Anda di halaman 1dari 26

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ELIMINASI

DOSEN PENGAMPU :

M. Zainal, Skep.,Ns.,Mkes

DI SUSUN OLEH :

1. Iva Yulia Rahmawati (11) P1337420420021


2. Wakhidah Qurrota A’yun (12) P1337420420023
3. Lilis Styowati (13) P1337420420025
4. Siti Nur Hikmah (14) P1337420420027

TINGKAT : 2A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI D-III KEPERAWATAN BLORA

TAHUN AJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan dengan membahas “
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eliminasi” dalam
bentuk makalah.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang keperawatan, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Kelompok kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak M. Zainal, Skep.,Ns.,Mkes selaku Dosen Pengampu yang telah
mengajarkan kami sehingga kami mengerti akan materi tersebut.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan
kritiknya supaya kedepannya lebih baik dari sebelumnya.

Terimakasih

Rembang, 31 Juli 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDU

L i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3

2.1. Definisi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal.................................................................3

2.2. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal.................................................3

2.3. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal.................................................................4

2.4. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal..........................................................7

2.5. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eliminasi Fekal.........................12

BAB II PENUTUP........................................................................................................................22

3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................22

3.2 SARAN...........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu
: Kandung kemih
Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak- tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks
ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal?
2. Bagaimana manifestasi klinis dari Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal?
3. Bagaimana etiologi dari Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal?
4. Bagaimana patofisiologi dari Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Gangguan Eliminasi?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan

1
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari gangguan eliminasi urine dan
fekal
3. Untuk mengetahui etiologi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari ganggaun eliminasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal


1. Gangguan Eliminasi Urine
Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
yang bertujuan mengeluarkan urine.
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau  berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan
jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi
fekal biasanya dilakukan huknah,  baik huknah tinggi maupun huknah rendah.
Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan
menggunakan kanul rekti.

2.2. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal


1. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urine
 Urine mengalir lambat
 Terjadi polyuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien
 Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
 Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK
 Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
2. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Fekal
 Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan.
 Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.

3
 Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
 Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
 Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
 Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
 Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi,
penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas,penurunan
aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas
dapat berefek ansietas

2.3. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal


1. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine
a) Intake Ciran
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi
jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan tubuh, akibatnya output urine lebih banyak.
b) Aktivitas
Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih
terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama. Karena urine secara terus-menerus dialirkan keluar kandung
kemih, otot-otot tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak
berfungsi. Aktivitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine
yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolism tubuh.
 Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, struktur uretra

4
 Infeksi
 Kehamilan
 Penyakit; pembesaran kelenjar prostat
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, uretra
 Umur
 Penggunaan obat-obatan
2. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal
 Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Pemasukan cairan juga
mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal,menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichym e
 Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik
dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
 Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama pada pasien immobilisasi atau
bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan

5
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi
reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
 Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Penggunaan
laksansia atau antasida yang terlalu sering juga dapat mengakibatkan diare
dan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl),
menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk
mengobati diare.
 Usia atau Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular  berkembang, biasanya antara umur 2  –   3
tahun. Orang dewasa juga mengalami  perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Pada bayi, makanan akan
lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi karena gerakan peristaltik
yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya perubahan pola fungsi digestif
dan absorpsi nutrisi lansia lebih disebabkan oleh sistem kardiovaskular
dan neurogis lansia, daripada sistem pencernaan itu sendiri.
 Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadil
ebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
 Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem
pencernaan,seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

6
 Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
 Kebiasaan diri

Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus.


Sebagian besar orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri
dirumahnya, hal tersebut dirasa lebih efektif dan praktis.

 Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum.
 Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltic secara temporer.

2.4. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal


1. Patofisologi Gangguan Eliminasi Urine
Ginjal
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai
denganvertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih
tinggi 1,5  – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hepar (hati).
Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan
lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang terkumpul dalam
darah di filtrasi di ginjal.
a) Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan
percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalismemasuki ginjal
melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1  jutanefron, yang merupakan unit
fungsional ginjal kemudian membentuk urine.
b) Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh
darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat
pertama filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine

7
terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini
merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus
memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
c) Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya
diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran
dalam pengaturan cairan dan eletrolit.
d) Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit,
pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi
eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel
glomerolus sebagai penanda adanyahipoksia (penurunan oksigen)
eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan
pematangan eritrosit) dengan merubah sel induk tertentu menjadi
eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat
memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
e) Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk
mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai
darah). Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah
angiotensinogen (substansi yang disentesa oleh hati) menjadi
angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal (
paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin
III. Angeotensin IImenyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.
f) Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume
darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan
derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah
terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal.
g) Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal
bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D.
Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D
menjadi aktif sehingga klien rentan pada kondisi demineralisasi tulang
karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.

8
Ureter
a) Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki
kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada
sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga
lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa
yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung
kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang
mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang
distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar
adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.
b) Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung
kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding
posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini
berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam
ureter selama proses berkemih ( mikturisi) dengan menekan ureter
pada sambungan uretrovesikalis (sambungan ureter dengan
kandung kemih ).
Kandung Kemih
Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun
atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi.
Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun
pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum (suatu daerah segetiga
yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan
dasar dari kandung kemih. Fingter uretra interna tersusun atas otot polos
yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari
kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter (parasimpatis :
disadari ).
Uretra
Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 -

9
6,5 cm. Fingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian
bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.
Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor
predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke
uretra dari daerah perineum. Uretra pada pria merupakan saluran
perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan
panjang 20 cm. (fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001)
2. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari rektum dan anus. Hal ini
disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai dua atau tiga kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum. Saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui
pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus, begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksterna tenang maka feses
keluar. Reflek defekasi dua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4)dan
kemudian kembali kekolon desenden,kolon sigmoid dan rektum. Signal –signal
para simpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus
internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spigner anus individu
duduk ditoilet atau di bedpan, spigner anus eksternal tenang dengan sendirinya
mengeluarkan feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abnormal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang akan meningkatkan tekanan abnormal dan oleh

10
kontraksi abnormal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan didalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearahrektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengontaksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses diabsorbsi sehingga feses keras dan terjadi konstipasi

11
2.5. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eliminasi Fekal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.TN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS
GANGGUAN ELIMINASI FEKAL (KONSTIPASI)
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD Dr. SOETIJONO BLORA

KASUS :
  Tn. KD berumur 65 tahun mengeluh bahwa sudah seminggu belum BAB. Pasien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, pasien tampak meringis. Biasanya pasien bisa BAB
dua hari sekali. Sejak tanggal 20 juni pasien tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan
saat dipalpasi ada impaksi feses.

I. Pengkajian

A. Identitas Pasien
 Nama    : Tn. K
 Umur               : 65 Tahun
 Agama                 : Islam
 Jenis Kelamin           : Laki-Laki
 Status                    : Menikah
 Pendidikan  : Sma
 Pekerjaan : Petani
 Suku Bangsa              : Indonesia
 Alamat : Pekutatan
 Tanggal Masuk : 27 Juni 2021
 Tanggal Pengkajian : 27 Juni 2021
 No. Register : 0577409
 Diagnosa Medis : Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi)

B. Identitas Penanggung Jawab


 Nama   : Tn. D
 Umur           : 30 Tahun
 Hub. Pasien : Anak Kandung
 Pekerjaan : Swasta
 Alamat         : Pekutatan
Status Kesehatan
A. Status Kesehatan Saat Ini

1. Keluhan Utama (Saat Mrs Dan Saat Ini)

12
 Pasien Mengeluh Tidak Bab Selama Seminggu. 

2. Alasan Masuk Rumah Sakit Dan Perjalanan Penyakit Saat Ini

 Pasien Mengatakan Selama Seminggu Terakhir Tidak Bab Hingga Menyebabkan


Nyeri Pada Perut Bagian Bawah, Pasien Juga Mengatakan Tidak Makan Makanan
Yang Berserat Seperti Buah Dan Sayur Serta Jarang Minum Air Putih. Pasien
Mengatakan Tidak Mengkonsumsi Obat Apapun Untuk Mengatasi Konstipasinya,
Pasien Mengatakan Hanya Beristirahat Dirumah Dan Tidak Memeriksakannya Ke
Dokter Karena Menganggap Hanya Penyakit Biasa, Kemudian Pada Pagi Hari
Tanggal 27 Juni 2016, Karena Sudah Tidak Dapat Menahan Nyeri Tersebut Akhirnya
Pasien Dibawa Ke Igd Rsu Negara. 

B. Satus Kesehatan Masa Lalu

1. Penyakit Yang Pernah Dialami

Pasien Mengatakan Sebelumnya Pernah Mengalami Demam Dan Sakit Kepala


Ringan.

2. Pernah Dirawat

Pasien Mengatakan Sebelumnya Tidak Pernah Dirawat Di Rs

3. Alergi

Pasien Tidak Memilki Riwayat Alergi Obat, Makanan, Dan Debu  

4. Kebiasaan (Merokok/Kopi/Alkohol Dll)

Pasien Mengatakan Sering Minum Kopi.

C. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien Mengatakan Tidak Memiliki Riwayat Penyakit Keturunan Dan Penyakit


Menular. 

D. Diagnosa Medis Dan Therapy

 Diagnosa Medis : Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi)


 Terapi :

1. Infuse Rl 20 Tetes/Menit.
2. Dulcolac 3x15 Mg

13
3. Asam Mefenamat 3x500 Mg

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)

A. Pola Nutrisi-Metabolik
• Sebelum Sakit : Pasien Megatakan Makan 2x Sehari, Dengan Porsi Habis, Minum 5
Gelas (Air Putih Dan Kopi)
• Saat Sakit : Pasien Mengatakan Makan 2x Sehari, Habis ½ Porsi, Minum 4 Gelas
( Air Putih Dan Kopi), Pasien Mengatakan Tidak Nafsu Makan.

B. Pola Eliminasi

1. Bab

Sebelum Sakit         : Pasien Mengatakan Bab Dua Hari 1x, Dengan Konsistensi Feses
Keras, Berwarna Kecoklatan Tidak Disertai Darah.

Saat Sakit                : Pasien Mengatakan Seminggu Terakhir Ini Tidak Bab. Pasien
Mengatakan Ketika Ingin Bab Susah Untuk Mengeluarkan Tinjanya Sehingga Pasien
Merasa Sakit Saat Mengedan. Rasa Sakit Yang Dirasakan Tidak Tertahankan.

2. Bak

Sebelum Sakit : Pasien Mengatakan Bak 4x Dalam Sehari, Urine Berwarna Kekuningan
Dan Berbau Pesing.

Saat Sakit : Pasien Mengatakan Bak 3x Dalam Sehari, Urine Berwarna Kekuningan
Dan Berbau Pesing.

4. Pengkajian Fisik

A. Keadaan Umum : Composmetis E4v5m5

B. Tanda-Tanda Vital : Nadi = 90x/Menit

Suhu = 38 ̊ C

Td = 140/90 Mmhg

Rr = 24x/Menit

C. Keadaan Fisik

1. Abdomen        

14
A. Inspeksi : Tidak Ada Jaringan Parut, Tidak Ada Inflamasi, Terjadi Pembesaran
Abdomen
B. B. Palpasi : Perut Terasa Keras Dan Penuh, Ada Impaksi Feses, Tedapat Nyeri Tekan
Dan Nyeri Lepas, Pasien Mengatakan Skala Nyeri 7 Dari 0-10 Yang Diberikan.
C. C. Perkusi : Redup
D. D. Auskultasi : Bising Usus 12x/Menit.

Analisa Data

NO DATA ETIMOLOGI PROBLEM


1. DS : Pola defekasi tidak konstipasi
Pasien mengatakan sudah seminggu teratur
belum BAB.
Pasien mengatakan ketika ingin
BAB susah untuk mengeluarkan
tinjanya.
DO :
Adanya pembesaran abdomen
Adanya impaksi feses
Konsistensi feses keras
Terdengar bising usus 12x/ menit
Perut teraba keras
Nadi : 90x/menit
Suhu : 380 C
TD : 140/90 mmHg
RR : 24x/menit
2. DS : Hilangnya nafsu Ketidakseimbangan
Pasien mengatakan perut terasa makan nutrisi kurang dari
terisi dan penuh. kebutuhan tubuh
Pasien mengatakan nyeri pada perut
bagian bawah saat bergerak.
Pasien mengatakan tidak nyaman
saat aktivitas.
Pasien mengatakan skala nyeri 7
dari 0-10 yang diberikan.
DO :
Pasien tampak meringis
TD : 140/90mmHg
NADI : 90x/menit

15
3. DS : Hilangnya nafsu Ketidakseimbangan
Pasien mengatakan makan2x sehari, makan nutrisi kurang dari
habis ½ porsi. kebutuhan tubuh
Pasien mengatakan tidak nafsu
makan.

II. Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas

No. Tanggal/ Jam Diagnosa Keperawatan Paraf


1. 27 Juni 2016/ Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak
08.30 WIB. teratur ditandai dengan pasien mengatakan sudah
seminggu belum BAB, pasien mengatakan ketika
ingin BAB susah untuk mengeluarkan tinjanya,
adanya pembesaran abdomen, adanya impaksi feses,
konsistensi frses keras, terdengar bising usus
12x/menit, perut teraba keras, Nadi = 90x/menit,
Suhu = 38 ̊ C , TD = 140/90 mmHg, R = 24x/menit

2. 27 Juni 2016/ Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses


08.30 WIB keras pada abdomen ditandai dengan pasien
mengatakan perut terasa keras dan penuh, pasien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah saat
bergerak, pasien mengatakan tidak nyaman saat
beraktivitas, pasien mengatakan skala nyeri 7 dari 0-
10 yang diberikan, pasien tampak meringis, TD :
140/90 mmHg, Nadi : 90x/menit.

3. 27 Juni 2016/ Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


08.30 WIB tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
ditandai dengan pasien mengatakan makan 2x
sehari, habis ½ porsi, pasien mengatakan tidak napsu
makan, pasien tampak pucat, porsi makan habis ½
dari porsi yang diberikan.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Tanggal No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Para

16
/ . Hasil f
Jam Dx
27-06 I Setelah dilakukan 1. Monitor TTV Untuk mengetahui
2016 / tindakan keperawatan pasien. keadaan umum
08.30 selama 3x24 jam, 2. Tentukan pasien.
pola defekasi
WIB konstipasi pasien bagi klien dan Untuk
dapat teratasi dengan latih klien mengembalikan
kriteria hasil: untuk keteraturan pola
1. Pola BAB menjalankann defekasi klien.
dalam batas ya Untuk memfasilitasi
3. Atur waktu
normal. yang tepat refleks defekasi
2. Tidak untuk Meningkatkan
mengalami defekasi klien pergerakan usus
kesulitan seperti Untuk melunakkan
untuk sesudah feses dan menurunkan
makan.
mengeluarkan 4. Anjurkan konstipasi
feses. aktivitas
3. Konsistensi optimal untuk
feses tidak merangsang
keras. eliminasi
defekasi
4. TTV dalam pasien.
rentang 5. Kolaborasi
normal dalam
pemeberian
Infuse RL 20
tetes/menit.
Dulcolac

27-06- II Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk


2016 / tindakan keperawatan pasien mengetahui
08.30 selama 3x24 jam, 2. Lakukan keadaan
WIB nyeri pasien dapat pengkajian umum pasien.
teratasi dengan nyeri dengan 2. Agar
kriteria hasil: teknik mngetahui
1. Rasa nyeri PQRST nyeri secara
berkurang. 3. Ajarkan spesifik
2. Skala nyeri 4 teknik 3. Teknik
dari 0-10. distraksi dan relaksasi dapat
3. TTV dalam relaksasi. mengurangi
rentang 4. Kolaborasi rasa nyeri

17
normal. dalam yang dirasakan
4. Pasien tampak pemberian pasien.
rileks Asam 4. Analgetik
Mefenamat adalah jenis
3x500mg obat untuk
penghilang
rasa nyeri.

27-6- Setelah dilakukan 1. Pastikan diet


2016 / tindakan keperawatan memenuhi 1. Tinggi
08.30 selama 3x24 jam, kebutuhan karbohidrat,
protein, dan
WIB kebutuhan nutrisi tubuh sesuai
kalori
pasien dapat teratasi indikasi. diperlukan
dengan kriteria hasil: 2. Berikan atau
1. Nafsu makan makan dan dibutuhkan
bertambah minum 3 x selama
perawatan.
2. Porsi makan sehari
2. Memenuhi
habis dengan 3. Pantau kebutuhan
porsi yang masukan dan nutrisi pasien
disediakan pengeluaran 3. Mengetahui
3. Tidak ada secara keseimbangan
intake dan
tanda periodik.
pengeluaran
malnutrisi. 4. Kaji turgor asuapan
kulit pasien makanan.
5. Ajarkan 4. Sebagai data
metode untuk penunjang
adanya
perencanaan
perubahan
makan. nutrisi yang
kurang dari
kebutuhan
Klien terbiasa makan
dengan terencana dan
teratur

E. Implementasi Keperawatan

Tanggal No. Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Paraf


, Jam Dx

18
27-06- I, II Memonitor TTV manusia S : Pasien mengucapkan terima kasih
2016, setelah dilakukan pemeriksaan.
09.00
WIB O : TD : 140/90 mmHg, N : 90
x/menit, S : 38 ̊ C, R : 24 x/menit

09.15 II Memberikan makan dan S : Pasien mengatakan tidak nafsu


WIB minum makan

O : Pasien hanya makan 2 sendok


makan, minum 250 ml

09.45 I,II Mengkolaborasi dalam S : Pasien mengatakan perutnya


WITA memberikan Infuse RL 20 terasa penuh
tetes/menit, Dulcolac 1x15
mg, Asam mefenamat O : Infus sudah terpasang dan obat
1x500 mg sudah benar-benar dimium, tidak ada
tanda-tanda alergi

10.15 I Mengatur waktu yang tepat S : Pasien mengtakan ingin BAB,


WITA untuk defekasi pasien tetapi susah untuk mengelurkan.
seperti sesudah makan.
O : Pasien tampak meringis

S : Pasien mengatakan sudah


11.00 1 Menganjurkan aktivitas beraktivitas semampunya.
WIB optimal untuk merangsang O : Pasien BAB jumlah sedikit,
eliminasi defekasi pasien. konsistensi feses keras.

S : Pasien mengucapkan terima kasih


28-06- I,II Memonitor TTV pasien setelah dilakukan pemeriksaan.
2016, O : TD : 130/80 mmHg, N : 92
08.00 x/menit, S : 37,5 ̊ C, R : 23 x/menit
WIB

09.45 I,II Memberikan obat Dulcolac S : Pasien mengatakan mau untuk


WIB 1x15 mg, Asam mefenamat minum obat
1x500 mg
O : Obat sudah benar-benar dimium,
tidak ada tanda-tanda alergi

19
14.30 II Melakukan pengkajian S : Pasien mengatakan terasa nyeri
WITA nyeri dengan teknik pada daerah perut bagian bawah,
PQRST pasien mengatakan skala nyeri 6 dari
0-10 yang diberikan, nyeri dirasakan
ketika mengedan.

O : Pasien merasa tidak nyaman, skala


nyeri 7 dari 0-10

29-06- I,II Monitor TTV pasien S : Pasien mengucapkan terima kasih


2016, setelah dilakukan pemeriksaan.
08.00
WIB O : TD : 120/80 mmHg, N : 80
x/menit, S : 37 ̊ C, R : 21 x/menit

15.30 II Mengajarkan teknik  S : Pasien mengatakan ingin cepat


WIB distraksi dan relaksasi. sembuh

O : Obat sudah benar-benar dimium,


tidak ada tanda-tanda alergi

18.30 I,II Memastikan diet S :-


WIB memenuhi kebutuhan
tubuh sesuai indikasi O : Makan habis 1porsi setiap sajian,
porsi habis, minum 1350 ml per hari,
infus 500 ml, BAK 600 ml per hari,
BAB 1 x jumlah normal, konsistensi
feses lembek

30-06- Memonitor TTV pasien S : Pasien mengucapkan terima kasih


2016, I,II setelah dilakukan pemeriksaan.
09.00
WIB O : TD : 120/70 mmHg, N : 80
x/menit, S : 37 ̊ C, R : 20 x/menit

20
Evaluasi Keperawatan

Tanggal No.dx Evaluasi Paraf


,

Jam

30-06- I S : Pasien mengatakan saat BAB rasa sakit berkurang, pasien


2016, mengatakan ingin cepat sembuh.
09.30
WITA O : TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 37 ̊ C, R : 20 x/menit,
pasien BAB dengan jumlah normal, konsistensi feses lembek.

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi pasien, pasien boleh pulang.

09.30 II S : Pasien mengatakan mengerti dan ingin melakukan teknik


WITA distrasi dan relaksasi, pasien mengatakan rasa nyeri berkurang,
pasien mengatakan skala nyeri 4 dari 0-10 yang diberikan.

O : TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 37 ̊ C, R : 20 x/menit,


skala nyeri 4 dari 0-10, pasien tampak lebih tenang dan rileks.

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi pasien, pasien boleh pulang

09.30 III S : Pasien mengatakan nafsu makan bertambah.


WITA
O : Makan habis 1porsi setiap sajian, porsi habis, minum 1350 ml
per hari, infus 500 ml, BAK 600 ml per hari, BAB 1 x jumlah
normal, konsistensi feses lembek, turgor kulit elastis, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi, kebutuhan diet terpenuhi.

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

21
P : Pertahankan kondisi pasien, pasien boleh pulang.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan
eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine. Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi
fekal biasanya dilakukan huknah.

Gangguan eliminasi urin dapat terjadi karenan beberapa faktor seperti intake cairan,
aktivitas, obstruksi, infeksi, kehamilan, penyakit; pembesaran kelenjar prostat, operasi pada
daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, uretra, umur dan penggunaan obat-obatan.
Kemudian penyebab gangguan eliminasi fekal yaitu : pola diet tidak adekuat/tidak sempurna,
kurang aktivitas, meningkatnya stres psikologi, obat-obatan, usia atau umur, asupan cairan,
penyakit, kehamilan, kebiasaan diri, nyeri, pembedahan dan anestesi.

3.2 SARAN
Sebagai mahasiswa kesehatan, harusnya kita semua dapat menjaga kesehatan kita
terutama pada bagian eliminasi, serta kita juga bisa mengedukasikan kepada masyarakat terkait
kesehatan eliminasi fekal maupun urin. Tentu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh

22
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun guna menyempurnakan makalah ini agar menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/69094681/Askep-Kebutuhan-Eliminasi-Urine

https://www.scribd.com/document/422981219/Askep-Eliminasi-Urine-Fix

23

Anda mungkin juga menyukai