DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan
Yang dibina oleh Ibu Anggia Astuti, S. Kep. M. Kep.
Oleh :
1. Amalia Choyrotun Nisa (162303101007)
2. Bani Hasan Habibi (162303101022)
3. DitaGaluhRamadhani (162303101032)
4. Fariez Setiawan (162303101041)
5. Fariska Wahyu Hariyanti (162303101042)
6. Jihan Faradilla (162303101064)
7. Putri Dwi Anggraeni (162303101104)
8. Sumia (162303101127)
Tingkat 3A
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Dokumentasi
Keperawatan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Keperawatan D3 Keperawatan Kampus Lumajang Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Anggia Astuti, S. Kep.
M. Kep., selaku dosen matakuliah Manajemen Keperawatan D3 Keperawatan
Universitas Jember Kampus Lumajang yang telah memberi tugas Makalah
tentang“Dokumentasi Keperawatan” dan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini.
Terlepas dari semua itu, tentu masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis juga menerima segala
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata diharapkan semoga Makalah tentang “Dokumentasi
Keperawatan” ini, dapat memberikan manfaat terhadap pembaca, mahasiswa
khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH ............................................................................................................. i
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
4
memungkinkan komunikasi antara tim perawatan dan seluruh pergeseran
keperawatan, memberikan catatan hukum perawatan yang diberikan kepada
pasien dan bertindak sebagai alat untuk membantu mengelola perawatan
pasien (Boucher, 2012).
Dokumentasi sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari
perawat dalam menjalankan tugasnya. Dokumentasi merupakan catatan otentik
dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan professional. Perawat
professional diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung
gugat terhadap segala tindakan yang dilakukannya. Bila terjadi suatu masalah
yang berhubungan dengan profesi keperawatan, maka dokumentasi tersebut dapat
dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Setiadi, 2012).
5
keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap. Fakta
menunjukkan bahwa dari 10 dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi
pengkajian hanya terisi 25%, dokumentasi diagnosis keperawatan 50%,
dokumentasi perencanaan 37,5%, dokumentasi implementasi 35,5% dan
dokumentasi evaluasi 25% (Indrajati, 2011).
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
7
Alasan lain dari pentingnya dokumentasi keperawatan yang akurat serta lengkap
adalah untuk berkaitan dengan urusan pengadilan.
Setiadi (2013), tujuan dokumentasi keperawatan yaitu :
1. Sebagai sarana komunikasi :
komunikasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat
berguna untuk membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan oleh tim
kesehatan, mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim
kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan meningkatkan ketelitian dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien, membantu tim perawat dalam
menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat :
sebagai upaya untuk melindungi klien terhadap kuallitas pelayanan
keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam
melaksanakan tugasnya maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang
dilakukan terhadap klien.
3. Sebagai Informasi Statistik :
Data statistik dari dokumentasi keperawatan dapat membantu
merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan
teknis.
4. Sebagai Sarana Pendidikan :
Dokumentasi asuhan keperawatan yang dilaksanakan secara baik dan
benar akan membantu para siswa keperawatan maupun siswa kesehatan lainnya
dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan
membandingkannya, baik teori maupun praktik lapangan.
5. Sebagai Sumber Data Penelitian :
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai
sumber data penelitian. Hal ini sarat kaitannya dengan yang dilakukan terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga melalui penelitian dapat diciptakan
satu bentuk pelayanan keperawatan yang aman, efektif dan etis.
6. Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan :
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan
asuhan keperawatan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas
8
merupakan bagian dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu
perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa dokumentasi yang kontinu, akurat,dan
rutin baik yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
7. Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan Berkelanjutan :
Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten
mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan melalui tahapan kegiatan
proses keperawatan.
9
1) Hukum.
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan,
dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka
dokumentasi diperlukan sewaktu- waktu. Dokumentasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan.
2) Jaminan mutu (kualitas pelayanan).
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memberikan
kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Dan
untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh
masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal
ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
3) Komunikasi.
Dokumentasi keadaan klien merupakan alat perekam terhadap masalah
yang berkaitan dengan klien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat
catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan.
4) Keuangan.
Semua tindakan keperawatann yang belum, sedang, dan telah diberikan
dicatat dengan lengkap dan dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan
dalam biaya keperawatan.
5) Pendidikan.
Isi pendokumentasian menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan
keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran
bagi siswa atau profesi keperawatan.
6) Penelitian.
Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan mengandung
informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan
profesi keperawatan.
7) Akreditasi.
Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan
fungsi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Dengan
10
demikian dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan yang diberikan, guna pembinaan lebih lanjut (Yeni, 2010).
11
d. Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan
jelas.
e. Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien / keluarga.
Standar IV : Evaluasi
a. Evaluasi mengacu pada tujuan.
b. Hasil evaluasi dicatat
12
dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit, instrument B
penilaian persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan, instrument C
instrumen observasi pelaksanaan tindakan keperawatan (Mathis, 2000).
Pendokumentasian Asuhan keperawatan diukur menggunakan instrumen
yaitu lembar observasi yang diisi oleh peneliti, tentang Instrumen Studi
Dokumentasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah sakit (Instrumen
A) meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
(Depkes, 2005). Instrument A merupakan standar proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian, diagnosis, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Instrumen A
digunakan sebagai alat untuk memperoleh data tentang penerapan standar proses
keperawatan yang selanjutnya dianalisis dengan rumus Tendency Central.
13
yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dilihat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya
b) Jenis kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.
c) Tingkat pendidikan
Pendidikan menurut Soekanto (2006) adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan juga berarti
bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju
kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Konsep dasar
pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa,
lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2007).
d) Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan
sebagainya. Pengetahuan mempunyai sasaran yang tertentu, mempunyai metode
atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang
dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul,
dan penerangan-penerangan yang keliru (Soekanto, 2006). Penelitian oleh Martini
(2007) menyimpulkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
2) Faktor pemungkin (enabling factor),
merupakan faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu.
Faktor ini biasanya berada di luar individu, yang terdiri dari ketersediaan
pelayanan (petugas, sumberdaya/fasilitas), biaya, adanya aturan- aturan dan
komitmen (prosedur tetap pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga).
14
3) Faktor penguat (reinforcing factor)
adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang
termasuk ke dalam faktor ini adalah dukungan, kritik baik dari rekan sekerja,
teman-teman sekerja atau lingkungan, reward, punishment dan petugas kesehatan.
Reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai
konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia
secara fundamental (Gouillart and Kelly, 1995). Dengan demikian reward dapat
mengendalikan cara kerja seseorang dalam organisasi. Pentingnya sistem reward
ini diperkuat oleh pernyataan Stead (Gouilart and Kelly, 1995) bahwa 90%
konflik kultural dalam organisasi disebabkan oleh konflik dalam sistem reward. .
Reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari
apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara fundamental.
Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan dalam
organisasi. punishment yang di maksud disini adalah tidak seperti hukuman
dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment yang bersifat mendidik. Selain itu
punishment juga merupakan alat pendidikan regresif, artinya punishment ini
digunakan sebagai alat untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar.
Ahmadi dan Uhbiyati (2001) yang mengemukakan bahwa hukuman adalah suatu
perbuatan dengan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, baik dari segi
kejasmanian maupun kerohanian orang lain yang memiliki kelemahan dari pada
diri kita dan oleh karena itu kita mempunyai tanggung jawab membimbingnya
dan melindunginya.
Purwanto (2000) membagi punishment menjadi dua macam yaitu:
a. Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud atau
supaya tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah
agar tidak terjadi pelanggaran, sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi
pelanggaran dilakukan. Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian
dan ancaman.
b. Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena adanya
pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman itu terjadi
setelah terjadi kesalahan.
15
2.7 Tahap Pendokumentasian Keperawatan
Potter & Perry (2005), menjelaskan bahwa ada lima langkah dalam
melakukan proses asuhan keperawatan yaitu :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam melakukan proses
keperawatan, di mana seorang perawat mulai menerapkan pengetahuan dan
pengalaman dalam mengumpulkan data tentang klien. Pengkajian dan
pendokumentasian yang lengkap tentang kebutuhan pasien dapat meningkatkan
keefektivitasan asuhan keperawatan yang diberikan melalui hal hal-hal sebagai
berikut :
1. Menggambarkan kebutuhan pasien untuk membuat diagnosa keperawatan
2. Memfasilitasi perencanaan intervensi
3. Menggambarkan kebutuhan keluarga dan menunjukan dengan tepat
faktor-faktor yang akan meningkatkan pemulihan pasien dan memperbaiki
perencanaan pulang
4. Memenuhi obligasi profesional dengan mendokumentasikan informasi
pengkajian yang bersifat penting.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu proses perawat melakukan analisis
data secara subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada saat melakukan tahap
pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Adapun tahapannya yaitu :
1. Menganalisis dan menginterpretasi data
2. Mengidentifikasi masalah klien
3. Merumuskan diagnosa keperawatan
4. Mendokumentasikan diagnosa keperawatan
c. Perencanaan
Perencanaan merupakan kategori dari perilaku keperawatan dengan tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan serta intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan.
Tahapannya sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi tujuan klien
2. Menetapkan hasil yang diperkirakan
16
3. Mendelegaikan tindakan
4. Menuliskan rencana asuhan keperawatan
d. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan serta tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan. Adapun tahapannya yaitu :
1. Mengkaji kembali klien
2. Menelaah dan memodifikasikan rencana perawatan yang sudah ada
3. Melakukan tindakan keperawatan
e. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.
Adapun tahapannya, yaitu :
1. Menbandingkan respon klien dengan kriteria
2. Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi
3. Memodifikasi rencana asuhan
Menurut Hidayat (2007) dalam Fajri (2011), syarat dokumentasi yaitu :
a. Kesederhanaan
b. Keakuratan
c. Kesabaran
d. Ketepetan
e. Kelengkapan
f. Kejelasan dan keobjektifan.
17
4. Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima, dapat
dipakai.
5. Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.
6. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis
kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan
informasi yang benar “jangan dihapus”. Validitas pencatatan akan rusak
jika ada penghapusan.
7. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda
tangan.
8. Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis
kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.
9. Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terperinci. Hindari
penggunaan kata seperti “sedikit” dan “banyak” yang mempunyai tafsiran
dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti.
10. Jelaskan apa yang terlihat, terdengar terasa dan tercium pada saat
pengkajian.
11. Jika klien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal, coba
untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat
yang ada atau kalau tidak ada catat alasannya.
18
1. Komponen
Model dokementasi ini terdiri dari empat komponen yaitu :
a. Data Dasar
1) Data dasar berisi kumpulan dari data atau semua informasi baik subyektif
maupun obyektif yang telah dikaji dari klien ketika pertama kali masuk Rumah
Sakit atau pertama kali diperiksa
2) Data dasar mencakup :
a) Pengkajian keperawatan
b) Riwayat penyakit/ kesehatan
c) Pemeriksaan fisik
d) Pengkajian ahli gizi
e) Data penunjang ( hasil laboratorium)
3) Data dasar yang telah terkumpul selanjutnya digunakan sebagai sarana
mengidentifikasi masalah dan mengembangkan daftar masalah klien
b. Daftar Masalah
Daftar masalah merupakan suatu daftar inventaris masalah yang sudah
dinomori menurut prioritas. Untuk memudahkan mencapainya daftar masalah ini
berada didepan dari catatan medik. Daftar masalah ini bisa mencerminkan
keadaan pasien, masalah-masalah ini diberi nomor sehingga akan memudahkan
bila perlu dirujuk ke masalah tertentu dalam catatan klinik tersebut. Bila masalah
sudah teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan masalah tersebut
teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan masalah tersebut teratasi dan
petugas yang mengidentifikasi masalah tersebut untuk pertama kalinya. Dengan
demikian daftar masalah ini berfungsi sebagai indeks maupun gambaran dari klien
tersebut.
1) Daftar masalah berisi tentang masalah yang telah teridentifikasi dari data
dasar, kemudian disusun secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah.
2) Daftar masalah ditulis pertama kali oleh tenaga yang pertama bertemu
dengan klien atau orang yang diberi tanggung jawab.
3) Daftar masalah dapat mencakup masalah fisiologis, psikologis,
sosiokultural, spiritual, tumbuh kembang, ekonomi dan lingkungan.
4) Daftar ini berada pada bagian depan status klien dan tiap masalah diberi
tanggal, nomor, dirumuskan dan dicantumkan nama orang yang menemukan
masalah tersebut.
19
untuk evaluasi respon pasien terhadap intervensi maupun kemajuan terhadap
pencapaian tujuan.
1) Rencana asuhan ditulis oleh tenaga yang menyusun daftar masalah. Dokter
menulis instruksinya, sedang perawat atau bidan menulis instruksi menulis
instruksi rencana asuhan
2) Perencanaan awal terdiri dari 3 ( tiga ) bagian :
a) Diagnostik
Dokter mengidentifikasi apa pengkajian diagnostik yang perlu dilakukan
terlebih dahulu. Menetapkan prioritas untuk mencegah duplikasi tindakan dan
memindahkan pemenuhan kebutuhan klien. Koordinasi pemeriksaan untuk
menegakkan diagnostik sangat penting.
b) Usulan Terapi
Dokter menginstruksikan terapi khusus berdasarkan masalah. Termasuk
pengobatan, kegiatan yang tidak boleh dilakukan, diit, penanganan secara khusus,
observasi yqng harus dilakukan. Jika masalah awal diagnosa kebidanan, bidan
dapat menyusun urutan usulan tindakan asuhan kebidanan
c) Pendidikan klien
Didentifikasi kebutuhan pendidikan klien bertujuan jangka panjang. Team
kesehatan mengidentifikasi jenis informasi atau keterampilan yang diperlukan
oleh klien untuk beradaptasi terhadap masalah yang berkaitan dengan kesehatan
20
3. Keuntungan dan Kerugian dalam Penggunaan POR
a. Keuntungan
1. Pencatatan sistem ini berfokus atau lebih menekankan pada masalah klien
dan proses penyelesaian masalah dari pada tugas dokumentasi.
2. Pencatatan tentang kontinuitas atau kesinambungan dari asuhan
kebidanan.
3. Evaluasi masalah dan pemecahan masalah didokumentasikan dengan jelas,
susunan data mencerminkan masalah khusus. Data disusun berdasarkan
masalah yang spesifik. Keduanya ini memperlihatkan penggunaan logika
untuk pengkajian dan proses yang digunakan dalam pengobatan pasien.
4. Daftar masalah, setiap judul dan nomor merupakan “checklist“ untuk
diagnosa kebidanan dan untuk masalah klien. Daftar masalah tersebut
membantu mengingatkan bidan untuk masalah-masalah yang meminta
perhatian khusus .
5. Daftar masalah bertindak sebagai daftar isi dan mempermudah pencarian
data dalam proses asuhan.
6. Masalah yang membutuhkan intervensi (yang teridentifikasi dalam data
dasar) dibicarakan dalam rencana asuhan.
b. Kerugian
1. Penekanan pada hanya berdasarkan masalah, penyakit, ketidakmampuan
dan ketidakstabilan dapat mengakibatkan pada pendekatan pengobatan dan
tindakan yang negatif.
2. Penekanan pada hanya berdasarkan masalah, penyakit, ketidakmampuan
dan ketidakstabilan dapat mengakibatkan pada pendekatan pengobatan dan
tindakan yang negatif.
3. Sistem ini sulit digunakan apabila daftar tidak dimulai atau tidak secara
terus menerus diperbaharui dan konsensus mengenai masalah belum
disetujui, atau tidak ada batas waktu untuk evaluasi dan strategi untuk
follow up belum disepakati atau terpelihara.
4. Kemungkinan adanya kesulitan jika daftar masalah dilakukan tindakan
atau timbulnya masalah yang baru.
5. Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus masuk dalam daftar
masalah.
6. SOAPIER dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu, jika sering
adanya target evaluasi dan tujuan perkembangan klien sangat lambat.
7. Perawatan yang rutin mungkin diabaikan dalam pencatatan jika flowsheet
untuk pencatatan tidak tersedia.
8. P (dalam SOAP) mungkin terjadi duplikasi dengan rencana tindakan.
9. Tidak ada kepastian mengenai perubahan pencatatan distatus pasien,
kejadian yang tidak diharapkan misalnya pasien jatuh, ketidakpuasan
mungkin tidak lengkap pencatatannya. Dalam praktek catatan serupa
21
mungkin tidak tertulis, bila tidak hubungannya dengan catatan
sebelumnya.
10. Kadang-kadang membingungkan kapan pencatatan dan tanggung jawab
untuk follow up.
22
BAB 3. PEMBAHASAN KASUS
3.1 Pemeran Roleplay
Kepala ruangan : Putri Dwi Anggraeni
Ketua Tim : Dita Galuh Ramadhani
Perawat Ruang Inap : Fariska Wahyu H
Petugas Bank Darah : Fariez Setiawan
Ketua Tim UGD : Amalia Choirotun N
Perawat UGD : Bani Hasan Habibi
Pasien : Sumia
Keluarga pasien : Jihan Faradillah
23
sejumlah darah. Ibu silakan tanda tangan disini untuk persetujuan dilakukan
tranfusi darah.”
Keluarga Px : “Baik Mbak.”
Perawat 1 : “Nanti anak ibu akan dilakukan tranfusi darah ruang rawat
inap oleh perawat rawat inap. Sekarang saya permisi dulu.”
Keluarga Px : “Iya Mbak, terimakasih.”
24
R:Observasi
perdarahan dan
area luka
Kepala Ruangan : “Baik, mas nanti akan saya orderkan kepada bank darah
untuk darah yang diperlukan.”
Setelah selesai melakukan operan Perawat UGD kembali lagi UGD dan
Kepala Ruangan Ruang Inap segera melakukan order darah pada pihak Bank
Darah.
25
Pasien : (mengangguk)
Keluarga Px : “Iya Sus benar.”
Ketua Tim : “Baik perkenalkan nama saya Perawat Dita dan ini rekan
saya perawat Fariska yang piket pada pagi hari ini. Begini ibu dan mbak Jihan,
disini mbak jihan sebentar lagi dilakukan tranfusi darah karena perdarahan seperti
yang dijelaskan sebelumnya di UGD.” (Katim dan Perawat ruangan melakukan
pengkajian dan pemeriksaan fisik)
Pasien : “Iya Mbak.”
Keluarga Px : “Iya mbak lakukan yang terbaik untuk anak saya”
Ketua Tim : “Baiklah kalau begitu, nanti tranfusi darah akan dilakukan
oleh rekan saya ini ya, mohon kerjasamanya ya”
Perawat Fariska pun memulai tindakan tranfusi darah kepada Nn. Sumia…
Perawat Ruangan : “Saya sudah selesai melakukan tindakan tranfusi darah.
Mbak sudah bekerjasama dengan baik.”
Pasien : “Iya Mbak.”
Perawat Ruangan : “Sekarang saya permisi dulu, nanti 30 menit lagi saya
akan datang memantau kelancaran tetesan darah tersebut. Jika mbak
membutuhkan sesuatu, mbak bias meminta bantuan ibunya untuk memanggil saya
atau rekan lainnya, kami ada di ruang perawat.
Pasien : “Iya terimakasih Mbak.”
Perawat Ruangan : “Sama-sama. Permisi, selamat pagi.”
Keluarga Px : “Selamat pagi Mbak.”
26
BAB 4. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dokumentasi keperawatan merupakan sarana komunikasi dari satu profesi
ke profesi lain terkait status klien (Asmadi, 2008). Dokumentasi sebagai alat
komunikasi, tulisan dalam dokumentasi keperawatan harus jelas terbaca, tidak
boleh memakai istilah atau singkatan-singkatan yang tidak lazim, juga berisi
uraian yang jelas, tegas, dan sistematis.
3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai konsep dokumentasi keperawatan
ini, diharapkan pada semua mahasiswa dan pembaca dapat memahami tentang
dokumentasi keperawatan sehingga dapat diaplikasikan dalam aplikasi
manajemen keperawatan. Dengan demikian, dapat tercipta manajemen
keperawatan yang baik dan optimal.
27
DAFTAR PUSTAKA
Mathis, Robert. L & Jackson John. H, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jilid 1, Salemba Empat, Jakart
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta.
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.
Jakarta: EGC.
28