DOSEN PENGAMPU :
M. Zainal, Skep.,Ns.,Mkes
DI SUSUN OLEH :
TINGKAT : 2A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan dengan membahas “
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eliminasi” dalam
bentuk makalah.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang keperawatan, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Kelompok kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak M. Zainal, Skep.,Ns.,Mkes selaku Dosen Pengampu yang telah
mengajarkan kami sehingga kami mengerti akan materi tersebut.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan
kritiknya supaya kedepannya lebih baik dari sebelumnya.
Terimakasih
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDU
L i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
BAB II PENUTUP........................................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................22
3.2 SARAN...........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari gangguan eliminasi urine dan
fekal
3. Untuk mengetahui etiologi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari gangguan eliminasi urine dan fekal
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari ganggaun eliminasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi,
penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas,penurunan
aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas
dapat berefek ansietas
4
Infeksi
Kehamilan
Penyakit; pembesaran kelenjar prostat
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, uretra
Umur
Penggunaan obat-obatan
2. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal
Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Pemasukan cairan juga
mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal,menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichym e
Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik
dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama pada pasien immobilisasi atau
bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
5
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi
reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Penggunaan
laksansia atau antasida yang terlalu sering juga dapat mengakibatkan diare
dan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl),
menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk
mengobati diare.
Usia atau Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Pada bayi, makanan akan
lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi karena gerakan peristaltik
yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya perubahan pola fungsi digestif
dan absorpsi nutrisi lansia lebih disebabkan oleh sistem kardiovaskular
dan neurogis lansia, daripada sistem pencernaan itu sendiri.
Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadil
ebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem
pencernaan,seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
6
Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
Kebiasaan diri
Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum.
Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltic secara temporer.
7
terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini
merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus
memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
c) Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya
diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran
dalam pengaturan cairan dan eletrolit.
d) Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit,
pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi
eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel
glomerolus sebagai penanda adanyahipoksia (penurunan oksigen)
eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan
pematangan eritrosit) dengan merubah sel induk tertentu menjadi
eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat
memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
e) Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk
mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai
darah). Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah
angiotensinogen (substansi yang disentesa oleh hati) menjadi
angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal (
paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin
III. Angeotensin IImenyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.
f) Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume
darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan
derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah
terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal.
g) Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal
bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D.
Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D
menjadi aktif sehingga klien rentan pada kondisi demineralisasi tulang
karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.
8
Ureter
a) Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki
kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada
sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga
lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa
yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung
kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang
mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang
distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar
adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.
b) Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung
kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding
posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini
berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam
ureter selama proses berkemih ( mikturisi) dengan menekan ureter
pada sambungan uretrovesikalis (sambungan ureter dengan
kandung kemih ).
Kandung Kemih
Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun
atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi.
Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun
pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum (suatu daerah segetiga
yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan
dasar dari kandung kemih. Fingter uretra interna tersusun atas otot polos
yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari
kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter (parasimpatis :
disadari ).
Uretra
Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 -
9
6,5 cm. Fingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian
bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.
Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor
predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke
uretra dari daerah perineum. Uretra pada pria merupakan saluran
perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan
panjang 20 cm. (fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001)
2. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari rektum dan anus. Hal ini
disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai dua atau tiga kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum. Saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui
pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus, begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksterna tenang maka feses
keluar. Reflek defekasi dua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4)dan
kemudian kembali kekolon desenden,kolon sigmoid dan rektum. Signal –signal
para simpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus
internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spigner anus individu
duduk ditoilet atau di bedpan, spigner anus eksternal tenang dengan sendirinya
mengeluarkan feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abnormal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang akan meningkatkan tekanan abnormal dan oleh
10
kontraksi abnormal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan didalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearahrektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengontaksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses diabsorbsi sehingga feses keras dan terjadi konstipasi
11
2.5. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eliminasi Fekal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.TN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS
GANGGUAN ELIMINASI FEKAL (KONSTIPASI)
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD Dr. SOETIJONO BLORA
KASUS :
Tn. KD berumur 65 tahun mengeluh bahwa sudah seminggu belum BAB. Pasien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, pasien tampak meringis. Biasanya pasien bisa BAB
dua hari sekali. Sejak tanggal 20 juni pasien tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan
saat dipalpasi ada impaksi feses.
I. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 65 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Pendidikan : Sma
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Pekutatan
Tanggal Masuk : 27 Juni 2021
Tanggal Pengkajian : 27 Juni 2021
No. Register : 0577409
Diagnosa Medis : Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi)
12
Pasien Mengeluh Tidak Bab Selama Seminggu.
2. Pernah Dirawat
3. Alergi
1. Infuse Rl 20 Tetes/Menit.
2. Dulcolac 3x15 Mg
13
3. Asam Mefenamat 3x500 Mg
A. Pola Nutrisi-Metabolik
• Sebelum Sakit : Pasien Megatakan Makan 2x Sehari, Dengan Porsi Habis, Minum 5
Gelas (Air Putih Dan Kopi)
• Saat Sakit : Pasien Mengatakan Makan 2x Sehari, Habis ½ Porsi, Minum 4 Gelas
( Air Putih Dan Kopi), Pasien Mengatakan Tidak Nafsu Makan.
B. Pola Eliminasi
1. Bab
Sebelum Sakit : Pasien Mengatakan Bab Dua Hari 1x, Dengan Konsistensi Feses
Keras, Berwarna Kecoklatan Tidak Disertai Darah.
Saat Sakit : Pasien Mengatakan Seminggu Terakhir Ini Tidak Bab. Pasien
Mengatakan Ketika Ingin Bab Susah Untuk Mengeluarkan Tinjanya Sehingga Pasien
Merasa Sakit Saat Mengedan. Rasa Sakit Yang Dirasakan Tidak Tertahankan.
2. Bak
Sebelum Sakit : Pasien Mengatakan Bak 4x Dalam Sehari, Urine Berwarna Kekuningan
Dan Berbau Pesing.
Saat Sakit : Pasien Mengatakan Bak 3x Dalam Sehari, Urine Berwarna Kekuningan
Dan Berbau Pesing.
4. Pengkajian Fisik
Suhu = 38 ̊ C
Td = 140/90 Mmhg
Rr = 24x/Menit
C. Keadaan Fisik
1. Abdomen
14
A. Inspeksi : Tidak Ada Jaringan Parut, Tidak Ada Inflamasi, Terjadi Pembesaran
Abdomen
B. B. Palpasi : Perut Terasa Keras Dan Penuh, Ada Impaksi Feses, Tedapat Nyeri Tekan
Dan Nyeri Lepas, Pasien Mengatakan Skala Nyeri 7 Dari 0-10 Yang Diberikan.
C. C. Perkusi : Redup
D. D. Auskultasi : Bising Usus 12x/Menit.
Analisa Data
15
3. DS : Hilangnya nafsu Ketidakseimbangan
Pasien mengatakan makan2x sehari, makan nutrisi kurang dari
habis ½ porsi. kebutuhan tubuh
Pasien mengatakan tidak nafsu
makan.
16
/ . Hasil f
Jam Dx
27-06 I Setelah dilakukan 1. Monitor TTV Untuk mengetahui
2016 / tindakan keperawatan pasien. keadaan umum
08.30 selama 3x24 jam, 2. Tentukan pasien.
pola defekasi
WIB konstipasi pasien bagi klien dan Untuk
dapat teratasi dengan latih klien mengembalikan
kriteria hasil: untuk keteraturan pola
1. Pola BAB menjalankann defekasi klien.
dalam batas ya Untuk memfasilitasi
3. Atur waktu
normal. yang tepat refleks defekasi
2. Tidak untuk Meningkatkan
mengalami defekasi klien pergerakan usus
kesulitan seperti Untuk melunakkan
untuk sesudah feses dan menurunkan
makan.
mengeluarkan 4. Anjurkan konstipasi
feses. aktivitas
3. Konsistensi optimal untuk
feses tidak merangsang
keras. eliminasi
defekasi
4. TTV dalam pasien.
rentang 5. Kolaborasi
normal dalam
pemeberian
Infuse RL 20
tetes/menit.
Dulcolac
17
normal. dalam yang dirasakan
4. Pasien tampak pemberian pasien.
rileks Asam 4. Analgetik
Mefenamat adalah jenis
3x500mg obat untuk
penghilang
rasa nyeri.
E. Implementasi Keperawatan
18
27-06- I, II Memonitor TTV manusia S : Pasien mengucapkan terima kasih
2016, setelah dilakukan pemeriksaan.
09.00
WIB O : TD : 140/90 mmHg, N : 90
x/menit, S : 38 ̊ C, R : 24 x/menit
19
14.30 II Melakukan pengkajian S : Pasien mengatakan terasa nyeri
WITA nyeri dengan teknik pada daerah perut bagian bawah,
PQRST pasien mengatakan skala nyeri 6 dari
0-10 yang diberikan, nyeri dirasakan
ketika mengedan.
20
Evaluasi Keperawatan
Jam
21
P : Pertahankan kondisi pasien, pasien boleh pulang.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan
eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine. Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi
fekal biasanya dilakukan huknah.
Gangguan eliminasi urin dapat terjadi karenan beberapa faktor seperti intake cairan,
aktivitas, obstruksi, infeksi, kehamilan, penyakit; pembesaran kelenjar prostat, operasi pada
daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, uretra, umur dan penggunaan obat-obatan.
Kemudian penyebab gangguan eliminasi fekal yaitu : pola diet tidak adekuat/tidak sempurna,
kurang aktivitas, meningkatnya stres psikologi, obat-obatan, usia atau umur, asupan cairan,
penyakit, kehamilan, kebiasaan diri, nyeri, pembedahan dan anestesi.
3.2 SARAN
Sebagai mahasiswa kesehatan, harusnya kita semua dapat menjaga kesehatan kita
terutama pada bagian eliminasi, serta kita juga bisa mengedukasikan kepada masyarakat terkait
kesehatan eliminasi fekal maupun urin. Tentu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
22
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun guna menyempurnakan makalah ini agar menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/69094681/Askep-Kebutuhan-Eliminasi-Urine
https://www.scribd.com/document/422981219/Askep-Eliminasi-Urine-Fix
23