan 1 46.7
Responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 1
2. Saat 1 3.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis batuk,tertaw
kelamindi SMC RS Telogorejo Semarang a,bersin
(n = 30) 3. Inkontinensi 0 0
a, spontan
Jenis Kelamin F (%) Bladder training
sebelum
1. Laki- Laki 18 60 pelepasan
kateter
2. Perempuan 12 40 1. Spontan 5 16.6
Total 30 100.0 2.Saat,batuk,terta 8 26.6
wa,bersin
3. Inkontinensia 2 6.67
spontan
Berdasar tabel diketahui bahwa sebagian besar
respondenberjenis kelamin laki-laki yaitu 18
orang (60%). Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui
bahwa paling banyak responden memiliki
2. Usia responden respon spontan saat berkemih.
Tabel 2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan 1. ANALISA BIVARIAT
usia diSMC RS Telogorejo Semarang Berdasarkan hasil uji normalitas
(n = 30) menunjukan bahwa kedua data
berdistribusi tidak normal dibuktikan
Dewasa F P (%) dengan hasilp value = 0.000, karenap
awal 7 23.3
value < 0.05. Setelah dilakukan
menengah 11 36.7 transformasi data didapatkan p value =
akhir 12 40.0
0.000 karena p value < 0.05 maka data
Total 30 100.0 berdistribusi tidak normal. Oleh karena
itu dilakukan uji Mann Whitney
Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa perbedaan antara bladder training sejak
paling banyak dalam kategori usia dini dan bladder training sebelum
dewasa akhir yaitu 12 (40.0 %). pelepasan.

3. Respon Berkemih Tabel 4


Tabel 3 Hasil uji Mann Whitney perbedaan antara
Distribusi frekuensi responden bladder training sejak dini dan bladder
berdasarkan respon berkemih training sebelum pelepasan (n = 30)
diSMC RS Telogorejo Semarang
(n = 30) Perlakuan N ( ± SD) p. Z.score
value
BD sejak 15 10.93±0.626 0.004 -3.350
dini
BD 15 20.07±0.626
sebelum
pelepasan

4 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151

45
Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann
Whitneypada table diatas dapat dilihat 2. Usia
nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka
terdapat perbedaan yang antara bladder Hasil penelitian berdasarkan usia
training sejak dini dengan bladder responden didominasi oleh usia dewasa
training sebelum pelepasan. Dapat dilihat akhir sebanyak 12 responden (40%). Hasil
juga pada perbandingan nilai rerata, pada penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai rerata bladder training sejak dini responden rentan terhadap kejadian
10.93 dengan bladder training sebelum inkontinensia. Hasil penelitian ini juga
pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan sesuai dengan konsep semakin tua usia
bladder training sejak dini lebih baik maka semakin menurun respon
daripada dengan bladder training sebelum berkemihnya, sesuai dengan konsep yang
pelepasan. ada dimana semakin tua seseorang,
semakin menurun fungsi dan struktur
PEMBAHASAN tubuhnya. Setelah usia lebih dari 50 tahun
fungsi dan ukuran ginjal menurun
** Jenis kelamin semakin tua seseorang semakin menurun
Hasil penelitan didapatkan responden fungsi dan struktur sistem tubuhnya (Perry
dengan jenis kelamin laki laki 18 & Potter, 2010, hlm 1682).
responden (60%) dan 12 responden
(40%). Hasil penelitian ini menunjukkan Hasil penelitian ini didukung pada
bahwa bladder training memberikan penelitian yang dilakukan oleh Bayhakki
dampak yang berbeda pada jenis kelamin (2008) yang meneliti tentang bladder
laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin training pada pasien paska bedah ortopedi
merupakan salah satu faktor yang pada usia dewasa awal yang terpasang
mempengaruhi kemampuan berkemih hal kateter urine pada penelitian tersebut
tersebut terjadi karena adanya perbedaan didapatkan hasil bahwa umur berpengaruh
struktur anatomi sistem perkemihan antara pada waktu berkemih.
laki-laki dan perempuan pada struktural
otot destrusor kandung kemih (Nursalam, 3. Respon Berkemih
2006, hlm.148). Hasil penelitian berdasarkan respon
berkemih pada kelompok perlakuan
Adanya perbedaan struktural serabut / otot sebanyak 14 responden yang berkemih
destrusor kandung kemih antara laki laki secara spontan, sedangkan kelompok
dan perempuan, dimana struktur otot kontrol terdapat 5 responden yang mampu
destrusor dan spingter tersusun oleh berkemih spontan. Hasil penelitian ini
sebagian otot polos kandung kemih menunjukkan pengaruh bladder training
sehingga bila berkontraksi akan dapat meningkatkan kontrol pada
menyebabkan pengosongan kandung dorongan atau rangsangan dalam
kemih. Spingter uretra pada laki laki berkemih. Pada saat terpasang kateter urin
terletak pada bagian distal prostat kandung kemih tidak dirangsang untuk
sehingga pada laki laki lebih lama merasakan sensasi berkemih, sehingga
merasakan rangsangan berkemih tonus otot dan spingter menjadi melemah
dibandingkan perempuan (Nursalam, (Suharyanto, 2009, hlm.103).
2006, hlm.148).
Selain itusesuai dengan konsep dari
Hasil penelitian ini didukung oleh Suharyanto (2009, hlm.103) juga
penelitian yang dilakukan oleh Jaswadi menyatakan bahwa pelaksanaan bladder
(2008) tentang efektifitas terapi training yang bertujuan untuk
behavioral terhadap inkontinensia urine mengembalikan tonus otot kandung kemih
pada usila di PSTW Budi Luhur dan melatih kandung kemih untuk
Yogyakarta, pada penelitian tersebut mengeluarkan urin secara periodik,
menunjukkan bahwa jenis kelamin berdampak positif, sehingga pada pasien
berpengaruh dengan keluhan berkemih. yang terpasang kateter urin agar mampu
berkemih secara spontan perlu dilakukan
bladder training.

Efektifitas Bladder Training Sejak Dini Dan Sebelum Pelepasan ....... (Lucky Angelina Shabrini) 5

46
Hasil penelitian ini didukung oleh Bladder training merupakan upaya yang
penelitian Wulan (2013) dengan efektif untuk mengembalikan kemampuan
menunjukkan adanya pengaruh bladder sfingter uretra pada individu yang
training yang dilakukan pada pasien yang terpasang kateter. Menurut Guyton (2006)
terpasang kateter urin. eliminasi urin membutuhkan tonus otot
kandung kemih, otot abdomen,dan pelvis
Analisis bivariat untuk berkontraksi. Pada saat awal
Pada uji statistik antara bladder training bladder training terjadi kontraksi otot-
dengan kemampuan berkemih pada otot perineum dan sfingter eksterna dapat
kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan secara volunter sehingga
didapatkan nilai p = 0.004 (nilai p ≤ 0.05) mampu mencegah urin mengalir melewati
dari hasil penelitin dapat disimpulkan ada uretra atau menghentikan aliran urin saat
perbedaan signifikan antara kemampuan sedang berkemih. Urin yang memasuki
berkemih responden pada kelompok kandung kemih tidak begitu
perlakuan dan kontrol. meningkatkan tekanan intravesika sampai
terisi penuh. Pada kandung kemih
Latihan kandung kemih adalah salah satu ketegangan akan meningkat dengan
cara untuk mengatasi masalah yang meningkatnya isi organ tersebut, tetapi
berkaitan dengan urinasi. Bladder training jari-jaripun bertambah, oleh karena itu
adalah salah satu upaya untuk peningkatan tekanan hanya akan sedikit
mengembalikan fungsi kandung kemih saja, sampai organ tersebut relatif
yang mengalami gangguan ke fungsi yang penuh.Jika sudah tiba saat ingin
optimal sesuai dengan kondisi. Tujuan berkemih, pusat cortical dapat
dari bladder training adalah untuk merangsang pusat berkemih sacral untuk
meningkatkan jumlahwaktu pengosongan membantu mencetuskan refleks berkemih
kandung kemih, secara nyaman tanpa dan dalam waktu yang bersamaan
adanya urgensi,atau inkontinensia atau menghambat sfingter eksternus kandung
kebocoran. Bladder training dapat kemih sehingga peristiwa berkemih dapat
digunakan untuk salah satu terapi terjadi. Selama proses berkemih otot-otot
inkontinensia dan untuk melatih kembali perinium dan sfingter uretra eksterna
tonuskandung kemih setelah pemasangan relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan
kateter dalam jangka waktu lamadalam urin akan mengalir melalui uretra.
mencegah inkontinensia. Keduanya
menggunakan penjadwalan berkemih Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
secara teratur. Ketika mempersiapkan pelaksanaan bladder training yang
pelepasan kateter yang sudah dilakukan setiap hari diharapkan dapat
terpasangdalam waktu lama, latihan meningkatkan tonus otot kandung kemih
kandung kemih atau bladder training daripada yang dilakukan sebelum
harus dimulai dahulu untuk pelepasan. Pemasangan kateter urine
mengembangkan tonus kandung kemih. menetap tidak fisiologis dimana kandung
Ketikakateter terpasang, kandung kemih kemih selalu kosong akibatnya kandung
tidakakan terisi dan berkontraksi, kemih kehilangan potensi sensasi
padaakhirnya kandung kemih akan berkemih dan penurunan tonus otot
kehilangan tonusnya (atonia) atau kandung kemih. Dan untuk merangsang
kekuatandan kapasitas kandung kemih otot destrusor kandung kemih saat
menurun. Apabila atonia terjadi dan terpasang kateter urin perlu dilakukan
kateter dilepas, otot destrusor mungkin bladder training.
tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak
dapat mengeluarkan urinnya, sehingga Hasil penelitian ini didukung oleh
terjadi inkontinensia. Untuk itu perlu penelitian yang dilakukan Maruti (2005)
dilakukan bladder training sebelum dengan hasil penelitian menunjukkan
melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare, bahwa bladder training yang dilakukan
2013, hlm.1390). setiap hari lebih efektif daripada sebelum
pelepasan kateter.

6 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151

47
SARAN Gruenderman, J.B., & Fernsebrer, B. (2006).
Buku Ajar Perawatan Perioperatif.
1. Bagi ilmu keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC
Sebagai tambahan referensi dalam
mengembangkan teknik bladder training Hidayat, Alimul Aziz. (2008). Riset
pada pasien dengan pemasangan kateter. Keperawatan & Teknik Penulisan
2. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
sebagai informasi dan bisa menjadi salah
satu pendorong bagi perawat untuk . (2011). Metode Penelitian
melakukan bladder training untuk Kebidanan & Teknik
meminimalkan terjadinya inkontinensia Analisa Data. Jakarta: Salemba
pada pasien yang terpasang kateter. Medika
Khususnya dalam pembuatan Standart
Operasional Prosedur (SOP) bladder Jong, W.D., & Syamsuhidajat, R. (1997). Buku
training sehingga kualitas pelayanan yang Ajar Ilmu Bedah IA. Jakarta : EGC
diberikan diharapkan dapat lebih
meningkat. Krisnawati, Beti. (2009). Efektifitas bladder
3. Bagi Peneliti selanjutnya training secara dini pada pasien yang
Pada penelitian yang akan datang lebih terpasang douwer kateter terhadap
ditingkatkan jumlah sampel pada seluruh kejadian inkontinensia urine di ruang
pasien yang menggunakan kateter urin. Umar dan ruang Khotijah RS Roemani
Semarang
DAFTAR PUSTAKA http://Keperawatan.undip.ac.id/
diperoleh tanggal 10 Agustus 2014
Aryani, R. (2009). Prosedur Klinik
Keperawatan Pada Mata Ajar Martuti, Y. (2005). Perbedaan kejadian
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: TIM inkontinensia urin pada klien
menggunakan kateter menetap antara
Baradero, M. (2008). Klien Gangguan Ginjal. yang dilakukan bladder training setiap
Jakarta : EGC hari dengan bladder training sehari
sebelum kateter dilepas. Semarang
Bayhakki. (2008). Bladder Training Modifikasi diperoleh tanggal 10 Mei 2015
Cara Kozier Pada Pasien Paska Bedah
Ortopedi. Jurnal Keperawatan Indonesia Nasir, Abd et. al. (2011). Metodologi
diperoleh tanggal 10 Mei 2015 Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Dahlan, M.S. (2014). Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 6. Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada
Jakarta : Epidemiologi Indonesia Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jilid 1. Jakarta: Salemba
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Medika
Keperawatan. Jakarta : TIM
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental
Elveen, et al. (2010). Factorspredicting for Keperawatan. Jakarta : EGC
Urinary incontinence after prostate
brachytherapy. Saryono & Setiawan, Ari. (2010). Metodologi
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1,
1527572 diperoleh tanggal 2 November S2. Yogyakarta: Nuha Medika
2014
Smeltzer, S.C., &Bare, B.B. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Volume
1. Jakarta : EGC

48
Continence Care
J Wound Ostomy Continence Nurs. 2016;43(3):291-300.
Published by Lippincott Williams & Wilkins

Effectiveness of Pelvic Floor Muscle Training for


Urinary Incontinence
Comparison Within and Between Nonhomebound and
Homebound Older Adults
Sandra Engberg  Susan M. Sereika

■ABSTRACT
PURPOSE: To compare the effectiveness of a biofeedback-taught pelvic fl oor muscle training (PFMT) intervention in
urinary incontinence (UI) and improving general health-related and UI-specifi c quality of life in homebound and
nonhomebound older adults. We also compared adherence rates to the prescribed PFM exercises and strategies (urge
and/or stress) in the 2 groups of subjects.
DESIGN: Secondary data analysis of initial 6-week PFMT intervention data from a randomized controlled trial designed
to examine the effi cacy of a relapse prevention intervention in sustaining improvements in UI following PFMT.
SUBJECTS AND SETTING: The sample comprised 93 homebound and 185 nonhomebound community-dwelling men
and women 60 years and older with urge, stress, or mixed UI at least twice a week for a minimum of 3 months.
METHODS: The intervention consisted of 6 weekly in-home visits during which biofeedback via transcutaneous
electromyographic patches was used to teach subjects pelvic fl oor muscle exercises and, as indicated, stress and/or urge
suppression strategies to prevent involuntary urine loss. Incontinence severity was measured by a 1-week bladder diary at
baseline and at the end of the 6-week intervention. Health-related quality of life was measured at baseline and postintervention
using the Medical Outcomes Study Short Form-36 (MOS SF-36) (general health-related quality of life), and the Modifi ed
Incontinence Impact Questionnaire (MIIQ). Self-reported adherence data were collected at each intervention visit.
RESULTS: At baseline, homebound subjects had signifi cantly more severe UI, more comorbid conditions, and higher levels of
functional impairment than nonhomebound subjects. Following the intervention, there was a signifi cant reduction in the number
of incontinent episodes in both homebound and nonhomebound subjects, with no signifi cant group differences (P = .25) in the
median percent reduction in UI (64.5% in homebound vs 70.4% in nonhomebound subjects). UI-specifi c quality of life (MIIQ
total scores) improved signifi cantly in both groups without any signifi cant between-group differences ( P = .83). There were no
signifi cant changes in health-related quality of life in either group. Pelvic fl oor muscle adherence rates were higher than
adherence rates to strategies in both groups, with no signifi cant group differences.
CONCLUSIONS: The biofeedback-guided PFMT intervention was equally effective in reducing UI and improving UI-
specifi c quality of life in homebound and nonhomebound community-dwelling older adults.
KEY WORDS: Adherence, Biofeedback, Homebound, Older adults, Pelvic fl oor muscle training, Quality of life, Self-effi
cacy, Urinary incontinence.

■INTRODUCTION volume of urine typically lost). Forty percent (40.2%) of


home health care recipients report difficulty controlling their
Urinary incontinence (UI) is a common health problem; its prev- bladder at the time they were interviewed.1 A variety of
alence increases with both age and functional impairment. In a negative outcomes have been associated with UI including
secondary analysis of data on UI prevalence from several studies, falls,2 hip fractures,3,4 depressive symptoms,5-7 and diminished
Gorina and colleagues1 reported that 43.8% of community-dwell- health-related quality of life (HRQOL).8-10 In addition, UI is a
ing older adults reported involuntary urine loss during the previ- costly health problem. Hu and colleagues11 estimated that the
ous 12 months and 24.0% reported moderate to severe UI (based annual UI-related costs (in year 2000 dollars) was $14.2
on a combination of frequency of incontinent episodes and the billion for community-dwelling individuals.
Research examining the effectiveness of pelvic floor mus-
Sandra Engberg, PhD, RN, CRNP, School of Nursing, University of
Pittsburgh, Pittsburgh, Pennsylvania. cle training (PFMT) is more limited in older adults than in
Susan M. Sereika, PhD, School of Nursing, University of younger individuals. In a meta-analysis comparing PFMT to
Pittsburgh, Pittsburgh, Pennsylvania.
The authors declare no confl icts of interest.
no treatment, Choi and associates 12 reported that in studies
Correspondence: Sandra Engberg, PhD, RN, CRNP, School of where the mean age of participants was over 60 years (n = 5),
Nursing, University of Pittsburgh, 350 Victoria Bldg, 3500 Victoria St, there was a statistically significantly greater reduction in UI in
University of Pittsburgh, Pittsburgh, PA 15261 (sje1@pitt.edu).
the treatment group compared to the no treatment con-trol
DOI: 10.1097/WON.0000000000000227 group (weighted mean effect size = −0.54, P < .001). In a
systematic review of conservative interventions for UI in

Copyright © 2016 by the Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™ JWOCN  May/June 2016 291

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

49
292 JWOCN  May/June 2016 www.jwocnonline.com

frail elders, Talley and colleagues13 identified only one indwelling catheter, (3) pelvic prolapse reaching the vaginal in-
previous randomized controlled trial (RCT) that compared troitus, (4) terminal illness/hospice care, (5) inability or unwill-
PFMT to usual care in homebound older adults. Subjects in ingness to toilet independently and had no caregiver to assist with
the treat-ment group had a significantly greater reduction in toileting, (6) a Folstein Mini-Mental State Examination (MMSE)
UI than those in the usual care control group (P < .001).13 No score less than 24, (7) inability or unwillingness to complete the
stud-ies comparing the effectiveness of PFMT in homebound bladder diary after 2 attempts, (8) possible grade 3 stress
and nonhomebound older adults were identified. incontinence (demonstrated by self-reported continu-ous leaking
and/or bladder diary documentation of frequent leaking [>8
We compared the effectiveness of a PFMT regimen in re-
accidents per day] occurring with minimal or no physical activity
ducing UI in homebound and nonhomebound older adults.
and not related to urgency), or (9) inability to hear telephone
The aims of the study were to (1) compare the effectiveness of conversation. To avoid enrolling individuals who have a medical
biofeedback-taught PFMT in reducing UI in homebound and problem requiring treatment prior to en-tering the protocol,
nonhomebound older adults, (2) compare the impact of the individuals with the following problems were referred to their
intervention on general HRQOL and UI-specific HRQOL in primary care provider for evaluation and treatment prior to
the 2 groups, and (3) compare self-reported adherence to the enrollment: (1) symptomatic urinary tract infection, (2) fecal
treatment regimen in the 2 groups. impaction, (3) glycosuria, (4) hematuria in the absence of
infection, and (5) enlarged prostate or prostate nodule. To be
METHODS eligible for the current study, subjects also had to have adequate
This study was a secondary analysis of baseline PFMT data baseline bladder diary data.
collected during an RCT designed to examine the efficacy of a A variety of strategies were employed to recruit subjects
relapse prevention intervention in sustaining improvements in including referrals from home health agencies, other health care
UI following PFMT. The parent study was a multiphase study providers, and social service agencies serving older adults;
in which consenting subjects who met the eligibility criteria newspaper, newsletter, and radio advertisements; flyers post-ed in
pharmacies, senior centers, senior apartment buildings, physician
and agreed to participate (1) completed a baseline ob-
offices, and supermarkets. All recruitment materials included a
servation period during which UI cost-related data were col-
toll-free telephone number for individuals poten-tially interested
lected, (2) completed a 6-week baseline PFMT intervention, in participating in the study. The purpose and procedures of the
and (3) were randomly assigned to 12 months of follow-up study were explained to all individuals who called the toll-free
without additional intervention (standard behavioral therapy) number. If individuals expressed interest in participating, verbal
or to a 19-week relapse prevention intervention followed by consent was obtained and telephone screening was conducted to
12 months of follow-up (no additional intervention), relapse determine initial eligibility (age, frequency, and duration of UI
behavioral therapy. and ability to hear telephone conversation). An in-home
assessment visit was scheduled for individuals who met initial
Sample eligibility criteria and were interested in participating in the
The sample comprised subjects who completed the 6-week study. During the baseline assessment visit, study procedures
baseline PFMT intervention in the parent study. When orig-inally were explained in detail and informed written consent was
funded, we proposed to recruit only homebound older adults obtained prior to in-home screening procedures. The parent study
through home health agencies using strategies used suc-cessfully was approved by the University of Pittsburgh institutional review
in our previous study in this target population.14 Ma-jor changes board.
in the provision of home health care services in our region,
however, made it impossible to recruit adequate num-bers of Study Procedures
homebound elders. With permission of the funding agency, we All data were collected in the subjects’ homes. At baseline, a
broadened the eligibility criteria to include non-homebound nurse practitioner performed a comprehensive continence
individuals. This greatly enhanced our ability to recruit subjects history using a questionnaire the research team used in mul-
and gave us an opportunity to compare the ef-ficacy of the tiple previous studies. She also performed a focused medical
intervention in homebound and nonhomebound older adults. The
history and physical examination (abdominal, neurological,
sample included homebound and nonhome-bound community-
rectal, and modified pelvic examination). The University of
dwelling older men and women with urge, stress, or mixed UI.
Individuals were classified as homebound if they met the criteria
Pittsburgh School of Nursing Center for Research in Chronic
established by the Health Care Financ-ing Agency for Disorders Co-Morbidity Questionnaire was used to measure
reimbursement of home health services under Medicare (ie, to self-reported comorbid conditions.15 If subjects reported that
qualify as homebound, subjects had to have a condition due to they had any of the more than 30 comorbid conditions que-
illness or injury that restricted their ability to leave home except ried, they were asked if the condition had been diagnosed by a
with the aid of supportive devices such as crutches, canes, health care provider and if it was currently being treated. Only
wheelchairs, or walkers; the use of special transportation; or the those conditions diagnosed by a health care provider were in-
assistance of another person or if leaving their home was cluded in the count of the number of comorbidities.
medically contraindicated). To be eligible, in-dividuals needed to Functional status was examined at baseline including ac-
(1) be 60 years or older, (2) be able to read and write English, (3) tivities of daily living (ADL), mobility, cognitive function, and
report incontinence at least twice a week for a period of at least 3 affective function. The Older Americans Research Study (OARS)
months, and (4) document at least 2 incontinent episodes in a 1- Physical and Instrumental Activities of Daily Liv-ing (ADL)
week baseline bladder diary. Indi-viduals were excluded if they scales were administered to assess self-reported need for
met any of the following criteria: assistance with physical and instrumental ADL. The OARS
(1) a postvoid residual urine volume more than 100 mL, (2) Physical and Instrumental ADL scores have a test-retest

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

50
JWOCN  Volume 43  Number 3 Engberg and Sereika 293
0.61 for the Social subscale, and 0.83 for the Emotion
reliability of 0.71 to 0.8216 and an inter-rater reliability of 0.74 subscale.
as assessed using Kendall’s coefficient of concordance. 17 In
the current study, the Cronbach α was 0.86 for the Instru-
mental ADL scale and 0.77 for the Physical ADL scale. The Incontinence severity was measured by the bladder diary.
time required to walk or propel a wheelchair 15 feet to the Subjects completed a 1-week diary at baseline and at the end of
toilet and to undress and position for toileting and the need for the 6-week intervention. Wyman and colleagues27 examined the
assistance in toileting were assessed. The distance from the test-retest reliability of a 1-week bladder diary and found it
subject’s self-reported usual location was measured, and this reliable for evaluating frequency of voiding and inconti-nent
information along with the time required to traverse 15 feet episodes. Given the frailty of many study participants, the bladder
and prepare to toilet was used to compute the time it typically diary was designed to provide information about UI severity,
took for him/her to get to the toilet and prepare to urinate. voiding frequency, and types of urinary accidents while
minimizing complexity and subject burden. Based on previous
Interrater agreement rates of 100% within 3 seconds on the
research with frail homebound elders, we found that obtaining
time required to walk 15 feet and 92.3% on the total time
complete bladder diary data was challenging in this target
required to walk 15 feet, undress, and position to void have population and, despite participants being cognitively intact
been reported.18 Cognitive status was assessed using the Fol- (based on an MMSE ≥24), many potential subjects were excluded
stein MMSE. The MMSE has a test-retest reliability of 0.84 to because they were unable to provide adequate bladder diary data.
0.90, sensitivities of 0.81 to 0.87, and specificities of 0.80 to This experience informed the design of the bladder diary used in
0.82 in diagnosing dementia.19-22 The Geriatric Depression the current study. For each UI ep-isode and void, subjects were
Scale was administered to assess affective function. This is a instructed to place a check in the appropriate cell opposite the
well-accepted, general measure of depression in elderly pop- time period during which the accident or void occurred. For each
ulations.23 Yesavage and Brink23 reported internal consistency day, they were asked if they experienced any urine loss when
based on a Cronbach α of 0.94, a split-half reliability of 0.94, they coughed, sneezed, laughed, or during physical activity (eg,
and a test-retest reliability of 0.85 in a sample of older adults. changing position and walking) in the absence of an urge to
In the current sample, the internal consistency was 0.80. urinate; such episodes were identified as stress UI occurrences.
The Broome Pelvic Muscle Self-Efficacy Scale was ad- They were also asked if they experienced any urge UI episodes
ministered to measure subjects’ perceptions of Self-efficacy (urine loss after an urge to urinate or on the way to the toilet),
and Treatment Efficacy. Potential scores on both subscales nocturnal enuresis, UI episodes that occurred without any activity
ranged from 0 to 100, with higher scores indicating high-er or urge to uri-nate, or found themselves wet without being aware
perceived self-efficacy in performing PFM exercises and they were leaking urine.
strategies and higher perceptions that the intervention would An investigator-developed treatment visit questionnaire
reduce UI. In a sample of 31 community -dwelling African was used to collect data about adherence to the prescribed
American women aged 50 years and older with UI, the pelvic floor muscle regimen and urge and stress suppression
Cronbach α was 0.98 for the entire scale, 0.96 for the Self- strate-gies. During each visit, subjects were asked how many
efficacy subscale, and 0.98 for the Treatment Efficacy times they performed PFM exercises each day and how many
subscale, respectively.24 For the current sample (n = 230), exer-cises performed during each session. As appropriate,
estimates of internal consistency were 0.95, 0.94, and 0.96 for they were also asked if they performed the urge and/or stress
the Self-efficacy subscale, the Treatment Efficacy sub-scale, suppression strategies (1) always, (2) most of the time, (3)
and the total scale, respectively. occasionally, (4) rarely, or (5) never when indicated.
Subjects’ satisfaction with the treatment and perceptions about
General health-related and incontinence-specific HRQOL
changes in UI were measured using a patient satisfaction
data were assessed at baseline and postintervention. The Medi-
questionnaire previously used by our research team; it has also
cal Outcomes Study Short Form-36 (MOS SF-36) was used to
been used in other published studies.28 Subjects were asked
measure general HRQOL. Scores on the MOS SF-36 subscales
if they believed their UI was much better, better, about the
range from 0 to 100, with lower scores indicating worse gener-
al HRQOL. This widely used instrument has a median relative same, worse, or much worse; (2) if they were completely,
precision of 0.93.25 In the current sample, the estimates of in- somewhat, or not at all satisfied with their progress; and (3)
ternal consistency based on the Cronbach α ranged from 0.75 how much better or worse they thought their UI was (reported
(general health) to 0.94 (physical function). The Incontinence as a percent estimate) following the intervention.
Impact Questionnaire (IIQ), which asks subjects to
Intervention
rate the extent to which UI affects their physical activity, social All subjects received 6 weekly PFMT sessions conducted in their
interactions, travel, and emotional state,26 was modified for use homes by an RN who had been trained in implementa-tion of the
with homebound individuals and its reliability was evaluated PFMT protocol. Electromyography (EMG)-guided biofeedback
in a subsample of subjects enrolled in our previous study. 14 using transcutaneous electrodes was used to teach subjects to
Scores were transformed so that subscale scores ranged from 0 contract and relax their pelvic floor muscles. A por-table
to 100 and the total score (Modified Incontinence Impact biofeedback instrument provided immediate visual and auditory
Questionnaire [MIIQ]) ranged from 0 to 300, with higher feedback of PFM EMG activity. Surface electrodes were placed
scores representing worse UI-specific quality of life. The perirectally at 3- and 9-o’clock positions to detect PFM
Cronbach α for the MIIQ was 0.95 in a subsample of contractions and on the right lower quadrant of the ab-domen to
homebound subjects in our previous study examining the monitor abdominal muscle activity. Workman and colleagues29
efficacy of PFMT. For the current sample, estimates of compared contraction scores on perineal surface EMG and
internal consistency for the total score of the MIIQ were 0.88 vaginal pressure and reported a median correlation score of 0.87.
and 0.74 for the Travel subscale, 0.53 for the Physical subscale, They also examined the relationship between abdominal EMG
and intra-abdominal pressure and reported

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

51
294 JWOCN  May/June 2016 www.jwocnonline.com

a median correlation score of 0.80.29 The goal of training was to time. The percentage of adherent visits (across the
teach subjects to voluntarily increase urethral closure pres-sure treatment visits completed) was calculated for both
via PFM contraction while minimizing abdominal mus-cle
contractions. The initial intensity and the frequency were PFM exercises and UI reduction strategies.
individualized based the subject’s baseline PFM strength. Both
the intensity and frequency the were increased gradually with the RESULTS
goal of doing 45 exercises per day in 3 sets of 15 exercises each Over one thousand (n = 1130) individuals were screened for
and contracting and relaxing the PFMs for 10 seconds with each eligibility during the initial telephone contact described earlier;
exercise. In addition to the PFM exercises, subjects with urge UI 404 (35.8%) did not meet the eligibility criteria and 235 (20.8%)
were taught urge suppression strategies. Rather than rushing to declined to participate. Four hundred nine-ty-one individuals who
the toilet when they had an urge to urinate, they were taught to met initial eligibility criteria consent-ed to participate in the study
pause, relax and contract their PFMs sev-eral times to reduce and completed at least part of the baseline assessment. During the
urgency and then to walk to the toilet at a normal pace. Subjects baseline assessment or observation period, 93 (18.9%) declined to
with stress UI were instructed to contract their PFMs prior to and participate and another 120 (24.4%) were found to be ineligible
during activities that increase intra-abdominal pressure, such as for partic-ipation. The most common reasons for ineligibility
coughing or changing posi-tion (stress strategies). For those with were (1) not being homebound prior to the change in eligibility
both urge and stress UI, urge and stress suppression strategies criteria (n = 117), (2) fewer than 2 incontinent episodes per week
were introduced one at a time to allow the subject to achieve (n = 103), (3) probable grade 3 stress incontinence (n = 53), and
mastery prior to intro-ducing the next strategy. The EMG (4) inability to provide adequate self-report bladder diary data (n
biofeedback was repeated up to 4 times as needed to teach these = 39). The ages of those who declined to participate in the study
strategies and to mon-itor progress. Subjects completed weekly at telephone or baseline screening were not signifi-cantly
daily bladder diaries during the intervention period. The diary different from the ages of those who agreed to partici-pate.
was reviewed during each visit, and appropriate adjustments were Significantly more homebound (n = 206, 57.1%) than
made in the treat-ment plan to maximize continence. Adherence nonhomebound (n = 153, 42.6%) individuals declined to
to the number of prescribed PFM exercises and urge and/or stress participate in the study (P < .001). The sample for this study
suppression strategies were assessed by self-report at each consisted of 278 men and women. Figure 1 summarizes enroll-
treatment visit. Subjects were asked how many times a day they ment and progression of subjects through the study protocol.
had performed their PFM exercises and how many exercises they Subjects were predominantly women (n = 229, 82.4%) and
did during each session. Adherence to the strategies was assessed white (n = 268, 96.4%), with a mean age of 76.4 ± 8.1 years
by asking subjects who were instructed to utilize the strategies if (mean ± standard deviation). Ninety-three subjects (33.5%)
they performed the strategy all of the time, most of the time, were homebound and 185 (66.5%) were nonhome-bound
occa-sionally, rarely, or never when appropriate. based on Health Care Financing Agency criteria. The
demographic and functional characteristics of the homebound
and nonhomebound subjects are summarized in Table 1.
Data Analysis There were no significant differences in race, gender, or re-
Study 360 (Almedtrac Inc, Pittsburgh, Pennsylvania) software tirement status. Homebound subjects were significantly older
was used for protocol management and the SPSS Windows, than nonhomebound participants (P < .001), reported sig-
version 22.0 (IBM Inc, Armonk, New York), software pro-gram nificantly fewer years of formal education (P = .005), were
was used for data analysis. Data were analyzed descrip-tively significantly more likely to live alone (P = .002), and were
using frequencies and percentages or means, medians, ranges, significantly less likely to report that their household income
and standard deviations based on the variable’s level of was sufficient to meet their basic needs ( P = .01). While co-
measurement and data distribution. The number of incon-tinence morbid health problems were common in both groups, the
episodes per day at baseline and postintervention was compared mean number of conditions was significantly higher in home-
to analyze the efficacy of the intervention. The per-cent reduction
bound than in nonhomebound subjects (P = .007). When we
in UI episodes from baseline to postinterven-tion was calculated
compared the prevalence of specific comorbid conditions that
using the following formula: [(UI episodes/daybaseline− UI
can directly or indirectly affect bladder function, homebound
episodes/daypostintervention)/UI episodes/daybaseline] × 100. Change subjects were 3 times more likely to have heart failure (P <
scores were calculated (postintervention score− baseline score) .001) and were significantly more likely to be taking a daily
for general health-related (MOS SF-36) and UI-specific (MIIQ)
diuretic than nonhomebound subjects (43.0% vs 29.2%, re-
HRQOL. An intention-to-treat approach was used in calculating
spectively, P = .02). They were also significantly more likely
the within- and between-group chang-es in the outcomes. If
subjects dropped out of the study, their last available data were
to have rheumatoid arthritis. While there was not a significant
used (brought forward) as their out-come data. The Wilcoxon difference in medically diagnosed depression in the 2 groups,
signed rank test was used to exam-ine within-group changes in over twice as many of the homebound subjects had significant
the outcome variables, and the Mann-Whitney U test was used to depressive symptomatology (29.0%) as measured by the Geri-
compare the outcome in homebound and nonhomebound subjects atric Depression Scale compared to nonhomebound subjects
as well as the ad-herence rates in the 2 groups. Subjects were (12.4%, P < .001). Other functional impairments were also
classified as adher-ent to the PFM exercise regimen if they significantly more common in homebound subjects compared
reported performing 80% of the prescribed exercises per day, and to those who were not homebound including impairments in
they were deemed adherent to stress and/or urge suppression ability to perform both physical (P < .001) and instrumental
strategies if they reported performing the indicated strategy all or (P < .001) ADL, need for assistance with ambulation (P <
most of the .001), and time needed to walk from their usual location to the
toilet (P < .001). A significantly higher percentage of the

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

52
JWOCN  Volume 43  Number 3 Engberg and Sereika 295

Figure 1. Study Flow Diagram.


.001]). Both groups had significantly greater beliefs that they
homebound subjects (61.3%) reported having a family or paid could successfully perform the intervention components than
caregiver than nonhomebound subjects (15.7%, P < .001). their beliefs that the intervention would reduce their UI (P <
The baseline continence-related characteristics of the 2 groups .001 for both homebound and nonhomebound
are described in Table 2. Both groups reported that they had, on
average, been incontinent of urine for over 7 years. Few subjects
subjects).
in either group had pure stress UI based on their baseline bladder In both groups, adherence rates were higher for
diary data; most had urge or mixed UI. In-continence was PFM exer-cises than for strategies. There were no
relatively severe in both groups, although the homebound significant group differ-ences in the percentage of
subjects recorded significantly more incontinent episodes than visits that subjects were adherent to the exercises or
those who were not homebound. There were no significant group
differences in voiding frequency, nocturnal enuresis, use of strategies (Table 3).
incontinence pads, previous treatment for UI (more than half of Intervention Outcomes
the subjects reported receiving some type of previous treatment), Homebound subjects had significantly more UI episodes at
or concurrent fecal incontinence. A sig-nificantly higher baseline than those who were not homebound, while there were
percentage of homebound subjects reported problems with no significant differences in the recorded number of voids per
chronic constipation compared to those who were not day. Following the PFMT intervention, there were signif-icant
homebound. within-group reductions in UI episodes and voids per day.
Among homebound subjects, UI episodes decreased by a median
Self-efficacy and Treatment Efficacy 1.3 per day ([IQR = 2.5; P < .001] [mean decrease 1.9 ± 2.1]).
Prior to initiating the intervention, subjects were asked about The median number of daily voids decreased by 0.35 ([IQR =
their perceptions of self-efficacy and treatment efficacy re- 2.5; P = .001] [mean decrease 1.3 ± 4.0]). In the
lated to PFMT. Nonhomebound subjects reported higher self- nonhomebound group, there was a median decrease in UI
efficacy (mean = 83.0 ± 14.4; median = 87.1; inter-quartile episodes of 1.0 per day (IQR = 1.2; P < .001) and an average
range [IQR] = 19.4) and treatment efficacy (mean 68.3 ± reduction of 1.1 ± 1.3 episodes per day. The median reduction
in number of voids per day was 0.64 (IQR = 2.4; P < .001),
21.2; median = 72.2; IQR = 33.3) than home-bound and the mean reduction was 0.87 ± 2.2 voids. There were no
subjects ([self-efficacy: mean = 70.6 ± 19.1; median significant group differences in the median percent reduc-tion
b. 73.8; IQR = 29.3; P < .001] and [treatment in UI episodes (homebound = 64.5%, and nonhome-bound =
efficacy: mean = 57.0 ± 23.4; median = 55.6; IQR = 70.4%) or number of voids (homebound = 4.9%, and non-
36.1; P < homebound = 7.8%, Table 4). Fourteen (15.1%)

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
53
296 JWOCN  May/June 2016 www.jwocnonline.com

TABLE 1. TABLE 2.
Baseline Subject Characteristics Incontinence-Related Characteristics
Homebound Nonhomebound Homebound Nonhomebound
Characteristic (n = 93) (n = 185) P Value Characteristic (n = 93) (n = 185) P Value

Age, y, mean (SD) 80.4 (7.2) 74.3 (7.8) <.001 Duration of UI, y, mean (SD) 7.4 (9.5) 7.5 (9.1) .987
Female, n (%) 81 (87.1) 148 (80.0) .182 Type of UI based on baseline .015
bladder diary
White, n (%) 89 (95.7) 179 (96.8) .573
Urge only, n (%) 28 (30.4) 80 (44.2)
Not currently married/cohabitat- 75 (80.6) 98 (53.0) <.001
ing, n (%) Stress only, n (%) 4 (4.3) 16 (8.8)

Lives alone, n (%) 60 (64.5) 83 (44.9) .002 Mixed urge and stress 60 (65.2) 85 (47.0)
n (%)
Education, y, mean (SD) 12.6 (3.1) 13.7 (3.0) .005
Incontinent episodes per 3.7 (3.2) 2.1 (1.9) <.001
Fully retired, n (%) 88 (94.6) 162 (87.6) .090
day, mean (SD)
Household income meets basic 81 (87.1) 176 (95.7) .013
Voids per day, mean (SD) 8.8 (5.3) 8.1 (2.8) .242
needs, n (%)
Enuresis by history, n (%) 38 (40.9) 57 (30.8) .096
Paid or family caregiver, n (%) 57 (61.3) 29 (15.7) <.001
Wears incontinence pad, 72 (77.4) 131 (70.8) .241
Diagnosed comorbidities (history) n (%)
Number, mean (SD) 6.9 (3.2) 5.9 (2.7) .007 Previous treatment for UI, 54 (58.1) 124 (67.0) .142
Heart failure, n (%) 19 (20.4) 12 (6.5) <.001 n (%)

Diabetes, n (%) 18 (19.4) 29 (15.7) .440 Fecal incontinence, n (%) 15 (16.1) 27 (14.6) .726

Osteoarthritis, n (%) 70 (75.3) 141 (76.2) .862 Constipation, n (%) 43 (46.2) 50 (27.0) .002

Rheumatoid arthritis, n (%) 14 (18.2) 11 (7.4) .024 Abbreviations: SD, standard deviation; UI, urinary incontinence.
Depression, n (%) 20 (21.7) 28 (15.1) .181
Neuromuscular disorder, n (%) 8 (8.6) 10 (5.4) .312
(58.5% of homebound and 53.6% of nonhomebound) or
completely (35.6% of homebound and 44.6% of nonhome-
Significant depressive 27 (29.0) 23 (12.4) .001 bound) satisfied with their progress, with no significant group
2. symptoms, n
(%) Medications differences in the level of satisfaction (P = .11). Subjects were
Number of prescription, mean 5.1 (3.3) 4.2 (3.0) .020 also asked to estimate the percent change in their UI
(SD) (improve-ment or worsening) following the intervention.
Number of over-the-counter, 2.1 (1.9) 2.6 (2.0) .056 There were significant group differences in perceptions of
mean (SD) improvement, with the nonhomebound group reporting a
median 60% im-provement and homebound subjects reporting
Diuretic, n (%) 40 (43.0) 54 (29.2) .023
a median 50% improvement (P = .005).
Physical activities of daily 10.2 (1.6) 11.7 (0.8) <.001 At baseline, homebound subjects had significantly worse
living, mean (SD) HRQOL in all domains than nonhomebound subjects, with the
Instrumental activities of daily 9.2 (2.2) 13.1 (1.7) <.001 exception of the Mental Health subscale on the MOS SF-36
living, mean (SD) where there were no significant group differences.
Clock drawing score, 9.3 (1.2) 9.8 (0.8) <.001
3. mean (SD) TABLE 3.
Ambulation Adherence to Treatment Recommendations
Time from usual location to 60.4 (81.6) 29.2 (22.4) <.001 Homebound Nonhomebound
toilet in seconds, mean (SD) Percentage of Visits Adherent (n = 93) (n = 185) P Value
Requires human/mechanical 42 (45.2) 19 (10.3) <.001 PFME (performed ≥80% of .507
assistance, n (%) prescribed exercises per day)
Abbreviation: SD, standard deviation. Median percent (IQR) 100 (16.7) 100 (16.7)
Mean percent (SD) 90.6 (19.4) 87.1 (21.7)
homebound subjects versus 44 (23.8%) Stress strategies (performed .178
nonhomebound sub-jects achieved complete strategies all or most of time)
continence by the end of the interven-tion (P = .09). Median percent (IQR) 70.8 (72.9) 75.0 (50.0)
We also examined self-reported perceptions of improvement in
UI and satisfaction with the intervention (Table 4). Most subjects Mean percent (SD) 61.2 (34.5) 69.1 (31.7)
in both groups, 76 (89.4% of homebound individual) versus 156 Urge strategies (performed .788
(92.9%) of those who were not homebound, felt that their UI was strategies all or most of time)
better or much better. No significant dif-ferences in perceptions
Median percent (IQR) 60.0 (40.0) 60.0 (60.0)
of improvement were found between the 2 groups. Most subjects
in both groups were somewhat Mean percent (SD) 57.3 (30.5) 51.9 (35.9)

Abbreviations: IQR, interquartile range; PFME, pelvic floor muscle


excercises; SD, standard deviation.
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
54
JWOCN  Volume 43  Number 3 Engberg and Sereika 297

their UI had improved. Subjects’ self-reported perceptions of


TABLE 4. percent improvement were somewhat lower in both groups than
Treatment Outcomes the median percent improvement as measured by the bladder
Homebound Nonhomebound P Value diary (60% vs 70.4%, respectively, in nonhomebound subjects
Outcomes (n = 93) (n = 185) (Nonparametric) and 50% vs 64.5% among those who were home-bound). Almost
all subjects were at least somewhat satisfied with their progress
Bladder diary
without any significant group differences, but the proportion of
Percent reduction in UI .248 subjects who were completely satisfied was smaller in both
episodes per day groups (36% of homebound subjects and 45% of nonhomebound
Median (IQR) 64.5 (54.8) 70.4 (56.0) subjects). These proportions are lower than the proportion of
community-dwelling women (70.5%) who reported complete
Mean (SD) 54.9 (40.2) 58.6 (47.6) satisfaction in the study by Burgio and colleagues.28 This
Percent reduction in .688 difference may be related to dissimilarities in reductions in UI
voids per day based on bladder diaries or by self-report. Burgio and colleagues
Median (IQR) 4.9 (31.0) 7.8 (32.8)
found that the median self-reported re-duction in UI was much
closer to the actual reduction (based on bladder diary data) than it
Mean (SD) 8.5 (23.9) 10.2 (24.8) was in our study. Based on her findings, Burgio and colleagues
Self-report suggested a 70% improvement in UI episodes as the critical
threshold for patient satisfaction. Future studies are needed to
Satisfaction .107
confirm this threshold.
Completely 31 (35.6) 75 (44.6) Although there is limited research examining the effective-
satisfied, n (%) ness of PFMT in older adults, our findings in relation to the
Somewhat satisfied, 51 (58.6) 90 (53.6) percent reduction in UI in both nonhomebound and home-
n (%) bound subjects are consistent with those of previous studies.
Not satisfied, n (%) 5 (5.9) 3 (1.8)
Among the nonhomebound subjects in our study, the median
percent reduction in UI episodes of 70.4% is similar to that
Self-reported change .299 reported in other studies of PFMT in community-dwelling
in UI
older adults with mixed urge and stress or urge predominate
Better, n (%) 76 (89.4) 156 (92.9) UI where the mean percent reduction in incontinence varied
The same, n (%) 8 (9.4) 12 (7.1) from 45% to 80.7%.30-34 Research in homebound older adults
is particularly sparse; a comprehensive review identified on 3
Worse, n (%) 1 (1.2) 0 (0)
studies focusing on homebound older adults, including 2
Self-reported percent .005 single-group quasi-experimental studies and 1 RCT.13 The in-
improvement vestigators in these studies reported 75% to 80% reductions in
Median (IQR) 50.0 (47.5) 60 (30) UI13; these findings are somewhat higher than the 64.5%
Mean (SD) 49.9 (28.4) 60.2 (26.6)
reduction among homebound subjects in our study.
Abbreviations: IQR, interquartile range; SD, standard deviation; UI, urinary incontinence. We also examined self-reported adherence to the prescribed
PFMT regimen at each of the intervention visits. In both non-
Following the intervention, there were significant with-in- homebound and homebound subjects, adherence rates were
group improvements in UI-specific quality of life as mea- higher for performing the daily PFM exercises than for using urge
and stress strategies when appropriate; no significant dif-ferences
sured by the MIIQ total scores and the MIIQ emotional
in adherence rates were found when groups were com-pared. We
subscale scores for both groups. For nonhomebound subjects
did not find any other studies examining adherence to PFMs or
were also a significant within group improvement in the strategies in nonhomebound older adults. Two studies were
Travel subscale score. There were no significant within-group identified that examined adherence in women of various ages.
changes in any of the MOS SF-36 subscale scores. There were Although differences in the method of defining PFM exercise
no sig-nificant between-group differences in the change adherence made precise comparisons of adher-ence rates in our
scores pre- to postintervention on either the MOS SF-36 or the study and these 2 studies difficult, adherence rates among
MIIQ. The pre- and postintervention HRQOL scores of the 2 subjects in our study were higher than those re-ported in either of
groups are summarized in Table 5. these studies that included younger wom-en.35,36 Borello-France
and colleagues36 also examined adher-ence to urge strategies
DISCUSSION during the intervention phase of their study and reported that 97%
This is the first study to our knowledge to directly compare a of the women reported using these strategies. This is higher than
PFMT intervention in homebound and nonhomebound older the urge strategy adherence rates among nonhomebound older
adults. Despite significantly higher rates of functional impair- adults in our study. It is not clear, however, how much of this
ment and more severe UI at baselines in the homebound ver- difference is attributable to differences in the methods used to
measure and define strat-egy adherence. Our group examined the
sus nonhomebound subjects, the effectiveness of PFMT inter-
efficacy of behavioral therapy on UI, including PFMT in
vention was not significantly different between the 2 groups.
homebound older adults, and reported a median adherence rate
Both groups achieved significant reductions in incontinent for performing PFM ex-ercises as prescribed of 100%,14 which is
episodes and voids per day. Although a higher proportion of the same as in the cur-rent study. The median percentage of visits
nonhomebound versus homebound subjects (23.8% vs 15.1%) that subjects were adherent to urge strategies was 75%, higher
were continent at the end of the 6-week intervention, the than the 60% in
difference was not statistically significant. Nevertheless, most
homebound and nonhomebound subjects reported that

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
55
298 JWOCN  May/June 2016 www.jwocnonline.com

TABLE 5.
Quality of Life: Within- and Between-Group Comparisons
Preintervention, Median, Postintervention, Median, P Value P Value
IQR (Mean, SD) IQR (Mean, SD) (Within Group)a (Between Groups)b
UI-specific quality of life: Modified Incontinence Impact Questionnaire transformed scores
Travel subscale .622
Nonhomebound 0.0, 16.7 (11.1, 21.3) 0.0, 0.0 (7.7, 18.6) .035
Homebound 16.7, 50.0 (24.7, 28.7) 0.0, 33.3(7.7, 18.6) .059
Social subscale .479
Nonhomebound 0.0, 5.6 (5.7, 10.3) 0.0, 0.0 (4.3, 10.8) .074
Homebound 5.6, 22.2 (13.5, 17.0) 11.1, 16.7(13.0, 16.3) .783
Physical subscale .182
Nonhomebound 0.0, 0.0 (4.9, 13.1) 0.0, 0.0(3.3, 9.4) .151
Homebound 0.0, 22.2 (14.8, 21.8) 0.0, 22.2 (11.4, 19.0) .066
Emotional subscale .519
Nonhomebound 12.5, 20.8 (18.3, 17.8) 8.3, 20.8 (13.8, 15.2) <.001
Homebound 20.8, 37.5 (27.0, 22.6) 16.7, 29.2(23.2, 22.5) .035
Total .895
Nonhomebound 25.0, 43.1 (39.9, 47.0) 15.3, 36.1(29.1, 38.9) <.001
Homebound 63.9, 105.6 (79.9, 70.6) 45.8, 86.1(66.0, 68.9) .035
General health-related quality of life (MOS SF-36)
Physical Functioning subscale .731
Nonhomebound 70.0, 55.0 (62.2, 31.8) 70.0, 55.0(62.1, 31.5) .734
Homebound 10.0, 20.0 (17.0, 18.6) 10.0, 15.0(16.2, 18.7) .677
Role Physical subscale .689
Nonhomebound 100.0, 50.0 (64.3, 39.0) 75.0, 75.0(66.6, 40.0) .290
Homebound 25.0, 75.0 (43.0, 38.9) 25.0, 75.0(42.2, 39.9) .875
Bodily Pain subscale .441
Nonhomebound 61.0, 32.0 (60.3, 24.4) 61.0, 43.0(60.9, 26.3) .842
Homebound 51.0, 41.0 (51.6, 26.9) 51.0, 40.0(54.0, 27.8) .480
General Health subscale .528
Nonhomebound 67.0, 32.0 (64.6, 21.5) 67.0, 30.0(65.2, 20.4) .460
Homebound 55.0, 27.0 (54.4, 20.0) 57.0, 26.0(54.5, 19.3) .909
Vitality subscale .080
Nonhomebound 50.0, 35.0 (51.0, 22.8) 50.0, 35.0(51.5, 22.2) .794
Homebound 40.0, 30.0 (43.6, 21.0) 40.0, 40.0(39.9, 21.7) .057
Social Functioning subscale .079
Nonhomebound 100.0, 25.0 (84.9, 22.5) 100.0, 25.0 (84.7, 24.2) .718
Homebound 75.0, 50.0 (70.3, 28.9) 87.5, 43.8(75.0, 27.1) .089
Role Emotional subscale .357
Nonhomebound 100.0, 0.0 (85.6, 31.6) 100.0, 0.0(87.0, 30.7) .602
Homebound 100.0, 66.7 (74.2, 40.0) 100.0, 66.7 (73.1, 40.9) .890
Mental Health subscale .170
Nonhomebound 84.0, 20.0 (79.4, 14.6) 84.0, 20.0(79.2, 16.1) .946
Homebound 76.0, 20.0 (76.5, 14.3) 84.0, 20.0(79.1, 15.2) .073
Physical Component score .861
Nonhomebound 42.2, 17.2 (40.8, 11.5) 40.6, 18.1(20.5, 11.6) .886
Homebound 28.3, 11.2 (28.1, 8.3) 28.6, 11.8 (27.9, 8.2) .697
Mental Health Component score .598
Nonhomebound 56.1, 9.8 (54.2, 8.2) 56.4, 9.5(54.4, 8.6) .459
Homebound 58.8, 13.5 (55.3, 10.2) 58.8, 13.6 (56.0, 9.8) .325
Abbreviations: IQR, interquartile range; MOS SF-36, Medical Outcomes Study Short Form-36; SD, standard deviation; UI, urinary incontinence.
aP values based on the results of the Wilcoxon signed rank test.

bP values based on the results of the Mann-Whitney U test.

Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

56
JWOCN  Volume 43  Number 3 tion intervention in homebound Engberg and adults.
older 299
Sereika While broad-
ening the eligibility criteria to include nonhomebound older
the current study. In contrast, adherence to stress adults allowed us to compare study outcomes in the 2 treat-
strategies in the current study (median = 70.8% of ment groups, the sample sizes were not equal and the study
visits) was higher than in the previous study (55%).14 was not powered to enable definitive comparisons between
The self-efficacy and treatment efficacy or PFMT were mea- these 2 groups. Consequently, it is possible that we were un-
sured at baseline, and both were significantly lower among derpowered to examine some of the outcomes in homebound
homebound subjects than those who were nonhomebound. Based versus nonhomebound groups. In addition, we were unable to
on the classification suggested by Broome24 (where scores >66 measure the sustained effect of the intervention. Data were
indicate high self-efficacy), both homebound and nonhomebound collected from a convenience sample, which limits generaliz-
subjects reported high PFM self-efficacy. In contrast, perceptions ability of the findings to individuals with characteristics simi-
of treatment efficacy were significantly lower than those of self- lar to those of our study. The bladder diary used in this study
efficacy. Although the reason for this difference is unclear, we was designed to maximize the likelihood of collecting data
observed that many of the subjects in our study reported from frail, homebound subjects. Although simplifying the
undergoing previous treatment for their UI, which remained dia-ry probably increased the number of homebound subjects
relatively severe at baseline assessment for our study. These able to complete the dairies and participate in the study, it
experiences may have reduced subject ex-pectations of
limited our ability to examine the impact of the intervention
effectiveness when undergoing PFMT. Research examining self-
to only the total number of UI episodes. We were unable to
efficacy related to PFMT is limited. Both the self-efficacy and
treatment efficacy scores of our subjects were considerably examine the differential impact on stress and urge accidents.
higher than those reported by 31 African American women As report-ed previously, the low Cronbach α for the Travel
evaluated by Broome and colleagues (mean self-efficacy = 42.4, and Social subscales of the MIIQ suggests that these may not
and mean treatment efficacy = 24.01). One likely explanation for have been reliable measures of UI-specific quality of life in
this difference is that Broome’s group evaluated the psychometric our sample.
properties of the instrument and did not include an intervention
for UI. ■CONCLUSIONS
At baseline, homebound subjects had significantly worse We evaluated a 6-week biofeedback-taught PFMT intervention
UI-specific quality of life than nonhomebound subjects, which and found it to be equally effective in reducing UI episodes and
may reflect the greater severity of their UI. Neverthe-less, improving UI-specific quality of life in homebound and
both groups indicated significant improvements in overall UI- nonhomebound subjects. Despite having significantly worse UI
specific quality of life (cumulative MIIQ scores) as well at baseline, significantly more comorbid conditions and worse
Emotional and Travel subscale scores. In contrast, we found functional status, the only outcome that was significantly
different among homebound versus nonhomebound subjects was
no significant changes in Physical or Social subscale scores in
self-reported perceptions of improvement in UI episodes. The
either group. In interpreting these findings, the poor inter-nal
findings of this study support the potential benefit of this
consistency of these 2 subscales needs to be kept in mind. intervention in frail elders where other treatment options may
While the Cronbach α was adequate for the total MIIQ (0.88) have limited applicability due to concerns about adverse effects.
and for the Emotional (0.83) and Travel (0.74) subscales, it
was poor for the Physical and Social subscales, suggesting ■ACKNOWLEDGMENT
that as revised, they may not have been reliable measures of Supported by NINR R01 NR04304.
these domains of UI-specific quality of life in our sample.
Although the MIIQ has not been used to measure UI-specific
quality of life in any other studies, our finding that the total ■REFERENCES
1. Gorina Y, Schappert S, Bercovitz A, Elgaddal N, Kramarow E. Preva-
MIIQ scores increased significantly in both homebound and lence of incontinence among older Americans. http://www.ncbi.nlm.nih.
non-homebound following PFMT is consistent with other gov/pubmed/24964267. Published 2014. Accessed January 5, 2015.
studies examining the impact of PFMT on IIQ scores. 37-39 2. Chiarelli PE, Mackenzie LA, Osmotherly PF. Urinary incontinence
is associated with an increase in falls: a systematic review. Aust J
While we found significant within-group improvements in UI- Phys-iother. 2008;55:89-95.
specific quality of life in both groups, the impact was not 3. Johansson C, Hellström L, Ekelund P, Milsom I. Urinary
significantly different. incontinence: a minor risk factor for hip fractures in elderly women.
Maturitas. 1996;25(1):21-28.
Homebound subjects had significantly worse 4. Tromp AM, Smit JH, Deeg DJ, Bouter LM, Lips P. Predictors for falls
general HRQOL measured by the MOS SF-36 and fractures in the Longitudinal Aging Study Amsterdam. J Bone
Miner Res. 1998;13(12):1932-1939.
subscales than non-homebound subjects at baseline. doi:10.1359/jbmr.1998.13.12.1932.
The only SF-36 score that was not significantly worse 5. Dugan E, Cohen S, Bland D, et al. The association of depressive
symptoms and urinary incontinence among older adults. J Am
in the homebound group was the Mental Health Geriatr Soc. 2000;48(4):413-416.
Component scores. The PFMT had no signifi-cant 6. Hung KJ, Awtrey CS, Tsai AC. Urinary incontinence, depression,
and economic outcomes in a cohort of women between the ages
effect on general HRQOL in either group, and there of 54 and 65 years. Obstet Gynecol. 2014;123(4):822-827.
were no significant group differences in any of the doi:10.1097/ AOG.0000000000000186.
7. Sims J, Browning C, Lundgren-Lindquist B, Kendig H. Urinary
change scores following the intervention. These inconti-nence in a community sample of older adults: prevalence
findings are consistent with other studies reporting and impact on quality of life. Disabil Rehabil.
2011;33(15/16):1389-1398. doi:1 0.3109/09638288.2010.532284.
that PFMT had no significant impact on general 8. Coyne KS, Wein A, Nicholson S, Kvasz M, Chen C-I, Milsom I.
HRQOL.40-42 Co-morbidities and personal burden of urgency urinary
■LIMITATIONS incontinence:
There are a number of limitations that should be considered
when interpreting the findings of this study. This was a sec-
ondary analysis of baseline PFMT intervention data collected
during an RCT that evaluated the efficacy of a relapse preven-
57
JWOCN  May/June 2016 women with urge urinary incontinence. J Am Geriatr Soc.
2007;55(12):2010-2015. doi:10.1111/j.1532-5415.2007.01461.x.
34. Teunissen T, de Jonge A, van Weel R, Lagro-Janssen A. Treating
a systematic review. Int J Clin Pract. 2013;67(10):1015-1033. uri-nary incontinence in the elderly-conservative measures that
doi:10.1111/ijcp.12164. work: a systematic review. J Fam Pract. 2004;53(1):25-32.
9. Chang C-H, Gonzalez CM, Lau DT, Sier HC. Urinary inconti-nence 35. Chen S-Y, Tzeng Y-L. Path analysis for adherence to pelvic floor
and self-reported health among the U.S. Medicare man-aged care mus-cle exercise among women with urinary incontinence. J Nurs
beneficiaries. J Aging Health. 2008;20(4):405-419. Res. 2009;17(2):83-92. doi:10.1097/JNR.0b013e3181a53e7e.
doi:10.1177/0898264308315853. 36. Borello-France D, Burgio KL, Goode PS, et al. Adherence to be-
10. Ko Y, Lin S, Salmon J, Bron M. The impact of urinary incon-tinence havioral interventions for urge incontinence when combined with
on quality of life of the elderly. Am J Manag Care. 2005;11(suppl drug therapy: adherence rates, barriers, and predictors. Phys
4):S103-S111. Ther. 2010;90(10):1493-1505. doi:10.2522/ptj.20080387.
11. Hu T-W, Wagner TH, Bentkover JD, Leblanc K, Zhou SZ, Hunt T. 37. Kashanian M, Ali SS, Nazemi M, Bahasadri S. Evaluation of the
Costs of urinary incontinence and overactive bladder in the United effect of pelvic floor muscle training (PFMT or Kegel exercise) and
States: a comparative study. Urology. 2004;63(3):461-465. assisted pelvic floor muscle training (APFMT) by a resistance
doi:10.1016/j. urology.2003.10.037. device (Kegel-master device) on the urinary incontinence in
12. Choi H, Palmer MH, Park J. Meta-analysis of pelvic floor muscle women: a random-ized trial. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
train-ing. Nurs Res. 2007;56(4):226-234. 2011;159(1):218-223. doi:10.1016/j.ejogrb.2011.06.037.
13. Talley KMC, Wyman JF, Shamliyan TA. State of the science: con- 38. Fan HL, Chan SSC, Law TSM, Cheung RYK, Chung TKH. Pelvic
servative interventions for urinary incontinence in frail communi-ty- floor muscle training improves quality of life of women with urinary
dwelling older adults. Nurs Outlook. 2011;59(4):215-220, 220.e1. incontinence: a prospective study. Aust N Z J Obstet Gynaecol.
doi:10.1016/j.outlook.2011.05.010. 2013;53(3):298-304. doi:10.1111/ajo.12075.
14. McDowell B, Engberg S, Sereika S, et al. Effectiveness of 39. Mclean L, Varette K, Gentilcore-saulnier E, Harvey M, Baker K,
behavioral therapy to treat incontinence in homebound older Sau-erbrei E. Pelvic floor muscle training in women with stress
adults. J Am Geriatr Soc. 1999;47(3):309-318. urinary incontinence causes hypertrophy of the urethral sphincters
15. Bender C, Engberg S, Donovan H, et al. NIH Public Ac-cess. and re-duces bladder neck mobility during coughing. Neurourol
Oncol Nurs Forum. 2008;35(1):E1-E11. doi:10.1016/j. Urodyn. 2013;32(8):1096-1102.
drugalcdep.2008.02.002.A. 40. Burgio K, Kraus S, Meneffe S, et al. Behavioral therapy to enable
16. George L, Landerman R, Fillenbaum G. Developing Measures of women with urge incontinence to discontinue drug treatment. Ann
Func-tional Status and Service Utilization: Refining and Extending Intern Med. 2008;149:161-169.
the OARS Methodology. (Final Report of a Grant Funded by the 41. Sherburn M, Bird M, Carey M, Bø K, Galea MP. Incontinence im-
NRTA-AARP Andrus Foundation.) Durham, NC: Center for the proves in older women after intensive pelvic floor muscle train-ing :
Study of Aging and Human Development; 1982. an assessor-blinded randomized controlled Trial. 2011;30(3): 317-
17. Fillenbaum G, Smyer M. The development, validity, and reliability 324.
of the OARS multidimensional functional assessment 42. Nilssen SR, Mørkved S, Overgård M, Lydersen S, Angelsen A.
questionnaire. J Gerontol. 1981;36:428-434. Does physiotherapist-guided pelvic floor muscle training increase
18. Burgio K, Burgio L. Toileting skills and habits in clients of an adult the quality of life in patients after radical prostatectomy? A
day care center. J Gerontol Nurs. 1991;17(12):32-35. randomized clinical study. Scand J Urol Nephrol. 2012;46(6):397-
19. Folstein M, Folstein S, McHugh P. Mini-mental state: a practical 404. doi:10.3109/0036 5599.2012.694117
meth-od for grading the cognitive state of patients for the clinician.
J Psychi-atr Res. 1975;12:189-198.
20. Foreman D. Reliability and validity of mental status questionnaires
in elderly hospitalized patients. Nurs Res. 1987;36(4):216-219.
21. Anthony J, LeResche L, Niaz U, VonKorff M, Folstein M. Limits of the
“Mini-Mental State” as a screening test for dementia and delirium
among hospitalized patients. Psychol Med. 1982;12:397-408.
22. Kafonek S, Ettinger W, Roca R, Kittner S, Taylor N, German P. In-
struments for screening depression and dementia in a long term
care facility. J Am Geriatr Soc. 1989;37:29-34.
23. Yesavage J, Brink T. Development and validation of a Geriatric
De-pression Screening Scale: a preliminary report. J Psychiatr
Res. 1983;17:37-49.
24. Broome B. psychometric analysis of the Broome Pelvic Muscle
Self-Efficacy Scale in African-American women with incontinence.
Urol Nurs. 2001;21(4):290-297.
25. McHorney C, Ware J, Rodgers W, Raczek A, Rachel J. The validity
and relative precision of MOS Short- and Long-Form Health Status
Scales and Dartmouth COOP Charts: results from the Medical Out-
comes Study. Med Care. 1992;30(5):MS253-MS265.
26. Shumaker S, Wyman J, Uebersax J, McClish D, Fantl J. Health-
related quality of life measures for women with urinary
incontinence: the in-continence impact questionnaire and the
urogenital distress inventory. Qual Life Res. 1994;3:291-306.
www.jwocnonline.com
27. Wyman JF, Choi SC, Harkins S, Wilson M, Fantl J. The urinary
diary in evaluation of incontinent women: a test-retest analysis. J
Obstet Gynaecol (Lahore). 1988;37:730-734.
28. Burgio KL, Goode PS, Richter HE, Locher JL, Roth DL. Global ratings of
patient satisfaction and perceptions of improvement with treatment for
urinary incontinence: validation of three global patient ratings. Neu-
rourol Urodyn. 2006;25(5):411-417. doi:10.1002/nau.20243.
29. Workman D, Cassisi J, Dougherty M. Validation of surface EMG as
a measure of intravaginal and intra-abdominal activity: Implica-
tions for biofeedback-assisted Kegel exercises. Psychophysiology.
1993;30(1):120-125.
30. Burton J, Pearce K, Burgio KL, Engel B, Whitehead W. Behavioral
treatment for urinary incontinence in elderly ambulatory patients. J
Am Geriatr Soc. 1988;36(8):693-698.
31. Goode PS. Behavioral and drug therapy for urinary incontinence. Urol-
ogy. 2004;63(3)(suppl 1):58-64. doi:10.1016/j.urology.2003.10.032.
32. Subak LL, Quesenberry CP, Posner SF, Cattolica E, Soghikian K.
The effect of behavioral therapy on urinary incontinence: a
randomized controlled trial. 2002;100(1):72-78.
33. Tadic SD, Zdaniuk B, Griffiths D, Rosenberg L, Schäfer W, Resnick NM.
Effect of biofeedback on psychological burden and symptoms in older

58
Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN KANDUNG KEMIH (BLADDER
TRAINING) TERHADAP INTERVAL BERKEMIH WANITA
LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN INKONTINENSIA URIN
M. Reza Pamungkas*, Nurhayati **, Musiana**

Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter dan
Perry, 2006). Salah satu penatalaksananaan keperawatan klien dengan inkontinensia urin adalah
bladder training. Bladder Training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan sfingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kandung kemih (bladder training) terhadap interval
berkemih pada lansia yang mengalami inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna Werdha Bakti
Yuswa Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada 26 lansia penderita
inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil penelitian
didapat rata-rata interval berkemih lansia sebelum latihan kandung kemih adalah 2,3154 jam dengan
SD = 0,82580 sedangkan rata-rata interval berkemih lansia setelah latihan kandung kemih yaitu 2,4615
jam dengan SD = 0,83992. Hasil uji statistic didapat nilai P-value 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan
rata – rata interval berkemih pada lansia sebelum dan setelah latihan kandung kemih. Saran bagi
institusi agar dapat melanjutkan terapi komplementer ini dengan pengawasan intensif pengasuh wisma
sehingga lansia dapat memiliki kemampuan lebih lama dalam menahan urin
Kata Kunci: inkontinensia urine, latihan kandung kemih

LATAR BELAKANG rendah karena pandangan orang Asia


bahwa inkontinensia urin merupakan hal
Inkontinensia urin ialah kehilangan yang memalukan dan dianggap tabu oleh
kontrol berkemih yang bersifat sementara beberapa orang sehingga tidak dikeluhkan
atau menetap (Potter Dan Perry, 2006). pada dokter. Survei inkontinensia urin
Inkontinensia urin bukan merupakan yang dilakukan oleh Departemen Urologi
penyakit, tetapi keluhan yang mempunyai FK Unair-RSU Dr. Soetomo tahun 2008
dampak medik, psikososial dan ekonomi terhadap 793 penderita, prevalensi
serta dapat menurunkan kualitas hidup. inkontinensia urin pada pria 3,02%
Dampak negatif dari inkontinensia urin sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini
adalah dijauhi orang lain karena berbau menunjukkan bahwa prevalensi
pesing, minder, tidak percaya diri, timbul inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi
infeksi di daerah kemaluan, tidak nyaman dibanding pria. Prevalensi inkontinensia
dalam beraktifitas termasuk dalam urin cenderung meningkat seiring
hubungan seksual yang akhirnya dapat meningkatnya usia (Soetojo, 2009 dikutip
menurunkan kualitas hidup (Soetojo,2009). dalam Galuh, 2012), usia 5-12 tahun
Prevalensi inkontinensia urin pada 0,13%, sedangkan pada usia 70-80 tahun
wanita di dunia berkisar antara 10 - 58%, 1,64% dan inkontinensia urin pada wanita
sedang di Eropa dan Amerika berkisar lansia 35-45%.
antara 29,4%. Menurut Asia Pacific Secara umum, dengan bertambahnya
Continence Advisor Board (APCAB) tahun usia, kapasitas kandung kemih menurun.
1998 menetapkan prevalensi inkontinensia Sisa urin dalam kandung kemih cenderung
urin di Asia 14,6% pada wanita dan 6,8% meningkat dan kontraksi otot kandung
pada pria, sedangkan di Indonesia 5,8%. kemih yang tidak teratur semakin sering
Secara umum, prevalensi inkontinensia terjadi. Keadaan ini sering membuat lansia
urin pada pria hanya separuh dari wanita, mengalami gangguan pemenuhan
prevalensi di Asia relatif kebutuhan eliminasi urin yaitu

59
Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono penderita inkontinensia urin sebelum dan
dikutip dalam Nursalam 2009). sesudah bladder training.
Perubahan yang tercatat pada Populasi penelitian adalah lansia
kandung kemih yang mengalami penuaan yang ada di UPTD PSLU Tresna Werdha
yaitu berkurangnya kapasitas kandung Bakti Yuswa Provinsi Lampung sebanyak
kemih, berkurangnya kemampuan kandung 102 Sampel pada penelitian ini adalah
kemih dan uretra, berkurangnya tekanan semua lansia wanita yang memenuhi
penutupan uretra maksimal, meningkatnya kriteria (inkontinensia urin, bersedia
voluma urin sisa pasca berkemih, dan menjadi responden, usia lebih dari atau
berubahnya ritme produksi urin di malam sama dengan 60 tahun, dapat melihat dan
hari. membaca angka dan tidak mengalami
Salah satu cara non farmakologis dimensia). Sampel diambil dengan teknik
untuk menangani inkontinensia urin pada non random sampling yaitu menggunakan
lansia adalah dengan latihan kandung accidental sampling diperoleh responden
kemih (Bladder Training). Bladder training sebanyak 26 lansia. Pengumpulan data
adalah latihan kandung kemih yang dilakukan pada tanggal 8-16 Juli 2013
bertujuan untuk mengembangkan tonus menggunakan lembar observasi. Teknik
otot dan spingter kandung kemih agar pengumpulan data dilakukan dengan
berfungsi optimal, terdapat 3 macam langkah-langkah sebagai berikut:
metode bladder training, yaitu kegel a. Pertama, peneliti membuat catatan
exercise, delay urination, dan scheduled harian selama 2 hari yaitu mencatat
bathroom trips. Kegel exercise adalah waktu berkemih lansia, baik saat
latihan pengencangan atau penguatan otot- berkemih di toilet atau tidak.
otot dasar panggul, delay urination adalah b. Lihat catatan harian lansia dan
menunda berkemih sedangkan scheduled temukan interval terpendek yang telah
bathroom trips yaitu menjadwalkan dicatat pada waktu-waktu tersebut.
berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009). c. Tambahkan 30 menit terhadap interval
Hasil studi pendahuluan yang tersebut. Sebagai contoh jika interval
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha berkemih terpendek adalah 20 menit
Provinsi Lampung data statistik mengenai kemudian tambah 30 menit sehingga
inkontinensia urin pada lansia belum menjadi 50 menit.
diketahui, namun dari hasil wawancara d. Untuk berikutnya jadwalkan lansia
dengan petugas panti diketahui banyak untuk berkemih setiap 50 menit,
lansia yang mengalami inkontinensia urin apabila harus berkemih segera dicoba
(beser), ditandai dengan bau pesing yang untuk menahan berkemih.
tercium dari kamar lansia dan kain lansia e. Setelah satu minggu bladder training,
yang basah karena terkena urin. Tujuan peneliti membuat catatan kembali
penelitian ini adalah diketahuinya waktu berkemih lansia.
pengaruh latihan kandung kemih (bladder Pengolahan data dilakukan dengan
training) terhadap interval berkemih lansia menggunakan bantuan komputer, dan
inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna dianalisis secara univariat untuk melihat
Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung interval berkemih lansia sebelum dan
Tahun 2013 sesudah bladder training, sedangkan untuk
melihat pengaruh bladder training
METODE terhadap interval berkemih lansia uji
statistik yang digunakan adalah uji T
Penelitian ini menggunakan dependen atau berpasangan. Dalam
rancangan desain pra eksperimen dengan penelitian ini digunakan tingkat
metode pengambilan data Pre and Post kemaknaan 0.05 dan CI 95 %, jika p value
Test One Group, yaitu desain penelitian 3. 0,05 maka Ha diterima, artinya bladder
yang dilakukan untuk mengetahui training berpengaruh terhadap interval
bagaimana interval berkemih lansia berkemih lansia inkontinensia urin.

[215]
60
Sebaliknya jika p value > 0,05 maka Ha 1 jam dan interval berkemih sesudah
ditolak, artinya bladder training tidak bladder training terpanjang adalah 3,50
berpengaruh terhadap interval berkemih jam.
lansia inkontinensia urin.
Tabel 3: Distribusi Selisih Rata-Rata
HASIL Interval Ber Kemih Pada Lansia
Inkontinensia Urine Sebelum Dan
Sesudah Bladder Training
Analisis Univariat
Mean SD Median Min-Mak
Karakteristik responden berdasarkan 0,148 0,150 0,108 0-0,40
usia didapatkan rata – rata responden
berusia 76 tahun dengan median 75 dan Dari tabel di atas rata-rata interval
standar deviasi 11,775. Usia minimum berkemih lansia inkontinensia urin
responden adalah 60 tahun dan maximum sebelum bladder training adalah 2,315 jam
adalah 110 tahun. Berdasarkan distribusi dan rata-rata interval berkemih lansia
frekuensi dapat dilihat bahwa mayoritas inkontinensia urin setelah bladder training
responden berada pada kelompok usia old adalah 2,461 jam, maka didapatkan selisih
yaitu sebanyak 17 responden (65,4%), rata-rata interval adalah 0,146 jam atau
berikutnya eldery sebanyak 7 responden setara dengan 8,76 menit dengan standar
(26,9%), very old sebanyak 2 responden deviasi 0,15 jam.
(7,7%).
Analisis Bivariat
Tabel 1: Distribusi Rata-Rata Interval
Berkemih Sebelum Bladder Tabel 4: Distribusi Analisis Uji T
Training Pada Lansia Dependen Interval Berkemih
Inkontinensia Urine Pada Lansia Inkontinensia Urine
Sebelum Dan Sesudah Bladder
Mean SD Median Min-Mak
Training
2,315 2,300 0,825 1-3,30
Interval
Dari tabel di atas rata-rata interval
berkemih lansia inkontinensia urine berkemih Mean n SD p Value
sebelum bladder training adalah 2,315 jam Sebelum 2.315 26 0.825 0.000
dengan median 0,825 jam standar deviasi Sesudah 2.461 26 0.839
2,3 jam. Interval berkemih terpendek
adalah 1 jam dan interval berkemih Hasil analisis statistik dengan
terpanjang 3,25 jam menggunakan uji T dependen diperoleh
nilai p value 0,000. Nilai p value ini lebih
Tabel 2: Distribusi Rata-Rata Interval kecil dari nilai (0,05) sehingga Ha
Berkemih Sesudah Bladder diterima, artinya bladder training
Training Pada Lansia berpengaruh terhadap interval berkemih
Inkontinensia Urine lansia inkontinensia urin.

Mean SD Median Min-Mak PEMBAHASAN


2,461 2,425 0,839 1-3,50
Interval berkemih sebelum bladder
Dari tabel di atas rata-rata interval training
berkemih lansia inkontinensia urine
sesudah bladder training adalah 2,461 jam Interval berkemih pada lansia dengan
dengan median 0,839 jam dan standar inkontinensia urin sebelum bladder
deviasi 2,425 jam. Interval berkemih training interval terpendek adalah 1 jam
terpendek sesudah bladder training adalah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam

61
25 menit dan rata-rata interval berkemih hingga 200 ml yang menyebabkan
adalah 2 jam 23 menit. frekuensi berkemih meningkat dimana
Pada penelitian ini responden yang interval berkemih yaitu 3- 4 jam. Pada
diambil adalah wanita, hal ini dikarenakan penelitian ini responden mengalami
kebanyakan inkontinensia urin terjadi pada inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan
lansia wanita. Beberapa faktor yang menahan urin dimana rata-rata responden
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin hanya mampu menahan urin selama sekitar
pada lansia wanita adalah penurunan 2 jam.
produksi estrogen yang disebabkan karena
atropi jaringan uretra dan efek melahirkan Interval berkemih sesudah bladder
yang mengakibatkan penurunan kekuatan training
otot-otot dasar panggul (Nety dan Sari,
2006). Pada penelitian ini responden Interval berkemih lansia
mengalami inkontinensia urin disebabkan inkontinensia urin setelah bladder training
karena faktor usia yaitu rata-rata responden didapatkan interval terpendek adalah 1 jam
berusia 75 tahun dimana secara alami telah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam
terjadi atropi pada jaringan uretra namun a menit dan rata-rata interval berkemih
dalam penelitian ini tidak diketahui adalah 2 jam 46 menit. Terdapat kenaikan
bagaimana riwayat persalinan dari rata-rata interval berkemih lansia setelah
responden yang dapat berpengaruh pada dilakukan bladder training selama 7 hari.
kemampuan otot dasar panggulnya. Terdapat 3 macam metode bladder
Secara alami pengosongan kandung training yaitu kegel exercise, delay
kemih merupakan proses fisiologis yang urination, dan scheduled bathroom trips.
berlangsung di bawah kontrol dan Metode bladder training yang dilakukan
koordinasi sistem saraf pusat serta sistem pada penelitian ini adalah dengan delay
saraf tepi di daerah sakrum (Wolf dalam urination (menunda berkemih) dan
Nursalam,2009). Sensasi pertama ingin scheduled bathroom trips yaitu
berkemih biasanya timbul pada saat menjadwalkan berkemih. Latihan ini
volume kandung kemih mencapai 150-300 bertujuan untuk mengembalikan pola
ml. Kapasitas kandung kemih normal normal berkemih dengan menghambat atau
bervariasi antar 300-600 ml. Umumnya, menstimulasi pengeluaran air kemih
kandung kemih dapat menampung sekitar dimana terdapat tujuan yang lebih spesifik
500 ml tanpa terjadi kebocoran, bila proses dari bladder training yaitu
berkemih terjadi, otot-otot detrusor mengembangkan tonus otot kandung
kandung kemih berkontraksi diikuti kemih, melatih kandung kemih untuk
relaksasi dari sfingter dan uretra. (Darmojo mengeluarkan urin secara periodik serta
dalam Nursalam, 2009). membantu klien dengan inkontinensia urin
Frekuensi berkemih tergantung mendapatkan pola berkemih normal
dari jumlah urin yang dihasilkan. Lebih (Suharyanto dan Madjid, 2009).
banyak urin yang dihasilkan, lebih sering Responden dalam penelitian ini
berkemih, frekuensi berkemih secara diminta untuk menahan kemih selama 30
normal adalah setiap 6-8 jam. Perubahan menit dari interval terpendeknya dan
pada sistem perkemihan lansia terjadi pada berkemih sesuai jadwal yang dibuat.
ginjal, di mana ginjal mengalami Interval berkemih terpanjang yang dapat
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. dicapai oleh lansia sesudah bladder
Aliran ginjal menurun hingga 50%, fungsi training adalah 3,50 jam artinya lansia
tubulus berkurang mengakibatkan Blood sudah dapat mencapai interval berkemih
Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga yang sesuai dengan usianya yaitu 3-4 jam.
21%, berat jenis urin menurun, serta nilai Pada penelitian ini tidak dilakukan
ambang ginjal terhadap glukosa latihan kegel dikarenakan alasan privacy
meningkat. Pada kandung kemih, otot-otot dan kesulitan dalam melakukan observasi
melemah, sehingga kapasitasnya menurun untuk menilai apakah latihan kegel sudah
dilakukan dengan benar atau belum karena

[217]
62
latihan ini merupakan latihan Responden dalam penelitian ini diminta
mengkontraksikan otot- otot dasar panggul untuk menahan kemih selama 30 menit
yang melibatkan organ kelamin. dari interval terpendeknya dan berkemih
Meskipun latihan kegel dalam sesuai jadwal yang dibuat selama 7 hari.
penelitian ini tidak dilaksanakan namun Secara bertahap bila lansia sudah mampu
berdasarkan penelitian Angelita Intan mencapainya maka interval berkemih
Septiastri dan Cholina Trisa Siregar yang ditambahkan 30 menit lagi sehingga pada
berjudul “Latihan Kegel Dengan akhirnya lansia dengan inkontinensia urin
Penurunan Gejala Inkontinensia Urin Pada dapat menahan urinnya sampai dengan
Lansia” menunjukkan bahwa latihan kegel waktu yang normal untuk lansia yaitu
efektif terhadap penurunan gejala sekitar 3-4 jam. Untuk itu perlu adanya
inkontinensia urin pada lansia. kerjasama dengan pihak panti khususnya
pengasuh wisma agar dapat memotivasi
Pengaruh bladder training terhadap lansia dalam melakukan latihan ini.
interval berkemih
KESIMPULAN
Hasil penelitian didapatkan Selisih
atau perbedaan antara interval berkemih Berdasarkan hasil analisis data dan
pada lansia sebelum dan setelah bladder pembahasan dapat disimpulkan bahwa
training sebanyak 0,146 jam atau setara rRata-rata interval berkemih sebelum
dengan 8,76 menit. Penelitian ini sejalan latihan kandung kemih (bladder training)
dengan penelitian Nursalam tentang efek pada lansia dengan inkontinensia urin
latihan kegel terhadap pemenuhan adalah 2,32 jam dan rata-rata interval
kebutuhan gangguan eliminasi urin berkemih setelah latihan kandung kemih
menjelaskan bahwa latihan kegel dapat (bladder training) adalah 2,26 jam.
menurunkan gangguan pemenuhan Selanjutnya didapatkan rata-rata
kebutuhan eliminasi urin pada lansia, yang selisih interval berkemih pada lansia
dimana metode latihan kegel itu sendiri dengan inkontinensia urin sebelum dan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan setelah bladder training adalah 0,146 jam
tonus otot kandung kemih, meningkatkan atau setara dengan 8,76 menit dengan p-
aliran darah ke ginjal dan memperpanjang value = 0,000 yang artinya ada perbedaan
interval waktu berkemih sehingga lansia interval berkemih pada lansia sebelum dan
dapat menahan sensasi untuk berkemih sesudah bladder training selama 7 hari.
sebelum waktunya. Saran bagi UPTD PSLU Bhakti
Bladder training dengan delay Yuswa Provinsi Lampung institusi adalah
urination (menunda berkemih) dan agar dapat melanjutkan latihan bladder
scheduled bathroom trips sebagai salah training ini sebagai salah satu terapi
satu intervensi non farmakologis pada komplementer pada lansia dengan
lansia dalam penelitian ini terbukti dapat inkontinensia urin.
memperpanjang interval berkemih lansia
yaitu sebanyak 8,766 menit.
Dalam penelitian ini kerangka * Alumni pada Prodi Keperawatan
konsepnya dengan cara menjadwalkan Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
berkemih kemudian menahan kemih diluar Tanjungkarang
jadwal maka tonus otot detrusor ** Dosen pada Prodi keperawatan
mengembang diharapkan fungsi sfingter Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
kembali normal dan berkemih di luar Tanjungkarang
jadwal menurun. (Maryam dan
Suharyanto, 2008).
Meskipun kenaikannya sangat sedikit
namun apabila latihan ini dilakukan secara
kontinu diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan lansia dalam menahan kemih.

63
DAFTAR PUSTAKA

Galuh Inggi M, Putri. 2012. KTI: Faktor –


Faktor yang Berhubungan Dengan
Inkontinensia Urine Pada Wanita Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi
Lampung. Lampung : Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang Jurusan
Keperawatan
Nety Juniarti , Sari Kurnianingsih. (2006). Alih
Bahasa Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta : EGC
Nursalam, M.Nurs,dkk. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Potter dan Perry (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan .Edisi 4 Vol 2.
Jakarta : EGC
Boedhi Darmojo, H. Hadi Martono. (2000).
Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut). Edisi ke 2. Jakarta : FKUI
Maryam dan Suharyanto (2008). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika
Suharyanto dan Madjid (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Trans Info Media
Yunawa, Rudi. (2006). Buku Panduan Klinis
Menangani Inkontinensia. Edisi ke 2.
Singapura : Masyarakat Kontinensia

64
PENGARUH LATIHAN OTOT DASAR PANGGUL PADA
PEREMPUAN LANJUT USIA DENGAN GANGGUAN

INKONTINENSIA URIN
Marti Rustanti, Saifudin Zuhri, Nur Basuki
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi

Abstract: Urinary Incontinence, Elderly, Pelvic Floor Muscle Exercises. The


increasing elderly population in Indonesia has the potential to further increase the
burden of the people, especially when the present elderly have a high level of
dependency. Elderly at risk of having high dependency because the function of
their physic and mental were already decrease. On the health aspect also
potentially arise various health problems include incontinence urine. Urinary
incontinence conditions will result in severe depression and decreased their
quality of life. This study aimed to determine the effect or benefit of pelvic floor
muscle training for elderly women with urinary incontinence disorders. This
study is a quasi-experimental design with one group pretest and posttest with
control. The study compared treatment groups that were given pelvic floor muscle
exercises for three months and control group that were not given pelvic floor
muscle exercises. The instrument used in this study is the International
Consultation on Incontinence Questionnaire (ICIQ-short form), which will be
filled by the two groups with guided officers before and after three months of
training. Wilcoxon test showed there is a difference before and after treatment in
the treatment group with p = 0.00. Furthermore the Mann Whitney test showed
also difference between treatment groups with the control group with p = 0.00. In
the treatment group increased the ability of the pelvic floor muscles so that the
ability to control urinary incontinence to be better, whereas the control group did
not obtain it. Pelvic floor muscle exercises can improve the ability of the pelvic
floor muscles to control urinary incontinence.

Keywords: Urinary Incontinence, Elderly, Pelvic Floor Muscle Exercises

Abstrak: Inkontinensia Urin, Lansia, Latihan Otot Dasar Panggul. Semakin


meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia berpotensi semakin menambah
beban masyarakat, apalagi bila lanjut usia yang ada tidak mandiri atau
mempunyai tingkat ketergantungan tinggi. Lanjut usia beresiko mempunyai
ketergantungan tinggi karena secara fisik maupun mental sudah mengalami
penurunan fungsi. Pada aspek kesehatan juga berpotensi timbul berbagai masalah
kesehatan diantaranya adalah Inkontinensia urin. Kondisi Inkontinensia urin yang
berat akan mengakibatkan depresi dan penurunan kualitas hidup dari lanjut usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau manfaat latihan otot
dasar panggul pada perempuan lanjut usia dengan gangguan inkontinensia urin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain One group
pretest and posttest with control. Penelitian ini membandingkan kelompok
perlakuan yang diberikan latihan otot dasar panggul selama tiga bulan dengan
kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

65
= Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82- 196

International Consultation on Incontinence Questionaire (ICIQ-short form) yang


akan diisi oleh subyek penelitian kedua kelompok dengan dipandu petugas
sebelum dan setelah tiga bulan latihan. Uji Wilcoxon menunjukkan ada
perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan dengan
p=0,00. Uji Mann Whitney menunjukkan ada perbedaan antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p = 0,00. Pada kelompok perlakuan
kemampuan otot dasar panggul meningkat sehingga kemampuan dalam
mengontrol inkontinensia urin menjadi lebih baik, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak didapatkan hal tersebut. Latihan otot dasar panggul dapat
meningkatkan kemampuan otot dasar panggul dalam mengontrol inkontinensia
urin.
Kata Kunci: Inkontinensia Urin, Lansia, Latihan Otot Dasar Panggul
sangat mempengaruhi baik
secara fisik maupun psikologis
PENDAHULUAN lanjut usia.

Lanjut usia di Indonesia dari


tahun ketahun semakin meningkat
jumlahnya seiring dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Besarnya populasi lanjut usia sedikit
banyak akan mempengaruhi beban
masyarakat secara umum. Apabila
populasi lanjut usia terus meningkat
akan semakin menambah beban
masyarakat. Hal ini disebabkan karena
lanjut usia pada umumnya sudah tidak
produktif, mulai terserang beberapa
penyakit degeneratif sehingga akan
mempengaruhi kemandirian lanjut usia
tersebut. Salah satu masalah yang
dapat meningkatkan beban dan
menurunkan kemandirian lanjut usia

adalah inkontinensia urin.


Inkontinensia urin ini adalah suatu
keadaan dimana lanjut usia karena
perubahan fisiologis akan mengalami
penurunan kemampuan menahan

kencingnya. Seiring dengan

bertambahnya usia, kemampuan


menahan kencing ini semakin
menurun, sehingga lanjut usia
berpotensi untuk mengalami kencing
tidak terasa atau “mengompol”.
Kencing yang tidak terasa ini akan

66
Dampak yang ditimbulkan antara lain lanjut
usia menjadi kurang percaya diri, kemudian
menutup diri yang akan semakin merasa
kesepian di hari tuanya. Dampak lain yang
ditimbulkan oleh inkontinensia urin ini
adalah resiko terjadinya infeksi saluran
kencing dan dermatitis.

Berbagai upaya telah dilakukan


manusia untuk mengurangi dampak dari
inkontinensia urin ini seperti memberikan
pengobatan kepada lanjut usia untuk
memperbaiki kemampuan mengontrol
kencingnya. Selain itu anjuran untuk latihan
otot dasar panggul untuk mengatasi kejadian
inkontinensia urin telah membuktikan dalam
penelitiannya bahwa latihan otot-otot dasar
panggul yang dilakukan secara teratur dan
terkontrol dapat

menurunkan angka kejadian inkontinensia


urin. Dengan latihan

otot-otot dasar panggul akan mengurangi


pembiayaan dan akan meningkatkan kualitas
hidup dari lanjut usia tersebut.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan

penelitian eksperimen dengan menggunakan


desain one group pre test and post test with
control dengan

67
Marti Rustanti, Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul
113
tujuan untuk mengetahui manfaat dasar panggul semakin baik
latihan otot dasar panggul dalam apabila hasil penilaian semakin
memperbaiki gangguan inkontinensia kecil atau 0.
urin pada perempuan lanjut usia.
Penelitian ini terdiri dari satu Analisis deskriptif untuk
kelompok perlakuan dan satu data umur dan tipe inkontinensia
urin yang diambil sebelum
kelompok kontrol. Kelompok dilakukan intervensi
perlakuan diberi perlakuan berupa
latihan otot dasar panggul setiap hari
selama 3 bulan (12 minggu) yang
setiap minggunya dilakukan secara

bersama-sama dibawah monitor


seorang fisioterapis

Kriteria inklusi yang ditetapkan

dalam penelitian ini adalah, perempuan


lanjut usia, berusia minimal 55 tahun,
dengan gejala inkontinensia tipe stres
atau tipe urgensi atau tipe campuran,
bersedia menjadi subyek dalam
penelitian ini.

Kriteria untuk mengeluarkan subyek


yang telah terjaring sebagai subyek
penelitian adalah, menderita penyakit
jantung, ketidak mandirian beraktivitas
fungsional, mengalami demensia.
Kriteria untuk menghentikan subyek
sebagai peserta penelitian adalah,
apabila tidak mengikuti latihan 5 kali
berturut-turut, saat pengukuran akhir
tidak hadir

Alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini adalah


Internarnational Consultation on
Incontinence Questionaire (ICIQ-short
form) merupakan alat ukur berupa

kuesioner untuk mengevaluasi


kemampuan otot dasar panggul dalam
menahan kencing atau mengontrol
inkontinensia urin. Hasil pengukuran
dengan kuesioner ini hasilnya minimal
0 dan maksimal 21. Kemampuan otot

68
menggunakan ICIQ-short form. Hasil
awal. Analisis hasil pengukuran pengukuran tersebut
menggunakan Wilcoxon test dan Mann
Whitney test dengan menggunakan bantuan tersaji pada tabel.2 berikut ini.
software SPSS 15.
Tabel 2
Keadaan awal dan akhir Subyek
HASIL PENELITIAN
penelitian
Subjek penelitian adalah kelompok ICIQ- Pre Test Post Test
lansia yang tergabung dalam Posyandu
Lansia di wilayah Desa Tohudan, short
Kecamatan Colomadu, Kabupaten form
Karanganyar. Seluruh subyek berjumlah 51
orang. 27 orang masuk dalam kelompok Perlaku Kontr Perlaku Kontr
perlakuan dan 24 sisanya sebagai kelompok an ol an ol
kontrol. Karakteristik Subyek berdasarkan
usia dan tipe inkontinensia tersaji dalam
Tabel 1.

Tabel 1
Karakteristik Subyek penelitian
Karakteristik Perlakuan Kontrol

Usia (th)
Maksimum 82 91
Minimum 55 56
Mean 65,93 70,46
Standar Dev 7,00 11.59
Tipe Inkontinensia
Stres 11 12
(40,7%) (50%)
Urgensi 9 (33.3%) 8
(33,3%)
Campuran 7 (25.9%) 4
(16,7%)

Subyek penelitian sebelum dan


sesudah diberikan perlakuan, baik

kelompok perlakuan maupun kelompok


kontrol diukur kemampuan otot dasar
panggulnya dengan

69
c. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82- 196

Maksim 11 14 5 14 dengan hasil pengukuran akhir


um
kelompok kontrol, Uji ini
Minimu 4 4 0 4
menggunakan uji Mann Whitney dan
m
didapatkan hasil p = 0,00 (p<0,05).
Mean 5,96 6,33 1,52 7,08
Standar 2,46 3,08 2,03 3,12 Hal ini menunjukkan bahwa ada
Dev perbedaan antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol, seperti yang
Dari tabel.2 menunjukkan bahwa tersaji pada tabel 4.5 berikut,
terjadi perubahan rerata pada Tabel 5
kelompok perlakuan maupun Uji beda hasil pengukuran akhir
kelompok kontrol. Pada kelompok antara kelompok perlakuan dan
perlakuan perubahan menurun kontrol
sifatnya, sedangkan pada kelompok Variabel Pengukuran Selisih p
Post
Post Test Test Rerata
kontrol sifatnya meningkat.
Kontro
Perlakuan l
Uji beda sebelum dan sesudah
perlakuan pada kelompok perlakuan ICIQ-
short 1,52 7,08 5,56 0,00
dengan menggunakan uji Wilcoxon form

didapatkan hasil p = 0,00 (p < 0,05)


Hal ini menunjukkan bahwa ada PEMBAHASAN
perbedaan antara sebelum dan sesudah Dari deskripsi subyek
perlakuan secara bermakna, seperti penelitian menunjukkan bahwa angka
terlihat pada tabel 3. kejadian inkontinensia urin semakin
Tabel 3 bertambah seiring dengan
Uji beda sebelum dan sesudah bertambahnya usia terbukti pada
perlakuan pada kelompok subyek penelitian ini, usia 50 tahunan
perlakuan berjumlah 11 orang (21,57%), usia 60
Variabel Pengukuran Selisih p
tahunan berjumlah 18 orang

Pre Test Post Test Rerata

70
(35,29%)dan usia 70 tahunan
berjumlah 14 orang (27,45%), usia 80
ICIQ-short form 5,96 1,52 - 4,44 0,00

tahunan berjumlah 5 orang (9,80%)

Uji beda hasil pengukuran awal dan usia 90 tahunan berjumlah 3 orang
dan akhir pada kelompok kontrol (0,58%) dari seluruh subyek yang
dengan menggunakan uji Wilcoxon di berjumlah 51 orang.
dapatan hasil p = 0,00 (p<0,05). Hal Tipe inkontinensia urin pada
ini menunjukkan adanya perbedaan subyek penelitian ini paling banyak
antara hasil ukur awal dan akhir, tipe stres sejumlah 23 orang (45,10%)
seperti terlihat pada tabel 4. diikuti dengan tipe urgensi sejumlah
Tabel 4 17 orang (33,33%) dan tipe campuran
Uji beda hasil pengukuran awal dan 11 orang (21,57%). Tipe inkontinensia
akhir pada kelompok kontrol yang paling umum dijumpai pada

Variabe Selisihlanjut
l Pengukuran pusia adalah tipe stres (3), sesuai
Pre Test Post Test Rerata
dengan subyek penelitian ini.

Pada kelompok perlakuan


ICIQ-short form 6,33 7,08 + 0,75 0,00
setelah diberikan latihan otot dasar

panggul selama 12 minggu didapatkan


Uji beda antara hasil
perubahan rerata nilai ICIQ-short form
pengukuran akhir kelompok perlakuan

71
Marti Rustanti, Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul
115
dari 5,96 menurun menjadi 1,52.
Selain itu berdasarkan analisis statistik Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan uji beda menggunakan uji dengan penelitian (4) dimana intensitas
Wilcoxon didapatkan nilai p = 0,00. latihan yang semakin tinggi semakin
Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh latihan otot dasar panggul
mampu meningkatkan kontrol
dalam meningkatkan kemampuan otot
inkontinensia urin. Penelitian
dasar yang berpengaruh pada
membandingkan latihan otot dasar
peningkatan kontrol inkontinensia
panggul 1 minggu sekali dengan
urin.
latihan otot dasar pangggul seminggu
4 kali selama 6 bulan membuktikan
Pada kelompok kontrol, yang bahwa latihan otot dasar panggul
tidak diberikan perlakuan latihan otot dengan intensitas lebih tinggi dapat
dasar panggul juga mengalami meningkatkan kontrol inkontinensia
perubahan rerata nilai ICIQ-short form urin lebih baik dibandingkan intensitas
dari nilai 6,33 meningkat menjadi rendah. Penelitian ini memberikan
7,08. Secara statistik perubahan ini latihan otot dasar panggul setiap hari
cukup bermakna yang ditunjukkan dengan supervisi satu minggu sekali
oleh nilai p = 0,00. Perbedaan hasil uji selama 12 minggu.
beda hasil pengukuran awal dan akhir
dengan uji Wilcoxon antara kelompok
Penelitian membandingkan 4
perlakuan dengan kelompok kontrol
kelompok perlakuan yang diberikan
adalah, pada kelompok perlakuan
latihan otot dasar panggul, rangsang
terjadi penurunan nilai rerata ICIQ-
listrik, vaginal cones dan tanpa terapi
short form, sedangkan pada kelompok
untuk mengetahui mana yang paling
kontrol justru terjadi peningkatan nilai
rerata ICIQ-short form.
efektif dalam mengontrol
inkontinensia tipe stres. Hasil
Setelah dilakukan analisis
penelitian ini menyatakan bahwa
antara hasil pengukuran akhir antara
latihan otot dasar panggul lebih efektif
kelompok perlakuan dan kelompok
dibandingkan dengan rangsang listrik,
kontrol didapatkan hasil adanya
vaginal cones maupun tanpa terapi.
perbedaan antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol yang secara
statistik bermakna yang ditunjukkan Hasil penelitian ini juga
nilai p = 0,00. Hasil ini menunjukkan dikuatkan oleh yang membandingkan
bahwa ada pengaruh latihan otot dasar kekuatan otot dasar panggul pada
wanita dengan inkontinensia urin tipe
stres dan inkontinensia tipe urgensi.
panggul dalam meningkatkan
kemampuan otot dasar panggul yang
Gameiro menyimpulkan bahwa
penurunan otot dasar panggul
selanjutnya akan meningkatkan
kemampuan mengontrol kencing atau
menurunkan gangguan inkontinensia mempunyai hubungan secara
urin. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian dimana latihan otot bermakna dengan peningkatan
dasar panggul dapat meningkatkan inkontinensia urin. Perempuan dengan
kemampuan otot dasar panggul otot-otot daerah perineum yang lemah
sehingga frekuensi berkemih menurun.

72
tidak mampu mengkontraksikan otot dasar
panggulnya secara efektif untuk

menginhibisi kontraksi otot-otot detrusor


sehingga kontrol terhadap keluarnya urin
menjadi menurun. Latihan otot dasar panggul
dengan intensitas tinggi dan dilakukan secara

73
teratur akan meningkatkan kemampuan otot dasar panggul untuk menahan kontraksi
otot detrusor yang timbul saat vesika urinaria telah penuh, sehingga urin tidak keluar
tanpa disadari. Kemampuan otot dasar panggul yang tinggi akan mampu mengontrol
inkontinensia urin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa latihan otot dasar
panggul dapat meningkatkan kemampuan otot dasar panggul yang ditunjukkan oleh
penurunan hasil ukur ICIQ-short form sebelum perlakuan 5,96 dan setelah perlakuan
menurun menjadi 1,52 dengan selisih penurunan sebesar 4.44. Hal ini berdampak
pada peningkatan kemampuan mengontrol inkontinensia urin pada lanjut usia
perempuan. Saran yang diberikan kepada peneliti

selanjutnya adalah, (1) Agar melengkapi alat ukur yang lebih obyektif seperti
biofeedback sehingga hasil ukurnya semakin valid, (2) Menghilangkan kendala
budaya seperti sifat tertutup pada subyek lanjut usia mengingat informasi yang
digali mungkin dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk diketahui orang lain.

Saran yang diberikan kepada Posyandu Lansia antara lain, (1) Latihan otot dasar
panggul dapat dijadikan program latihan rutin bagi Posyandu Lansia seperti program
latihan yang lain seperti senam lansia, senam osteoporosis dan lain lain,(2) Tetap
melakukan latihan secara mandiri secara rutin dan teratur supaya dapat mencegah
inkontinensia urin. Bagi perempuan di bawah 55 tahun dapat mulai melakukan
latihan ini untuk menurunkan risiko inkontinensia urin.

74
DAFTAR RUJUKAN
Santacreu,M., Fernandez, R.,
Ballesteros; Evaluation of

Behavioral Treatment for Female Urinary Incontinence, Clinical Intervention in


Aging 2011;6 133-139.

Rett, M.T.et al ;Managementof Stress


Urinary Incontinence with

Surface Electromyography-Asissted biofeedback in Woman of reproductive Age,


PhysTher 2007;87 136-142.

Guccione,AA.,(2000); Geriatric

Physical Therapy: Second edition, Mosby,Philadelphia, p 340-349.

Borelo-Franco, DF.,Downey,PA., Zyczynski,HM., Rause, CR.; Continence and Quality-of


Life Outcomes 6 Months Following an Intensive Pelvic-Floor Muscle Exercise
Program for Female Stress Urinary Incontinence: A Randomized Trial Comparing

Low-and High-Frequency

Maintenance Exercise.PHYS THER. 2008;88:1545-1553.

Bo K., Talseth T., Holme I.; Single Blind Randdomised Controlled Trial of Pelvic Floor
Exercises, Electrical Stimulation, vaginal Cones and no Treatment in management of
genuine Stress incontinence in WomenBMJ 1999:318(7182):487-93

Gameiro,MO., Moreira, EC., Ferrari, RS., Kawano, PR., Padovani, CR., Amaro, JL. ; A
Comparative analysis of Pelvic floor Muscle strength in women with Stress and Urge
urinary incontinenceIBJU vol 38(5);661-666 September-Oktober 2012.

75
PENGARUH LATIHAN KEGEL TERHADAP INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA DI
PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA MECI ANGI BIMA

Dahlan D.A, Martinimgsih


Abstract: Incontinence urine is health problems quite often be found in people aged advanced,
Especially of women.Incontinence of urine is elimination of urine from the bladder an uncontrolled or
occurring outside desire. Gymnastic kegel is gymnastics to strengthen pelvic muscles or calisthenics
which aims to strengthen muscle basic pelvic muscles pubococcygeal especially of a muscle, So that it
can strengthen muscles of the urinary tract.Exercise or gymnastic kegel has long been used to treat (
Nygaard, 2010).Research is aimed to know the influence of exercise kegel against incontinence of
urine in elderly inhabitant of panti social tresna werdha meci angi bima. By using the method quasi
experiment with a design research non-randomized one-group pretest posttest design. The withdrawal
of samples conducted in purposive for the elderly experiencing of sampling the whole incontinence of
urine in panti social Tresna Werdha Meci Angi Bima.The results of research showing absence of
difference between frekwensi meaningfui micturition before exercise kegel with frekwensi micturition
after exercise kegel with p value = 0,001 ( p value & it; 0.05 ) with having value as z -3,742. Based on
these results can be concluded that the exercise kegel to a decrease in frekwensi micturition on
elderly.

Kata Kunci: Exercise, Urine Incontinence Kegel, Elderly.


otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
PENDAHULUAN sampai
BA
200 ml atau menyebabkan frekwensi K
Proses menua (aging proses) biasanya akan
meningkat
ditandai dengan adanya perubahan fisik– .
biologis,
Perubahan letak uterus akan menarik otot–
mental ataupun psikososial. Perubahan fisik
otot vagina dan bahkan kandung kemih dan
diantaranya adalah penurunan sel, penurunan Rektum
sistem
seiring dengan proses penurunan ini,masalah
persyarafan, sistem pendengaran, sistem tekanan
penglihatan,
dan perkemihan (inkontinensia Atau retensi)
sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan akibat
temperatur
pergesera kandung kemih. Fungsi
tubuh, sistem respirasi, sistem endokrin, n sfingter yang
sistem kulit,
Perubahan – perubahan mental pada lansia yaitu
sistem perkemihan, sistem musculokeletal.
terjadi perubahan kepribadian, memori dan
perubahan intelegensi (Nugroho, 2008).

76
terganggu menyebabkan kandung kemih bocor
Perubahan yang terjadi pada sistem bila
perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina
dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang batuk atau bersin, bisa juga disebabkan oleh
kelainan
disebabkan oleh penurunan hormon esterogen,
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia
di sekeliling daerah saluran kencing, fungsi
urine, otot– otak

besar yang terganggu dan mengakibatkan


kontraksi

kandung kemih, terjadi hambatan pengeluaran


urine dengan pelebaran kandung kemih,
urine banyak dalam kandung kemih sampai
kapasitas berlebihan (Brunner & Suddarth,
2002).
Inkontinensi urine merupakan
masalah

kesehatan yang cukup sering dijumpai pada


Orang

___________________________________________________________________________

Dahlan D. A dan Martiningsih : Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram, Jl. Kesehatan V/10 Mataram

1292

77
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014

menyembuhkan ketidak-mampuan menahan


kencing (inkontinensia urine) (Widianti &
berusia lanjut, khususnya perempuan.
Proverawati, 2010). Senam kegel berguna untuk
Inkontinensia urine sering kali tidak dilaporkan
mengencangkan dan memulihkan otot
oleh pasien atau keluarganya, antara lain karena
menganggap bahwa masalah tersebut
merupakan masalah yang memalukan atau tabu
untuk diceritakan dan juga karena ketidaktahuan
mengenai masalah inkontinensia urine dan
menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan
sesuatu yang wajar terjadi pada orang usia lanjut
serta tidak perlu diobati (Sudoyono dkk., 2006).

Inkontinensia urine merupakan


eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Lebih
dari10 juta penduduk dewasa di Amerika
Serikat menderita inkontinensia urine (AHCPR,
1992). Keadaan ini mengenai individu dengan
segala usia meskipun paling sering dijumpai
diantara paralansia. Dilaporkan bahwa Lebih
dari separuh penghuni panti lansia menderita
inkontinensia urine (Brunner & Suddarth, 2002).

Latihan untuk memperkuat otot panggul


(sering disebut latihan senam kegel) telah lama
digunakan untuk mengobati / menurunkan
inkontinensia urin (Nygaard, 2010). Latihan otot
panggul (senam kegel) diikutsertakan dalam
intervensi primer dalam menangani
inkontinensia urine (Potter&Perry, 2006).
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan
otot panggul atau senam yang bertujuan untuk
memperkuat otot–otot dasar

panggul terutama otot puboccygeal sehingga


seorang wanita dapat memperkuat otot–otot
saluran kemih. Senam kegel juga dapat

78
di daerah alat Genital dan anus (Cendika & Desain yang digunakan adalah “quasi
Indarwati, 2010).
experiment” dengan menggunakan pendekatan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk non-randomized one-group pretest posttest
mengetahui pengaruh latihan kegel terhadap design. Penarikan sampel dilakukan secara
inkontinensia Urine pada lansia penghuni Panti purposive sampling yaitu seluruh lansia yang
Jompo Tresna Werdha Meci Angi Bima. Hasil mengalami inkontinensia urine di Panti Sosial
penelittian diharapkan dapat memberikan Tresna Werdha Meci Angi Bima.
kontribusi baik bagi para lansia yang tinggal di Pengumpuulan data menggunakan instrumen
panti soaial tresna werdha secara langsung observasi dengan melakukan observasi aktif
maupun bagi institusi pelayanan kesehatan dan menanyakan langsung kepada Lansia keadaan
institusi pendidikan serta bagi perkembangan kencing setiap hari. Analisis data menggunakan
ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan statistic non parametris dengan uji Wilcoxon
keperawwatan bagi klien yang mengalami Signed Rank Test. Untuk melihat adanya
inkontinentia urine. pengaruh latihan kegel terhadap inkontinensia
Urine, peneliti menggunakan taraf signifikansi
(α = 0,05).
METODE

79
Dahlan D.A, Pengaruh Latihan Kegel Terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN antara 70-75 tahun, berjenis kelamin


perempuan,

Karakteristik Responden dengan status janda/duda serta telah tinggal di


panti

Responden dalam penelitian ini berjumlah 40


selama 1 sampai 5 tahun.
orang, berikut akan diuraikan tentang
karakteristik umum responden yang meliputi
Pelaksanaan Latihan Kegel Pada Lansia.
umur, jenis kelamin, lama tinggal dipanti, dan
status perkawinan.
Tabel 2. Observasi Pelaksanaan Latihan
Kegel pada Lansia di Panti Sosial
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian Tresna Werhda Meci Angi Bima,
di Panti Sosial Tresna Werhda Meci September 2013.
Angi Bima, September 2013.

No Karakteristik Responden F %
NO Pelaksanaan Latihan Kegel f %

= Umur 1. Baik 36 90
 60 – 69 tahun 12 30
2. Cukup 3 7,5
 70 – 75 tahun 21 52,5
3. Kurang 1 2,5
 > 75 tahun 7 17,5

d. Jenis Kelamin Jumlah 40 100


 Laki-laki 13 32,5

 Perempuan 27 67,5

Hasil penelitian menunjukan bahwa


4. Lama Tinggal Di Panti
 1 – 5 tahun 24 60 lansia yang tinggal di panti social tresna werhda
 6 – 10 tahun 12 30 meci angi Bima mampu melaksanakan latihan
 > 10 tahun 4 10
kegel dengan baik. Hal ini didukung oleh
4. Status Perkawinan karakteristik responden berdasarkan usia
 Kawin 8 20
sebagian besar responden (menurut WHO)
 Janda/Duda 28 70
82,5% berada pada kelompok usia Usia
 Tidak Kawin 4 10
pertengahan ( Middle Age ) usia 45 –59 tahun,
Total 40 100
Usia lanjut ( Elderly ) usia 60 – 74 tahun, dan

menunjuka responde hanya 17,5% yang merupakan kelompok lansia


Hasil penelitian n n lanjut usia tua dan sangat tua (>75 tahun).
penelitian ini merupakan lansia yang telah
berumur

Frekwensi Berkemih Sebelum dan Sesudah Dilakukan Latihan Kegel.

80
Tabel 3. Observasi Frekwensi Berkemih Sebelum dan Sesudah Dilakukan Latihan Kegel pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werhda Meci Angi Bima, September 2013.

Sebelum Latihan Sesudah Latihan


NO Frekwensi Berkemih
f % f %

1. < 5 kali sehari 25 62,5 38 95

2. 6 – 10 kali sehari 13 32,5 1 2,5

3. > 10 kali sehari 2 5 1 2,5

Jumlah 40 100 40 100

Table 3 diatas menunjukan bahwa sebelum setelah dilakukan latihan kegel lansia yang

latihan kegel frekwensi berkemih pada lansia frekwensi berkemihnya kurang dari atau sama

yang kurang dari atau sama dengan 5 kali sehari dengan 5 kali sehari meningkat menjadi 95 %.

sejumlah 62,5%,

81
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014

Hasil penelitian menunjukan frekwensi Persentase ini menunjukkan bahwa terjadi


berkemih lansia sebelum dilakukan latihan kegel penurunan gejala inkontinensia urin post
terdapat 32,5 yang mengalami inkontinensia intervensi latihan kegel. Hal ini sesuai dengan
urin sedang dengan frekwensi berkemih 6 – 10 konsep latihan kegel dan pendapat seorang
kali sehari, serta terdapat 5 % lansia yang dokter kandungan bernama Kegel pada tahun
mengalami inkontinentia urine berat dengan 1940, bahwa latihan kegel sangat bermanfaat
frekwensi berkemih lebih dari 10 kali sehari. untuk menguatkan otot rangka pada dasar
Hal ini dapat dihubungkan dengan usia lansia panggul, sehingga memperkuat fungsi sfingter
yang menjadi responden yang kebanyak sudah eksternal pada kandung kemih (Septiastri &
dalam rentang 70-75 tahun (52,5%) sehingga Siregar, 2012). Latihan otot dasar panggul ini
masih dapat mengontrol kognitifnya dalam hal awalnya diperkenalkan oleh Kegel untuk pasien
berkemih. Selain itu juga menurut Hidayat
pasca melahirkan. Latihan ini terus
(2007) inkontinensia dapat terjadi dengan
dikembangkan dan dapat dilakukan pada lansia
derajat ringan berupa keluarnya urin hanya
yang mengalami masalah inkotinensia stress
beberapa tetes sampai dengan keadaan berat dan
yaitu pengeluaran urine tidak terkontrol akibat
sangat mengganggu penderita. Inkontinensia
bersin, batuk, tertawa atau melakukan latihan
urin dapat mengenai perempuan pada semua
jasmani dan inkontinensia urgensi dimana
usia dengan derajat dan perjalanan yang
terjadi gangguan kontrol pengeluaran urin,
bervariasi. Inkontinensia urin dapat memberikan
dengan dilakukan latihan Kegel bisa
dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi,
memperbaiki fungsi otot dasar panggul yaitu
dan sosial pasien, serta dapat berdampak buruk
rangkaian otot dari tulang panggul sampai
bagi keluarga dan karier pasien.
tulang ekor. Latihan kegel merupakan latihan

Hasil analisa data diperoleh bahwa dalam bentuk seri untuk membangun kembali

klasifikasi gejala inkontinensia urin post kekuatan otot dasar panggul, memberikan

intervensi latihan kegel diperoleh bahwa bantuan yang signifikan dari rasa sakit

klasifikasi inkontinensia urin ringan (95 %), vestibulitis vulva, dan, dalam banyak kasus,
dengan frekwensi berkemih kurang dari atau memungkinkan pasien untuk terlibat dalam
sama dengan 5 kali sehari. aktivitas seksual yang normal (Widiastuti,
2011).

Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Inkontinensia Urine Pada Lansia.

Tabel 4. Hasil Uji Statistik Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Inkontinensia Urine
Menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05.

82
No Variabel Yang Diuji Mean Standar Deviasip value Z

1 Frekwensi Berkemih Sebelum Latihan Kegel 2.58 0.594

0,001 -3.742

2 Frekwensi Berkemih Setelah Latihan Kegel 2.92 0.350

(p<0,05) yang berarti ada pengaruh latihan


Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank kegel
terhadap penurunan frekwensi berkemih pada
Test diperoleh nilai z -3,742 dan p-value = 0,000 lansia

83
di Panti Sosial Tresna Werhda Meci Angi Dahlan D.A, Pengaruh Latihan Kegel Terhadap

Bima.. Hasil ini didukung oleh pendapat


Pujiastuti (2003) yang menjelaskan bahwa
penurunan frekwensi berkemih pada lansia di
Kegel exercise adalah latihan kontraksi otot Panti Sosial Tresna Werhda Meci Angi Bima.
dasar panggul secara aktif yang bertujuan untuk
KESIMPULAN
meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Sedangkan menurut Nursalam (2007), latihan Latihan kegel yang dilakukan secara
rutin dan teratur oleh para lansia memberikan
kegel merupakan aktivitas fisik yang tersusun manfaat yang yang sangat besar bagi kekuatan
dalam suatu program yang dilakukan secara otot panggul lansia sehingga para lansia dapat
mengontrol keingin berkemih, latihan kegel
berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran yang dilaksanakan secara rutin dan teratur
tubuh. menyebabkan penurunan frekwensi berkemih
(inkontinensia urine). Hal ini menunjukan
Latihan kegel sangat bermanfaat untuk bahwa ada pengaruh latihan kegel terhadap
menguatkan otot rangka pada dasar panggul, penurunan frekwensi berkemih pada lansia di
sehingga memperkuat fungsi sfingter eksternal Panti Sosial Tresna Werhda.
pada kandung kemih. Latihan otot dasar panggul Sebaiknya latihan kegel dilakukan
ini diperkenalkan oleh Kegel untuk pasca secara rutin dengan disertai senam lansia
melahirkan. Latihan ini terus dikembangkan dan laninya di senangi oleh lansia. Keberhasilan atau
dilakukan pada lansia yang mengalami masalah kesuksesan kegiatan dipengaruhi oleh
inkotinensia stress dan inkontinensia urgensi. penerimaan lansia dan keterlibatan staf dalam
Latihan Kegel bisa memperbaiki fungsi otot mengingatkan para lansia untuk tetap
panggul, memberikan bantuan yang signifikan melaksakanan latihan kegel.
dari rasa sakit vestibulitis vulva, dan, dalam
banyak kasus, memungkinkan pasien untuk DAFTAR PUSTAKA
terlibat dalam aktivitas seksual yang normal
(Widiastuti, 2011). Penelitian ini memperoleh
hasil nilai p = 0,000 (p<0,05), maka
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang Agus Riyanto,(2010), Aplikasi Metodologi
sigifikan antara pre dan post intervensi latihan Penelitian, Nuha Medika,yogyakata
kegel.
Hasil analisa data dengan menggunakan
Arita Murwani (2008) Asuhan keperawatan
Wilcoxon Signed Rank Test (pre-post dalam
keluarga, Mitra cendikia,Jogjakarta.
kelompok), pada hasil pengukuran gejala
inkontinensia urin pre test memiliki nilai rata-
rata sebesar 2,58, sedangkan hasil pengekuran
gejala inkontinentia urine post test diperleh nilai Azis Alimul Hidayat,(2009),Metode Penelitian
rata-rata 2,92, nilai z sebesar -3,742 (base on Keperawatan dan teknis analisa data,
negatif rank), yang berarti ada pengaruh latihan Salemba medika, Jakarta.
kegel terhadap

Kushariyadi (2011) Asuhan keperawatan pada


klien lanjut usia, salemba medika,
Jakarta.

Notoatmodjo, S. (1993) Metodelogi Riset


Keperawatan, CV. Sagung Seto,
Jakarta.

84
85
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014

Nursalam, (2008), Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Salemba
medika,Jakarta. Sutrisno Hadi, Prof, Dr MA. (1984) Statistik,
Fakultas Psikologis Universitas
Nursalam (2007). Asuhan Keperawatan pada Gadjah
Pasien dengan Gangguan Sistem
Mada, Yogyakarta.
Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.

Sopiyudin Dahlan,(2011),Statistik untuk


kedokteran dan kesehatan, Salemba
Pudjiastuti (2003). Fisioterapi pada Lansia.
Medika,Jakartao
Jakarta:
EGC.
Wahyudi nugroho,(2008) Gerontik dan
geriatric,EGC,Jakarta.
PurwantoH. (1994), Komunikasi untuk Perawat,
EGC, Jakarta.
Widyaningsih (2009). Pengaruh latihan Kegel

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI Terhadap Frekuensi lnkontinensia


Urine
(1981) Tehnis Perawatan Dasar
Depkes Pada Lansia di Panti Wreda Pucang
Gading Semarang. Dibuka tanggal 12
RI, Jakarta.
September 2013 dari

Septiastri & Siregar (2012). Latihan Kegel http://repository.unimus.ac.id/2009/pe


Dengan Penurunan Gejala nga
Inkontinensia Urin Pada Lansia.
Jurnal Keperawatan. Maret 2012. ruh latihan kegel terhadap frekuensi
inkontinensia urin pada lansia.

86
1297

87
88

Anda mungkin juga menyukai