Fasilitator:
Susanti, S.Kep.Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh:
Adiva Talidah Nasywa Sunarto Putri
NIM: 2331042
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Mari panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
Rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan dengan materi “Kebutuhan Eliminasi Urin”
Laporan pendahuluan ini saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, jurnal dan buku sehingga dapat memperlancar saya dalam pembuatan
laporan pendahuluan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan pendahuluan ini
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun dari tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan segala rasa hormat saya menerima segala saran maupun kritikan terkait laporan
pendahuluan yang saya buat agar kedepannya saya akan berusaha untuk memperbaiki dan
menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata saya berharap semoga laporan pendahuluan dengan materi “Kebutuhan
Eliminasi Urin” ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
KONSEP DASAR TEORI
1.1 DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
atau bowel (feses). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali per hari sampai 2-3 kali per minggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses ke dalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Gangguan eliminasi alvi adalah
keadaan seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus
besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Cara untuk
mengatasi gangguan eliminasi alvi biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti (Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).
1.2 ETIOLOGI
1. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
1) Penurunan kapasitas kandung kemih
2) Iritasi kandung kemih
3) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4) Kelemahan otot pelvis
5) Hambatan lingkungan
2. Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
1) Blok spingter
2) Kerusakan atau ketidakadekuatan jalur aferen
3) Obstruksi jalan keluar urin (missal: impaksi fekal, efek agen farmakologis)
4) Ketidakadekuatan detrusor (missal: pada kondisi stress atau tidak nyaman,
deconditioned voiding)
3. Retensi urin (D.0050)
4
1) Peningkatan tekanan uretra
2) Kerusakan arkus reflesks
3) Blok spingter
4) Disfungsi neurologis (missal: trauma, penyakit saraf)
5) Efek agen farmakologis (missal: atropine, belladonna, psikotropik,
antihistamin, opiate)
1.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat
dipengaruh husia dan berat badan seseorangNormalnya, bayi dan anak-anak
mengekskresika 0-500 ml urine setiap harinya. Bayi dan anak kecil tidak dapat
memekatkan urin ara efektif. Dengan demikian, urine mereka tampak lebih
berwarna kuning jernih ata ning. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine
dalam jumlah yang besar dibandingka ngan ukuran tubuh mereka yang
kecilMisalnya anak yang berusia enam bulan denga rat badan 6-8 kg
mengekskresi 400-500 ml urine setiap hari. Dengan kata lain, bay ng beratnya
10% orang dewasa mampu mengekskresikan urine 33% lebih banya ri orang
dewasa. Sementara orang dewasa mengekskresikan 1.500-1.600 ml urine per
hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna
kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih
selama ia tidur karena aliran darah ke ginjal menurun selama istirahat dan
kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun. Seiring penuaan,
lansia juga mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemihnya
sehingga mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urine (misal nokturia,
sering berkemih, residu urine). Masalah mobilitasi kadangkala membuat
lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin
terlalu lemah untuk bangkit dari tempat duduk ke toilet tanpa dibantu.
Penyakit neurologis kronis, seperti parkinson atau cedera serebrovaskular
(stroke) mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit
berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan ke
kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan kontrol dalam proses
berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat
5
diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk
merasakan bahwa kandung kemihnya penuh atau tidak mampu mengingat
kembali prosedur untuk buang air. Sementara ibu hamil dapat mengalami
peningkatan keinginan miksi akibat adanya penekanan pada kandung kemih.
2. Asupan cairan dan makanan. Kebiasaan mengonsumsi jenis makanan atau
minuman tertentu (missal the, kopi, alcohol, cokelat) dapat menyebabkan
peningkatan ekskresi urine karena dapat menghambat hormon antidiuretic
(ADH).
3. Kebiasaan/gaya hidup. Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan
seseorang ketika berkemih. Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih
biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan
distraksi (misalnya membaca) untuk relaks. Contoh lain, seseorang yang
terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam bebas akan mengalami kesulitan
ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan pispot pada saat sakit.
4. Medikasi. Penggunaan obat-obat tertentu (misal diuretik) dapat
meningkatkan haluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinergik dapat
menyebabkan retensi urine (misalnya atropin), antihistamin (misalnya
sudafed), antihipertensi (misalnya aldoment), dan obat penyekat beta-
adrenergik (misalnya inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien
yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada
dosis obat yang disekresi oleh ginjal.
5. Prosedur pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang
akan memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis anterior akan
melepaskan hormon ADH sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan
menurunkan haluaran urine. Selain itu, respons stres juga meningkatkan kadar
aldosteron yang mengakibatkan penurunan haluaran urine dalam upaya
mempertahankan volume sirkulasi cairan. Pembedahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal pada
jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan
dapat menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari
kandung kemih atau uretra, mengganggu relaksasi otot panggul dan sfingter
6
atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari
pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara
rutin menggunakan kateter urine.
6. Pemeriksaan diagnostic. Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan dapat
memengaruhi berkemih, seperti IVY (intravenus pyelogram) dan urogram,
tidak membolehkan klien mengonsumsi cairan per oral sehingga akan
memengaruhi haluaran urine. Selain itu, pemeriksaan diagnostik yang
bertujuan melihat langsung struktur perkemihan (misal sitoskopi) dapat
menyebabkan edema pada outlet uretra dan spasme pada sfingter kandung
kemih. Hal ini menyebabkan klien sering mengalami retensi urine dan
mengeluarkan urine berwarna merah muda akibat adanya perdarahan
(Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).
1.4 PATHWAY
NYERI
7
1.5 MANIFESTASI KLINIS
Berikut merupakan tabel tanda dan gejala pada kebutuhan eliminasi urin menurut
(SDKI, 2017)
Mayor Minor
Gangguan eliminasi urin (D.0040) Gangguan eliminasi urin (D.0040)
Subjektif: Subjektif:
- Desakan berkemih (urgensi) (tidak tersedia)
- Urin menetes (dribbling) Objektif:
- Sering buang air kecil (tidak tersedia)
- Nocturia
- Menompol
- Enuresis
Objektif:
- Distensi kandung kemih
- Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
- Volume residu urin meningkat
Inkontinensia urin berlebih (D.0043) Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
Subjektif Subjektif
- Residu volume urin setelah (tidak tersedia)
berkemih atau keluhan kebocoran Objektif
sedikit urin - Residu urin 100 ml atau lebih
- Nokturia
Objektif
- Kandung kemih distensi (bukan
berhubungan dengan penyebab
reversible akut) atau kandung
kemih distensi dengan sering,
sedikit berkemih atau dribbling.
Retensi urin (D.0050) Retensi urin (D.0050)
Subjektif Subjektif
8
- Sensasi penuh pada kandung - Dribbling
kemih Objektif
Objektif - Inkontinensia berlebih
- Disuria/anuria - Residu urin 150 ml atau lebih
- Distensi kandung kemih
1.6 KOMPLIKASI
1. Poliuria. Produksi urin abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari. Tanpa adanya peningkatan intake cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada
penderita diabetes atau insipidus, penggunaan diuretic, diuresis pascaobstruktif,
ketidakseimbangan hormonal (missal ADH), dan nefritis kronik. Poliura dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yang mengarah pada dehidrasi.
2. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni 100-500
ml/24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan olehh asupan cairan yang sedikit atau
pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengindikasikan gangguan
pada aliran darah menuju ginjal. Sementara anuria adalah produksi urine kurang
dari 100 ml/24 jam.
3. Enuresis (mengompol). Enuresis adalah peristuwa berkemih yang tidak disadari
pada anak yang usianya melampaui batas usia normal control kandung kemih
seharusnya tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak-anak di malam hari
(enuresis nocturnal). Faktor penyebabnya antara lain kapasitas kandung kemih
yang kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan yang banyak
mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan gangguan pola miksi.
4. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalah meningkatnya
frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya
terjadi pada Wanita hamil (tekanan Rahim pada kandung kemih), kondisi stress
psikologis, dan infeksi saluran kemih.
5. Dysuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, peradangan atau infeksi saluran kemih, trauma
atau inflamasi kandung kemih.
9
6. Nocturia. Nocturia yaitu berkemih berlebihan atau sering pada malam hari.
Penyebabnya atau faktor terkait adalah asupan cairan berlebihan sebelum tidur
(terutama kopi atau alcohol), penyakit ginjal, proses penuaan.
7. Dribbling (urine yang menetes). Dribbling yaitu kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada control terhadap pengeluaran urine, terdapat darah dalam urine.
Penyebab atau faktor terkait adalah stress inkontinensia, overflow akibat retensi
urine.
(Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan
berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai
dengan tujuannya.
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan
membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan mengetahui
kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang dikeluarkan pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya
kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni
atau urine
(Mubarak, 2016).
10
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi:
11
5. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
6. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
1) Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)
2) Gaya hidup
3) Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
4) Tingkat aktivitas
7. Keadaan urine meliputi :Warna , Bau, Berat jenis, Kejernihan, pH, Protein, Darah,
Glukosa.
(Muttaqin, 2011).
12
4. Inkontinensi urine. Ketidak sanggupan sementara atau permanen otot spingter
eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih.
5. Urinari Suppresi. Adalah berhenti mendadak produksi urine
(Kozier, 2011)
13
minum menjelang
tidur
• Kolaborasi pemberian
obat supositoria, jika
perlu
Retensi urine (D.0050) Eliminasi Urine Perawatan Kateter Urine
Definisi: pengosongan (L.04034) (I.04164) 1. Agar urine keluar
kandung kemih yang Setelah dilakukan Observasi: sehingga tidak
tidak lengkap perencanaan keperawatan • Monitor kepatenan terjadi distensi
selama 2x 24 jam, maka kateter urine kandung kencing
eliminasi urin membaik, • Monitor tanda dan 2. Dengan mencatat
dengan kriteria hasil: infeksi saluran kemih jumlah urine, aliran
• Disuria menurun • Monitor tanda dan dan kecepatannya
• Mengompol menurun gejala obstruksi aliran dapat diketahui
urine tingkat obstruksinya
• Monitor kebocoran 3. Untuk mencegah
kateter, selang dan masuknya kuman
kantung urine. melalui kateter
• Monitor input dan 4. Dapat diketahui bila
output cairan (jumlah masih terjadi distensi
dan karakteristik) kandung kencing
Terapeutik: 5. Untuk mengganti
lipatan. klien.
14
• Pastikan kantung
urine diletakkan
dibawah ketinggian
kandung kemih dan
tidak dilantai.
• Lakukan perawatan
perineal
(perinealhygiene)
minimal 1 kali sehari.
• Kosongkan kantung
urine jika kantung
urine telah terisi
setengahnya
• Ganti kateter dan
kantung urine secara
rutin sesuai protokol
atau sesuai indikasi
• Lepaskan kateter urine
sesuai kebutuhan.
• Jaga privasi
selama melakukan
tindakan
15
Daftar Pustaka
Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Maryunani. (2015). KEBUTUHAN DASAR MANUSIA. Bogor: In Media.
Mubarak, Chayatin. (2016). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Mubarak, Indrawati, Susanto. (2015). Buku Ajar ILMU KEPERAWATAN DASAR, Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
16