Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PENCERANAAN BAGIAN BAWAH “KONSTIPASI”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. SITTI KHADIJA (19.01.073)
2. RIMA ADRIYANI (19.01.071)
3. MILY INDIYANA (19.01.062)
4. NURHALIMA (19.01.069)
5. NUR AFRIANI (19.01.066)
6. NELMY APRIANI (19.01.064)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (KONVERSI
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb.


Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Segala puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan kerunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “KONSTIPASI”
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan, saran-
saran, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak dari awal hingga
selesainya laporan ini. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, hal ini
disebabkan oleh beberapa kendala seperti waktu dan sumber bacaan yang
kami dapatkan. Untuk itu saran dan kritikan diharapkan guna kesempurnaan
laporan ini dan semoga dapat bermanfaat bagi semua yang berkempentingan
khususnya bagi kami.

Makassar, 07 Mei 2020

Anggota Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ..................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSATAKA


A. Konsep Medis ...................................................................................... 3
B. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................ 19
B. Saran ...................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

TINDAKAN PEMBERIAN HUKNA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air
besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang,
jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering.Konstipasi juga dapat
diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur
(anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga saluran
cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk
melakukan buang air besar. Semua orang dapat mengalami konstipasi,
terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam
memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni
penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang
dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang kurang
berserat, kurang minum, dan kurang olahraga.Kondisi ini bertambah parah
jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai
30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita lebih sering
mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1.
Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65
tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas,
terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris
ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang
teratur menggunakan obat pencahar .Di Australia sekitar 20% populasi di atas
65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita
dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991,
sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama
anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian,
misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar

1
seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.Penyebab
konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik
saraf sentral atau saraf perifer.Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon
seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor
idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh
adalah pada buah dan sayur.Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan
mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah
tersebut dengan diblender.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan konstipasi, serta mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan konstipasi.
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian konstipasi
b. Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi
c. Untuk mengetahui dan memahami etiologi konstipasi
d. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi
e. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi
f. Untuk mengetahui dan mampu menerapkan pemeriksaan,
penatalaksanaan serta pencegahan untuk pasien dengan konstipasi
g. Untuk memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan konstipasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada
seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau
keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak
cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).
Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang
menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat.Konstipasi dikatakan
akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika
lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena
feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak
teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat
dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit.Konstipasi adalah
penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama
atau keras dan kering.Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu
tanda yang terkait dengan konstipasi.Apabila motilitas usus halus melambat,
masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar
kandungan air dalam feses diabsorpsi.Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk
melunakkan dan melumasi feses.Pengeluaran feses yang kering dan keras
dapat menimbulkan nyeri pada rektum.(Potter & Perry, 2005).
Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali
tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.

B. Tipe Konstipasi
Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:
1. Konstipasi Fungsional
Kriteria:

3
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:
a. Mengedan keras 25% dari BAB
b. Feses yang keras 25% dari BAB
c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB
d. BAB kurang dari 2 kali per minggu
2. Penundaan pada muara rectum
Kriteria:
a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
b. Waktu untuk BAB lebih lama
c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari
feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan
adanya disfungsi anorektal.Yang terakhir ditandai adanya perasaan
sumbatan pada anus.

C. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah
sebagai berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk
defekasi dapat menyebabkan konstipasi
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani
(misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni
(makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi,
karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang
rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur
menyebabkan konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi
normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan
sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

4
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk
menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan
dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam
kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat
menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot
abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering
mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI
(gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan
divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya
cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau
hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.
Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:
1. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan
konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari
epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus
spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang
berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal,
meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare
dan konstipasi.
2. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada
orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.

D. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis
yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral

5
dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan
kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan
pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang
terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal
dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,
relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan
peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme
ini dapat berakibat konstipasi.Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus
besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan.Feses masuk
dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus
interna.Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks
kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
depersarafi oleh saraf pudendus.Otak menerima rangsang keinginan untuk
BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga
rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding
perut.kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter
dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat
dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel,
mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi
merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak
terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan
patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya
usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia
lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu
gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu
pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan,
normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian

6
pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan
perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat
atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14
hari.Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon
sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon
sigmoid.Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik
dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons
motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena
degenerasi plexus mienterikus.Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf
pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu
gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma
beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor
opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari
sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas
berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan
kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan.
Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk
mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih
keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf
pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang
yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar
setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum
ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya
adalah sebagai berikut:

7
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan
tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut
penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat
berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-
kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu
supaya dapat mengeluarkan tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk
daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan
kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit
buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau
lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2
dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
1. Konsistensi feses yang keras,
2. Mengejan dengan keras saat BAB,
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

F. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan
kelainan yang jelas.Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan
menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi
mempengaruhi fungsi usus besar.

8
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya
luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa
pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan
atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot
perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar,
adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari
pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut
atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara
gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang
pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan)
atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan
tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur,
adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor
risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia
akibat keluarnya darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada
saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.Foto polos perut harus dikerjakan
pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau
tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus.Jika ada penurunan
berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga
dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi.Bagi sebagian orang
konstipasi hanya sekadar mengganggu.Tapi, bagi sebagian kecil dapat
menimbulkan komplikasi serius.Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros
usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%).Hal ini
menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit
dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal.Pada konstipasi kronis
kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium (kebingungan dan

9
penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus melemah, penyimpangan
irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan.
Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan
kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta
hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak
terkontrol.Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.

G. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi
konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara
simptomatik.Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada
penyebab dari konstipasi.Penggunaan obat pencahar jangka panjang
terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi
pengobatan dibagi menjadi:
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar:
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan
pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.Penderita
dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk
memanfaatkan gerakan usus besarnya.dianjurkan waktu ini adalah 5-
10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-
kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan
penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan
tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet:
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan
usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang
mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan
macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel
dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat

10
ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak
ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan
umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut
untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita
dengan atoni pada otot perut.
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi
farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal,
Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah
penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman
untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain
: sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar. Golongan ini yang banyak dipakai.Perlu diperhatikan
bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang,
dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas
kolon.Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi
dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan
pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis
ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan
masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta
tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa

11
umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau
adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

H. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari
dan cairan lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15
menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang
lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang
air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.

12
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan
dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta
harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus
dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi
dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi
obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah
penting.Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa
penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens,
atau diare encer.
e. Riwayat / Keadaan Psikososial
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari
h. Analisa Data
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau,
konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen.Abdomen diauskultasi
terhadap adanya bising usus dan karakternya.Distensi abdomen
diperhatikan.Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid,
fisura, dan iritasi kulit.

B. Diagnosa
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya
nafsu makan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

13
C. Intervensi
1. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak
teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
a. Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
b. Konsistensi feses lembut
c. Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional
1. Mandiri:
a. Tentukan pola defekasi a. Untuk mengembalikan
bagi klien dan latih klien keteraturan pola defekasi
untuk menjalankannya klien
b. Atur waktu yang tepat
untuk defekasi klien seperti b. Untuk memfasilitasi
sesudah makan refleks defekasi
c. Berikan cakupan nutrisi
berserat sesuai dengan c. Nutrisi serat tinggi untuk
indikasi melancarkan eliminasi fekal
d. Berikan cairan jika tidak d. Untuk melunakkan
kontraindikasi 2-3 liter per eliminasi feses
hari

2. Kolaborasi:
Pemberian laksatif atau enema
sesuai indikasi

2. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik

14
Kriteria Hasil :
a. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
b. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
c. Nilai laboratorium dalam batas normal
d. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional
1. Mandiri:
a. Buat perencanaan a. Menjaga pola makan
makan dengan pasien pasien sehingga pasien
untuk dimasukkan ke makan secara teratur
dalam jadwal makan. b. Pasien merasa nyaman
b. Dukung anggota dengan makanan yang
keluarga untuk membawa dibawa dari rumah dan
makanan kesukaan pasien dapat meningkatkan nafsu
dari rumah. makan pasien.
c. Dengan pemberian
c. Tawarkan makanan porsi yang besar dapat
porsi besar disiang hari menjaga keadekuatan
ketika nafsu makan tinggi nutrisi yang masuk.
d. Pastikan diet d. Tinggi karbohidrat,
memenuhi kebutuhan protein, dan kalori
tubuh sesuai indikasi. diperlukan atau
dibutuhkan selama
e. Pastikan pola diet yang perawatan.
pasien yang disukai atau e. Untuk mendukung
tidak disukai. peningkatan nafsu makan
f. Pantau masukan dan pasien
pengeluaran dan berat f. Mengetahui
badan secara periodik. keseimbangan intake dan
pengeluaran asuapan

15
g. Kaji turgor kulit pasien makanan.
g. Sebagai data
penunjang adanya
2. Kolaborasi: perubahan nutrisi yang
a. Observasi: kurang dari kebutuhan
1) Pantau nilai
laboratorium, seperti Hb,
albumin, dan kadar 1) Untuk dapat
glukosa darah mengetahui tingkat
kekurangan kandungan
2) Ajarkan metode untuk Hb, albumin, dan glukosa
perencanaan makan dalam darah.
b. Health Edukasi 2) Klien terbiasa makan
Ajarkan pasien dan keluarga dengan terencana dan
tentang makanan yang teratur.
bergizi dan tidak mahal
Menjaga keadekuatan asupan
nutrisi yang dibutuhkan.

3. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada


abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
b. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
c. Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
d. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah
nyeri
e. Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-
analgesik secara tepat

16
Intervensi Rasional
1. Mandiri:
a. Bantu pasien untuk a. Klien dapat
lebih berfokus pada mengalihkan perhatian
aktivitas dari nyeri dengan dari nyeri
melakukan penggalihan
melalui televisi
atau radio. b. Hati-hati dalam
b. Perhatikan bahwa pemberian anlgesik opiate
lansia mengalami
peningkatan sensitifitas
terhadap efek analgesik
opiat c. Hati-hati dalam
c. Perhatikan pemberian obat-obatan
kemungkinan interaksi pada lansia
obat – obat dan obat
penyakit pada lansia
a. Observasi
2. Kolaborasi 1) Mengetahui tingkat
a. Observasi nyeri yang dirasakan klien
1) Minta pasien untuk
menilai nyeri atau ketidak 2) Mengetahui
nyaman pada skala 0 – 10 karakteristik nyeri
2) Gunakan lembar alur 3) Agar mngetahui nyeri
nyeri secara spesifik
3) Lakukan pengkajian
nyeri yang komperhensif b. Health Education
b. Health education 1) Perawat dapat
1) Instruksikan pasien melakukan tindakan yang
untuk meminformasikan tepat dalam mengatasi

17
pada perawat jika nyeri klien
pengurang nyeri kurang
tercapai
2) Berikan informasi 2) Agar pasien tidak
tetang nyeri merasa cemas

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air
besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang,
jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering.Konstipasi bisa terjadi
di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-
nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan
kendaraan umum lainnya.Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik,
efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer.Bisa
juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau
fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan
dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.Mencegah
konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit.Kuncinya adalah
mengonsumsi serat yang cukup.Serat yang paling mudah diperoleh adalah
pada buah dan sayur.
B. Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya
adalah dengan mengonsumsi makanan yang berserat.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah I, et al,.1997.Kelainan abdomen nonakut. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed
Sjamsuhidajat R, Jakarta: EGC. Diakses pada tanggal 07 Mei 2020 di
https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC. Diakses pada tanggal 07 Mei 2020 di
https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta. Diakses pada
tanggal 07 Mei 2020 di
https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta :
EGC. Diakses pada tanggal 07 Mei 2020 di
https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan
Huknah Rendah (Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Klien)

A. Pengertian Huknah Rendah

Yang dimaksud memberikan huknah rendah adalah suatu tindakan


pemenuhan kebutuhan eliminasi dengan cara memasukkan cairan hangat
melalui anus ke rectum sampai colon desenden dengan mempergunakan
kanul recti. Kanul masuk 10-15 cm ke dalam rektal dengan ketinggian
irigator 50 cm dengan posisi sims kiri.
Alasan utama huknah rendah ialah untuk meningkatkan defekasi
dengan menstimulasi peristaltik usus. Volume cairan, yang dimasukkan,
memecah masa feses, merenggangkan dinding rectum, dan mengawali reflek
defekasi. Huknah juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang
menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum.
Huknah rendah paling sering digunakan untuk menghilangkan
konstipasi untuk sementara. Indikasi lain antara lain : membuang feses yang
mengalami impaksi, mengosongkan usus sebelum menjalani pemeriksaan
diagnostik, pembedahan atau melahirkan, dan memulai program bowel
training.
B. Tujuan Huknah Rendah
1. Mengosongkan usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan selama operasi berlangsung, seperti defekasi.
2. Merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses karena kesulitan
untuk defekasi (pada pasien sembelit).
3. Sebagai tindakan pengobatan.

C. Indikasi
1. Konstipasi
2. Pasien yang obstipasi
3. Impaksi feses (tertahannya feses)
4. Persiapan pre-operasi
5. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi
6. Pasien dengan melena.

D. Kontra Indikasi
1. Pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s disease
2. Post operasi
3. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal
4. Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian
dalam atau hemoroid besar, tumor rektum dan kolon.

E. Dampak Pemberian Huknah Rendah


1. Dampak positif
a. Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan
operasi
b. Sebagai jalan alternatif pemberian obat.
c. Menghilangkan distensi usus.
d. Memudahkan proses defakasi.
e. Meningkatkan mekanika tubuh.
2. Dampak negatif
a. Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus
dan jika larutan terlalu dingin yang diberikan akan menyebabkan kram
abdomen.
b. Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan mampu
menahan larutan enema.

F. Alat dan bahan


1. Pengalas
2. Irigator lengkap dengan kanula rektal
3. Klem
4. Air hangat (700-1000 ml) dengan suhu 40,5-43 0C
a. Bayi : 150 – 250 cc
b. Anak : 250 – 350 cc
c. Usia sekolah : 300 – 500 cc
d. Remaja : 500 – 700 cc
e. Dewasa : Huknah rendah 700-1000 ml
5. Bengkok
6. Jeli sebagai pelumas
7. Pispot
8. Sampiran
9. Sarung tangan
10. Tisu

G. PROSEDUR KERJA
1. Persiapan pasien
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan
tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
d. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
e. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta
tidak mengancam.
f. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
g. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
h. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian
serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
j. Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim)

2. Persiapan alat
a. Sarung tangan bersih
b. Selimut mandi atau kain penutup
c. Perlak dan pengalas bokong
d. Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya
e. Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air
biasa)
f. Bengkok
g. Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air
h. Tiang penggantung irigator
i. Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/ tissue
toilet

3. Tahap Kerja
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur kepada pasien
c. Atur ruangan, tutup jendela dan pintu, atau pasang sampiran
d. Atur posisi pasien dengan posisi Sims kiri (pada huknah rendah).
e. Pasang pengalas di bawah glutea pasien
f. Siapkan bengkok di dekat pasien
g. Isi irigator dengan air hangat dan hubungkan dengan kanula rektal
(pada huknah rendah), kemudian periksa alirannya dengan membuka
kanula dan keluarkan air ke bengkok.
h. Berikan jeli pada ujung kanula
i. Gunakan sarung tangan
j. Masukkan kanula (kira-kira 15 cm) ke dalam rektum dan arahkan ke
kolon desensen (pada huknah rendah) atau kolon asenden (pada
huknah tinggi).
k. Anjurkan pasien untuk bernapas panjang dan gantung irigator pada
tiang infus setinggi 15-20 cm dari glutea pasien (pada huknah
rendah) atau 45-50 cm (pada huknah tinggi). Buka klem dan alirkan
air sampai pasien menunjukkan keinginan untuk defekasi
l. Anjurkan pasien menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi dan
pasang pispot atau anjurkan pasien ke kamar kecil. Jika pasien
menggunakan pispot, bersihkan dengan menyiram daerah sekitar
anus, genitalia, dan perineum hingga bersih. Kemudian keringkan
dengan tisu
m. Cuci tangan
n. Membuat catatan keperawatan yang mencakup:
 Respon pasien
 Tindakan yang dilakukan
 Keadaan umum pasien
 Hasil observasi
o. Catat jumlah, warna, konsistensi feses yang dikeluarkan, dan respon
pasien selama prosedur

http://lettre-de-raphael.blogspot.com/2013/06/huknah-rendah-pemenuhan-
kebutuhan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai