Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah mengenai “Intervensi Pada Lansia dengan Inkontinensia
Urine”. Penyusunan makalah ini ialah sebagai laporan diskusi mata kuliah Keperawatan
Gerontik. Adapun makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua, teman-
teman dan dosen yang telah mendukung dan membantu kami secara langsung ataupun tidak
langsung dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
pada pihak-pihak lain yang membantu tersusunnya makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai “Intervensi Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine”. Penulis
juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan
selesainya makalah ini, dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat dijadikan
referensi bagi pembaca
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 15
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
urine dapat ditangani dengan latihan memperkuat otot dasar pelvis (senam kegel), bladder
training, dan voiding record (catatan berkemih).
Penderita inkontinensia haruslah memiliki sikap yang baik untuk menangani
masalah tersebut dengan merubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup tersebut adalah
menjaga kebersihan diri dan kebersihan kulit terutama pada kulit sekitar perineum dan
vulva supaya tidak iritasi, mengontrol terhadap 179 pasien Geriatri didapatkan angka
kejadian inkontinensia urine stress pada laki–laki sebesar 20,5% dan pada perempuan
sebesar 32,5%. Hasil survey yang dilakukan di rumah sakit menunjukkan penderita
inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7 juta penduduk dan
60% diantaranya adalah wanita. Inkontinensia dapat diatasi dengan perubahan gaya
hidup yang lebih sehat terutama dengan kebutuhan buang air kecil.
Salah satu komplikasi dari inkontinensia urine adalah Infeksi Saluran Kemih
(ISK). Pasien yang didiagnosa dengan ISK sekitar 10,8 juta, khususnya infeksi kandung
kemih, infeksi ginjal, atau keduanya.
Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami
oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya
urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang batuk, jogging atau berlari. Bahkan
ada juga yang mengalami kesulitan menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum
berkemih. Semua gejala ini disebut dengan inkontinensia urin.
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urine secara tak terkendali dan atau tidak
pada tempatnya (mengompol). Sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi
urine merupakan suatu respon atau faktor pendorong dari lansia untuk menghadapi
perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine).
2
BAB II
METODE REVIEW
2. Nanda Hariya
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul pada Perempuan Lanjut Usia
dengan Gangguan Inkontinensia Urin
Keyword : Urinary Incontinence, Elderly, Pelvic Floor Muscle Exercises
Tahun : 2015
Temuan hasil : 115 result
Website : http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/132
3
3. Witri Destiani
Judul jurnal : Effectivenes of Pelvic Floor Muscle Training for Urinary Incontinence
Comparison within and Between Nonhomebuond and Homebound Older
Adults
Keyword : Adherence, Biofeedback, Homebound, Older adults, Pelvic floor muscle
training, Quality of life, Self-efficacy, Urinary incontinence
Tahun : 2016
Temuan hasil : 24 result
Website :
http://journals.lww.com/jwocnonline/Abstract/2016/05000/Effectiveness_of_Pelvic_
Floor_Muscle_Training_for.12.aspx
4. Nadya Fatmah
Judul jurnal : Efektivitas Bladder Training dalam Mencegah Terjadinya Inkontinensia
Urine pada Pasien Lanjut Usia yang Terpasang Kateter Urine
Keyword : Bladder training, incontinensia urine, lanjut usia
Tahun : 2011
Temuan hasil : 37.258.139 detection
Website : http://litbang.poltekkes-pontianak.ac.id/node/176
5. Rafika Dita M.
Judul jurnal : Metode Pelvic Floor Muscle Training Dalam Menurunkan Inkontinensia
Urin Pada Lansia Di Desa Darungan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri
Keyword : Pelvic Floor Muscle Training, Urinary incontinence, Elderly
Tahun : 2017
Temuan hasil : 1 result
Website :
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD001407.pub2/full
4
6. Aulia Citra A.
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Inkontinensia Urine Pada Lansia di
Panti Sosial Tersna Werdha Meci Angi Bima
Keyword : Urine Incontinence Kegel, Elderly
Tahun : 2014
Temuan hasil : 2.950 result
Website :http://poltekkes-mataram.ac.id/cp/wp-content/uploads/2015/08/3.-
Dahlan-1292-1297.pdf
7. Nelawati
Judul jurnal : Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) terhadap Interval
Berkemih Wanita Lanjut Usia (Lansia) dengan Inkontinensia Urin
Keyword : Inkontinensia urine, latihan kandung kemih
Tahun : 2013
Temuan hasil : 212 result
Website : http://poltekkes-tjk.ac.id/ejurnal/index.php/JKEP/article/view/360
5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semua orang yang hidup di dunia, jika memiliki usia yang panjang pasti mengalami
suatu proses yang disebut proses menua. Proses menua ini merupakan proses yang unik yang
terjadi pada semua orang dan dipengaruhi oleh faktor psikologis, spiritual, fungsional, sosial
dan biologis. Proses menua ini akan menyebabkan beberapa gangguan dan penurunan fungsi
tubuh seperti penurunan daya ingat, penurunan pendengaran hingga inkontinensia urin.
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi di luar keinginan (Smeltzer & Bare, 2000). Inkontinensia urin pada lansia ini dapat
menimbulkan kerugian bagi lansia, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian sering
basah, risiko terjadi dekubitus dan dapat menimbulkan harga diri rendah pada lansia.
Inkontinensia urin harus ditangani supaya tidak terlalu menimbulkan dampak yang
besar untuk lansia. Penanganan inkontinensia urin ini dapat dilakukan dengan farmakologi
dan non-farmakolgis, tergantung dari penyebab dan keparahannya. Intervensi inkontinensia
urin pada lansia secara non-farmakologis diantaranya adalah bladder training, latihan dasar
otot panggul serta senam kegel.
Jurnal-jurnal yang kami analisis merupakan contoh dari jurnal yang membahas tentang
keefektifan intervensi inkontinensia urin pada lansia. Jurnal-jurnal yang digunakan ini
menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dan Randomized Control Trials (RCT).
Dari jurnal yang kami analisis terdapat satu jurnal tentang intervensi latihan kegel, tiga jurnal
tentang latihan dasar otot panggul dan 3 jurnal tentang baldder training. Berdasarkan jurnal-
jurnal tersebut, hasilnya adalah:
1. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Kegel terhadap Inkontinensia Urin pada Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Meci Angi Bima. Jurnal tersebut menggunakan quasi
eksperimen dengan pendekatan one grup pretest-posttest design. Jurnal ini mengatakan
bahwa ada pengaruh latihan kegel terhadap penurunan frekuensi berkemih pada lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Meci Angi Bima.
2. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Dasar Otot Panggul pada Perempuan Lanjut
Usia dengan Gangguan Inkontinensia Urin”. Jurnal tersebut menggunakan desain
penelitian eksperimen semu dengan pendekatan pretest and post test with control.
Jurnal ini mengatakan bahwa latihan otot dasar panggul dapat meningkatkan
kemampuan otot dasar panggul yang ditunjukkan oleh penurunan hasil ukur iciq-short
6
form sebelum perlakuan 5,96 dan setelah perlakuan menurun menjadi 1,52 dengan
selisih penurunan sebesar 4.44.
3. Jurnal yang berjudul “Metode Pelvic Floor Muscle Training dalam Menurunkan
Inkontinensia Urin pada Lansia di Desa Darungan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri”.
Jurnal ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Jurnal ini mengatakan
bahwa metode pelvic floor muscle (latihan dasar otot panggul) dapat menurunkan
inkontinensia urin pada lansia di Desa Darungan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri
4. Jurnal yang berjudul “Effectiveness of Pelvic Floor Muscle Training for Urinary
Incontinensia Comparison Within and Between Nonhomebound and Homebound Older
Adults”. Jurnal ini menggunakan desain penelitian RCT (Randomized Control Trial)
Grup. Jurnal ini mengatakan bahwa terdapat penurunan episode inkontinensia urin pada
lansia yang tinggal di rumah maupun diluar rumah setelah diberikan intervensi latihan
dasar otot panggul selama 6 sesi.
5. Jurnal yang berjudul “Efektifitas Bladder Training dalam Mencegah Terjadinya
Inkontinensia Urin pada Lansia yang Terpasang Kateter Urin”. Jurnal ini menggunakan
desain penelitian RCT (Randomized Control Trial) dengan pendekatan pretest dan
posttest control group design. Jurnal ini mengatakan bahwa intervensi bladder training
dapat mencegah terjadinya inkontinensia urin pada lansia yang terpasang kateter urin,
karena intervensi ini dirasa sangat bermanfaat dalam menjaga saraf-saraf yang
berhubungan dengan proses pengisian dn pengosongan kandung kemih terutama pada
lansia, terlebih lansia mengalami proses menua yang juga merubah kemampuan
berkemihnya.
6. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) terhadap
Interval Berkemih Wanita Lanjut Usia dengan Inkontinensia Urin”. Jurnal ini
menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan metode pengambilan data pre
dan post test one grup. Jurnal ini mengatakan bahwa bladder training dengan delay
urination (menunda berkemih) dan shcheduled bathroom trips merupakan intervensi
yang efektif untuk menurunkan inkontinensia urin, didapatkan hasil bawha sebelum
dilakukan intervensi rata-rata berkemih adalah 2.32 jam sedangkan setelah diberi
intervensi adalah 2.26 jam
7. Jurnal yang berjudul “Efektifitas Bladder Training sejak dini dan Sebelum Pelepasan
Kateter Urin terhadap Terjadinya Inkontinensia Urin pada Pasien Pasca Operasi di
SMC RS Telogorejo”. Jurnal ini menggunakan desain penelitian quasi eskperimen
dengan rancangan post test only control group design. Jurnal ini mengatakan
7
bahwapada bladder training lebih efektif digunakan pada pasien sebelum pelepasan
kateter urin, karena saat dipasang kateter urin akan terjadinya penurunan tonus otot,
sehingga perlu dilakukan bladder training.
Dari garis besar ketujuh jurnal itu, semua intervensi adalah intervensi yang baik untuk
terapi non farmakologis inkontinensia urin. Namun, kelompok kami sepakat utuk mengambil
intervensi terbaik adalah senam kegel. Intervensi latihan kegel merupakan latihan yang
sederhana yang dapat dilakukan dengan mudah di masyarakat, latihan kegel ini juga sangat
bermanfaat untuk menguatkan otot rangka pada dasar panggul, sehingga memperkuat fungsi
sfingter eksternal pada kandung kemih. Latihan kegel yang dilakukan secara rutin dan teratur
oleh para lansia memberikan manfaat yang yang sangat besar bagi kekuatan otot panggul
lansia sehingga para lansia dapat mengontrol keingin berkemih, latihan kegel yang
dilaksanakan secara rutin dan teratur menyebabkan penurunan frekuensi berkemih
(inkontinensia urine).
8
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Simpulan
Dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan suatu makhluk hidup akan selalu
mengalami perubahan, begitupun dengan manusia, iaakan memiliki berbagai macam tahapan
dari mulai lahir hingga nanti menua.
Dalam proses menua inilah akan terdapat berbagai macam masalah bahkan hingga
penuruan fungsi tubuh. Inkontinesia urin merupakan salah satu jenis masalah yang sering
terjadi pada lansia. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan (Smeltzer & Bare, 2000). Inkontinensia urin
adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar
keinginan (Smeltzer & Bare, 2000).
Oleh sebab itu kami melakukan pembahasan dari beberapa jurnal untuk mengetahui
intervensi apa yang paling tepat dan memiliki dampak pada perubahan masalah inkontinensia
pada lansia. Dalam jurnal yang kami bahas ini terdapat beberapa intervensi dengan
menggunakan kegel exercise dan ada juga yang menggunakan intervensi bladder training.
Kemudian setelah analisis kami lakukan maka didapatkan bahwa senam kegel lebih
efektif dilakukan untuk mengatasi/mengurangi inkontinensia pada lansia.
4.2 Rekomendasi
Ada beberapa rekomendasi yang kelompok sampaikan, diantaranya:
1. Untuk pendidikan
Materi tentang latihan/senam kegel sangat penting untuk dipelajari, baik untuk
mahasiswa, keluarga yang memiliki lansia ataupun lansia itu sendiri. Karena sejatinya,
toilet training ini merupakan tugas perkembangan dari todler yang harus diketahui oleh
semua pihak.
2. Untuk peneliti
Disarankan untuk lebih banyak meneliti intervensi senam kegel yang dilakukan
langsung pada lansia dengan sampel lebih dari 30.
3. Untuk Pelayanan Kesehatan
Informasi dan latihan tentang senam kegel bukan hanya untuk orang sakit saja, dalam
pelayanan kesehatan perlu diberikan latihan senam kegel juga bagi lansia yang sehat
supaya dapat mencegah terjadinya inkontinensia urin dikemudian hari.
9
Perawat harus sadar dan memodifikasi intervensi yang diberikan pada lansia dengan
tetap melibatkan keluarganya.
10
BAB V
MASALAH DAN CARA MENGATASI
Untuk mengatasi hambatan diatas, peneliti mengatasi dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk lansia usia > 74 tahun, peneliti memberikan instruksi secara perlahan dengan
bahasa yang tidak membingungkan lansia, selain itu peneliti memberikan dukungan
kepada lansia agar lansia mempunyai motivasi untuk berhasil mengontrol berkemih.
lansia diajarkan secara bertahap untuk menahan berkemih dari pada interval waktu
tertentu, mula-mula tiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara
bertahap sampai penderita ingin berkemih setiap 2-3 jam. Peneliti mengajarkan latihan
11
mengontrol berkemih secara rutin dan teratur sehingga frekuensi berkemih menjadi
menurun dan lansia merasa nyaman. Behubung lansia yang menjadi sampel adalah
lansia yang tinggal di panti sosial peneliti menginformasikan kepada petugas panti
untuk senantiasa mengingatkan menginformasikan kepada lanjut usia tentang
pentingnya menahan kencingnya, sehingga mampu merangsang kemampuan kandung
kemih untuk menahan urine.
2. Peneliti melakukan infrom consent serta membina trust dengan lansia, setelah itu
peneliti menggali tingkat pengetahuan lansia atau pengasuh lansia tentang perubahan
berkemih yang dialami lansia, setelah itu peneliti memberikan edukasi, membuka pola
pikiran lansia mengenai pentingnya melakukan berbagai macam lansia dalam
mengontrol berkemih. Peneliti juga meningkatkan kemandirian lansia dalam
mengontrol rasa berkemih.
12
BAB VI
LESSON LEARNED
Tugas review jurnal ini memberikan banyak pengetahuan baru bagi penyusun.
Penyusun dapat mengidentifikasi dan memilih beberapa jurnal yang baik berdasarkan
penentuan jumlah sampel, teknik sampling, serta outcome apa yang menjadi kebutuhan
penyusun dalam menyelesaikan tugas EBP. Selain dalam memilih jurnal, penyusun pun
mengetahui bagaimana caranya untuk meriew jurnal yang baik dan benar, mengerti apa yang
dimaksud dengan lesson learned, serta pengetahuan baru dalam penyusunan latar belakang
yang sistematis.
Disamping mendapatkan pengetahuan baru mengenai cara penyusunan tugas EBP
yang baik dan benar, penyusun pun mendapatkan beberapa materi baru mengenai isi jurnal
yang sudah didapat. Penyusun mengetahui dampak-dampak buruk pada lansia dalam masalah
intenkontinensia, sehingga punyusun dapat intervensiterbaik yang dapat di terapkan pada
lansia dan latihan-latihan dasar untuk mengatasi inkontinensia pada lansia.
13
DAFTAR PUSTAKA
. World Health Organization. 2011. WHO Global Report on Falls Prevention in Older Ages.
Geneva : WHO Press.
14
LAMPIRAN TABEL PICO JURNAL
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
1. Metode Menurunkan Populasi : Quasi Melatih lansia Teori tidak Variabel : Ada pengaruh Kelemahan :
Pelvic Floor inkontinensia Lansia di Desa eksperiment wanita untuk dicantumkan Variabel metode Pelvic Floor kekurangan dari
Muscle urin pada Darungan senam kegel Bebas Muscle Training jurnal ini adalah
Training lansia Kecamatan Pare sebanyak 4 Metode dalam menurunkan peneliti tidak
Dalam Kabupaten Kediri kali Pelvic Floor inkontinensia mencantumkan
Menurunkan Muscle urin pada lansia di teori yang
Inkontinensia Sampel : Training desa Darungan berhubungan
Urin Pada 30 orang lansia Variabel kecamatan Pare dengan judul
Lansia di wanita di Desa terikat kabupaten Kediri penelitiannya,
Desa Darungan Menurunkan dengan P-value 0,000 peneliti,
Darungan kecamatan Pare Inkontinensia < α 0,05 terbukti referensinya ada
Kecamatan kabupaten Kediri Urin Pada sebelum di lakukan sangat kurang
Pare Lansia di Desa metode Pelvic Floor
Kabupaten Teknik Darungan Muscle Training. Kelebihan :
Kediri sampling: Kecamatan Sebagian besar lansia Jumlah sample nya
Uji Wilcoxon Pare dengan kondisi memenuhi standar
Penulis : Kabupaten inkontinensia sedang sehingga data yang
Didit Kediri setelah di lakukan diperoleh
Damayanti, intervensi dalam keabsahan
Linda Instrumen : kondisi inkontinensia validitasnya baik,
Ishariani 1. Instrument urine ringan desain penelitian
pretest ini sudah tepat
2. Instrumen menggunakan quasi
15
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
posttest eksperimen, dalam
jurnal, hasil
penelitian
ditampilkan dalam
bentuk tabel
sehingga perbedaan
antara karakteristik
yang satu dengan
yang lain dapat
dibedakan dan
teknik pengolahan
data ditampilkan
dengan jelas.
2. Efektivitas Mengetahui Populasi : Penelitian - Diberi Teori tidak Variabel Pada uji Chi Squre Kekuatan :
Bladder efektivitas Pasien lansia eksperimen- pengetahuan dicantumkan bebas : menunjukkan adanya Bahasa mudah
Training bladder terpasang kateter tal dengan lebih tentang Bladder perbedaan yang dipahami, data
Dalam training urine. desain post toilet training Training signifikan insidensi yang ditampilkan
Mencegah dalam test control - Membiasakan inkontinensia urine sesuai dengan
Terjadinya mencegah Sampel : group anak untuk Variabel Antara kelompok penelitian,
Inkontinesia terjadinya 60 orang pasien (randomiz- buang air kecil terikat : eksprimen dan
Urine Pada inkontinesia lansia terpasang ed control dan besar di Mencegah kelompok control Kekurangan:
Pasien Lanjut urine pada kateter yang trial). tempat yang terjadinya
Usia Yang pasien lanjut dirawat di RSUD sesuai (toilet) (p = 0,049), kejadian Tidak di
inkontinesia inkontinensia urine cantumkannya
Terpasang usia yang Dr. Abdul Azis - Tidak urine pada
Kateter Urine terpasang Singkawang dan memarahi lebih banyak terjadi variable dalam
pasien usia dibandingkan dengan penelitian dan teori
kateter urine RSUD anak jika
lanjut atau konsep yang
16
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Penulis : Pemangkat buang air kecil Instrument : kemlompok menjadi kerangka
Halina sembarangan Melakukan eksperimen. Hal ini pemikiran.
Rahayu, Teknik karena akan Bladder menunjukkan bahwa
Sarliana Sampling : membuat anak Training, bladder training
consecutive menjadi takut instrument ini dapat mencegah
sampling dengan dan emosional dilakukan kejadian
kriteria berusia - Tidak juga rutin pada
inkontinensia urine.
lebih dari 55 bersikap santai selang kateter
tahun, terpasang jika anak dan pedoman
indwelling kateter buang air observasi
minimal 5 hari besar dan kecil untuk
karena akan menentukan
jadi kebiasaan inkontinensia
anak untuk urine.
buang air
sembarangan
3. Efektifitas Mengukur Populasi: Quasi- Bladder Teori Guyton Variabel: Berdasarkan hasil uji Kelebihan:
Bladder tingkat 36 orang pasien eksperimen training pada (2006) Bladder beda dengan Mann design penelitian
Training efektivitas yang terpasang dengan pasien yang training, Whitneypada table yang dilakukan
Sejak Dini bladder kateter urin paska rancangan terpasang pelepasan diatas dapat dilihat sudah baik dan
dan Sebelum training sejak operasi di SMC post test kateter urin kateter urine, nilai p = 0.004, mudah dimengerti
Pelepasan dini dan RS Telogorejo only control paska operasi inkontinensia karena nilai p ≤ 0.05, oleh pembaca
Kateter Urin sebelum group di SMC RS. urine. maka terdapat
terhadap pelepasan Sampel: design Telogorejo. perbedaan yang Kekurangan:
Terjadinya kateter urin 30 orang Instrumen: - antara bladder intrumen tidak
Inkontinensia terhadap training sejak dini dicantumkan.
17
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Urine pada terjadinya Teknik dengan bladder
Pasien Paska inkontinensia sampling: training sebelum
Operasi di urine. analisis univariat pelepasan. Dapat
SMC RS dilihat juga pada
Telogorejo perbandingan nilai
rerata, pada nilai
Penulis : rerata bladder
Lucky training sejak dini
Angelia 10.93 dengan bladder
Shabrini, training sebelum
Ismonah, pelepasan 20.07
Syamsul Arif terbukti bahwa
latihan bladder
training sejak dini
lebih baik daripada
dengan bladder
training sebelum
pelepasan.
4. Effectiveness Memeriksa Populasi: Desain Latihan dasar Teori tidak Variabel - Efektivitas hasil Kekuatan:
of Pelvic efektivitas 1130 orang penelitian otot panggul dicantumkan bebas: intervensi latihan - Menggunakan
Floor Muscle intervensi Randomize oleh latihan dasar dasar otot panggul desain penelitian
Training for latihan otot Sampel : Control tenagayang otot panggul yang diberikan pada Randomize
Urinary dasar panggul 93 orang yang Trial terlatih dan lansia yang tinggal Control Trial
Incontinence dalam tinggal di rumah dibantu oleh Variable di rumah dan yang - Sampel yang
mencegah dan 185 tinggal di alat yang terikat : tidak tinggal di digunakan
Penulis: kekambuhan luar rumah baik dinamakan inkontinensia rumah banyak
18
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Sandra inkontinen- pria dan wanita elektromio- urin - Setelah pemberian - Intervensi yang
Engberg & sia urin pada yang berusia 60 grafi selama 6 intervensi latihan diberikan dalam
Susan M. lansia dan tahun keatas sesi. Instrument : otot dasar panggul waktu yang lama
Sereika memperta- dengan inkonti- kuesioner episode sehingga
hankan nensia urin inkontinensia urin perkembangan
perbaikan minimal selama 3 pada lansia yang tidak main-main
inkontinen- bulan tinggal di rumah
sia urin mengalami Kelemahan:
setelah ikut Teknik penurunan (median Terlalu banyak
latihan otot Sampling: 1,3 per hari ([IQR = singkatan, dimana
dasar panggul - 2,5; P <.001] [rata- tidak dijelaskan
ini. rata penurunan1,9 ± maksud dan
2,1]). Jumlah rata- keterangan
rata rongga harian singkatan itu apa.
menurun0,35 ([IQR
= 2,5; P = .001]
[berarti penurunan
1,3 ± 4,0]).
- Intervensi latihan
dasar otot panggu
efektif diberikanl
pada lansia yang
tidak tinggal di
rumah, dengan
penurunan rata-rata
inkontinensia urin
ada episode 1.0 per
19
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
hari (IQR = 1.2; P
<.001) dan rata-
ratapengurangan 1,1
± 1,3 episode per
hari.
5. Pengaruh Mengetahui Populasi: Quasi Delay Teori tidak Variable Rata-rata interval Kelebihan :
Latihan pengaruh 102 orang lansia eksperimen urination dicantumkan bebas: berkemih lansia Jenis penelitian
Kandung latihan yang ada di (menunda Interval sebelum latihan telah bagus,
Kemih kandung UPTD PSLU berkemih) dan berkemih kandung kemih hasilnya pun
(Bladder kemih Tresna Werdha scheduled adalah 2,3154 jam terdapat perbedaan
Training) (bladder Bakti Yuswa bathroom trips Variabel dengan SD = 0,82580 kemudian teknik
terhadap training) Provinsi yaitu terikat : sedangkan rata-rata melakukan latihan
Interval terhadap Lampung menjadwalkan Pengaruh interval berkemih pun tergambar
Berkemih interval berkemih. bladder lansia setelah latihan dengan jelas
Wanita berkemih Sampel: Latihan ini training kandung kemih yaitu
Lanjut Usia pada lansia pada 26 lansia bertujuan 2,4615 jam dengan Kelemahan :
(Lansia) yang penderita untuk Instrumen : SD = 0,83992. Hasil Teori yang
dengan mengalami inkontinensia mengembali- lembar uji statistic didapat digunakan masih
Inkontinensia inkontinensia urin. Teknik kan pola observasi nilai P-value 0,000. sangat sedikit,
Urin urin di UPTD pengambilan normal Hal ini berarti ada perbedaan yang
PSLU Tresna sampel dengan berkemih perbedaan rata-rata tejadi pun tidak
Werdha Bakti cara accidental interval berkemih terlalu bermakna
Yuswa sampling pada lansia sebelum
Provinsi dan setelah latihan
Lampung kandung kemih.
6. Pengaruh Mengetahui Populasi: Quasy Kedua Teori tidak Variabel: Terdapat perubahan Kelebihan:
20
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
latihan otot adakah Lansia berjumlah Eksperimen kelompok dicantumkan Latihan otot sikap ibu setelah design penelitian
dasar panggul pengaruh 51 orang di t dengan perlakuan panggul diberikan penyuluhan yang dilakukan
pada latihan otot Posyandu Lansia desain tersebut selama 12 sebesar 60%. sudah baik dan
perempuan dasar panggul wilayah Desa penelitian dilakukan minggu Dengan uji wilcoxon mudah dimengerti
lanjut usia pada Tohudan, one group latihan otot taraf keslahan 2,5% oleh pembaca
dengan perempuan Kecamatan pre test and dasar panggul Instrumen: dan tahap
gangguan lanjut usia Colomadu, post test selama 12 Kuisioner kepercayaan 97,5%. Kekurangan :
inkontinensia dengan Kabupaten with control minggu, Internarnation Harga z hitung lebih Jenis teori atau
urin gangguan Karanganyar sedangkan al besar dari harga z konsep yang
inkontinensia kelompok Consultation tabel yaitu -4,170. digunakan tidak
Penulis urin Sampel: kontrol tidak on dijelaskan secara
Marti 51 orang, masing- diberikan Incontinence rinci dalam jurnal
Rustanti, masing kelompok latihan otot Questionaire(I ini.
Saifudin perlakuan 27 dasar panggul. CIQ-short
Zuhri, Nur orang dan control form)
Basuki yaitu 24 orang
Teknik
sampling:
Purposive
Sampling
7. Pengaruh Mengetahui Populasi : Penelitian Latihan senam - Variabel : - Pelaksanaan latihan Kelebihan :
Latihan pengaruh lansia Quasi kegel - Frekuensi kegel pada lansia
Kegel latihan kegel Eksperimen berkemih yang tinggal di - Penelitian ini
Terhadap terhadap (non- sebelum Panti Sosial Tresna dilakukan pada 40
Sampel :
Inkontinensia inkontinensia 40 orang lansia randomized latihan kegel Werdha Meci Angi responden yang
berarti sudah
21
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
Urine Pada urine pada one-group - Frekuensi Bima mampu mencapai batas
Lansia di lansia Metode pretest berkemih dilaksanakan minimum dari
Panti Sosial penghuni sampling: posttest setelah dengan baik, yaitu sampel yang
Tresna Panti Jompo Purposive design.) latihan kegel sekitar 90% - Penelitian ini
Wherda Meci Tresna sampling - Frekuensi akurat dilakukan
Angi Bima Werdha Meci Instrumen : berkemih pada untuk mengurangi
Angi Bima Menanyakan mayoritas lansia tingkat
Penulis : lansung sebelum latihan inkontinensia urin
Dahlan D. A., kepada kegel yaitu pada lansia
Martiningsih responden ≤5x/hari (25 orang
/ 62,5%) dan 6-
10x/hari (13 orang) Kelemahan :
- Frekuensi - Tidak disebutkan
berkemih tersebut berapa jumlah
berubah setelah populasi
lansia mengikuti - Jenis teori atau
latihan kegel yaitu konsep yang
≤5x/hari (38 orang digunakan tidak
/ 90%) dan 6- dijelaskan secara
10x/hari (1 orang) rinci dalam jurnal
- Hasil uji statistik ini.
Wilcoxon Signed
Rank Test
diperoleh nilai z -
3,742 dan p-value
= 0,000 (p<0,05)
yang berarti ada
22
Teori/
Judul Populasi, Konsep yang Kekuatan dan
Tujuan Jenis Variabel &
No Artikel & Sampel & teknik Intervensi menjadi Hasil Kelemahan
Penelitian Penelitian Instrumen
Penulis sampling kerangka Penelitian
pemikiran
pengaruh latihan
kegel terhadap
penurunan
frekwensi
berkemih pada
lansia
- Penelitian ini
memperoleh hasil
nilai p = 0,000
(p<0,05), maka
disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan
yang sigifikan
antara pre dan post
intervensi latihan
kegel.
23
LAMPIRAN JURNAL
Abstrack : The process of aging is a biological process that is unavoidable and will be
experienced by everyone. The aging process will cause health problems. Problems that are often
found in the elderly is Urinary Incontinence. Urinary Incontinence is involuntary urination, or
leakage of urine that is very real and pose a social or hygienic problem. The purpose of this
study was to determine whether there is an effect of Kegel Exercises on the frequency of Urinary
Incontinence in the elderly in Puskesmas Tumpaan, South Minahasa. The study design used is
pre-experimental, using the design of one group pretest posttest. Population and samples used
in this study were 30 elderly who have urinary incontinence. Based on the statistical test by
using Wilcoxon Sign Rank Test, the obtained p-value = 0.000 (<α 0.05), this indicates that there
is impact of Kegel Exercises on the frequency of urinary incontinence in the elderly in
Puskesmas Tumpaan South Minahasa.
Abstrak : Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan
dialami oleh setiap orang. Proses penuaan akan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah yang
sering dijumpai pada lanjut usia adalah Inkontinensia urin. Inkontinensia urine adalah
pengeluaran urine involunter atau kebocoran urine yang sangat nyata dan menimbulkan masalah
social atau higienis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
senam Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urine pada lansia di Puskesmas Tumpaan,
Minahasa Selatan. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimental dengan
menggunakan rancangan one group pre test post test. Populasi dan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami inkontinensia urine sebanyak 30
orang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test
didapatkan p-value = 0,000 ( < α 0,05). Kesimpulan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh senam Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urine pada lanjut usia di
Puskesmas Tumpaan Minahasa Selatan.
24
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
dekubitus, dan gejala ruam. Selain itu,
PENDAHULUAN masalah psikososial seperti dijauhi orang lain
karena berbau pesing, minder, tidak percaya
Menurut data dari WHO, 200 juta diri, mudah marah juga sering terjadi dan hal
penduduk di dunia yang mengalami ini berakibat pada depresi dan isolasi sosial
inkontinensia urin. Menurut National Kidney (Stanley & Beare, 2006)
and Urologyc Disease Advisory Board di
Amerika Serikat, jumlah penderita METODE PENELITIAN
inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 Desain penelitian yang diguanakan
persen diantaranya perempuan.Jumlah ini adalah pra eksperimental, dengan
sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi menggunakan rancangan one group pre test
sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang post test. Penelitian dilakukan pada bulan
tidak dilaporkan (Maas et al, 2011). Oktober-November 2016 di Wilayah Kerja
Di Indonesia jumlah penderita Puskesmas Tumpaan Minahasa Selatan
Inkontinensia urin sangat signifikan. Pada dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang
tahun 2006 diperkirakan sekitar 5,8% dari lansia. Teknik pengumpulan data adalah
jumlah penduduk mengalami Inkontinensia dengan menggunakan instrument
urin, tetapi penanganannya masih sangat wawancara dan lembar observasi. Untuk
kurang. Hal ini di sebabkan karena mengetahui adanya perubahan frekuensi
masyarakat belum tahu tempat yang tepat inkontinensia urine pretest dan frekuensi
untuk berobat disertai kurangnya pemahaman inkontinensia urine posttest, maka
tenaga kesehatan tentang inkontinensia urin digunakan uji statistik, yaitu uji Wilcoxon
(Depkes, 2012). Sign Rank Test dengan α = 0.05.
Berbagai macam perubahan terjadi pada
lanjut usia, salah satunya pada sistem HASIL dan PEMBAHASAN
perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina Hasil Penelitian
dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan
disebabkan oleh penurunan hormon esterogen, Umur
sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine, otot–otot menjadi lemah, Umur n %
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau (Tahun)
menyebabkan frekuensi BAK meningkatdan 60-74 25 83.3
tidak dapat dikontrol (Nugroho, 2008). 75-90 5 16.7
Menurut Newman & Smith, 1992; Taylor
& Handerson, 1986, terdapat cara yang Total 30 100
digunakan untuk memperbaiki Sumber : Data Primer, 2016
ketidakmampuan berkemih yaitu dengan Tabel 1 menunjukkan bahwa
latihan otot dasar panggul (pelvic muscte distribusi responden berdasarkan umur
exercise) atau sering disebut dengan latihan ssebagian besar berumur 60-74 tahun
Kegel. Latihan dasar panggul melibatkan sebanyak 25 orang (83.3%).
kontraksi tulang otot pubokoksigeus, otot
yang membentuk struktur penyokong panggul
dan mengililingi pintu panggul pada vagina,
uretra, dan rectum (Maas et al, 2011).
Tingginya angka kejadian inkotinensia
urin menyebabkan perlunya penanganan yang
sesuai, karena jika tidak segera ditangani
inkontinensia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi kulit daerah kemaluan, gangguan tidur,
25
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber : Data Primer, 2016
Jenis Persalinan Tabel 4 menunjukkan bahwa
frekuensi inkontinensia urine tertinggi
Jenis n % adalah frekuensi inkontinensia jarang
Persalinan sebanyak 25 orang (83.3%) dan frekuensi
Normal 21 70.0 inkontinensia terendah sebanyak 5 orang
SC 9 30.0 (16.7%) pada frekuensi inkontinensia urine
sedang.
Total 30 100
Sumber : Data Primer, 2016 Tabel 5 Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test
Tabel 2 menunjukkan bahwa Frekuensi Inkontinensi Urine
distribusi responden berdasarkan jenis Sebelum dan Sesudah Dilakukan
persalinan sebagian besar adalah jenis Senam Kegel Pada Lanjut Usia
persalinan normal/spontan sebanyak 21
orang (70.0%). n Mean SD Zhitung PValue
26
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
bahwa lanjut usia yang mengalami oleh Syukur, (2010) bahwa persalinan
inkontinensia urine adalah mereka yang pervaginam lebih rentan akan terjadinya
berumur ≥ 60 tahun. Peningkatan usia inkontinensia urine karena dapat
merupakan salah satu faktor risiko menyebabkan perubahan neurologis didasar
melemahnya kekuatan otot dasar panggul, panggul, yang menyebabkan efek buruk
otot akan cenderung mengalami penurunan pada hantaran nervus pudenda, kekuatan
kekuatan berdasarkan pertambahan usia dan kontraksi vagina, dan tekanan penutupan
hal ini tidak dapat dihindari (MacLennan, uretra. Menurut National Institute of
2000). Diabetes and Digestive and Kidney
Menurut penelitian yang dilakukan Diseases (NIDDK) mengatakan bahwa
oleh Lubis (2009), hasil penelitiannya salah satu penyebab terjadinya
menjelaskan bahwa susunan tubuh inkontinensia urine pada wanita
termasuk otot mengalami penurunan hingga dikarenakan jenis persalinan
80% pada usia 50-60 tahun. Hal ini senada spontan/normal yang dilakukan/dialami
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri seorng wanita ketika melahirkan.
Wulandari (2012) Pengaruh Latihan Dalam hasil yang didapat dari 3 hari
Bladder Training terhadap penurunan sebelum diberikan intervensi yaitu,
inkontinensia pada lanjut usia ditemukan responden yang mengalami frekuensi
bahwa inkontinensia urine terjadi pada inkontinensia sering sebanyak 11 orang
responden yang memiliki usia ≥ 60 tahun. (36.7%), responden yang mengalami
Senada dengan Jurnal tentang Prevalence of frekuensi inkontinensia sedang sebanyak 16
Urinary Incontinence oleh Thomas Thelma, orang (53.3%), sedangkan responden yang
dkk (1980), bahwa prevalensi penderita mengalami frekuensi inkontinensia jarang
inkontinensia urine meningkat pada usia > sebanyak 3 orang (10.0%).
60 Tahun. Menurut penelitian yang dilakukan
Hasil yang didapati dari pasien oleh Anggelita S, (2012) dengan judul
inkontinensia urine berdasarkan jenis “Latihan Kegel dengan Penurunan Gejala
persalinan adalah sebanyak 21 orang pasien Inkontinensia Urine pada Lansia” dengan
memiliki riwayat persalinan normal (70%) jumlah responden 13 orang didapati bahwa
dan 9 orang pasien yang memiliki riwayat responden terbanyak pada inkontinensia
persalinan sectio ceaserea (30%). Menurut sedang. Menurut penelitian yang dilakukan
Nugroho (2008), Inkontinensia urin pada oleh Rahajeng (2010), bahwa tanpa latihan
wanita dapat terjadi akibatmelemahnya otot otot dasar panggul atau senam Kegel tidak
dasar panggul yang dapat disebabkan akan ada perbaikan pada kekuatan otot
karena usialanjut, menopause, kehamilan, dasar panggul. Kelemahan otot-otot dasar
pasca melahirkan. Menurut penelitian yang panggul dapat menyebabkan gagalnya otot
dilakukan oleh Arsyad, dkk (2012) bahwa tersebut menjalankan fungsinya. Sehingga
wanita yang melahirkan pervaginam dengan hasil yang didapat pada kelompok control
BBL > 3000 gram akan mengalami dalam penelitiannya adalah tidak adanya
peingkatan risiko inkontinensia urine perubahan atau perbaikan terhadap
karena jenis persalinan seperti ini memiliki kekuatan otot dasar panggul yang
tendensi terjadinya peningkatan kerusakan menyebabkan terjadinya inkontinensia
saraf dasar panggul. urine.
Senada dengan Jurnal tentang Dari hasil yang didapat 3 hari
Hubungan Cara Persalinan dengan Kejadian sesudah diberikan intervensi adalah
Stress Urinary Incontinence Post Partum responden yang mengalami frekuensi
27
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
28
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
29
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
EFEKTIFITAS BLADDER TRAINING SEJAK DINI DAN SEBELUM PELEPASAN
KATETER URIN TERHADAP TERJADINYA INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN
PASKA OPERASI DI SMC RS TELOGOREJO
ABSTRAK
Pasien yang dilakukan kateter urine pada paska operasi dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih baik terjadi inkontinensia ataupun retensi urine. Tujuan bladder training adalah
untuk memperpanjang interval antara urinasi klien, menstabilkan kandung kemih dan
menghilangkan urgensi. Umumnya bladder training dilakukan dengan cara kateter diklem
selama dua jam dan dilepas setelah satu jam dan bladder training tersebut dilakukan sebelum
kateter urin dilepas. Penelitian ini mengukur tingkat efektivitas bladder training sejak dini
dan sebelum pelepasan kateter urin terhadap terjadinya inkontinensia urine. Penelitian ini
adalah penelitian quasi eksperimen dengan rancangan post test only control group design.
Sampel penelitian ini adalah pasien paska operasi yang terpasang kateter urine di SMC RS
Telogorejo sebanyak 30 responden. Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann Whitney pada
table diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka terdapat perbedaan yang
antara bladder training sejak dini dengan bladder training sebelum pelepasan. Dapat dilihat
juga pada perbandingan nilai rerata, pada nilai rerata bladder training sejak dini 10.93 dengan
bladder training sebelum pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan bladder training sejak dini
lebih baik daripada dengan bladder training sebelum pelepasan. Saran dalam penelitian ini
diharapkan agar rumah sakit dapat memasukkan tindakan bladder training kedalam Standar
Operasional Prosedur untuk mencegah terjadinya inkontinensia urine pada pasien paska
operasi.
ABSTRACT
The patients who were conducted urine catheter post surgery can experience trouble in
micturition. It occurs both urine incontinence and retention. The purpose of bladder training
is lengthened the interval between the clients’ interval and urinate, stabilize the bladder and
relieve urgency. In general, bladder training is conducted by clamming the catheter for two
hours and releasing it after an hour and bladder training will be done before urine catheter is
released. The research measures the effectiveness of early bladder training and before urine
catheter is released towards urine incontinence. This research is quasi experiment with design
research posttest only control group design. The research samples are post surgery patients
with urine catheter in SMC Telogorejo Hospital. They are 30 respondents. Based on the test
result it is different from Mann Whitney on the table above, we can see value p = 0.004,
because value p <0.05, so that there is a difference between early bladder training from
bladder training before relieving. It can be seen also the comparison the average value, on the
early bladder training average value 10.93 with bladder training before relieving proved that
practice in early bladder training is better than before relieving. Suggestion in this paper is
hospitals are expected to include the bladder training action into Standard Operational
Procedure to prevent urine incontinence on post surgery patients.
42
PENDAHULUAN
itu juga dapat mengakibatkan kandung kemih
Pembedahan atau operasi adalah semua akan kehilangan tonusnya. Otot detrusor tidak
tindakan pengobatan yang menggunakan cara dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
invasif dengan membuka atau menampilkan mengontrol pengeluaran urinnya, atau
bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan inkontinensia urine (Smelzter & Bare,2013,
pembedahan atau operasi dapat menimbulkan hlm.1390).
berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan
gejala yang sering adalah nyeri. Tindakan Pada tahun 2010Asia Pacific Continence
operasi menyebabkan terjadinya perubahan Advisory Board (APCAB) menyatakan
kontinuitas jaringan tubuh. Sehingga untuk prevalensi inkontinensia urine pada wanita
menjaga homeostasis, tubuh melakukan Asia sekitar 14,6%. Prevalensi inkontinensia
mekanisme yang bertujuan sebagai pemulihan urine bervariasi di setiap negara yang
pada jaringan tubuh yang mengalami disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi perbedaan definisi, populasi, sampel
reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri penelitian, dan metodologi penelitian. Di
dirasakan oleh pasien. Oleh karena itu, setiap Indonesia prevalensi angka kejadian
pembedahan diperlukan upaya untuk inkontinensia urine belum dapat terdeteksi
menghilangkan nyeri (Jong, 2010, hlm.314). secara pasti dikarenakan banyak orang yang
Anestesi dalam tindakan bedah banyak menganggap inkontinensia urine merupakan
macamnya salah satunya adalah anestesi spinal hal yang wajar. Meski tidak berbahaya, namun
dan anestesi umum. Menurut Potter & Perry gangguan ini sangat mengganggu dan
(2010, hlm.378) dampak dari prosedur bedah membuat malu, sehingga menimbulkan rasa
yang dilakukan anestesi mempengaruhi rendah diri atau depresi pada penderitanya.
pengeluaran urine dan kemih itu sendiri. Salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengatasi keadaan ini adalah dengan
Anestesi dapat mempengaruhi kesadaran pasien melakukan program latihan kandung kemih
termasuk tentang kebutuhan berkemih sehingga atau bladder training(Smelzter & Bare,2013,
berdampak pada pengeluaran urine, oleh karena hlm.1390).
itu selama prosedur pembedahan pasien
dilakukan kateterisasi urine (Potter & Perry, Bladder training adalah latihan kandung kemih
2010, hlm 378). Kateterisasi urine adalah yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot
pemasangan kateter melalui uretra ke kandung dan otot spingter kandung kemih agar bertujuan
kemih. Tindakan pemasangan kateter maksimal. Bladder training biasanya digunakan
dilakukan pada pasien dengan indikasi yaitu: untuk stress inkontinensia, desakan inkontinensia
untuk menentukan jumlah urin sisa dalam atau kombinasi keduanya atau yang disebut
kandung kemih setelah pasien buang air kecil, inkontinensia campuran. Pelatihan kandung
untuk memintas suatu obstruksi yang kemih yang mengharuskan klien menunda
menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan berkemih, melawan atau menghambat sensasi
drainase pascaoperatif pada kandung kemih, urgensi dan berkemih sesuai dengan waktu yang
daerah vagina atau prostat, atau menyediakan telah ditetapkan dan bukan sesuai dengan
cara-cara untuk memantau pengeluaran urin desakan untuk berkemih. Tujuan bladder
setiap jam pada pasien yang sakit berat training adalah untuk memperpanjang interval
(Smelzter & Bare,2013, hlm. 1388). antara urinasi klien, menstabilkan kandung
kemih dan menghilangkan urgensi (Suharyanto,
Tindakan pemasangan kateter dilakukan 2008, hlm.203).
membantu pasien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau pasien yang mengalami Umumnya bladder training dilakukan dengan
obstruksi pada saluran kemih. Namun tindakan cara kateter diklem selama dua jam dan dilepas
ini bisa menimbulkan masalah lain seperti setelah satu jam dan bladder training tersebut
infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya dilakukan sebelum kateter urin dilepas.
rangsangan berkemih. Menurunnya rangsangan Fenomena tersebut berakibat pasien yang
berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dilakukan katerter urine dapat mengalami
dalam waktu yang lama sehingga dapat kesulitan untuk berkemih baik terjadi
mengakibatkan kandung kemih tidak akan inkontinensia ataupun retensi urine, walaupun
terisi dan berkontraksi selain
2 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151
43
pada saat dilakukan bladder training pasien kateter urin paska operasi di SMC RS.
merasakan keinginnan untuk berkemih. Telogorejo sebanyak 36 orang.
Beberapa penelitian yang terkait dengan Sampel merupakan bagian populasi yang
bladder training adalah penelitian yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik
dilakukan oleh Betti (2009) dengan judul yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009,
"Efektifitas bladder training secara dini pada hlm.68). Sampel pada penelitian ini
pasien yang terpasang douwer kateter terhadap menggunakan sampel jenuh. Menurut Sarmanu
kejadian inkontinensia urine di ruang Umar (2009, dalam Nasir, 2011, hlm.228-229)
dan ruang Khotijah RS Roemani Semarang" dikatakan jenuh apabila jumlah sampelnya
diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan lebih dari setengah populasi. Penelitian ini
tidak ada pengaruh pelaksanaan bladder menggunakan cara observasi dan wawancara.
training secara dini pada pasien yang terpasang Peneliti ikut terlibat pada kelompok yang
dower kateter terhadap kejadian inkontinensia diobservasi dan berhubungan dengan subyek
urine . Sedangkan penelitian yang dilakukan secara khusus terhadap kegiatan yang
Wulan (2013) dengan judul "Pengaruh berhubungan dengan masalah penelitian.
pemberian bladder training sebelum pelepasan
dower kateter terhadap terjadinya Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat
inkontinensia urine pada pasien di IRNA C yaitu umur jenis kelamin, pekerjaan. Hasil
Sanglah Denpasar didapatkan nilai p 0,04 atau analisis berupa data numerik dimna
nilai p <0,05 dapat disimpulkan ada pengaruh berdistribusi tidak normal disajikan dalam
pemberian bladder training sebelum pelepasan bentuk median, nilai minimum dan nilai
dower kateter terhadap terjadinya maksimum. Selain itu data kategorik disajikan
inkontinensia pada pasien IRNA C Sanglah dalam bentuk distribusi frekuensi berupa
Denpasar”. jumlah (frekuensi) dan persentase (%) yang
terdiri dari jenis kelamin dan tingkat
Melihat perbedaan pada dua penelitian inkontinensi.
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat
efektifitas bladder training sejak dini dan Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan
sebelum pelepasan kateter urin terhadap untuk melihat perbedaan antara bladder
terjadinya inkontinensia urine pada pasien training terhadap inkontinensia pada kelompok
paska operasi di SMC RS Telogorejo. kontrol dan perlakuan. Sebelum dilakukan uji
statistik pada variabel bebas dan variabel
METODE PENELITIAN terikat dilakukan uji kenormalan data dengan
Penelitian ini adalah penelitian quasi menggunakan uji Shapiro-Wilkkarena jumlah
eksperimen dengan rancangan post test only responden sebanya 30 orang, dan didapatkan p
control group design yaitu satu kelompok value = 0.000, karena p value< 0.05 maka
adalah kelompok perlakuan sedangkan menunjukkan data berdistribusi tidak normal.
kelompok lain adalah kelompok kontrol Setelah dilakukan transformasi data didapatkan
sebagai pembanding. Peneliti melakukan p value = 0.000 karena p value < 0.05 maka
penilaian dengan cara membandingkan data data berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu
post test antara kelompok perlakuan dan dilakukan uji Mann Whitney perbedaan antara
kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan bladder training sejak dini dan bladder
dilakukan bladder training sejak dipasang training sebelum pelepasan. Berdasarkan hasil
kateter sampai dengan dilepas kateter. Pada uji beda dengan Mann Whitney pada table
kelompok kontrol dilakukan bladder training diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai
sebelum pelepasan. p ≤ 0.05, maka terdapat perbedaan yang antara
bladder training sejak dini dengan bladder
Populasi adalah wilayah generalisasi yang training sebelum pelepasan, maka Ha diterima
terdiri atas responden yang mempunyai dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat
kuantitas dan karakteristik tertentu yang disimpilkan bahwa bladder training sejak dini
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan lebih efektif untuk mencegah inkontinensia
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, pada pasien yang terpasang kateter urin paska
2004, dalam Hidayat, 2009, hlm.68). Populasi operasi di SMC RS Telogorejo.
penelitian ini adalah pasien yang terpasang
Efektifitas Bladder Training Sejak Dini Dan Sebelum Pelepasan ....... (Lucky Angelina Shabrini) 3
44
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Respon F (%)
Bladder training
Pada analisis univariat disajikan frekuensi sejak
responden berdasarkan: dipasang
A. ANALISA UNIVARIAT kateter
1. Jenis kelamin
1. Spontan 1 46.7
Responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 1
2. Saat 1 3.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis batuk,tertaw
kelamindi SMC RS Telogorejo Semarang a,bersin
(n = 30) 3. Inkontinensi 0 0
a, spontan
Jenis Kelamin F (%) Bladder training
sebelum
1. Laki- Laki 18 60 pelepasan
kateter
2. Perempuan 12 40 1. Spontan 5 16.6
Total 30 100.0 2.Saat,batuk,terta 8 26.6
wa,bersin
3. Inkontinensia 2 6.67
spontan
Berdasar tabel diketahui bahwa sebagian besar
respondenberjenis kelamin laki-laki yaitu 18
orang (60%). Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui
bahwa paling banyak responden memiliki
2. Usia responden respon spontan saat berkemih.
Tabel 2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan 1. ANALISA BIVARIAT
usia diSMC RS Telogorejo Semarang Berdasarkan hasil uji normalitas
(n = 30) menunjukan bahwa kedua data
berdistribusi tidak normal dibuktikan
Dewasa F P (%) dengan hasilp value = 0.000, karenap
awal 7 23.3
value < 0.05. Setelah dilakukan
menengah 11 36.7 transformasi data didapatkan p value =
akhir 12 40.0
0.000 karena p value < 0.05 maka data
Total 30 100.0 berdistribusi tidak normal. Oleh karena
itu dilakukan uji Mann Whitney
Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa perbedaan antara bladder training sejak
paling banyak dalam kategori usia dini dan bladder training sebelum
dewasa akhir yaitu 12 (40.0 %). pelepasan.
4 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151
45
Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann
Whitneypada table diatas dapat dilihat 2. Usia
nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka
terdapat perbedaan yang antara bladder Hasil penelitian berdasarkan usia
training sejak dini dengan bladder responden didominasi oleh usia dewasa
training sebelum pelepasan. Dapat dilihat akhir sebanyak 12 responden (40%). Hasil
juga pada perbandingan nilai rerata, pada penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai rerata bladder training sejak dini responden rentan terhadap kejadian
10.93 dengan bladder training sebelum inkontinensia. Hasil penelitian ini juga
pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan sesuai dengan konsep semakin tua usia
bladder training sejak dini lebih baik maka semakin menurun respon
daripada dengan bladder training sebelum berkemihnya, sesuai dengan konsep yang
pelepasan. ada dimana semakin tua seseorang,
semakin menurun fungsi dan struktur
PEMBAHASAN tubuhnya. Setelah usia lebih dari 50 tahun
fungsi dan ukuran ginjal menurun
** Jenis kelamin semakin tua seseorang semakin menurun
Hasil penelitan didapatkan responden fungsi dan struktur sistem tubuhnya (Perry
dengan jenis kelamin laki laki 18 & Potter, 2010, hlm 1682).
responden (60%) dan 12 responden
(40%). Hasil penelitian ini menunjukkan Hasil penelitian ini didukung pada
bahwa bladder training memberikan penelitian yang dilakukan oleh Bayhakki
dampak yang berbeda pada jenis kelamin (2008) yang meneliti tentang bladder
laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin training pada pasien paska bedah ortopedi
merupakan salah satu faktor yang pada usia dewasa awal yang terpasang
mempengaruhi kemampuan berkemih hal kateter urine pada penelitian tersebut
tersebut terjadi karena adanya perbedaan didapatkan hasil bahwa umur berpengaruh
struktur anatomi sistem perkemihan antara pada waktu berkemih.
laki-laki dan perempuan pada struktural
otot destrusor kandung kemih (Nursalam, 3. Respon Berkemih
2006, hlm.148). Hasil penelitian berdasarkan respon
berkemih pada kelompok perlakuan
Adanya perbedaan struktural serabut / otot sebanyak 14 responden yang berkemih
destrusor kandung kemih antara laki laki secara spontan, sedangkan kelompok
dan perempuan, dimana struktur otot kontrol terdapat 5 responden yang mampu
destrusor dan spingter tersusun oleh berkemih spontan. Hasil penelitian ini
sebagian otot polos kandung kemih menunjukkan pengaruh bladder training
sehingga bila berkontraksi akan dapat meningkatkan kontrol pada
menyebabkan pengosongan kandung dorongan atau rangsangan dalam
kemih. Spingter uretra pada laki laki berkemih. Pada saat terpasang kateter urin
terletak pada bagian distal prostat kandung kemih tidak dirangsang untuk
sehingga pada laki laki lebih lama merasakan sensasi berkemih, sehingga
merasakan rangsangan berkemih tonus otot dan spingter menjadi melemah
dibandingkan perempuan (Nursalam, (Suharyanto, 2009, hlm.103).
2006, hlm.148).
Selain itusesuai dengan konsep dari
Hasil penelitian ini didukung oleh Suharyanto (2009, hlm.103) juga
penelitian yang dilakukan oleh Jaswadi menyatakan bahwa pelaksanaan bladder
(2008) tentang efektifitas terapi training yang bertujuan untuk
behavioral terhadap inkontinensia urine mengembalikan tonus otot kandung kemih
pada usila di PSTW Budi Luhur dan melatih kandung kemih untuk
Yogyakarta, pada penelitian tersebut mengeluarkan urin secara periodik,
menunjukkan bahwa jenis kelamin berdampak positif, sehingga pada pasien
berpengaruh dengan keluhan berkemih. yang terpasang kateter urin agar mampu
berkemih secara spontan perlu dilakukan
bladder training.
Efektifitas Bladder Training Sejak Dini Dan Sebelum Pelepasan ....... (Lucky Angelina Shabrini) 5
46
Hasil penelitian ini didukung oleh Bladder training merupakan upaya yang
penelitian Wulan (2013) dengan efektif untuk mengembalikan kemampuan
menunjukkan adanya pengaruh bladder sfingter uretra pada individu yang
training yang dilakukan pada pasien yang terpasang kateter. Menurut Guyton (2006)
terpasang kateter urin. eliminasi urin membutuhkan tonus otot
kandung kemih, otot abdomen,dan pelvis
Analisis bivariat untuk berkontraksi. Pada saat awal
Pada uji statistik antara bladder training bladder training terjadi kontraksi otot-
dengan kemampuan berkemih pada otot perineum dan sfingter eksterna dapat
kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan secara volunter sehingga
didapatkan nilai p = 0.004 (nilai p ≤ 0.05) mampu mencegah urin mengalir melewati
dari hasil penelitin dapat disimpulkan ada uretra atau menghentikan aliran urin saat
perbedaan signifikan antara kemampuan sedang berkemih. Urin yang memasuki
berkemih responden pada kelompok kandung kemih tidak begitu
perlakuan dan kontrol. meningkatkan tekanan intravesika sampai
terisi penuh. Pada kandung kemih
Latihan kandung kemih adalah salah satu ketegangan akan meningkat dengan
cara untuk mengatasi masalah yang meningkatnya isi organ tersebut, tetapi
berkaitan dengan urinasi. Bladder training jari-jaripun bertambah, oleh karena itu
adalah salah satu upaya untuk peningkatan tekanan hanya akan sedikit
mengembalikan fungsi kandung kemih saja, sampai organ tersebut relatif
yang mengalami gangguan ke fungsi yang penuh.Jika sudah tiba saat ingin
optimal sesuai dengan kondisi. Tujuan berkemih, pusat cortical dapat
dari bladder training adalah untuk merangsang pusat berkemih sacral untuk
meningkatkan jumlahwaktu pengosongan membantu mencetuskan refleks berkemih
kandung kemih, secara nyaman tanpa dan dalam waktu yang bersamaan
adanya urgensi,atau inkontinensia atau menghambat sfingter eksternus kandung
kebocoran. Bladder training dapat kemih sehingga peristiwa berkemih dapat
digunakan untuk salah satu terapi terjadi. Selama proses berkemih otot-otot
inkontinensia dan untuk melatih kembali perinium dan sfingter uretra eksterna
tonuskandung kemih setelah pemasangan relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan
kateter dalam jangka waktu lamadalam urin akan mengalir melalui uretra.
mencegah inkontinensia. Keduanya
menggunakan penjadwalan berkemih Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
secara teratur. Ketika mempersiapkan pelaksanaan bladder training yang
pelepasan kateter yang sudah dilakukan setiap hari diharapkan dapat
terpasangdalam waktu lama, latihan meningkatkan tonus otot kandung kemih
kandung kemih atau bladder training daripada yang dilakukan sebelum
harus dimulai dahulu untuk pelepasan. Pemasangan kateter urine
mengembangkan tonus kandung kemih. menetap tidak fisiologis dimana kandung
Ketikakateter terpasang, kandung kemih kemih selalu kosong akibatnya kandung
tidakakan terisi dan berkontraksi, kemih kehilangan potensi sensasi
padaakhirnya kandung kemih akan berkemih dan penurunan tonus otot
kehilangan tonusnya (atonia) atau kandung kemih. Dan untuk merangsang
kekuatandan kapasitas kandung kemih otot destrusor kandung kemih saat
menurun. Apabila atonia terjadi dan terpasang kateter urin perlu dilakukan
kateter dilepas, otot destrusor mungkin bladder training.
tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak
dapat mengeluarkan urinnya, sehingga Hasil penelitian ini didukung oleh
terjadi inkontinensia. Untuk itu perlu penelitian yang dilakukan Maruti (2005)
dilakukan bladder training sebelum dengan hasil penelitian menunjukkan
melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare, bahwa bladder training yang dilakukan
2013, hlm.1390). setiap hari lebih efektif daripada sebelum
pelepasan kateter.
6 J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. II, No. 3, Desember 2015 : 144 - 151
47
SARAN Gruenderman, J.B., & Fernsebrer, B. (2006).
Buku Ajar Perawatan Perioperatif.
1. Bagi ilmu keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC
Sebagai tambahan referensi dalam
mengembangkan teknik bladder training Hidayat, Alimul Aziz. (2008). Riset
pada pasien dengan pemasangan kateter. Keperawatan & Teknik Penulisan
2. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
sebagai informasi dan bisa menjadi salah
satu pendorong bagi perawat untuk . (2011). Metode Penelitian
melakukan bladder training untuk Kebidanan & Teknik
meminimalkan terjadinya inkontinensia Analisa Data. Jakarta: Salemba
pada pasien yang terpasang kateter. Medika
Khususnya dalam pembuatan Standart
Operasional Prosedur (SOP) bladder Jong, W.D., & Syamsuhidajat, R. (1997). Buku
training sehingga kualitas pelayanan yang Ajar Ilmu Bedah IA. Jakarta : EGC
diberikan diharapkan dapat lebih
meningkat. Krisnawati, Beti. (2009). Efektifitas bladder
3. Bagi Peneliti selanjutnya training secara dini pada pasien yang
Pada penelitian yang akan datang lebih terpasang douwer kateter terhadap
ditingkatkan jumlah sampel pada seluruh kejadian inkontinensia urine di ruang
pasien yang menggunakan kateter urin. Umar dan ruang Khotijah RS Roemani
Semarang
DAFTAR PUSTAKA http://Keperawatan.undip.ac.id/
diperoleh tanggal 10 Agustus 2014
Aryani, R. (2009). Prosedur Klinik
Keperawatan Pada Mata Ajar Martuti, Y. (2005). Perbedaan kejadian
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: TIM inkontinensia urin pada klien
menggunakan kateter menetap antara
Baradero, M. (2008). Klien Gangguan Ginjal. yang dilakukan bladder training setiap
Jakarta : EGC hari dengan bladder training sehari
sebelum kateter dilepas. Semarang
Bayhakki. (2008). Bladder Training Modifikasi diperoleh tanggal 10 Mei 2015
Cara Kozier Pada Pasien Paska Bedah
Ortopedi. Jurnal Keperawatan Indonesia Nasir, Abd et. al. (2011). Metodologi
diperoleh tanggal 10 Mei 2015 Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Dahlan, M.S. (2014). Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 6. Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada
Jakarta : Epidemiologi Indonesia Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jilid 1. Jakarta: Salemba
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Medika
Keperawatan. Jakarta : TIM
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental
Elveen, et al. (2010). Factorspredicting for Keperawatan. Jakarta : EGC
Urinary incontinence after prostate
brachytherapy. Saryono & Setiawan, Ari. (2010). Metodologi
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1,
1527572 diperoleh tanggal 2 November S2. Yogyakarta: Nuha Medika
2014
Smeltzer, S.C., &Bare, B.B. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Volume
1. Jakarta : EGC
48
Continence Care
J Wound Ostomy Continence Nurs. 2016;43(3):291-300.
Published by Lippincott Williams & Wilkins
■ABSTRACT
PURPOSE: To compare the effectiveness of a biofeedback-taught pelvic fl oor muscle training (PFMT) intervention in
urinary incontinence (UI) and improving general health-related and UI-specifi c quality of life in homebound and
nonhomebound older adults. We also compared adherence rates to the prescribed PFM exercises and strategies (urge
and/or stress) in the 2 groups of subjects.
DESIGN: Secondary data analysis of initial 6-week PFMT intervention data from a randomized controlled trial designed
to examine the effi cacy of a relapse prevention intervention in sustaining improvements in UI following PFMT.
SUBJECTS AND SETTING: The sample comprised 93 homebound and 185 nonhomebound community-dwelling men
and women 60 years and older with urge, stress, or mixed UI at least twice a week for a minimum of 3 months.
METHODS: The intervention consisted of 6 weekly in-home visits during which biofeedback via transcutaneous
electromyographic patches was used to teach subjects pelvic fl oor muscle exercises and, as indicated, stress and/or urge
suppression strategies to prevent involuntary urine loss. Incontinence severity was measured by a 1-week bladder diary at
baseline and at the end of the 6-week intervention. Health-related quality of life was measured at baseline and postintervention
using the Medical Outcomes Study Short Form-36 (MOS SF-36) (general health-related quality of life), and the Modifi ed
Incontinence Impact Questionnaire (MIIQ). Self-reported adherence data were collected at each intervention visit.
RESULTS: At baseline, homebound subjects had signifi cantly more severe UI, more comorbid conditions, and higher levels of
functional impairment than nonhomebound subjects. Following the intervention, there was a signifi cant reduction in the number
of incontinent episodes in both homebound and nonhomebound subjects, with no signifi cant group differences (P = .25) in the
median percent reduction in UI (64.5% in homebound vs 70.4% in nonhomebound subjects). UI-specifi c quality of life (MIIQ
total scores) improved signifi cantly in both groups without any signifi cant between-group differences ( P = .83). There were no
signifi cant changes in health-related quality of life in either group. Pelvic fl oor muscle adherence rates were higher than
adherence rates to strategies in both groups, with no signifi cant group differences.
CONCLUSIONS: The biofeedback-guided PFMT intervention was equally effective in reducing UI and improving UI-
specifi c quality of life in homebound and nonhomebound community-dwelling older adults.
KEY WORDS: Adherence, Biofeedback, Homebound, Older adults, Pelvic fl oor muscle training, Quality of life, Self-effi
cacy, Urinary incontinence.
Copyright © 2016 by the Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™ JWOCN May/June 2016 291
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
49
292 JWOCN May/June 2016 www.jwocnonline.com
frail elders, Talley and colleagues13 identified only one indwelling catheter, (3) pelvic prolapse reaching the vaginal in-
previous randomized controlled trial (RCT) that compared troitus, (4) terminal illness/hospice care, (5) inability or unwill-
PFMT to usual care in homebound older adults. Subjects in ingness to toilet independently and had no caregiver to assist with
the treat-ment group had a significantly greater reduction in toileting, (6) a Folstein Mini-Mental State Examination (MMSE)
UI than those in the usual care control group (P < .001).13 No score less than 24, (7) inability or unwillingness to complete the
stud-ies comparing the effectiveness of PFMT in homebound bladder diary after 2 attempts, (8) possible grade 3 stress
and nonhomebound older adults were identified. incontinence (demonstrated by self-reported continu-ous leaking
and/or bladder diary documentation of frequent leaking [>8
We compared the effectiveness of a PFMT regimen in re-
accidents per day] occurring with minimal or no physical activity
ducing UI in homebound and nonhomebound older adults.
and not related to urgency), or (9) inability to hear telephone
The aims of the study were to (1) compare the effectiveness of conversation. To avoid enrolling individuals who have a medical
biofeedback-taught PFMT in reducing UI in homebound and problem requiring treatment prior to en-tering the protocol,
nonhomebound older adults, (2) compare the impact of the individuals with the following problems were referred to their
intervention on general HRQOL and UI-specific HRQOL in primary care provider for evaluation and treatment prior to
the 2 groups, and (3) compare self-reported adherence to the enrollment: (1) symptomatic urinary tract infection, (2) fecal
treatment regimen in the 2 groups. impaction, (3) glycosuria, (4) hematuria in the absence of
infection, and (5) enlarged prostate or prostate nodule. To be
METHODS eligible for the current study, subjects also had to have adequate
This study was a secondary analysis of baseline PFMT data baseline bladder diary data.
collected during an RCT designed to examine the efficacy of a A variety of strategies were employed to recruit subjects
relapse prevention intervention in sustaining improvements in including referrals from home health agencies, other health care
UI following PFMT. The parent study was a multiphase study providers, and social service agencies serving older adults;
in which consenting subjects who met the eligibility criteria newspaper, newsletter, and radio advertisements; flyers post-ed in
pharmacies, senior centers, senior apartment buildings, physician
and agreed to participate (1) completed a baseline ob-
offices, and supermarkets. All recruitment materials included a
servation period during which UI cost-related data were col-
toll-free telephone number for individuals poten-tially interested
lected, (2) completed a 6-week baseline PFMT intervention, in participating in the study. The purpose and procedures of the
and (3) were randomly assigned to 12 months of follow-up study were explained to all individuals who called the toll-free
without additional intervention (standard behavioral therapy) number. If individuals expressed interest in participating, verbal
or to a 19-week relapse prevention intervention followed by consent was obtained and telephone screening was conducted to
12 months of follow-up (no additional intervention), relapse determine initial eligibility (age, frequency, and duration of UI
behavioral therapy. and ability to hear telephone conversation). An in-home
assessment visit was scheduled for individuals who met initial
Sample eligibility criteria and were interested in participating in the
The sample comprised subjects who completed the 6-week study. During the baseline assessment visit, study procedures
baseline PFMT intervention in the parent study. When orig-inally were explained in detail and informed written consent was
funded, we proposed to recruit only homebound older adults obtained prior to in-home screening procedures. The parent study
through home health agencies using strategies used suc-cessfully was approved by the University of Pittsburgh institutional review
in our previous study in this target population.14 Ma-jor changes board.
in the provision of home health care services in our region,
however, made it impossible to recruit adequate num-bers of Study Procedures
homebound elders. With permission of the funding agency, we All data were collected in the subjects’ homes. At baseline, a
broadened the eligibility criteria to include non-homebound nurse practitioner performed a comprehensive continence
individuals. This greatly enhanced our ability to recruit subjects history using a questionnaire the research team used in mul-
and gave us an opportunity to compare the ef-ficacy of the tiple previous studies. She also performed a focused medical
intervention in homebound and nonhomebound older adults. The
history and physical examination (abdominal, neurological,
sample included homebound and nonhome-bound community-
rectal, and modified pelvic examination). The University of
dwelling older men and women with urge, stress, or mixed UI.
Individuals were classified as homebound if they met the criteria
Pittsburgh School of Nursing Center for Research in Chronic
established by the Health Care Financ-ing Agency for Disorders Co-Morbidity Questionnaire was used to measure
reimbursement of home health services under Medicare (ie, to self-reported comorbid conditions.15 If subjects reported that
qualify as homebound, subjects had to have a condition due to they had any of the more than 30 comorbid conditions que-
illness or injury that restricted their ability to leave home except ried, they were asked if the condition had been diagnosed by a
with the aid of supportive devices such as crutches, canes, health care provider and if it was currently being treated. Only
wheelchairs, or walkers; the use of special transportation; or the those conditions diagnosed by a health care provider were in-
assistance of another person or if leaving their home was cluded in the count of the number of comorbidities.
medically contraindicated). To be eligible, in-dividuals needed to Functional status was examined at baseline including ac-
(1) be 60 years or older, (2) be able to read and write English, (3) tivities of daily living (ADL), mobility, cognitive function, and
report incontinence at least twice a week for a period of at least 3 affective function. The Older Americans Research Study (OARS)
months, and (4) document at least 2 incontinent episodes in a 1- Physical and Instrumental Activities of Daily Liv-ing (ADL)
week baseline bladder diary. Indi-viduals were excluded if they scales were administered to assess self-reported need for
met any of the following criteria: assistance with physical and instrumental ADL. The OARS
(1) a postvoid residual urine volume more than 100 mL, (2) Physical and Instrumental ADL scores have a test-retest
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
50
JWOCN Volume 43 Number 3 Engberg and Sereika 293
0.61 for the Social subscale, and 0.83 for the Emotion
reliability of 0.71 to 0.8216 and an inter-rater reliability of 0.74 subscale.
as assessed using Kendall’s coefficient of concordance. 17 In
the current study, the Cronbach α was 0.86 for the Instru-
mental ADL scale and 0.77 for the Physical ADL scale. The Incontinence severity was measured by the bladder diary.
time required to walk or propel a wheelchair 15 feet to the Subjects completed a 1-week diary at baseline and at the end of
toilet and to undress and position for toileting and the need for the 6-week intervention. Wyman and colleagues27 examined the
assistance in toileting were assessed. The distance from the test-retest reliability of a 1-week bladder diary and found it
subject’s self-reported usual location was measured, and this reliable for evaluating frequency of voiding and inconti-nent
information along with the time required to traverse 15 feet episodes. Given the frailty of many study participants, the bladder
and prepare to toilet was used to compute the time it typically diary was designed to provide information about UI severity,
took for him/her to get to the toilet and prepare to urinate. voiding frequency, and types of urinary accidents while
minimizing complexity and subject burden. Based on previous
Interrater agreement rates of 100% within 3 seconds on the
research with frail homebound elders, we found that obtaining
time required to walk 15 feet and 92.3% on the total time
complete bladder diary data was challenging in this target
required to walk 15 feet, undress, and position to void have population and, despite participants being cognitively intact
been reported.18 Cognitive status was assessed using the Fol- (based on an MMSE ≥24), many potential subjects were excluded
stein MMSE. The MMSE has a test-retest reliability of 0.84 to because they were unable to provide adequate bladder diary data.
0.90, sensitivities of 0.81 to 0.87, and specificities of 0.80 to This experience informed the design of the bladder diary used in
0.82 in diagnosing dementia.19-22 The Geriatric Depression the current study. For each UI ep-isode and void, subjects were
Scale was administered to assess affective function. This is a instructed to place a check in the appropriate cell opposite the
well-accepted, general measure of depression in elderly pop- time period during which the accident or void occurred. For each
ulations.23 Yesavage and Brink23 reported internal consistency day, they were asked if they experienced any urine loss when
based on a Cronbach α of 0.94, a split-half reliability of 0.94, they coughed, sneezed, laughed, or during physical activity (eg,
and a test-retest reliability of 0.85 in a sample of older adults. changing position and walking) in the absence of an urge to
In the current sample, the internal consistency was 0.80. urinate; such episodes were identified as stress UI occurrences.
The Broome Pelvic Muscle Self-Efficacy Scale was ad- They were also asked if they experienced any urge UI episodes
ministered to measure subjects’ perceptions of Self-efficacy (urine loss after an urge to urinate or on the way to the toilet),
and Treatment Efficacy. Potential scores on both subscales nocturnal enuresis, UI episodes that occurred without any activity
ranged from 0 to 100, with higher scores indicating high-er or urge to uri-nate, or found themselves wet without being aware
perceived self-efficacy in performing PFM exercises and they were leaking urine.
strategies and higher perceptions that the intervention would An investigator-developed treatment visit questionnaire
reduce UI. In a sample of 31 community -dwelling African was used to collect data about adherence to the prescribed
American women aged 50 years and older with UI, the pelvic floor muscle regimen and urge and stress suppression
Cronbach α was 0.98 for the entire scale, 0.96 for the Self- strate-gies. During each visit, subjects were asked how many
efficacy subscale, and 0.98 for the Treatment Efficacy times they performed PFM exercises each day and how many
subscale, respectively.24 For the current sample (n = 230), exer-cises performed during each session. As appropriate,
estimates of internal consistency were 0.95, 0.94, and 0.96 for they were also asked if they performed the urge and/or stress
the Self-efficacy subscale, the Treatment Efficacy sub-scale, suppression strategies (1) always, (2) most of the time, (3)
and the total scale, respectively. occasionally, (4) rarely, or (5) never when indicated.
Subjects’ satisfaction with the treatment and perceptions about
General health-related and incontinence-specific HRQOL
changes in UI were measured using a patient satisfaction
data were assessed at baseline and postintervention. The Medi-
questionnaire previously used by our research team; it has also
cal Outcomes Study Short Form-36 (MOS SF-36) was used to
been used in other published studies.28 Subjects were asked
measure general HRQOL. Scores on the MOS SF-36 subscales
if they believed their UI was much better, better, about the
range from 0 to 100, with lower scores indicating worse gener-
al HRQOL. This widely used instrument has a median relative same, worse, or much worse; (2) if they were completely,
precision of 0.93.25 In the current sample, the estimates of in- somewhat, or not at all satisfied with their progress; and (3)
ternal consistency based on the Cronbach α ranged from 0.75 how much better or worse they thought their UI was (reported
(general health) to 0.94 (physical function). The Incontinence as a percent estimate) following the intervention.
Impact Questionnaire (IIQ), which asks subjects to
Intervention
rate the extent to which UI affects their physical activity, social All subjects received 6 weekly PFMT sessions conducted in their
interactions, travel, and emotional state,26 was modified for use homes by an RN who had been trained in implementa-tion of the
with homebound individuals and its reliability was evaluated PFMT protocol. Electromyography (EMG)-guided biofeedback
in a subsample of subjects enrolled in our previous study. 14 using transcutaneous electrodes was used to teach subjects to
Scores were transformed so that subscale scores ranged from 0 contract and relax their pelvic floor muscles. A por-table
to 100 and the total score (Modified Incontinence Impact biofeedback instrument provided immediate visual and auditory
Questionnaire [MIIQ]) ranged from 0 to 300, with higher feedback of PFM EMG activity. Surface electrodes were placed
scores representing worse UI-specific quality of life. The perirectally at 3- and 9-o’clock positions to detect PFM
Cronbach α for the MIIQ was 0.95 in a subsample of contractions and on the right lower quadrant of the ab-domen to
homebound subjects in our previous study examining the monitor abdominal muscle activity. Workman and colleagues29
efficacy of PFMT. For the current sample, estimates of compared contraction scores on perineal surface EMG and
internal consistency for the total score of the MIIQ were 0.88 vaginal pressure and reported a median correlation score of 0.87.
and 0.74 for the Travel subscale, 0.53 for the Physical subscale, They also examined the relationship between abdominal EMG
and intra-abdominal pressure and reported
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
51
294 JWOCN May/June 2016 www.jwocnonline.com
a median correlation score of 0.80.29 The goal of training was to time. The percentage of adherent visits (across the
teach subjects to voluntarily increase urethral closure pres-sure treatment visits completed) was calculated for both
via PFM contraction while minimizing abdominal mus-cle
contractions. The initial intensity and the frequency were PFM exercises and UI reduction strategies.
individualized based the subject’s baseline PFM strength. Both
the intensity and frequency the were increased gradually with the RESULTS
goal of doing 45 exercises per day in 3 sets of 15 exercises each Over one thousand (n = 1130) individuals were screened for
and contracting and relaxing the PFMs for 10 seconds with each eligibility during the initial telephone contact described earlier;
exercise. In addition to the PFM exercises, subjects with urge UI 404 (35.8%) did not meet the eligibility criteria and 235 (20.8%)
were taught urge suppression strategies. Rather than rushing to declined to participate. Four hundred nine-ty-one individuals who
the toilet when they had an urge to urinate, they were taught to met initial eligibility criteria consent-ed to participate in the study
pause, relax and contract their PFMs sev-eral times to reduce and completed at least part of the baseline assessment. During the
urgency and then to walk to the toilet at a normal pace. Subjects baseline assessment or observation period, 93 (18.9%) declined to
with stress UI were instructed to contract their PFMs prior to and participate and another 120 (24.4%) were found to be ineligible
during activities that increase intra-abdominal pressure, such as for partic-ipation. The most common reasons for ineligibility
coughing or changing posi-tion (stress strategies). For those with were (1) not being homebound prior to the change in eligibility
both urge and stress UI, urge and stress suppression strategies criteria (n = 117), (2) fewer than 2 incontinent episodes per week
were introduced one at a time to allow the subject to achieve (n = 103), (3) probable grade 3 stress incontinence (n = 53), and
mastery prior to intro-ducing the next strategy. The EMG (4) inability to provide adequate self-report bladder diary data (n
biofeedback was repeated up to 4 times as needed to teach these = 39). The ages of those who declined to participate in the study
strategies and to mon-itor progress. Subjects completed weekly at telephone or baseline screening were not signifi-cantly
daily bladder diaries during the intervention period. The diary different from the ages of those who agreed to partici-pate.
was reviewed during each visit, and appropriate adjustments were Significantly more homebound (n = 206, 57.1%) than
made in the treat-ment plan to maximize continence. Adherence nonhomebound (n = 153, 42.6%) individuals declined to
to the number of prescribed PFM exercises and urge and/or stress participate in the study (P < .001). The sample for this study
suppression strategies were assessed by self-report at each consisted of 278 men and women. Figure 1 summarizes enroll-
treatment visit. Subjects were asked how many times a day they ment and progression of subjects through the study protocol.
had performed their PFM exercises and how many exercises they Subjects were predominantly women (n = 229, 82.4%) and
did during each session. Adherence to the strategies was assessed white (n = 268, 96.4%), with a mean age of 76.4 ± 8.1 years
by asking subjects who were instructed to utilize the strategies if (mean ± standard deviation). Ninety-three subjects (33.5%)
they performed the strategy all of the time, most of the time, were homebound and 185 (66.5%) were nonhome-bound
occa-sionally, rarely, or never when appropriate. based on Health Care Financing Agency criteria. The
demographic and functional characteristics of the homebound
and nonhomebound subjects are summarized in Table 1.
Data Analysis There were no significant differences in race, gender, or re-
Study 360 (Almedtrac Inc, Pittsburgh, Pennsylvania) software tirement status. Homebound subjects were significantly older
was used for protocol management and the SPSS Windows, than nonhomebound participants (P < .001), reported sig-
version 22.0 (IBM Inc, Armonk, New York), software pro-gram nificantly fewer years of formal education (P = .005), were
was used for data analysis. Data were analyzed descrip-tively significantly more likely to live alone (P = .002), and were
using frequencies and percentages or means, medians, ranges, significantly less likely to report that their household income
and standard deviations based on the variable’s level of was sufficient to meet their basic needs ( P = .01). While co-
measurement and data distribution. The number of incon-tinence morbid health problems were common in both groups, the
episodes per day at baseline and postintervention was compared mean number of conditions was significantly higher in home-
to analyze the efficacy of the intervention. The per-cent reduction
bound than in nonhomebound subjects (P = .007). When we
in UI episodes from baseline to postinterven-tion was calculated
compared the prevalence of specific comorbid conditions that
using the following formula: [(UI episodes/daybaseline− UI
can directly or indirectly affect bladder function, homebound
episodes/daypostintervention)/UI episodes/daybaseline] × 100. Change subjects were 3 times more likely to have heart failure (P <
scores were calculated (postintervention score− baseline score) .001) and were significantly more likely to be taking a daily
for general health-related (MOS SF-36) and UI-specific (MIIQ)
diuretic than nonhomebound subjects (43.0% vs 29.2%, re-
HRQOL. An intention-to-treat approach was used in calculating
spectively, P = .02). They were also significantly more likely
the within- and between-group chang-es in the outcomes. If
subjects dropped out of the study, their last available data were
to have rheumatoid arthritis. While there was not a significant
used (brought forward) as their out-come data. The Wilcoxon difference in medically diagnosed depression in the 2 groups,
signed rank test was used to exam-ine within-group changes in over twice as many of the homebound subjects had significant
the outcome variables, and the Mann-Whitney U test was used to depressive symptomatology (29.0%) as measured by the Geri-
compare the outcome in homebound and nonhomebound subjects atric Depression Scale compared to nonhomebound subjects
as well as the ad-herence rates in the 2 groups. Subjects were (12.4%, P < .001). Other functional impairments were also
classified as adher-ent to the PFM exercise regimen if they significantly more common in homebound subjects compared
reported performing 80% of the prescribed exercises per day, and to those who were not homebound including impairments in
they were deemed adherent to stress and/or urge suppression ability to perform both physical (P < .001) and instrumental
strategies if they reported performing the indicated strategy all or (P < .001) ADL, need for assistance with ambulation (P <
most of the .001), and time needed to walk from their usual location to the
toilet (P < .001). A significantly higher percentage of the
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
52
JWOCN Volume 43 Number 3 Engberg and Sereika 295
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
53
296 JWOCN May/June 2016 www.jwocnonline.com
TABLE 1. TABLE 2.
Baseline Subject Characteristics Incontinence-Related Characteristics
Homebound Nonhomebound Homebound Nonhomebound
Characteristic (n = 93) (n = 185) P Value Characteristic (n = 93) (n = 185) P Value
Age, y, mean (SD) 80.4 (7.2) 74.3 (7.8) <.001 Duration of UI, y, mean (SD) 7.4 (9.5) 7.5 (9.1) .987
Female, n (%) 81 (87.1) 148 (80.0) .182 Type of UI based on baseline .015
bladder diary
White, n (%) 89 (95.7) 179 (96.8) .573
Urge only, n (%) 28 (30.4) 80 (44.2)
Not currently married/cohabitat- 75 (80.6) 98 (53.0) <.001
ing, n (%) Stress only, n (%) 4 (4.3) 16 (8.8)
Lives alone, n (%) 60 (64.5) 83 (44.9) .002 Mixed urge and stress 60 (65.2) 85 (47.0)
n (%)
Education, y, mean (SD) 12.6 (3.1) 13.7 (3.0) .005
Incontinent episodes per 3.7 (3.2) 2.1 (1.9) <.001
Fully retired, n (%) 88 (94.6) 162 (87.6) .090
day, mean (SD)
Household income meets basic 81 (87.1) 176 (95.7) .013
Voids per day, mean (SD) 8.8 (5.3) 8.1 (2.8) .242
needs, n (%)
Enuresis by history, n (%) 38 (40.9) 57 (30.8) .096
Paid or family caregiver, n (%) 57 (61.3) 29 (15.7) <.001
Wears incontinence pad, 72 (77.4) 131 (70.8) .241
Diagnosed comorbidities (history) n (%)
Number, mean (SD) 6.9 (3.2) 5.9 (2.7) .007 Previous treatment for UI, 54 (58.1) 124 (67.0) .142
Heart failure, n (%) 19 (20.4) 12 (6.5) <.001 n (%)
Diabetes, n (%) 18 (19.4) 29 (15.7) .440 Fecal incontinence, n (%) 15 (16.1) 27 (14.6) .726
Osteoarthritis, n (%) 70 (75.3) 141 (76.2) .862 Constipation, n (%) 43 (46.2) 50 (27.0) .002
Rheumatoid arthritis, n (%) 14 (18.2) 11 (7.4) .024 Abbreviations: SD, standard deviation; UI, urinary incontinence.
Depression, n (%) 20 (21.7) 28 (15.1) .181
Neuromuscular disorder, n (%) 8 (8.6) 10 (5.4) .312
(58.5% of homebound and 53.6% of nonhomebound) or
completely (35.6% of homebound and 44.6% of nonhome-
Significant depressive 27 (29.0) 23 (12.4) .001 bound) satisfied with their progress, with no significant group
2. symptoms, n
(%) Medications differences in the level of satisfaction (P = .11). Subjects were
Number of prescription, mean 5.1 (3.3) 4.2 (3.0) .020 also asked to estimate the percent change in their UI
(SD) (improve-ment or worsening) following the intervention.
Number of over-the-counter, 2.1 (1.9) 2.6 (2.0) .056 There were significant group differences in perceptions of
mean (SD) improvement, with the nonhomebound group reporting a
median 60% im-provement and homebound subjects reporting
Diuretic, n (%) 40 (43.0) 54 (29.2) .023
a median 50% improvement (P = .005).
Physical activities of daily 10.2 (1.6) 11.7 (0.8) <.001 At baseline, homebound subjects had significantly worse
living, mean (SD) HRQOL in all domains than nonhomebound subjects, with the
Instrumental activities of daily 9.2 (2.2) 13.1 (1.7) <.001 exception of the Mental Health subscale on the MOS SF-36
living, mean (SD) where there were no significant group differences.
Clock drawing score, 9.3 (1.2) 9.8 (0.8) <.001
3. mean (SD) TABLE 3.
Ambulation Adherence to Treatment Recommendations
Time from usual location to 60.4 (81.6) 29.2 (22.4) <.001 Homebound Nonhomebound
toilet in seconds, mean (SD) Percentage of Visits Adherent (n = 93) (n = 185) P Value
Requires human/mechanical 42 (45.2) 19 (10.3) <.001 PFME (performed ≥80% of .507
assistance, n (%) prescribed exercises per day)
Abbreviation: SD, standard deviation. Median percent (IQR) 100 (16.7) 100 (16.7)
Mean percent (SD) 90.6 (19.4) 87.1 (21.7)
homebound subjects versus 44 (23.8%) Stress strategies (performed .178
nonhomebound sub-jects achieved complete strategies all or most of time)
continence by the end of the interven-tion (P = .09). Median percent (IQR) 70.8 (72.9) 75.0 (50.0)
We also examined self-reported perceptions of improvement in
UI and satisfaction with the intervention (Table 4). Most subjects Mean percent (SD) 61.2 (34.5) 69.1 (31.7)
in both groups, 76 (89.4% of homebound individual) versus 156 Urge strategies (performed .788
(92.9%) of those who were not homebound, felt that their UI was strategies all or most of time)
better or much better. No significant dif-ferences in perceptions
Median percent (IQR) 60.0 (40.0) 60.0 (60.0)
of improvement were found between the 2 groups. Most subjects
in both groups were somewhat Mean percent (SD) 57.3 (30.5) 51.9 (35.9)
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
55
298 JWOCN May/June 2016 www.jwocnonline.com
TABLE 5.
Quality of Life: Within- and Between-Group Comparisons
Preintervention, Median, Postintervention, Median, P Value P Value
IQR (Mean, SD) IQR (Mean, SD) (Within Group)a (Between Groups)b
UI-specific quality of life: Modified Incontinence Impact Questionnaire transformed scores
Travel subscale .622
Nonhomebound 0.0, 16.7 (11.1, 21.3) 0.0, 0.0 (7.7, 18.6) .035
Homebound 16.7, 50.0 (24.7, 28.7) 0.0, 33.3(7.7, 18.6) .059
Social subscale .479
Nonhomebound 0.0, 5.6 (5.7, 10.3) 0.0, 0.0 (4.3, 10.8) .074
Homebound 5.6, 22.2 (13.5, 17.0) 11.1, 16.7(13.0, 16.3) .783
Physical subscale .182
Nonhomebound 0.0, 0.0 (4.9, 13.1) 0.0, 0.0(3.3, 9.4) .151
Homebound 0.0, 22.2 (14.8, 21.8) 0.0, 22.2 (11.4, 19.0) .066
Emotional subscale .519
Nonhomebound 12.5, 20.8 (18.3, 17.8) 8.3, 20.8 (13.8, 15.2) <.001
Homebound 20.8, 37.5 (27.0, 22.6) 16.7, 29.2(23.2, 22.5) .035
Total .895
Nonhomebound 25.0, 43.1 (39.9, 47.0) 15.3, 36.1(29.1, 38.9) <.001
Homebound 63.9, 105.6 (79.9, 70.6) 45.8, 86.1(66.0, 68.9) .035
General health-related quality of life (MOS SF-36)
Physical Functioning subscale .731
Nonhomebound 70.0, 55.0 (62.2, 31.8) 70.0, 55.0(62.1, 31.5) .734
Homebound 10.0, 20.0 (17.0, 18.6) 10.0, 15.0(16.2, 18.7) .677
Role Physical subscale .689
Nonhomebound 100.0, 50.0 (64.3, 39.0) 75.0, 75.0(66.6, 40.0) .290
Homebound 25.0, 75.0 (43.0, 38.9) 25.0, 75.0(42.2, 39.9) .875
Bodily Pain subscale .441
Nonhomebound 61.0, 32.0 (60.3, 24.4) 61.0, 43.0(60.9, 26.3) .842
Homebound 51.0, 41.0 (51.6, 26.9) 51.0, 40.0(54.0, 27.8) .480
General Health subscale .528
Nonhomebound 67.0, 32.0 (64.6, 21.5) 67.0, 30.0(65.2, 20.4) .460
Homebound 55.0, 27.0 (54.4, 20.0) 57.0, 26.0(54.5, 19.3) .909
Vitality subscale .080
Nonhomebound 50.0, 35.0 (51.0, 22.8) 50.0, 35.0(51.5, 22.2) .794
Homebound 40.0, 30.0 (43.6, 21.0) 40.0, 40.0(39.9, 21.7) .057
Social Functioning subscale .079
Nonhomebound 100.0, 25.0 (84.9, 22.5) 100.0, 25.0 (84.7, 24.2) .718
Homebound 75.0, 50.0 (70.3, 28.9) 87.5, 43.8(75.0, 27.1) .089
Role Emotional subscale .357
Nonhomebound 100.0, 0.0 (85.6, 31.6) 100.0, 0.0(87.0, 30.7) .602
Homebound 100.0, 66.7 (74.2, 40.0) 100.0, 66.7 (73.1, 40.9) .890
Mental Health subscale .170
Nonhomebound 84.0, 20.0 (79.4, 14.6) 84.0, 20.0(79.2, 16.1) .946
Homebound 76.0, 20.0 (76.5, 14.3) 84.0, 20.0(79.1, 15.2) .073
Physical Component score .861
Nonhomebound 42.2, 17.2 (40.8, 11.5) 40.6, 18.1(20.5, 11.6) .886
Homebound 28.3, 11.2 (28.1, 8.3) 28.6, 11.8 (27.9, 8.2) .697
Mental Health Component score .598
Nonhomebound 56.1, 9.8 (54.2, 8.2) 56.4, 9.5(54.4, 8.6) .459
Homebound 58.8, 13.5 (55.3, 10.2) 58.8, 13.6 (56.0, 9.8) .325
Abbreviations: IQR, interquartile range; MOS SF-36, Medical Outcomes Study Short Form-36; SD, standard deviation; UI, urinary incontinence.
aP values based on the results of the Wilcoxon signed rank test.
Copyright © 2016 Wound, Ostomy and Continence Nurses Society™. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.
56
JWOCN Volume 43 Number 3 tion intervention in homebound Engberg and adults.
older 299
Sereika While broad-
ening the eligibility criteria to include nonhomebound older
the current study. In contrast, adherence to stress adults allowed us to compare study outcomes in the 2 treat-
strategies in the current study (median = 70.8% of ment groups, the sample sizes were not equal and the study
visits) was higher than in the previous study (55%).14 was not powered to enable definitive comparisons between
The self-efficacy and treatment efficacy or PFMT were mea- these 2 groups. Consequently, it is possible that we were un-
sured at baseline, and both were significantly lower among derpowered to examine some of the outcomes in homebound
homebound subjects than those who were nonhomebound. Based versus nonhomebound groups. In addition, we were unable to
on the classification suggested by Broome24 (where scores >66 measure the sustained effect of the intervention. Data were
indicate high self-efficacy), both homebound and nonhomebound collected from a convenience sample, which limits generaliz-
subjects reported high PFM self-efficacy. In contrast, perceptions ability of the findings to individuals with characteristics simi-
of treatment efficacy were significantly lower than those of self- lar to those of our study. The bladder diary used in this study
efficacy. Although the reason for this difference is unclear, we was designed to maximize the likelihood of collecting data
observed that many of the subjects in our study reported from frail, homebound subjects. Although simplifying the
undergoing previous treatment for their UI, which remained dia-ry probably increased the number of homebound subjects
relatively severe at baseline assessment for our study. These able to complete the dairies and participate in the study, it
experiences may have reduced subject ex-pectations of
limited our ability to examine the impact of the intervention
effectiveness when undergoing PFMT. Research examining self-
to only the total number of UI episodes. We were unable to
efficacy related to PFMT is limited. Both the self-efficacy and
treatment efficacy scores of our subjects were considerably examine the differential impact on stress and urge accidents.
higher than those reported by 31 African American women As report-ed previously, the low Cronbach α for the Travel
evaluated by Broome and colleagues (mean self-efficacy = 42.4, and Social subscales of the MIIQ suggests that these may not
and mean treatment efficacy = 24.01). One likely explanation for have been reliable measures of UI-specific quality of life in
this difference is that Broome’s group evaluated the psychometric our sample.
properties of the instrument and did not include an intervention
for UI. ■CONCLUSIONS
At baseline, homebound subjects had significantly worse We evaluated a 6-week biofeedback-taught PFMT intervention
UI-specific quality of life than nonhomebound subjects, which and found it to be equally effective in reducing UI episodes and
may reflect the greater severity of their UI. Neverthe-less, improving UI-specific quality of life in homebound and
both groups indicated significant improvements in overall UI- nonhomebound subjects. Despite having significantly worse UI
specific quality of life (cumulative MIIQ scores) as well at baseline, significantly more comorbid conditions and worse
Emotional and Travel subscale scores. In contrast, we found functional status, the only outcome that was significantly
different among homebound versus nonhomebound subjects was
no significant changes in Physical or Social subscale scores in
self-reported perceptions of improvement in UI episodes. The
either group. In interpreting these findings, the poor inter-nal
findings of this study support the potential benefit of this
consistency of these 2 subscales needs to be kept in mind. intervention in frail elders where other treatment options may
While the Cronbach α was adequate for the total MIIQ (0.88) have limited applicability due to concerns about adverse effects.
and for the Emotional (0.83) and Travel (0.74) subscales, it
was poor for the Physical and Social subscales, suggesting ■ACKNOWLEDGMENT
that as revised, they may not have been reliable measures of Supported by NINR R01 NR04304.
these domains of UI-specific quality of life in our sample.
Although the MIIQ has not been used to measure UI-specific
quality of life in any other studies, our finding that the total ■REFERENCES
1. Gorina Y, Schappert S, Bercovitz A, Elgaddal N, Kramarow E. Preva-
MIIQ scores increased significantly in both homebound and lence of incontinence among older Americans. http://www.ncbi.nlm.nih.
non-homebound following PFMT is consistent with other gov/pubmed/24964267. Published 2014. Accessed January 5, 2015.
studies examining the impact of PFMT on IIQ scores. 37-39 2. Chiarelli PE, Mackenzie LA, Osmotherly PF. Urinary incontinence
is associated with an increase in falls: a systematic review. Aust J
While we found significant within-group improvements in UI- Phys-iother. 2008;55:89-95.
specific quality of life in both groups, the impact was not 3. Johansson C, Hellström L, Ekelund P, Milsom I. Urinary
significantly different. incontinence: a minor risk factor for hip fractures in elderly women.
Maturitas. 1996;25(1):21-28.
Homebound subjects had significantly worse 4. Tromp AM, Smit JH, Deeg DJ, Bouter LM, Lips P. Predictors for falls
general HRQOL measured by the MOS SF-36 and fractures in the Longitudinal Aging Study Amsterdam. J Bone
Miner Res. 1998;13(12):1932-1939.
subscales than non-homebound subjects at baseline. doi:10.1359/jbmr.1998.13.12.1932.
The only SF-36 score that was not significantly worse 5. Dugan E, Cohen S, Bland D, et al. The association of depressive
symptoms and urinary incontinence among older adults. J Am
in the homebound group was the Mental Health Geriatr Soc. 2000;48(4):413-416.
Component scores. The PFMT had no signifi-cant 6. Hung KJ, Awtrey CS, Tsai AC. Urinary incontinence, depression,
and economic outcomes in a cohort of women between the ages
effect on general HRQOL in either group, and there of 54 and 65 years. Obstet Gynecol. 2014;123(4):822-827.
were no significant group differences in any of the doi:10.1097/ AOG.0000000000000186.
7. Sims J, Browning C, Lundgren-Lindquist B, Kendig H. Urinary
change scores following the intervention. These inconti-nence in a community sample of older adults: prevalence
findings are consistent with other studies reporting and impact on quality of life. Disabil Rehabil.
2011;33(15/16):1389-1398. doi:1 0.3109/09638288.2010.532284.
that PFMT had no significant impact on general 8. Coyne KS, Wein A, Nicholson S, Kvasz M, Chen C-I, Milsom I.
HRQOL.40-42 Co-morbidities and personal burden of urgency urinary
■LIMITATIONS incontinence:
There are a number of limitations that should be considered
when interpreting the findings of this study. This was a sec-
ondary analysis of baseline PFMT intervention data collected
during an RCT that evaluated the efficacy of a relapse preven-
57
JWOCN May/June 2016 women with urge urinary incontinence. J Am Geriatr Soc.
2007;55(12):2010-2015. doi:10.1111/j.1532-5415.2007.01461.x.
34. Teunissen T, de Jonge A, van Weel R, Lagro-Janssen A. Treating
a systematic review. Int J Clin Pract. 2013;67(10):1015-1033. uri-nary incontinence in the elderly-conservative measures that
doi:10.1111/ijcp.12164. work: a systematic review. J Fam Pract. 2004;53(1):25-32.
9. Chang C-H, Gonzalez CM, Lau DT, Sier HC. Urinary inconti-nence 35. Chen S-Y, Tzeng Y-L. Path analysis for adherence to pelvic floor
and self-reported health among the U.S. Medicare man-aged care mus-cle exercise among women with urinary incontinence. J Nurs
beneficiaries. J Aging Health. 2008;20(4):405-419. Res. 2009;17(2):83-92. doi:10.1097/JNR.0b013e3181a53e7e.
doi:10.1177/0898264308315853. 36. Borello-France D, Burgio KL, Goode PS, et al. Adherence to be-
10. Ko Y, Lin S, Salmon J, Bron M. The impact of urinary incon-tinence havioral interventions for urge incontinence when combined with
on quality of life of the elderly. Am J Manag Care. 2005;11(suppl drug therapy: adherence rates, barriers, and predictors. Phys
4):S103-S111. Ther. 2010;90(10):1493-1505. doi:10.2522/ptj.20080387.
11. Hu T-W, Wagner TH, Bentkover JD, Leblanc K, Zhou SZ, Hunt T. 37. Kashanian M, Ali SS, Nazemi M, Bahasadri S. Evaluation of the
Costs of urinary incontinence and overactive bladder in the United effect of pelvic floor muscle training (PFMT or Kegel exercise) and
States: a comparative study. Urology. 2004;63(3):461-465. assisted pelvic floor muscle training (APFMT) by a resistance
doi:10.1016/j. urology.2003.10.037. device (Kegel-master device) on the urinary incontinence in
12. Choi H, Palmer MH, Park J. Meta-analysis of pelvic floor muscle women: a random-ized trial. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
train-ing. Nurs Res. 2007;56(4):226-234. 2011;159(1):218-223. doi:10.1016/j.ejogrb.2011.06.037.
13. Talley KMC, Wyman JF, Shamliyan TA. State of the science: con- 38. Fan HL, Chan SSC, Law TSM, Cheung RYK, Chung TKH. Pelvic
servative interventions for urinary incontinence in frail communi-ty- floor muscle training improves quality of life of women with urinary
dwelling older adults. Nurs Outlook. 2011;59(4):215-220, 220.e1. incontinence: a prospective study. Aust N Z J Obstet Gynaecol.
doi:10.1016/j.outlook.2011.05.010. 2013;53(3):298-304. doi:10.1111/ajo.12075.
14. McDowell B, Engberg S, Sereika S, et al. Effectiveness of 39. Mclean L, Varette K, Gentilcore-saulnier E, Harvey M, Baker K,
behavioral therapy to treat incontinence in homebound older Sau-erbrei E. Pelvic floor muscle training in women with stress
adults. J Am Geriatr Soc. 1999;47(3):309-318. urinary incontinence causes hypertrophy of the urethral sphincters
15. Bender C, Engberg S, Donovan H, et al. NIH Public Ac-cess. and re-duces bladder neck mobility during coughing. Neurourol
Oncol Nurs Forum. 2008;35(1):E1-E11. doi:10.1016/j. Urodyn. 2013;32(8):1096-1102.
drugalcdep.2008.02.002.A. 40. Burgio K, Kraus S, Meneffe S, et al. Behavioral therapy to enable
16. George L, Landerman R, Fillenbaum G. Developing Measures of women with urge incontinence to discontinue drug treatment. Ann
Func-tional Status and Service Utilization: Refining and Extending Intern Med. 2008;149:161-169.
the OARS Methodology. (Final Report of a Grant Funded by the 41. Sherburn M, Bird M, Carey M, Bø K, Galea MP. Incontinence im-
NRTA-AARP Andrus Foundation.) Durham, NC: Center for the proves in older women after intensive pelvic floor muscle train-ing :
Study of Aging and Human Development; 1982. an assessor-blinded randomized controlled Trial. 2011;30(3): 317-
17. Fillenbaum G, Smyer M. The development, validity, and reliability 324.
of the OARS multidimensional functional assessment 42. Nilssen SR, Mørkved S, Overgård M, Lydersen S, Angelsen A.
questionnaire. J Gerontol. 1981;36:428-434. Does physiotherapist-guided pelvic floor muscle training increase
18. Burgio K, Burgio L. Toileting skills and habits in clients of an adult the quality of life in patients after radical prostatectomy? A
day care center. J Gerontol Nurs. 1991;17(12):32-35. randomized clinical study. Scand J Urol Nephrol. 2012;46(6):397-
19. Folstein M, Folstein S, McHugh P. Mini-mental state: a practical 404. doi:10.3109/0036 5599.2012.694117
meth-od for grading the cognitive state of patients for the clinician.
J Psychi-atr Res. 1975;12:189-198.
20. Foreman D. Reliability and validity of mental status questionnaires
in elderly hospitalized patients. Nurs Res. 1987;36(4):216-219.
21. Anthony J, LeResche L, Niaz U, VonKorff M, Folstein M. Limits of the
“Mini-Mental State” as a screening test for dementia and delirium
among hospitalized patients. Psychol Med. 1982;12:397-408.
22. Kafonek S, Ettinger W, Roca R, Kittner S, Taylor N, German P. In-
struments for screening depression and dementia in a long term
care facility. J Am Geriatr Soc. 1989;37:29-34.
23. Yesavage J, Brink T. Development and validation of a Geriatric
De-pression Screening Scale: a preliminary report. J Psychiatr
Res. 1983;17:37-49.
24. Broome B. psychometric analysis of the Broome Pelvic Muscle
Self-Efficacy Scale in African-American women with incontinence.
Urol Nurs. 2001;21(4):290-297.
25. McHorney C, Ware J, Rodgers W, Raczek A, Rachel J. The validity
and relative precision of MOS Short- and Long-Form Health Status
Scales and Dartmouth COOP Charts: results from the Medical Out-
comes Study. Med Care. 1992;30(5):MS253-MS265.
26. Shumaker S, Wyman J, Uebersax J, McClish D, Fantl J. Health-
related quality of life measures for women with urinary
incontinence: the in-continence impact questionnaire and the
urogenital distress inventory. Qual Life Res. 1994;3:291-306.
www.jwocnonline.com
27. Wyman JF, Choi SC, Harkins S, Wilson M, Fantl J. The urinary
diary in evaluation of incontinent women: a test-retest analysis. J
Obstet Gynaecol (Lahore). 1988;37:730-734.
28. Burgio KL, Goode PS, Richter HE, Locher JL, Roth DL. Global ratings of
patient satisfaction and perceptions of improvement with treatment for
urinary incontinence: validation of three global patient ratings. Neu-
rourol Urodyn. 2006;25(5):411-417. doi:10.1002/nau.20243.
29. Workman D, Cassisi J, Dougherty M. Validation of surface EMG as
a measure of intravaginal and intra-abdominal activity: Implica-
tions for biofeedback-assisted Kegel exercises. Psychophysiology.
1993;30(1):120-125.
30. Burton J, Pearce K, Burgio KL, Engel B, Whitehead W. Behavioral
treatment for urinary incontinence in elderly ambulatory patients. J
Am Geriatr Soc. 1988;36(8):693-698.
31. Goode PS. Behavioral and drug therapy for urinary incontinence. Urol-
ogy. 2004;63(3)(suppl 1):58-64. doi:10.1016/j.urology.2003.10.032.
32. Subak LL, Quesenberry CP, Posner SF, Cattolica E, Soghikian K.
The effect of behavioral therapy on urinary incontinence: a
randomized controlled trial. 2002;100(1):72-78.
33. Tadic SD, Zdaniuk B, Griffiths D, Rosenberg L, Schäfer W, Resnick NM.
Effect of biofeedback on psychological burden and symptoms in older
58
Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN 1907 - 0357
PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN KANDUNG KEMIH (BLADDER
TRAINING) TERHADAP INTERVAL BERKEMIH WANITA
LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN INKONTINENSIA URIN
M. Reza Pamungkas*, Nurhayati **, Musiana**
Inkontinensia urin ialah kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap (Potter dan
Perry, 2006). Salah satu penatalaksananaan keperawatan klien dengan inkontinensia urin adalah
bladder training. Bladder Training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan sfingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kandung kemih (bladder training) terhadap interval
berkemih pada lansia yang mengalami inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna Werdha Bakti
Yuswa Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada 26 lansia penderita
inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil penelitian
didapat rata-rata interval berkemih lansia sebelum latihan kandung kemih adalah 2,3154 jam dengan
SD = 0,82580 sedangkan rata-rata interval berkemih lansia setelah latihan kandung kemih yaitu 2,4615
jam dengan SD = 0,83992. Hasil uji statistic didapat nilai P-value 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan
rata – rata interval berkemih pada lansia sebelum dan setelah latihan kandung kemih. Saran bagi
institusi agar dapat melanjutkan terapi komplementer ini dengan pengawasan intensif pengasuh wisma
sehingga lansia dapat memiliki kemampuan lebih lama dalam menahan urin
Kata Kunci: inkontinensia urine, latihan kandung kemih
59
Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono penderita inkontinensia urin sebelum dan
dikutip dalam Nursalam 2009). sesudah bladder training.
Perubahan yang tercatat pada Populasi penelitian adalah lansia
kandung kemih yang mengalami penuaan yang ada di UPTD PSLU Tresna Werdha
yaitu berkurangnya kapasitas kandung Bakti Yuswa Provinsi Lampung sebanyak
kemih, berkurangnya kemampuan kandung 102 Sampel pada penelitian ini adalah
kemih dan uretra, berkurangnya tekanan semua lansia wanita yang memenuhi
penutupan uretra maksimal, meningkatnya kriteria (inkontinensia urin, bersedia
voluma urin sisa pasca berkemih, dan menjadi responden, usia lebih dari atau
berubahnya ritme produksi urin di malam sama dengan 60 tahun, dapat melihat dan
hari. membaca angka dan tidak mengalami
Salah satu cara non farmakologis dimensia). Sampel diambil dengan teknik
untuk menangani inkontinensia urin pada non random sampling yaitu menggunakan
lansia adalah dengan latihan kandung accidental sampling diperoleh responden
kemih (Bladder Training). Bladder training sebanyak 26 lansia. Pengumpulan data
adalah latihan kandung kemih yang dilakukan pada tanggal 8-16 Juli 2013
bertujuan untuk mengembangkan tonus menggunakan lembar observasi. Teknik
otot dan spingter kandung kemih agar pengumpulan data dilakukan dengan
berfungsi optimal, terdapat 3 macam langkah-langkah sebagai berikut:
metode bladder training, yaitu kegel a. Pertama, peneliti membuat catatan
exercise, delay urination, dan scheduled harian selama 2 hari yaitu mencatat
bathroom trips. Kegel exercise adalah waktu berkemih lansia, baik saat
latihan pengencangan atau penguatan otot- berkemih di toilet atau tidak.
otot dasar panggul, delay urination adalah b. Lihat catatan harian lansia dan
menunda berkemih sedangkan scheduled temukan interval terpendek yang telah
bathroom trips yaitu menjadwalkan dicatat pada waktu-waktu tersebut.
berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009). c. Tambahkan 30 menit terhadap interval
Hasil studi pendahuluan yang tersebut. Sebagai contoh jika interval
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha berkemih terpendek adalah 20 menit
Provinsi Lampung data statistik mengenai kemudian tambah 30 menit sehingga
inkontinensia urin pada lansia belum menjadi 50 menit.
diketahui, namun dari hasil wawancara d. Untuk berikutnya jadwalkan lansia
dengan petugas panti diketahui banyak untuk berkemih setiap 50 menit,
lansia yang mengalami inkontinensia urin apabila harus berkemih segera dicoba
(beser), ditandai dengan bau pesing yang untuk menahan berkemih.
tercium dari kamar lansia dan kain lansia e. Setelah satu minggu bladder training,
yang basah karena terkena urin. Tujuan peneliti membuat catatan kembali
penelitian ini adalah diketahuinya waktu berkemih lansia.
pengaruh latihan kandung kemih (bladder Pengolahan data dilakukan dengan
training) terhadap interval berkemih lansia menggunakan bantuan komputer, dan
inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna dianalisis secara univariat untuk melihat
Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung interval berkemih lansia sebelum dan
Tahun 2013 sesudah bladder training, sedangkan untuk
melihat pengaruh bladder training
METODE terhadap interval berkemih lansia uji
statistik yang digunakan adalah uji T
Penelitian ini menggunakan dependen atau berpasangan. Dalam
rancangan desain pra eksperimen dengan penelitian ini digunakan tingkat
metode pengambilan data Pre and Post kemaknaan 0.05 dan CI 95 %, jika p value
Test One Group, yaitu desain penelitian 3. 0,05 maka Ha diterima, artinya bladder
yang dilakukan untuk mengetahui training berpengaruh terhadap interval
bagaimana interval berkemih lansia berkemih lansia inkontinensia urin.
[215]
60
Sebaliknya jika p value > 0,05 maka Ha 1 jam dan interval berkemih sesudah
ditolak, artinya bladder training tidak bladder training terpanjang adalah 3,50
berpengaruh terhadap interval berkemih jam.
lansia inkontinensia urin.
Tabel 3: Distribusi Selisih Rata-Rata
HASIL Interval Ber Kemih Pada Lansia
Inkontinensia Urine Sebelum Dan
Sesudah Bladder Training
Analisis Univariat
Mean SD Median Min-Mak
Karakteristik responden berdasarkan 0,148 0,150 0,108 0-0,40
usia didapatkan rata – rata responden
berusia 76 tahun dengan median 75 dan Dari tabel di atas rata-rata interval
standar deviasi 11,775. Usia minimum berkemih lansia inkontinensia urin
responden adalah 60 tahun dan maximum sebelum bladder training adalah 2,315 jam
adalah 110 tahun. Berdasarkan distribusi dan rata-rata interval berkemih lansia
frekuensi dapat dilihat bahwa mayoritas inkontinensia urin setelah bladder training
responden berada pada kelompok usia old adalah 2,461 jam, maka didapatkan selisih
yaitu sebanyak 17 responden (65,4%), rata-rata interval adalah 0,146 jam atau
berikutnya eldery sebanyak 7 responden setara dengan 8,76 menit dengan standar
(26,9%), very old sebanyak 2 responden deviasi 0,15 jam.
(7,7%).
Analisis Bivariat
Tabel 1: Distribusi Rata-Rata Interval
Berkemih Sebelum Bladder Tabel 4: Distribusi Analisis Uji T
Training Pada Lansia Dependen Interval Berkemih
Inkontinensia Urine Pada Lansia Inkontinensia Urine
Sebelum Dan Sesudah Bladder
Mean SD Median Min-Mak
Training
2,315 2,300 0,825 1-3,30
Interval
Dari tabel di atas rata-rata interval
berkemih lansia inkontinensia urine berkemih Mean n SD p Value
sebelum bladder training adalah 2,315 jam Sebelum 2.315 26 0.825 0.000
dengan median 0,825 jam standar deviasi Sesudah 2.461 26 0.839
2,3 jam. Interval berkemih terpendek
adalah 1 jam dan interval berkemih Hasil analisis statistik dengan
terpanjang 3,25 jam menggunakan uji T dependen diperoleh
nilai p value 0,000. Nilai p value ini lebih
Tabel 2: Distribusi Rata-Rata Interval kecil dari nilai (0,05) sehingga Ha
Berkemih Sesudah Bladder diterima, artinya bladder training
Training Pada Lansia berpengaruh terhadap interval berkemih
Inkontinensia Urine lansia inkontinensia urin.
61
25 menit dan rata-rata interval berkemih hingga 200 ml yang menyebabkan
adalah 2 jam 23 menit. frekuensi berkemih meningkat dimana
Pada penelitian ini responden yang interval berkemih yaitu 3- 4 jam. Pada
diambil adalah wanita, hal ini dikarenakan penelitian ini responden mengalami
kebanyakan inkontinensia urin terjadi pada inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan
lansia wanita. Beberapa faktor yang menahan urin dimana rata-rata responden
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin hanya mampu menahan urin selama sekitar
pada lansia wanita adalah penurunan 2 jam.
produksi estrogen yang disebabkan karena
atropi jaringan uretra dan efek melahirkan Interval berkemih sesudah bladder
yang mengakibatkan penurunan kekuatan training
otot-otot dasar panggul (Nety dan Sari,
2006). Pada penelitian ini responden Interval berkemih lansia
mengalami inkontinensia urin disebabkan inkontinensia urin setelah bladder training
karena faktor usia yaitu rata-rata responden didapatkan interval terpendek adalah 1 jam
berusia 75 tahun dimana secara alami telah dan interval yang terpanjang adalah 3 jam
terjadi atropi pada jaringan uretra namun a menit dan rata-rata interval berkemih
dalam penelitian ini tidak diketahui adalah 2 jam 46 menit. Terdapat kenaikan
bagaimana riwayat persalinan dari rata-rata interval berkemih lansia setelah
responden yang dapat berpengaruh pada dilakukan bladder training selama 7 hari.
kemampuan otot dasar panggulnya. Terdapat 3 macam metode bladder
Secara alami pengosongan kandung training yaitu kegel exercise, delay
kemih merupakan proses fisiologis yang urination, dan scheduled bathroom trips.
berlangsung di bawah kontrol dan Metode bladder training yang dilakukan
koordinasi sistem saraf pusat serta sistem pada penelitian ini adalah dengan delay
saraf tepi di daerah sakrum (Wolf dalam urination (menunda berkemih) dan
Nursalam,2009). Sensasi pertama ingin scheduled bathroom trips yaitu
berkemih biasanya timbul pada saat menjadwalkan berkemih. Latihan ini
volume kandung kemih mencapai 150-300 bertujuan untuk mengembalikan pola
ml. Kapasitas kandung kemih normal normal berkemih dengan menghambat atau
bervariasi antar 300-600 ml. Umumnya, menstimulasi pengeluaran air kemih
kandung kemih dapat menampung sekitar dimana terdapat tujuan yang lebih spesifik
500 ml tanpa terjadi kebocoran, bila proses dari bladder training yaitu
berkemih terjadi, otot-otot detrusor mengembangkan tonus otot kandung
kandung kemih berkontraksi diikuti kemih, melatih kandung kemih untuk
relaksasi dari sfingter dan uretra. (Darmojo mengeluarkan urin secara periodik serta
dalam Nursalam, 2009). membantu klien dengan inkontinensia urin
Frekuensi berkemih tergantung mendapatkan pola berkemih normal
dari jumlah urin yang dihasilkan. Lebih (Suharyanto dan Madjid, 2009).
banyak urin yang dihasilkan, lebih sering Responden dalam penelitian ini
berkemih, frekuensi berkemih secara diminta untuk menahan kemih selama 30
normal adalah setiap 6-8 jam. Perubahan menit dari interval terpendeknya dan
pada sistem perkemihan lansia terjadi pada berkemih sesuai jadwal yang dibuat.
ginjal, di mana ginjal mengalami Interval berkemih terpanjang yang dapat
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. dicapai oleh lansia sesudah bladder
Aliran ginjal menurun hingga 50%, fungsi training adalah 3,50 jam artinya lansia
tubulus berkurang mengakibatkan Blood sudah dapat mencapai interval berkemih
Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga yang sesuai dengan usianya yaitu 3-4 jam.
21%, berat jenis urin menurun, serta nilai Pada penelitian ini tidak dilakukan
ambang ginjal terhadap glukosa latihan kegel dikarenakan alasan privacy
meningkat. Pada kandung kemih, otot-otot dan kesulitan dalam melakukan observasi
melemah, sehingga kapasitasnya menurun untuk menilai apakah latihan kegel sudah
dilakukan dengan benar atau belum karena
[217]
62
latihan ini merupakan latihan Responden dalam penelitian ini diminta
mengkontraksikan otot- otot dasar panggul untuk menahan kemih selama 30 menit
yang melibatkan organ kelamin. dari interval terpendeknya dan berkemih
Meskipun latihan kegel dalam sesuai jadwal yang dibuat selama 7 hari.
penelitian ini tidak dilaksanakan namun Secara bertahap bila lansia sudah mampu
berdasarkan penelitian Angelita Intan mencapainya maka interval berkemih
Septiastri dan Cholina Trisa Siregar yang ditambahkan 30 menit lagi sehingga pada
berjudul “Latihan Kegel Dengan akhirnya lansia dengan inkontinensia urin
Penurunan Gejala Inkontinensia Urin Pada dapat menahan urinnya sampai dengan
Lansia” menunjukkan bahwa latihan kegel waktu yang normal untuk lansia yaitu
efektif terhadap penurunan gejala sekitar 3-4 jam. Untuk itu perlu adanya
inkontinensia urin pada lansia. kerjasama dengan pihak panti khususnya
pengasuh wisma agar dapat memotivasi
Pengaruh bladder training terhadap lansia dalam melakukan latihan ini.
interval berkemih
KESIMPULAN
Hasil penelitian didapatkan Selisih
atau perbedaan antara interval berkemih Berdasarkan hasil analisis data dan
pada lansia sebelum dan setelah bladder pembahasan dapat disimpulkan bahwa
training sebanyak 0,146 jam atau setara rRata-rata interval berkemih sebelum
dengan 8,76 menit. Penelitian ini sejalan latihan kandung kemih (bladder training)
dengan penelitian Nursalam tentang efek pada lansia dengan inkontinensia urin
latihan kegel terhadap pemenuhan adalah 2,32 jam dan rata-rata interval
kebutuhan gangguan eliminasi urin berkemih setelah latihan kandung kemih
menjelaskan bahwa latihan kegel dapat (bladder training) adalah 2,26 jam.
menurunkan gangguan pemenuhan Selanjutnya didapatkan rata-rata
kebutuhan eliminasi urin pada lansia, yang selisih interval berkemih pada lansia
dimana metode latihan kegel itu sendiri dengan inkontinensia urin sebelum dan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan setelah bladder training adalah 0,146 jam
tonus otot kandung kemih, meningkatkan atau setara dengan 8,76 menit dengan p-
aliran darah ke ginjal dan memperpanjang value = 0,000 yang artinya ada perbedaan
interval waktu berkemih sehingga lansia interval berkemih pada lansia sebelum dan
dapat menahan sensasi untuk berkemih sesudah bladder training selama 7 hari.
sebelum waktunya. Saran bagi UPTD PSLU Bhakti
Bladder training dengan delay Yuswa Provinsi Lampung institusi adalah
urination (menunda berkemih) dan agar dapat melanjutkan latihan bladder
scheduled bathroom trips sebagai salah training ini sebagai salah satu terapi
satu intervensi non farmakologis pada komplementer pada lansia dengan
lansia dalam penelitian ini terbukti dapat inkontinensia urin.
memperpanjang interval berkemih lansia
yaitu sebanyak 8,766 menit.
Dalam penelitian ini kerangka * Alumni pada Prodi Keperawatan
konsepnya dengan cara menjadwalkan Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
berkemih kemudian menahan kemih diluar Tanjungkarang
jadwal maka tonus otot detrusor ** Dosen pada Prodi keperawatan
mengembang diharapkan fungsi sfingter Tanjungkarang Poltekes Kemenkes
kembali normal dan berkemih di luar Tanjungkarang
jadwal menurun. (Maryam dan
Suharyanto, 2008).
Meskipun kenaikannya sangat sedikit
namun apabila latihan ini dilakukan secara
kontinu diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan lansia dalam menahan kemih.
63
DAFTAR PUSTAKA
64
PENGARUH LATIHAN OTOT DASAR PANGGUL PADA
PEREMPUAN LANJUT USIA DENGAN GANGGUAN
INKONTINENSIA URIN
Marti Rustanti, Saifudin Zuhri, Nur Basuki
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi
65
= Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82- 196
66
Dampak yang ditimbulkan antara lain lanjut
usia menjadi kurang percaya diri, kemudian
menutup diri yang akan semakin merasa
kesepian di hari tuanya. Dampak lain yang
ditimbulkan oleh inkontinensia urin ini
adalah resiko terjadinya infeksi saluran
kencing dan dermatitis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
67
Marti Rustanti, Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul
113
tujuan untuk mengetahui manfaat dasar panggul semakin baik
latihan otot dasar panggul dalam apabila hasil penilaian semakin
memperbaiki gangguan inkontinensia kecil atau 0.
urin pada perempuan lanjut usia.
Penelitian ini terdiri dari satu Analisis deskriptif untuk
kelompok perlakuan dan satu data umur dan tipe inkontinensia
urin yang diambil sebelum
kelompok kontrol. Kelompok dilakukan intervensi
perlakuan diberi perlakuan berupa
latihan otot dasar panggul setiap hari
selama 3 bulan (12 minggu) yang
setiap minggunya dilakukan secara
68
menggunakan ICIQ-short form. Hasil
awal. Analisis hasil pengukuran pengukuran tersebut
menggunakan Wilcoxon test dan Mann
Whitney test dengan menggunakan bantuan tersaji pada tabel.2 berikut ini.
software SPSS 15.
Tabel 2
Keadaan awal dan akhir Subyek
HASIL PENELITIAN
penelitian
Subjek penelitian adalah kelompok ICIQ- Pre Test Post Test
lansia yang tergabung dalam Posyandu
Lansia di wilayah Desa Tohudan, short
Kecamatan Colomadu, Kabupaten form
Karanganyar. Seluruh subyek berjumlah 51
orang. 27 orang masuk dalam kelompok Perlaku Kontr Perlaku Kontr
perlakuan dan 24 sisanya sebagai kelompok an ol an ol
kontrol. Karakteristik Subyek berdasarkan
usia dan tipe inkontinensia tersaji dalam
Tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik Subyek penelitian
Karakteristik Perlakuan Kontrol
Usia (th)
Maksimum 82 91
Minimum 55 56
Mean 65,93 70,46
Standar Dev 7,00 11.59
Tipe Inkontinensia
Stres 11 12
(40,7%) (50%)
Urgensi 9 (33.3%) 8
(33,3%)
Campuran 7 (25.9%) 4
(16,7%)
69
c. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82- 196
70
(35,29%)dan usia 70 tahunan
berjumlah 14 orang (27,45%), usia 80
ICIQ-short form 5,96 1,52 - 4,44 0,00
Uji beda hasil pengukuran awal dan usia 90 tahunan berjumlah 3 orang
dan akhir pada kelompok kontrol (0,58%) dari seluruh subyek yang
dengan menggunakan uji Wilcoxon di berjumlah 51 orang.
dapatan hasil p = 0,00 (p<0,05). Hal Tipe inkontinensia urin pada
ini menunjukkan adanya perbedaan subyek penelitian ini paling banyak
antara hasil ukur awal dan akhir, tipe stres sejumlah 23 orang (45,10%)
seperti terlihat pada tabel 4. diikuti dengan tipe urgensi sejumlah
Tabel 4 17 orang (33,33%) dan tipe campuran
Uji beda hasil pengukuran awal dan 11 orang (21,57%). Tipe inkontinensia
akhir pada kelompok kontrol yang paling umum dijumpai pada
Variabe Selisihlanjut
l Pengukuran pusia adalah tipe stres (3), sesuai
Pre Test Post Test Rerata
dengan subyek penelitian ini.
71
Marti Rustanti, Pengaruh Latihan Otot Dasar Panggul
115
dari 5,96 menurun menjadi 1,52.
Selain itu berdasarkan analisis statistik Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan uji beda menggunakan uji dengan penelitian (4) dimana intensitas
Wilcoxon didapatkan nilai p = 0,00. latihan yang semakin tinggi semakin
Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh latihan otot dasar panggul
mampu meningkatkan kontrol
dalam meningkatkan kemampuan otot
inkontinensia urin. Penelitian
dasar yang berpengaruh pada
membandingkan latihan otot dasar
peningkatan kontrol inkontinensia
panggul 1 minggu sekali dengan
urin.
latihan otot dasar pangggul seminggu
4 kali selama 6 bulan membuktikan
Pada kelompok kontrol, yang bahwa latihan otot dasar panggul
tidak diberikan perlakuan latihan otot dengan intensitas lebih tinggi dapat
dasar panggul juga mengalami meningkatkan kontrol inkontinensia
perubahan rerata nilai ICIQ-short form urin lebih baik dibandingkan intensitas
dari nilai 6,33 meningkat menjadi rendah. Penelitian ini memberikan
7,08. Secara statistik perubahan ini latihan otot dasar panggul setiap hari
cukup bermakna yang ditunjukkan dengan supervisi satu minggu sekali
oleh nilai p = 0,00. Perbedaan hasil uji selama 12 minggu.
beda hasil pengukuran awal dan akhir
dengan uji Wilcoxon antara kelompok
Penelitian membandingkan 4
perlakuan dengan kelompok kontrol
kelompok perlakuan yang diberikan
adalah, pada kelompok perlakuan
latihan otot dasar panggul, rangsang
terjadi penurunan nilai rerata ICIQ-
listrik, vaginal cones dan tanpa terapi
short form, sedangkan pada kelompok
untuk mengetahui mana yang paling
kontrol justru terjadi peningkatan nilai
rerata ICIQ-short form.
efektif dalam mengontrol
inkontinensia tipe stres. Hasil
Setelah dilakukan analisis
penelitian ini menyatakan bahwa
antara hasil pengukuran akhir antara
latihan otot dasar panggul lebih efektif
kelompok perlakuan dan kelompok
dibandingkan dengan rangsang listrik,
kontrol didapatkan hasil adanya
vaginal cones maupun tanpa terapi.
perbedaan antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol yang secara
statistik bermakna yang ditunjukkan Hasil penelitian ini juga
nilai p = 0,00. Hasil ini menunjukkan dikuatkan oleh yang membandingkan
bahwa ada pengaruh latihan otot dasar kekuatan otot dasar panggul pada
wanita dengan inkontinensia urin tipe
stres dan inkontinensia tipe urgensi.
panggul dalam meningkatkan
kemampuan otot dasar panggul yang
Gameiro menyimpulkan bahwa
penurunan otot dasar panggul
selanjutnya akan meningkatkan
kemampuan mengontrol kencing atau
menurunkan gangguan inkontinensia mempunyai hubungan secara
urin. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian dimana latihan otot bermakna dengan peningkatan
dasar panggul dapat meningkatkan inkontinensia urin. Perempuan dengan
kemampuan otot dasar panggul otot-otot daerah perineum yang lemah
sehingga frekuensi berkemih menurun.
72
tidak mampu mengkontraksikan otot dasar
panggulnya secara efektif untuk
73
teratur akan meningkatkan kemampuan otot dasar panggul untuk menahan kontraksi
otot detrusor yang timbul saat vesika urinaria telah penuh, sehingga urin tidak keluar
tanpa disadari. Kemampuan otot dasar panggul yang tinggi akan mampu mengontrol
inkontinensia urin.
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa latihan otot dasar
panggul dapat meningkatkan kemampuan otot dasar panggul yang ditunjukkan oleh
penurunan hasil ukur ICIQ-short form sebelum perlakuan 5,96 dan setelah perlakuan
menurun menjadi 1,52 dengan selisih penurunan sebesar 4.44. Hal ini berdampak
pada peningkatan kemampuan mengontrol inkontinensia urin pada lanjut usia
perempuan. Saran yang diberikan kepada peneliti
selanjutnya adalah, (1) Agar melengkapi alat ukur yang lebih obyektif seperti
biofeedback sehingga hasil ukurnya semakin valid, (2) Menghilangkan kendala
budaya seperti sifat tertutup pada subyek lanjut usia mengingat informasi yang
digali mungkin dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk diketahui orang lain.
Saran yang diberikan kepada Posyandu Lansia antara lain, (1) Latihan otot dasar
panggul dapat dijadikan program latihan rutin bagi Posyandu Lansia seperti program
latihan yang lain seperti senam lansia, senam osteoporosis dan lain lain,(2) Tetap
melakukan latihan secara mandiri secara rutin dan teratur supaya dapat mencegah
inkontinensia urin. Bagi perempuan di bawah 55 tahun dapat mulai melakukan
latihan ini untuk menurunkan risiko inkontinensia urin.
74
DAFTAR RUJUKAN
Santacreu,M., Fernandez, R.,
Ballesteros; Evaluation of
Guccione,AA.,(2000); Geriatric
Low-and High-Frequency
Bo K., Talseth T., Holme I.; Single Blind Randdomised Controlled Trial of Pelvic Floor
Exercises, Electrical Stimulation, vaginal Cones and no Treatment in management of
genuine Stress incontinence in WomenBMJ 1999:318(7182):487-93
Gameiro,MO., Moreira, EC., Ferrari, RS., Kawano, PR., Padovani, CR., Amaro, JL. ; A
Comparative analysis of Pelvic floor Muscle strength in women with Stress and Urge
urinary incontinenceIBJU vol 38(5);661-666 September-Oktober 2012.
75
PENGARUH LATIHAN KEGEL TERHADAP INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA DI
PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA MECI ANGI BIMA
76
terganggu menyebabkan kandung kemih bocor
Perubahan yang terjadi pada sistem bila
perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina
dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang batuk atau bersin, bisa juga disebabkan oleh
kelainan
disebabkan oleh penurunan hormon esterogen,
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia
di sekeliling daerah saluran kencing, fungsi
urine, otot– otak
___________________________________________________________________________
Dahlan D. A dan Martiningsih : Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram, Jl. Kesehatan V/10 Mataram
1292
77
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014
78
di daerah alat Genital dan anus (Cendika & Desain yang digunakan adalah “quasi
Indarwati, 2010).
experiment” dengan menggunakan pendekatan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk non-randomized one-group pretest posttest
mengetahui pengaruh latihan kegel terhadap design. Penarikan sampel dilakukan secara
inkontinensia Urine pada lansia penghuni Panti purposive sampling yaitu seluruh lansia yang
Jompo Tresna Werdha Meci Angi Bima. Hasil mengalami inkontinensia urine di Panti Sosial
penelittian diharapkan dapat memberikan Tresna Werdha Meci Angi Bima.
kontribusi baik bagi para lansia yang tinggal di Pengumpuulan data menggunakan instrumen
panti soaial tresna werdha secara langsung observasi dengan melakukan observasi aktif
maupun bagi institusi pelayanan kesehatan dan menanyakan langsung kepada Lansia keadaan
institusi pendidikan serta bagi perkembangan kencing setiap hari. Analisis data menggunakan
ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan statistic non parametris dengan uji Wilcoxon
keperawwatan bagi klien yang mengalami Signed Rank Test. Untuk melihat adanya
inkontinentia urine. pengaruh latihan kegel terhadap inkontinensia
Urine, peneliti menggunakan taraf signifikansi
(α = 0,05).
METODE
79
Dahlan D.A, Pengaruh Latihan Kegel Terhadap
No Karakteristik Responden F %
NO Pelaksanaan Latihan Kegel f %
= Umur 1. Baik 36 90
60 – 69 tahun 12 30
2. Cukup 3 7,5
70 – 75 tahun 21 52,5
3. Kurang 1 2,5
> 75 tahun 7 17,5
Perempuan 27 67,5
80
Tabel 3. Observasi Frekwensi Berkemih Sebelum dan Sesudah Dilakukan Latihan Kegel pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werhda Meci Angi Bima, September 2013.
Table 3 diatas menunjukan bahwa sebelum setelah dilakukan latihan kegel lansia yang
latihan kegel frekwensi berkemih pada lansia frekwensi berkemihnya kurang dari atau sama
yang kurang dari atau sama dengan 5 kali sehari dengan 5 kali sehari meningkat menjadi 95 %.
sejumlah 62,5%,
81
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014
Hasil analisa data diperoleh bahwa dalam bentuk seri untuk membangun kembali
klasifikasi gejala inkontinensia urin post kekuatan otot dasar panggul, memberikan
intervensi latihan kegel diperoleh bahwa bantuan yang signifikan dari rasa sakit
klasifikasi inkontinensia urin ringan (95 %), vestibulitis vulva, dan, dalam banyak kasus,
dengan frekwensi berkemih kurang dari atau memungkinkan pasien untuk terlibat dalam
sama dengan 5 kali sehari. aktivitas seksual yang normal (Widiastuti,
2011).
Tabel 4. Hasil Uji Statistik Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Inkontinensia Urine
Menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05.
82
No Variabel Yang Diuji Mean Standar Deviasip value Z
0,001 -3.742
83
di Panti Sosial Tresna Werhda Meci Angi Dahlan D.A, Pengaruh Latihan Kegel Terhadap
84
85
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 8 NO. 2, AGUSTUS 2014
86
1297
87
88