Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
DASAR: KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

Fasilitator:
Susanti, S.Kep.Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh:
Adiva Talidah Nasywa Sunarto Putri
NIM: 2331042

PROGRAM STUDI SARJANA


KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ADI HUSADA SURABAYA
2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Mari panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
Rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan dengan materi “Kebutuhan Eliminasi Urin”

Laporan pendahuluan ini saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, jurnal dan buku sehingga dapat memperlancar saya dalam pembuatan
laporan pendahuluan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan pendahuluan ini

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun dari tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan segala rasa hormat saya menerima segala saran maupun kritikan terkait laporan
pendahuluan yang saya buat agar kedepannya saya akan berusaha untuk memperbaiki dan
menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata saya berharap semoga laporan pendahuluan dengan materi “Kebutuhan
Eliminasi Urin” ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Surabaya, 24 November 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB 1 KONSEP DASAR TEORI .......................................................................... 4

1.1 DEFINISI ................................................................................................ 4


1.2 ETIOLOGI .............................................................................................. 4
1.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI .................................................. 5
1.4 PATHWAY ............................................................................................ 7
1.5 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................ 8
1.6 KOMPLIKASI........................................................................................ 9
1.7 PENATALAKSANAAN ........................................................................ 10
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................... 11

2.1 PENGKAJIAN ..................................................................................... 11


2.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................... 12
2.3 MASALAH YANG DI TIMBULKAN ................................................ 12
2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA HASIL,
INTERVESTASI DAN RASIONAL)................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 16

3
BAB 1
KONSEP DASAR TEORI

1.1 DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
atau bowel (feses). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali per hari sampai 2-3 kali per minggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses ke dalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Gangguan eliminasi alvi adalah
keadaan seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus
besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Cara untuk
mengatasi gangguan eliminasi alvi biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti (Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).

1.2 ETIOLOGI
1. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
1) Penurunan kapasitas kandung kemih
2) Iritasi kandung kemih
3) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4) Kelemahan otot pelvis
5) Hambatan lingkungan
2. Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
1) Blok spingter
2) Kerusakan atau ketidakadekuatan jalur aferen
3) Obstruksi jalan keluar urin (missal: impaksi fekal, efek agen farmakologis)
4) Ketidakadekuatan detrusor (missal: pada kondisi stress atau tidak nyaman,
deconditioned voiding)
3. Retensi urin (D.0050)

4
1) Peningkatan tekanan uretra
2) Kerusakan arkus reflesks
3) Blok spingter
4) Disfungsi neurologis (missal: trauma, penyakit saraf)
5) Efek agen farmakologis (missal: atropine, belladonna, psikotropik,
antihistamin, opiate)
1.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat
dipengaruh husia dan berat badan seseorangNormalnya, bayi dan anak-anak
mengekskresika 0-500 ml urine setiap harinya. Bayi dan anak kecil tidak dapat
memekatkan urin ara efektif. Dengan demikian, urine mereka tampak lebih
berwarna kuning jernih ata ning. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine
dalam jumlah yang besar dibandingka ngan ukuran tubuh mereka yang
kecilMisalnya anak yang berusia enam bulan denga rat badan 6-8 kg
mengekskresi 400-500 ml urine setiap hari. Dengan kata lain, bay ng beratnya
10% orang dewasa mampu mengekskresikan urine 33% lebih banya ri orang
dewasa. Sementara orang dewasa mengekskresikan 1.500-1.600 ml urine per
hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna
kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih
selama ia tidur karena aliran darah ke ginjal menurun selama istirahat dan
kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun. Seiring penuaan,
lansia juga mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemihnya
sehingga mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urine (misal nokturia,
sering berkemih, residu urine). Masalah mobilitasi kadangkala membuat
lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin
terlalu lemah untuk bangkit dari tempat duduk ke toilet tanpa dibantu.
Penyakit neurologis kronis, seperti parkinson atau cedera serebrovaskular
(stroke) mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit
berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan ke
kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan kontrol dalam proses
berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat

5
diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk
merasakan bahwa kandung kemihnya penuh atau tidak mampu mengingat
kembali prosedur untuk buang air. Sementara ibu hamil dapat mengalami
peningkatan keinginan miksi akibat adanya penekanan pada kandung kemih.
2. Asupan cairan dan makanan. Kebiasaan mengonsumsi jenis makanan atau
minuman tertentu (missal the, kopi, alcohol, cokelat) dapat menyebabkan
peningkatan ekskresi urine karena dapat menghambat hormon antidiuretic
(ADH).
3. Kebiasaan/gaya hidup. Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan
seseorang ketika berkemih. Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih
biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan
distraksi (misalnya membaca) untuk relaks. Contoh lain, seseorang yang
terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam bebas akan mengalami kesulitan
ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan pispot pada saat sakit.
4. Medikasi. Penggunaan obat-obat tertentu (misal diuretik) dapat
meningkatkan haluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinergik dapat
menyebabkan retensi urine (misalnya atropin), antihistamin (misalnya
sudafed), antihipertensi (misalnya aldoment), dan obat penyekat beta-
adrenergik (misalnya inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien
yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada
dosis obat yang disekresi oleh ginjal.
5. Prosedur pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang
akan memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis anterior akan
melepaskan hormon ADH sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan
menurunkan haluaran urine. Selain itu, respons stres juga meningkatkan kadar
aldosteron yang mengakibatkan penurunan haluaran urine dalam upaya
mempertahankan volume sirkulasi cairan. Pembedahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma lokal pada
jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan
dapat menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari
kandung kemih atau uretra, mengganggu relaksasi otot panggul dan sfingter

6
atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari
pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara
rutin menggunakan kateter urine.
6. Pemeriksaan diagnostic. Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan dapat
memengaruhi berkemih, seperti IVY (intravenus pyelogram) dan urogram,
tidak membolehkan klien mengonsumsi cairan per oral sehingga akan
memengaruhi haluaran urine. Selain itu, pemeriksaan diagnostik yang
bertujuan melihat langsung struktur perkemihan (misal sitoskopi) dapat
menyebabkan edema pada outlet uretra dan spasme pada sfingter kandung
kemih. Hal ini menyebabkan klien sering mengalami retensi urine dan
mengeluarkan urine berwarna merah muda akibat adanya perdarahan
(Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).
1.4 PATHWAY

Proses infeksi Infeksi pada uretra Tumor/neoplasma Pembesaran pada


disekitar ureter uretus pada saat
atau ureta kehamilan
Metabolisme Peradangan
meningkat
Kompresi pada Kompresi pada
Terbentuknya ureter/uretra saluran kemih
Panas/demam jaringan parut

HIPERTERMI Urine yang keluar GANGGUAN


Obstruksi
sedikit karena ada POLA
Obstruksi akut Sebagian atau total
penyempitan ELIMINASI
aliran
ureter/uretra URINE
Kolik renalis/nyeri
pinggang

NYERI

7
1.5 MANIFESTASI KLINIS
Berikut merupakan tabel tanda dan gejala pada kebutuhan eliminasi urin menurut
(SDKI, 2017)

Mayor Minor
Gangguan eliminasi urin (D.0040) Gangguan eliminasi urin (D.0040)
Subjektif: Subjektif:
- Desakan berkemih (urgensi) (tidak tersedia)
- Urin menetes (dribbling) Objektif:
- Sering buang air kecil (tidak tersedia)
- Nocturia
- Menompol
- Enuresis
Objektif:
- Distensi kandung kemih
- Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
- Volume residu urin meningkat
Inkontinensia urin berlebih (D.0043) Inkontinensia urin berlebih (D.0043)
Subjektif Subjektif
- Residu volume urin setelah (tidak tersedia)
berkemih atau keluhan kebocoran Objektif
sedikit urin - Residu urin 100 ml atau lebih
- Nokturia
Objektif
- Kandung kemih distensi (bukan
berhubungan dengan penyebab
reversible akut) atau kandung
kemih distensi dengan sering,
sedikit berkemih atau dribbling.
Retensi urin (D.0050) Retensi urin (D.0050)
Subjektif Subjektif

8
- Sensasi penuh pada kandung - Dribbling
kemih Objektif
Objektif - Inkontinensia berlebih
- Disuria/anuria - Residu urin 150 ml atau lebih
- Distensi kandung kemih

1.6 KOMPLIKASI
1. Poliuria. Produksi urin abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari. Tanpa adanya peningkatan intake cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada
penderita diabetes atau insipidus, penggunaan diuretic, diuresis pascaobstruktif,
ketidakseimbangan hormonal (missal ADH), dan nefritis kronik. Poliura dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yang mengarah pada dehidrasi.
2. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni 100-500
ml/24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan olehh asupan cairan yang sedikit atau
pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengindikasikan gangguan
pada aliran darah menuju ginjal. Sementara anuria adalah produksi urine kurang
dari 100 ml/24 jam.
3. Enuresis (mengompol). Enuresis adalah peristuwa berkemih yang tidak disadari
pada anak yang usianya melampaui batas usia normal control kandung kemih
seharusnya tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak-anak di malam hari
(enuresis nocturnal). Faktor penyebabnya antara lain kapasitas kandung kemih
yang kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan yang banyak
mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan gangguan pola miksi.
4. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalah meningkatnya
frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya
terjadi pada Wanita hamil (tekanan Rahim pada kandung kemih), kondisi stress
psikologis, dan infeksi saluran kemih.
5. Dysuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, peradangan atau infeksi saluran kemih, trauma
atau inflamasi kandung kemih.

9
6. Nocturia. Nocturia yaitu berkemih berlebihan atau sering pada malam hari.
Penyebabnya atau faktor terkait adalah asupan cairan berlebihan sebelum tidur
(terutama kopi atau alcohol), penyakit ginjal, proses penuaan.
7. Dribbling (urine yang menetes). Dribbling yaitu kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada control terhadap pengeluaran urine, terdapat darah dalam urine.
Penyebab atau faktor terkait adalah stress inkontinensia, overflow akibat retensi
urine.
(Mubarak, Indrawati, Susanto, 2015).

1.7 PENATALAKSANAAN
1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan pemeriksaan
berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan sesuai
dengan tujuannya.
2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan
membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan mengetahui
kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang dikeluarkan pasien.
3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya
kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni
atau urine
(Mubarak, 2016).

10
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi:

1. Identitas pasien. Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,


pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, dan diagnosa medis.
2. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan pasien
untuk meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan sistem perkemihan,
meliputi keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas,
edema, malaise, pucat, dan uremia) atau demam disertai menggigil akibat
infeksi/urosepsis, dan keluhan lokal pada saluran perkemihan antara lain
nyeri akibat kelainan pada saluran perkemihan, keluhan miksi (keluhan
iritasi dan keluhan obstruksi), hematuria, inkontinensia, disfungsi seksual,
atau infertilitas. Keluhan utama pada subjek retensi urin adalah sensasi
penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, dan distensi kandung kemih.
3. Kebiasaan berkemih. Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih
serta hambatannya. Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan
kesempatan.
4. Pola berkemih
1) Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu 24 jam.
2) Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang
ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
3) Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
4) Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.
5) Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara
mendadak.

11
5. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.
6. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:
1) Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)
2) Gaya hidup
3) Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
4) Tingkat aktivitas
7. Keadaan urine meliputi :Warna , Bau, Berat jenis, Kejernihan, pH, Protein, Darah,
Glukosa.
(Muttaqin, 2011).

2.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine
menurut (Maryunani, 2015) sebagai berikut:

1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penurunan kapasitas / iritasi


kandung kemih karena penyakit.
2. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan kerusakan mobilitas.
3. Inkontinensia stress berhubungan dengan penurunan tonus otot (pada lansia).
4. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
5. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi
dan enuresis.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
7. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan disuria
8. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
9. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran
urinaria akibat proses penyakit.
2.3 MASALAH YANG DITIMBULKAN
1. Retensi Urine. Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung
kemihakibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
2. Dysuria. Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih.
3. Polyuria. Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500ml
/hari, tanpa adanya intake cairan.

12
4. Inkontinensi urine. Ketidak sanggupan sementara atau permanen otot spingter
eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih.
5. Urinari Suppresi. Adalah berhenti mendadak produksi urine
(Kozier, 2011)

2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA HASIL,


INTERVESTASI DAN RASIONAL)
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kirteria hasil Intervensi Rasional
Gangguan Eliminasi Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi
Urine (D. 0040) (L.04034) Urine (I.04152) 1. Membantu
Definisi: keadaan dimana Setelah dilakukan tindakan Tindakan: mencegah distensi
seorang individu keperawatan selama 3x24 • Identifikasi tanda dan 2. Meningkatkan
mengalami atau resiko jam diharapkan pasien gejala retensiatau kekuatan otot ginjal
ketidakmampuan untuk mempunyai kriteria hasil: inkontinensia urine 3. Mengetahui waktu
berkemih. • Sensasi berkemih • Monitor eliminasi berkemih
• Desakan berkemih urine
• Berkemih tidak tuntas • Catat waktu-waktu
• Mengontrol dan haluaran
• FrekuensiBAK berkemih
• Batasi asupan cairan
• Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
• Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran cairan
• Ajarkan terapi
modalitas
penguatanotot – otot
panggul/ berkemih
• Anjurkan mengurangi

13
minum menjelang
tidur
• Kolaborasi pemberian
obat supositoria, jika
perlu
Retensi urine (D.0050) Eliminasi Urine Perawatan Kateter Urine
Definisi: pengosongan (L.04034) (I.04164) 1. Agar urine keluar
kandung kemih yang Setelah dilakukan Observasi: sehingga tidak
tidak lengkap perencanaan keperawatan • Monitor kepatenan terjadi distensi
selama 2x 24 jam, maka kateter urine kandung kencing
eliminasi urin membaik, • Monitor tanda dan 2. Dengan mencatat
dengan kriteria hasil: infeksi saluran kemih jumlah urine, aliran
• Disuria menurun • Monitor tanda dan dan kecepatannya
• Mengompol menurun gejala obstruksi aliran dapat diketahui
urine tingkat obstruksinya
• Monitor kebocoran 3. Untuk mencegah
kateter, selang dan masuknya kuman
kantung urine. melalui kateter
• Monitor input dan 4. Dapat diketahui bila
output cairan (jumlah masih terjadi distensi
dan karakteristik) kandung kencing
Terapeutik: 5. Untuk mengganti

• Gunakan teknik jumlah cairan yang

aseptik selama hilang dan mencegah

perawatan kateter perlekatan uretra dan

urine. pengapuran dalam

• Pastikan selang saluran urine

kateter dan kantung 6. Untuk mengetahui

urine terbebas dari keadaan umum

lipatan. klien.

14
• Pastikan kantung
urine diletakkan
dibawah ketinggian
kandung kemih dan
tidak dilantai.
• Lakukan perawatan
perineal
(perinealhygiene)
minimal 1 kali sehari.
• Kosongkan kantung
urine jika kantung
urine telah terisi
setengahnya
• Ganti kateter dan
kantung urine secara
rutin sesuai protokol
atau sesuai indikasi
• Lepaskan kateter urine
sesuai kebutuhan.
• Jaga privasi
selama melakukan
tindakan

15
Daftar Pustaka
Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Maryunani. (2015). KEBUTUHAN DASAR MANUSIA. Bogor: In Media.
Mubarak, Chayatin. (2016). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Mubarak, Indrawati, Susanto. (2015). Buku Ajar ILMU KEPERAWATAN DASAR, Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai