Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSTIPASI

Disusun oleh Kelompok 1 :

1. Dinda Amelia Putri


2. Elsa Nur Aidah
3. Eva Susanti
4. Fatimatussa’diah
5. Nur Azizah
6. Siti Khaerunnisa

SMK BINTANG NUSANTARA SCHOOL

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Konsatipasi dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Pak Berty Setiawan.S.kp selaku guru pembimbing mata pelajaran Keterampilan
Dasar Tindakan Keperawatan memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Konstipasi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Konstipasi


Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
(kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami
konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan
semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain.
Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga.
Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen
pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh
konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu
penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi
sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya
karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik
pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor
sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa
juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot
kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat
disebabkan faktor idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah
pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah,
misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.

B. Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari konstipasi ?
C. Tujuan
Tujuan Umum :
Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi

Tujuan Khusus :
1. Memahami definisi konstipasi
2. Memahami etiologi konstipasi
3. Memahami patofisiologis konstipasi
4. Memahami manifestasi klinis konstipasi
5. Memahami pencegahan masalah konstipasi
6. Memahami analisa jurnal konstipasi

D. Manfaat
Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal, yaitu diare
dan konstipasi pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstipasi
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu
keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Penggunaan istilah konstipasi
secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya
hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan pasien sendiri atau konstipasi
anamnestik dipakai sebagai data pada penelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi
klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi
ampul rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau
keduanya yang tampak pada foto polos perut.
Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi terkait
dengan usia terutama berdasarkan keluhan pasien dan bukan karena konstipasi klinis.
Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar (BAB) tiap hari
sehingga sering terdapat perbedaan pandang antara dokter dan pasien tentang arti
konstipasi itu sendiri.
Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per minggu.
Secara umum, bila 3 hari belum BAB, massa feses akan mengeras dan ada kesulitan
samapi rasa sakit saat BAB. Konstipasi sering diartikan sebagai. kurangnya frekuensi
BAB, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras,
serta kadangkal disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Orang usia lanjut
seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini mungkin merupakan
kelanjutan dari pola hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda, dimana setiap
usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan
pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah
bahwa kotoran yang tertimbun dalam usus besar akan diserap lagi, berbahaya untuk
kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang mengkhawatirkan
keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka waktu tertentu tidak dikeluarkan.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2
dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

a. konsistensi feses yang keras;

b. mengejan dengan keras saat BAB;


c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;

d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan


konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua
golongan:

1) konstipasi fungsional
2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara
rektisigmoid.

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan
penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang
terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipation

No Tipe Kriteria

Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam
12 bulan :

1. mengedan keras 25% dari BAB


1. Konstipasi Fungsional
2. feses yang keras 25% dari BAB
3. rasa tidak tuntas 25% dari BAB
4. BAB kurang dari 2 kali per minggu

1. hambatan pada anus lebih dari 25% BAB


Penundaan pada muara 2. waktu untuk BAB lebih lama
2.
rektum 3. perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi
ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi atau sembelit.
B. Etiologi
Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer,
antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida, dengan aluminium; ganggauan
rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis, neurologis,
dan neuromuskuler (diabetes militus, parkinsonisme, sklerosis multipel); kondisi
endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah; dan gangguan jaringan
penyambung (skleroderma, lupus erimatosus). Konstipasi adalah masalah utama pada
pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri kronis. Penyakit kolon yang
biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah sindrom usus peka dan penyakit
divertikuler.
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan,
keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk
mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang yang
mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk defekasi. Di
Amerika Serikat, konstipasi jg tampak sebagai akibat kebiasaan diet (konsumsi
rendah terhadam masukan serat dan kurangnya asupan cairan), kurang latihan teratur,
dan stres.
Konstipasi dirasakan dapat jg menjadi masalah. Ini adalah masalah subjektif yang
terjadi (Dougthy & Jackson, 1993), bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten
dengan apa yang dirasakan orang tersebut sebagai normal. Penggunaan laksatif kronis
dihubungkan dengan masalah ini dan merupakan masalah kesehatan utama di
Amerika Serikat, khususnya diantara populasi lansia.
Konstipasi dapat juga terjadi sebagai proses akut seperti apenditis. Laksatif
yang diberikan pada situasi ini dapat menimbulkan perforasi dari apendiks yang
terinflamasi. Secara umum, katartik tidak pada saat pasien mengalami demam, mual,
atau nyeri semata-mata karena usus gagal untuk bergerak. Katartik tidak pernah boleh
diberikan pada penyakit usus inflamasi.

C. Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini,
berhubungan dari pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon:
1. transpor mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon),
2. aktivitas mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsif),
3. proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal,
melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot
sfigter internal, relaksasi sfigter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan
peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat
menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, memran mukosa rektal dan
muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya
rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik
tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal aini adalah untuk menimbulkan
kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah
makan, sehingga menimbbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah.
Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan
menjadi sangat tidak reaponsif terhadap rangsang normal, akhirnya terjadi konstipasi.
Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh
penggunaan laksatif yang berlebihan.

D. Menifestasi Klinis
Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus),
rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat
makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminase
volume feses sedikit, keras, dan kering.

E. Pencegahan Masalah
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi :
1. Jangan jajan disembarang tempat
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan
cairan lainnyaa setiap hari
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan minimal 10-15 menit
untuk olahraga ringan,dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan air besar
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya.seperti buah-buahan
dan sayur-sayuran
7. Tidur minial 4 jam sehari

F. Analisa Jurnal
Penelitian ini yaitu dari asupan serat baik sebanyak 16 pekerja dengan
persentase 34,8% sedangkan asupan serat kurang sebanyak 30 pekerja dengan
persentase 65,2%. Pekerja tidak konstipasi sebanyak 30 pekerja dengan persentase
65,2% sedangkan pekerja konstipasi sebanyak 16 pekerja dengan persentase 34,8%.
Dari hasil uji Chi Square di dapatkan hasil p value 0,026 dimana p < 0,05, maka Ho
ditolak artinya terdapat hubungan antara asupan serat dengan kejadian konstipasi pada
pekerja di PT Tiga Serangkai Surakarta.
Saran dari penelitian ini yaitu diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai studi pendahuluan untuk mengembangkan penelitian lainnya. Selain itu, perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas variabel yang diduga juga dapat
mempengaruhi terjadinya konstipasi, antara lain faktor aktivitas, asupan cairan,
kebiasaan defekasi, pekerjaan, dan usia.

Anda mungkin juga menyukai