Disusun Oleh :
Agung (212113006)
Salu (212113010)
Dosen Pembimbing :
D-III KEPERAWATAN
0
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga
kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Gangguan Kebutuhan Eliminasi Patologis
Sistem Pencernaan ; Konstipasi,Inkontinensia Urin,Gagal Ginjal”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 di STIKES
Hang Tuah Tanjung Pinang.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Mawar Eka Putri S.Kp, M.Kep selaku PA Prodi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang.
2. Meily Nirnasari S.Kep, Ns, M.Biomed selaku pembimbing mata kuliah keperawatan
Medikal Bedah 1.
3. Yusnaini Siagian S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun materi,
mengingatkan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Kelompok 10
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………...4
A. Latar Belakang……………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..4
C. Tujuan…………………………………………………………………………….…5
D. Manfaat……………………………………………………………………….……..5
A. Definisi………………………………………………………………………………6
B. Etiologi…………………………………………………………………………...….6
C. Manifestasi Klinis………………………………………………………………..…7
D. Komplikasi……………………………………………………………………….…7
E. Patofisiologi………………………………………………………………..………..8
F. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………….…….…10
G. Konsep Asuhan Keperawatan………………………………………………….…11
A. Definisi…………………………………………………………………………...…13
B. Etiologi…………………………………………………………………………...…13
C. Manifestasi Klinis……………………………………………………………….…14
D. Komplikasi…………………………………………………………………………14
E. Patofisiologi……………………………………………………………………...…14
F. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………......…17
G. Konsep Asuhan Keperawatan ……………………………………………………17
A. Definisi………………………………………………………………...……………27
B. Penyebab…………………………………………………………………………...28
C. Manifestasi Klinis………………………………………………………………….29
D. Klasifikasi…………………………………………………………………………..31
E. Patofisiologi………………………………………………………………………...32
F. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………………...35
2
G. Konsep Asuhan Keperawatan …………………………………………………...……35
BAB V PENUTUP…………………………………………………………………………...…44
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………..44
B. Saran…………………………………………………………………………….………44
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya
keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana
membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik
(vena), sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan
untuk melakukan buang air besar. semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada
lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red)
lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni penggunaan obat"obatan seperti aspirin,
antihistamin, diuretik, obat penenang dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jikamakan
makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini
bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut"turut.
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan dari pada yang belum pernah
melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasiadi dasar panggul.
Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina
disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total
uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan
kalium di dalam darah atau produksi urin.Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa
saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada
ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa,
terlebih pada kaum lanjut usia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Konstipasi,Inkontinensia urin,Gagal Ginjal?
2. Bagaimana etiologi Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
3. Apa saja manifestasi klinis Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
4. Bagaimana patifiosiologi Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
5. Bagaimana pemeriksaan komplikasi Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
4
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Konstipasi,Inkontinensia urine,Gagal Ginjal?
C. Tujuan
Agar mahasiswa/i STIKES HANG TUAH TAJUNG PINANG dapat memahami tentang
gangguan kebutuhan eliminasi patologis sistem pencernaan Konstipasi,Inkontinensia
urin,Gagal ginjal.
D. Manfaat
Untuk mengetahui dan memahami apa itu dan memahami Konstipasi,Inkontinensia
urin,Gagal ginjal dan konsep asuhan keperawatan pada klien penyakit
Konstipasi,Inkontinensia urin,Gagal ginjal.
5
BAB II
PEMBAHASAN KONSTIPASI
A. Definisi
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang,
atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana
membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah
balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan
kesulitan untuk melakukan buang air besar. semua orang dapat mengalami konstipasi,
terlebih pada lanjut usia (lansia) akibatgerakan peristaltik (gerakan semacam
memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni penggunaan
obat"obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang dan lain"lain.
Kebanyakan terjadi jikamakan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan
kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jikasudah lebih dari tiga hari berturut-
turut.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus
konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada
kelompok usia 60 tahun ke atas. ternyata wanita lebih sering mengeluh konstipasi
dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1.insiden konstipasi meningkat
seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas
B. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai
berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk
defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2.Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya
daging, produk-produk susu,telur) dankarbohidrat murni (makanan penutup yang
berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebihlambat didalam
saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
6
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal.
Selain itu, kolon bagian bawah yangdikosongkan dengan sempurna, memerlukan
waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.
5. Obat penenang,opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secaralokal pada mukosa usus untuk
menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan
dapatmenyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium
atau aluminium, dan obat-obatanantiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen,
dan penurunan sekresi mukosa usus.Lansia sering mengonsumsi makanan rendah
serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal),
seperti obstruksi usus, ileus paralitik,dan divertikulitus.
C. Manifes Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon,gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang
berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada
sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
1.perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika
tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat
seperti sedang hamil).
2.Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap dari pada biasanya,
dan jumlahnya lebih sedikit dari pada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat
kecil bila sudah parah).
3.pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang
harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan tinja.
4.terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5.Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6.frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya
(jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak
bisa buang.
7.menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air
besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8.terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
7
D. Komplikasi
Walaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasi hanya sekedar
mengganggu, tetapi untuk untuk sebagian kecil dapat berakibat komplikasi yang serius,
misalnya impaksi feses. Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada
daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi
sekeras batu, di rektum (70%), sigmoid(20%), dan kolon bagian proksimal(10%).
E. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan
kerja otot-otot polosdan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari
sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB.
Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya
mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara
normal dirangsang oleh distensirektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,relaksasi otot
sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-
abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang
spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk
BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rectum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik
persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
8
9
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang
jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk
menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput
lendir mulut dan tumoryang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses
menelan.Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut,peregangan atau
tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih
dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang
nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ,
cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.Pemeriksaan dengan stetoskop
digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya
sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia,
fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga
kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja,
atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko
konstipasi seperti gula darah,kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya
darah dari dubur.Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada
saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita
konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat
bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari
dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi.
Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil
dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus
(70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan
kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi
menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam
sampai 39,5°C , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang.
10
G. Konsep Asuhan Keperawatan
A.Pengkajian
1.Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Status :
Tanggal :
Jam MRS :
2.Riwayat kesehatan
a. keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian); seperti nyeri defekasi.
b.Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit): sejak kapan sulit BAB, nyeri pada bagian abdomen, nyerisaat defekasi.
c.Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien).
d.Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).
B.Pemeriksaan Fisik
1.Keadaan Umum: klien dalam kondisi baik namun teraba adanya distensi abdomen
4.Pemeriksaan B1- B6
11
C.Diagnosa Keperawatan
3.Eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat ( misalnya, tepat waktu, posisi saatdefekasi,
dan privasi )
D.Intervensi Keperawatan
INTERVENSI RASIONAL
1.Catat dan kaji warna, konsistensi, R/. pengkajian awal utk mengetahui
jumlah, dan waktu BAB adanyamasalah bowel
2.Kaji dan catat pergerakan usus R/. deteksi dini penyabab konstipasi
12
BAB III
A. Definisi
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan dari pada yang belum pernah melahirkan
(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasiadi dasar panggul. Kebanyakan
penderita inkontinensia telah menderita desensusdinding depan vagina disertai sisto-uretrokel.
Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan
kontinensia urineyang baik
B. Etiologi
Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala inkontinensia urine antaralain :
1.Kelainan Traktus Urinenarius Bagian Bawah
Infeksi, obstruksi, kontraktiltas kandung kemih yang berlebihan, defisiensi
estrogen,kelemahan sfingter, hipertropi prostat.
2.Usia
Seiring bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsiorgan kemih,
antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan
mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan
air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih,
sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin
berkemih.
3.Kelainan Neurologis
Otak (stroke, alzaimer, demensia multiinfark, parkinson, multipel sklerosis),medula
spinalis (sklerosis servikal atau lumbal, trauma, multipel sklerosis),dan persarafan perifer
(diebetes neuropati, trauma saraf).
4.Kelainan Sistemik
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan
harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan
oleh penyakit kronik, trauma, atau
gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ketoilet secara
teratur atau menggunakan substitusi toilet.
13
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain :
1.Sering Berkemih
Merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal bila di bandingkan dengan
pola yang lazim di miliki seseorang atau lebih seringdari normal yang umumnya di terima,
yaitu setiap 3-6 jam sekali.
2.Frekuensi
Berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24 jam.
3.Nokturia
Malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
4.Urgensi
Keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun penderita belum lama sudah
berkemih dan kandung kemih belum terisi penuhseperti keadaan normal.
5.Urge Inkontinensia
Dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak dapat ditahan sehingga kadang-
kadang sebelum sampai ke toilet urine telah keluar lebih dulu
D. Komplikasi
Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkan antara lain :
1.Infeksi saluran kemih.
2.Ulkus pada kulit.
3.Problem tidur.
4.Depresi dan kondisi medis lainnya.
E. Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain fungsisfingter
yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga
disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.Fungsi otak besar yang
terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.Terjadi hambatan pengeluaran
urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai
kapasitas berlebihan. Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada
lesi suprapons dan suprasakral.Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras
sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan
kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan
ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan
overflow.
Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya dikelompokkan
menjadi 4 :
14
1.Urinary stress incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing
menjadi lebih besar dari pada tekanan pada urethra.Gejalanya antara lain kencing sewaktu
batuk, mengejan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada
rongga perut.Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering
dipakai).
2.Urge incontinence
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil,dimana otot ini
bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak,
kencing berulang kali, kencing malam hari,dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan
dengan pemberian obat-obatan dan beberapa latihan.
3.Total incontinence
Total incontinence, dimana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala
posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang
menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atauke luar tubuh), misalnya fistula
vesikovaginalis (terbentuk saluran antarakandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula
urethrovaginalis (saluran antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai, dapat ditangani
dengan tindakan operasi.
4.Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu
banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah. Biasanya hal ini
dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang
belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah
kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit
dan pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.
15
16
F. Pemeriksaan Penunjang
a.Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
b.Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah
kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
c.Cysometry
d.Urografi Ekskretorik
Urografi ekskretorik bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih. Disebut juga pielografi intravena,digunakan untuk mengevaluasi struktur dan
fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
e.Kateterisasi Residu
A.Pengkajian
a.Identitas klien
Nama : Ny. W
Agama : Islam
17
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Nama : Tn. M
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
2.Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
b.Riwayat penyakit
sekarang Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi lebih
dari 10 kali dalam sehari. Klien tidak biasa menahan kencingnya untuk pergi ke toilet sampai klien
mengompol.Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa haus.
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
d.Riwayat psikologi
Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya sangat
menyengat.
e.Riwayat kehamilanKlien memiliki 2 orang anak dan tidal pernah mengalami keguguran
18
1)Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit
seperti ini.
2)Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan Klien mengatakan belum berobat kemanapun saat
mengalami penyakit ini.
3)Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan Klien mengatakan tidak tahu penyebab
penyakit ini.
1. Sebelum Sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan ✓
Mandi ✓
Berpakaian ✓
Eliminasi ✓
Mobilisasi ✓
ditempat tidur
Berpindah ✓
Ambulasi ✓
Naik tangga ✓
2. Saat Sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan ✓
Mandi ✓
Berpakaian ✓
Eliminasi ✓
19
Mobilitas di ✓
tempat tidur
Berpindah ✓
Ambulasi ✓
Naik tangga ✓
Keterangan :
0: Mandiri
1: Dibantu sebagian
1)Sebelum sakit
2)Saat sakit
1)Sebelum sakit
a)Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi danlauk, habis 1 porsi
2)Saat sakit
a)Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi danlauk, habis 1 porsi
20
b)Klien mengatakan minum 4 – 5 gelas sehari
e.Pola eliminasi
1)Sebelum sakit
a)Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan warna kecoklatan.
2)Saat sakit
a)Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan warna kecoklatan.
b)Klien mengatakan BAK ± 9 – 10 kali sehari, warnanyakuning keruh dan bau urin menyengat.
1)Sebelum sakit
2)Saat sakit
Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya
sangat menyengat.
B.Diagnosa Keperawatan
21
C. Intervensi Keperawatan
4.TTV stabil.
Monitor
makanan/cairan yang
dikonsumsi dan
hitung asupan kalori
harian.
Distribusikan asupan
cairan salama 24 jam.
22
penuh dengan tepat Batasi intake cairan
waktu 2-3 jam sebelum
tidur.
Instruksikan klien
untuk minum
minimal 1500 ccair
per hari
Berikan lotion
perlindungan yang
tepat(misalnya : zink
oksida, petrolatum).
23
D.Implementasi dan Evaluasi
-Respon : -Membran
mukosakering.
-Membran mukosatampak kering.
-Turgor kulit kering.
-Turgor kulit tidakelastis.
-TTV :
3.Memonitor tanda tandavital pasien.
-TD : 160/90mmHg
-Respon :
- N : 90x/menit.
-TD : 160/90 mmHg.
-RR : 19x/menit.
- N : 90x/menit.
-S : 37°C.
- RR : 19x/menit.
-BB 71 kg
-S : 37°C.
-Frekuensi minum 4-
4.Berkolaborasi dengan keluarga untuk 5 gelas dalam sehari.
mengawasi asupan cairan pasien.
A :Masalah belum
-Respon : Keluarga mengatakan pasien teratasi.
sering mengeluh haus
P :Intervensi
dilanjutkan :
-Menjaga
intake/asupan yang
akurat dan catat
output.
-Memonitor status
hidrasi (misalnya
24
:membran mukosa
lembab,denyut nadi
adekuat, dan tekanan
darah ortostatik.
-Memonitor tanda-
tanda vital pasien.
-Berkolaborasi
dengan keluarga
untuk mengawasi
asupan cairan pasien.
25
mempermudah akses
ke toilet.
-Membatasi intake
cairan 2-3 jam
sebelum tidur.
26
BAB IV
A. Definisi
Penyakit Gagal Ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan normal.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua kategori yaitu gagal ginjal kronik dan gagal ginjal
akut. (Price & Welson, 2006).
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke
glomerulus dan mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang
disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai
dan beberapa yang masih terpakai serta cairan akan melewati membran kapiler
sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap
tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal
yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus
ginjal. Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat
akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke
dalam filtrat. Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni Gagal Ginjal Akut (acute
renal failure = ARF) dan Gagal Ginjal Kronik (chronic renal failure = CRF).
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tublar dan glomerular
(Brunner & Suddarth,2000)
Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu
beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi
ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang
meningkat.
Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak
tidak dapat lagi memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang
mengandung zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan
27
dari tubuh .Gagal ginjal akut biasanya disertai oliguria (pengeluaran kemih
<400ml/ hari). (Price and Wilson, 1995 : 885).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseibangan metabolik,caira dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau
azotemia. (Brunner & Suddarth,2000)
B. Penyebab
1. Penyebab gagal ginjal akut menurut (Brunner & Suddarth,2000)
a. Kondisi Pre Renal (Hipoperfusi ginjal)
Kondisi pre renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan
terjadinya hipoperfusi renal adalah :
· Penipisan volume
· Hemoragi
· Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretic,osmotic)
· Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah,diare)
· Gangguan efisiensi jantung
· Infark miokard
· Gagal jantung kongestif
· Disritmia
· Syok karsinogenik
· Vasodilatasi
· Sepsis
· Anafilaksis
· Medikasi antihipertensif
28
· Antibiotic aminoglikosida
· Agen kontras radiopaque
· Logam berat (timah,merkuri)
· Obat NSAID
· Bahan kimia dan pelarut
· Pielonefritis akut
· Glumerulonefritis
C. Manifestasi Klinis
29
1. Perubahan Haluaran Urin.
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitasi spesifiknya rendah
(1010 normalnya 1015-1025)
2. Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin.
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukkan protein.
3. Hiperkalemia.
Pasien yang mengalami laju filtrassi glomerulus tidak mampu mengeksresikan
kalium.
4. Asidosis meabolik.
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi matan metabolic seperti sustansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal.
30
• Gastrointestinal
1. Anoreksia, mual dan muntah
2. Pendarahan saluran GI
3. Ulserasi dan pendarahan pada mulut
4. Konstipasi
5. Napas berbau amonia
• Muskuloskeletal
1. Keram otot kehilangan kekuatan otot
2. Fraktur tulang
3. Foot drop
D. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium I
Kehilangan fungsi ginjal 75-90% pada tingkat ini terjadi kreatinin serum dan
nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengembangkan urin
pekat dan azotemia
Tingkat renal dari GGK yaitu sisa nefron yang berfungsi <10%. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok sekalisebagai
respon terhadap GFR yang mengalami penurunan sehingga terjadi
ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan
untuk dialysis.
1. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih
normal (>90 ml/menit/1,73 m2)
31
2. Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73
m2
3. Stadium 3
4. Stadium 4
5. Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal terminal.
E. Patofisiologi
a) Terdapat empat tahapan terjadinya gagal ginjal akut menurut
(Brunner & Suddarth,2000):
1. Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria
2. Periode Oliguri
Pada periode ini volume urine kurang dari 400 ml/24jam, disertai
dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea,kreatinin, asam urat, kalium dan
magnesium). Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik
muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
3. Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap.,disertai
tanda perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan
akhirnya menurun. Tanda uremik mungkin masih ada,sehingga
penatalaksanaan medis dan keperawatan masih di perlukan. Pasien
harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahapan ini, jika
terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4. Periode Penyembuhan
32
· Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung
selama 3-12 bulan
· Nilai laboratorium akan kembali normal
· Namun terjadi penurunan GFR permanen 1%-3%.
33
34
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram (EKG), Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
2. Kajian foto toraks dan abdomen, Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
retensi cairan.
3. Osmolalitas serum, Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd, Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal, Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi, Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram Ginjal, Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular
35
kembali berobat ke puskesmas Carolous dengan keluhan lemas, nafsu makan
menurun dan klien terdiagnosis penyakit ginjal. Kemudian klien berobat ke RSUD
Budi Asih dengan keluhan yang sama badan lemas dan nafsu makan menurun.
36
c. Personal Hygiene :
1) Di rumah :
Klien mandi 2 kali sehari menggunakn sabun. Klien menggosok gigi 2 kali
sehari setelah makan pagi dan sebelum tidur. Klien mencuci rambut 1 kali
seminggu menggunakan shampoo.
2) Di rumah sakit :
Klien mandi hanya di lap sehari satu kali. Menggosok gigi 1 kali sehari
dengan menggunakan pasta gigi.
d. Istirahat dan tidur
1) Di rumah :
Klien tidur 5 jam sehari, klien tidak pernah tidur siang.
2) Di rumah sakit :
Klien tidur 6 jam sehari, tidur siang kadang-kadang.
37
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakkan bola mata normal,
konjungtiva anemis, kornea normal, sklera, anikterik, pupil isokor, otot-otot mata
tidak ada kelainan, klien memakai kacamata plus (+), tidak memakai lensa kontak,
reaksi terhadap cahaya baik.
b. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada serumen, kondisi telinga normal, tidak terasa penuh
dalam telinga, tidak memakai alat bantu pendengaran, fungsi keseimbangan
normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal.
c. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih, tidak sesak nafas, tidak menggunakan otot- otot bantu
pernafasan, frekuensi 20 x/menit, irama teratur, klien tidak batuk, suara nafas
normal.
d. Sistem kardiovaskuler
Warna kulit pucat, tidak ada distensi vena jugularis kanan dan kiri, nadi 84x/menit,
irama teratur, denyut kuat, TD 160/100 mmHg, tempetarure kulit hangat, kapilari
refil 3 detik, ada edema, denyut nadi apikal 80x/menit, irama teratur, murmur dan
gallop tidak ada, tidak ada keluhan sakit dada.
e. Sistem persyarafan
Klien bicara normal, tidak ada disorientasi orang, tempat dan waktu, nilai GCS
klien 15, kesdaran composmentis, rasa baal tidak ada, ada kesmutan, klien dapat
merasakan suhu panas/ dingin, refleks fisiologis dan patologis klien normal, kaku
kuduk tidak ada, test lasaque normal > 130º, test kernig normal > 70º, tidak ada
kesulitan dalam berbicara.
f. Sistem pencernaan
Warna kulit abdomen normal, terdapat bising usus 10x/menit, bunyi timpani tidak
ada massa, tidak teraba tegang, hepar dan lien/ spelen tidak ada kelianan,
konsistensi feses warna coklat setengah padat, lamanya 2 hari, muntah tidak ada,
mual ada , nafsu makan kurang, nyeri daerah perut dikanan bawah seperti melilit
rasa penuh di perut tidak ada.
38
g. Sistem endokrin
Nafas berbau keton (-), poliuri, polidipsi dan polipagia tidak ada, berkeringat
banyak tidak ada, tremor tidak ada, bradikardi tidak ada, takikardi tidak ada,
exopthalmus tidak.
h. Sistem perkemihan
Klien memakai kateter, tidak ada nyeri tekan, nyeri tekan daerah pinggang belakang
tidak ada, BAK 3-4 kali sehari, BAK terkontrol, jumlah urin 600 cc/24 jam, warna
kuning pekat.
i. Sistem muskuloskeletal
Klien tampak lemas, bentuk tubuh klien atletik, gaya berjalan normal, lengkung
spinal normal, tidak ada kesulitan gerak sendir, tidak ada frsktur, tidak ada paralisis,
tidak teraba panas, klien terpasang IVFD resamen/12 jam.
8. Pemerikasaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Telah didapatkan hasil laboratorium tanggal 31 Mei 2014, yaitu leukosit: 5,3 rb/ul
(normal: 3,8 – 10,6), eritrosit 2,7 jt/ul (normal: 4,4 – 5,9), hemoglobin 9,2 gr/dl
(normal: 13,2 – 17,3), hematokrit 26% (normal: 40-52), trombosit 285 rb/ul
(normal: 150 – 440), MCV 95,0 fl (normal: 80 – 100), MCH 33,9 pg (normal: 26 -
34), MCHC 35,8 g/dl (normal: 32-36), RDW: 13,8% (normal <14) GDS : 143 mg/dl
(normal <110), Ureum: 226 mg/dl (normal: 13-43), kreatinin : 21,40 mg/dl (normal
<1,2).
9. Penatalaksanaan
a. Terapi oral : CaCO3 3x1 mg, Tonar 3x2 kaplet 630 mg, Amlodipin 1x5
mg
Candesartan 1x 16 mg
b. Terapi injeksi : Ranitidin 2x1 ampul (@2ml, 25 mg/ml), Ondasentron 2x1
Ampul (@2ml, 2mg/ml)
c. Parenteral : Resamin/12 jam (14 tetes/menit)
39
b. Data Objektif
Klien makan habis 1/2 porsi, membran mukosa kering, turgor kulit sedang, capilary
refil 3 detik, klien bertanya tentang penyakitnya, klien dan keluarga bertanya
tentang pengobatan, klien tampak dibantu keluarga, klien beraktivitas hanya di
tempat tidur, klien tampak tidak rapih, kaki kanan klien teraba tegang otot, teraba
edema pada kaki kanan, BB sebelum sakit 72 kg, BB saat ini 64 kg. TB : 170 cm,
TTV: TD: 160/100 mg, N: 84 x/menit, RR: 20x/menit, S: 36°C, pemeriksaan lab :
Hb: 9,2 gr/dl (normal: 13,2-17,3), Ht : 26% (normal: 40-52).
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, didapatkan diagnosa sebagai berikut
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kekurangan volume cairan
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, diet, dan kebutuhan pengobatan
4. Intoleransi aktivitas
5. Defisit perawatan diri personal hygiene
C. Perencanaan Keperawatan
No DX TUJUAN DAN KH INTERVENSI
KEP
1 1 Tujuan: - Kaji status, pola dan kebiasaan makan
klien
Nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam - Berikan makanan sedikit tapi sering
40
Kriteria Hasil : - Observasi tanda dan gejala dehidrasi
41
D. Implementasi Keperawatan
- Klien
mengatakan makan
3x sehari dengan
diet lunak
- Klien dapat
14.30 4&5 - Mengkaji tingkat aktivitas menghabiskannya
klien dan memberi makan
- Klien makan
dibantu keluarga
- TD:
15.00 1&2
160/100mmHg
- Mengukur TTV
- N: 84 x/menit
- RR: 20x/menit
- S: 360C
42
E. Evaluasi Keperawatan
- BB: 65kg
- TB: 170 cm
P : - intervensi dipertahankan
43
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal.
Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC
nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara
normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami
penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa
metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta cairan akan
melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar
akan tetap tertahan di dalam darah.
2. Saran
Apabila ingin melakukan asuhan keperawatan maka harus melalui tahap pengkajian terlebih
dahulu dan dilanjut dengan menentukan diagnosa keperawatan, melakukan intervensi dan
implementasi keperawatan, kemudian menghasilkan evaluasi dari sebuah tindakan,. lalu di
dokumentasikan.
44
DAFTAR PUSTAKA
R,Jakarta:EGC
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam,
Jilid II, Edisi ke-3,Gaya baru, Jakarta.
Graber, Mark A. Buku saku dokter keluarga. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2006.
Gleadle J. Gejala saluran kemih. Dalam: At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2007.
Geri M. Obstetri & ginekologi: panduan praktik. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2009.
Bararah, Taqiyyah dan Jauhar Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan Edisi Ke-1. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Bararah, Taqiyyah dan Jauhar Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan Edisi Ke-2. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Medah Edisi Ke-8. Jakarta: EGC
45