PENDAHULUAN
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui definisi konstipasi.
2. Mengetahui epidemiologi lansia dengan konstipasi.
3. Mengetahui etiologi konstipasi.
4. Mengetahui patofisiologi konstipasi.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari konstipasi.
6. Mengetahui penatalaksanaan lansia dengan konstipasi.
7. Mengetahui WOC dari lansia dengan konstipasi.
1.4. Manfaat
1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat.
2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik sebagai referensi
dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
lansia dengan konstipasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya
kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan
kadangkadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001).
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan
terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah
konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih
kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang
sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya
yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang
air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang
air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan
usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik.
Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering
ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin
dkk, 1990).
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi
yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health
Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh
menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal
ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan
dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun
mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas
usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin,
dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita
konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu
penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan
sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989).
2.3 Etiologi
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi
saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal
untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik,
golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida
aluminium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati
diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB,
mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus,
iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga,
bepergian jauh, paska tindakan bedah parut
2.4 Patofisiologi
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos
dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran
yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti
relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan,
terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan
sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan
dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para
simpatis terlibat dalam proses ini.
Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel,
mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan
bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan
perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena
berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan
pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya
waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang
meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini
dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi
tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat
kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan
dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan
lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya
mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus
dengan kelemahan lebih lanjut.
2.5 Manifestasi Klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS,
2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Tatalaksana non farmakologik
a) Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada
kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8
gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat
dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula
cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka
yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.
b) Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit
time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per
hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari.
Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacangkacangan. Serat
akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi
waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan
produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu
diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada
pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat
menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada
2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
c) Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air
besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih mengembang karena adanya
penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal
yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada
pasien usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki
kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan
teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air
besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
d) Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat
bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah
makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur,
dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning
bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju
ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah
ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan
menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut
perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada
merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan
senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-
sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak
menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti
bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada orang usia
lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
b) Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai
pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan,
menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam
memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong konstipasi yang kronik,
penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah.
c) Pencahar stimulan
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna
meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan
evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien
berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna
umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut
biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum
mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi
risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon
individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan
sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan
segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik.
Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi
sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu
d) Pencahar hyperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon
keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam
dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini
secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa
sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah
kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol
juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati konstipasi pada orang
usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali
sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang
mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin
adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.
e) Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang
baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara
hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin
membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema
tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran
(tap water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak
menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds)
sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.
BAB 3
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 KASUS
Tn. A berusia 65 tahun datang ke poli umum dengan keluhan tidak bisa buang air besar
selama seminggu.Setelah 1 minggu Tn.A bisa BAB dan mengalami nyeri saat defekasi.
Tn. A merasakan nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien
mengatakan bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang dan klien kurang
mengerti manfaat makanan berserat . Dari hasil pemeriksaan didapatkan :
TD : 150 / 90 mmHg
HR : 106x/menit
RR : 22x/menit
TB : 158 cm
Bising Usus : 2 x/menit
3.2 PENGKAJIAN
1. BIODATA
Obat-obatan
a. Nama Obat : Kompolax Emulsi (kandungan: Glycerol, parrafinliquid dan phenolphtalein)
b. Bagaimana/kapan menggunakannya : terkadang setiap nyeri kambuh
c. Dokter yang menginstruksikan : Ya
Nutrisi
Diet, Pembatasan makanan.minuman : klien tidak diperbolehkan makan biji-bijian yang
sudah di proses produk susu, gorengan dan makanan cepat saji
Riwayat Peningkatan/Penurunan Berat badan : tidak ada riwayat penurunan atau peningkatan
berat badan
Pola konsumsi makanan (misal : frekuensi, sendiri atau dengan orang lain) : klien makan 3x
atau 2x sehari dengan porsi sedikit
Masalah-masalah yang mempengaruhi masukan makanan (misal : pendapatan tidak adekuat,
kurang transportasi, masalah menelan/mengunyah, stres emosional) : klien mengalami
penurunan nafsu makan meskipun ada makanan yang disukainya
Kebiasaan : klien mengatakan suka berdoa sebelum makan
4. PEMERIKSAAN PERSISTEM
Umum Ya Tidak
Kelelahan √
Perubahan berat badan √
setahun yang lalu
Perubahan nafsu makan √
Demam √
Keringat malam √
Kesulitan tidur √
Sering pilek, infeksi √
Penilaian diri terhadap status kesehatan : merasa nyeri saat buang air besar
Kemampuan untuk melakukan AKS : Mandiri
Integumen Ya Tidak
Lesi/luka ........... √
Pruritus ........... √
Perubahan pigmentasi ........... √
Perubahan tekstur ........... √
Sering memar ........... √
Perubahan rambut ........... √
Perubahan kuku √ .........
Pemajanan lama terhadap matahari ........... √
Hemopoietik Ya Tidak
Perdarahan/memar abnormal ........... √
Pembengkakan kelenjar limfa ........... √
Anemia ........... √
Riwayat tranfusi darah ........... √
Kepala Ya Tidak
Sakit kepala √
Trauma berarti pada masa lalu √
Pusing √
Gatal kulit kepala √
Mata Ya Tidak
Perubahan penglihatan ........... √
Kaca mata/lensa kontak ........... √
Nyeri ........... √
Air mata berlebihan ........... √
Bengkak sekitar mata ........... √
Diplopia ........... √
Kabur ........... √
Foto pobia ........... √
Telinga Ya Tidak
Perubahan pendengaran ........... √
Tinitus ........... √
Vertigo ........... √
Sensitivitas pendengaran ............ √
Alat-alat protesa ............ √
Riwayat infeksi ........... √
Tanggal pemeriksaan paling akhir ........... tidak ingat
Kebiasaan perawatan telinga √ .........
Leher Ya Tidak
Kekakuan …….. √
Nyeri/nyeri tekan .......... √
Benjolan/massa .......... √
Keterbatasan gerak …….. √
Payudara Ya Tidak
Benjolan/massa ......... √
Nyeri/nyeri tekan ......... √
Bengkak ......... √
Keluar cairaan dari puting susu ......... √
Perubahan pada puting susu ......... √
Pola pemeriksaan pada payudara sendiri, Tanggal dan hasil Mamografi paling akhir
Klien mengatakan tidak pernah memeriksakan payudaranya
Pernafasan Ya Tidak
Batuk √ (kadang)
Sesak nafas √
Hemopteses √
Sputum √
Mengi √
Asma/alergi pernafasan √
Kardiovaskuler Ya Tidak
Nyeri/ketidaknyamanan dada ......... √
Palpitasi ......... √
Sesak nafas ......... √
Dispnea pada aktivitas ......... √
Dispnea noktural paroksimal ......... √
Ortopnea ......... √
Murmur ......... √
Edema ......... √
Varises ......... √
Kaki timpang ......... √
Parestesia ......... √
Perubahan warna kaki ......... √
Perkemihan Ya Tidak
Disuria ......... √
Menetes ......... √
Ragu-ragu ......... √
Dorongan ........ √
Hematuria ......... √
Poliuria ......... √
Oliguria ......... √
Nokturia ......... √
Inkontinensia ......... √
Nyeri saat berkemih ......... √
Batu ......... √
Infeksi ......... √
Frekuensi 4-6 kali sehari
Muskuloskeletal Ya Tidak
Nyeri persendian ......... √
Kekakuan ......... √
Pembengkakan sendi ......... √
Deformitas ......... √
Spasme ......... √
Kram √ (terkadang) √
Kelemahan otot ......... √
Masalah cara berjalan ......... √
Nyeri punggung ......... √
Protesa ......... √
Pola kebiasaan latihan/olah raga ......... √
Dampak pada penampilan AKS : klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sesukanya
karena setiap beraktivitas berat sendi nya terasa nyeri setelahnya
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “Ya”
PERTANYAAN TAHAP 2
Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ? ya
2.3 Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien tentang kematian,
harapan-harapan klien, dll.
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan dari orang lain di
antaranya yaitu makan, kontinensia (Buang Air Kecil, Buang Air Besar),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak
menggunakan alat bantu berjalan.
Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x
sehari Jumlah:
secukupnya
Jenis, nasi, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8
kali sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih,
dan
susu
3 Berpindah 15 Mandiri
dari satu
tempat
ketempat lain
4 Personal 5 Frekuensi: 3x
toilet (cuci
muka,
menyisir
rambut,
gosok gigi).
5 Keluar 5 Frekuensi: 2-3
masuk kali
toilet( mencu
ci pakaian,
menyeka
tubuh,
meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada
pagi hari dan sore
hari sebelum
Ashar.
7 Jalan 10 Setiap ingin
dipermukaan melakukan
datar sesuatu misalnya
mengambil
minum atau ke
kamar
mandi.
8 Naik turun 10 Baik tapi harus
tangga pelan-
pelan
10 Kontrol 10 Frekuensi:
Bowel Kurang dari
(BAB) 3xseminggu
Konsistensi:
Keras
11 Kontrol 10 Frekuensi: 6x
Bladder sehari
(BAK) Warna: kuning
a. 130 : mandiri
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri
Interpretasi hasil:
Ya/ Tidak
a. Apakah pada dasarnya anda Ya 0
puas dengan kehidupan anda?
anda?
g. Apakah anda merasa bahagia di Ya 0
sebagian besar hidup anda?
h. Apakah anda merasa sering Tidak 0
tidak berdaya?
i. Apakah anda lebih senang Ya 1
tinggal di rumah daripada pergi
keluar dan mengerjakan sesuatu
yang baru?
j. Apakah anda merasa Tidak 0
mempunyai banyak masalah
dengan
menyenangkan?
l. Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Penilaian:
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor 3
5. Pemeriksaan Kualitas Tidur Lansia The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
1) Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam? 21.00
2) Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam? Sekitar 1 jam
3) Jam berapa anda biasanya bangun pagi? 04.00
4) Berapa lama anda tidur dimalam hari? Tidak tentu, sering terbangun (5-
6 jam)
5 Seberapa sering Tidak 1x 2x ≥ 3x
masalah-masalah pernah seminggu seminggu Seminggu
dibawah ini
menggaggu tidur
anda?
a. Tidak mampu V
tertidur berbaring
selama 30 menit
sejak berbaring
b. Terbangun V
ditengah malam
terlalu dini
c. Terbangun untuk V
ke kamar mandi
d. Tidak mampu v
bernafas dengan
leluasa
e. Batuk atau v
mengorok
f. Kedinginan v
dimalam hari
g. Kepanasan v
dimalam hari
h. Mimpi buruk v
i. Terasa nyeri v
j. Alasan lain....
6 Seberapa sering v
anda
menggunakan obat
tidur
7. seberapa sering v
anda mengantuk
ketika melakukan
aktivitas disiang
hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8 Seberapa besar v
antusias anda ingin
menyelesaikan
masalah yang
dihadapi
Sangat Baik Kurang Sangat
baik kurang
9 Pertanyaan pre- v
intervensi:
bagaimana kualitas
tidur anda selama
tiga bulan lalu
Pertanyaan post- v
intervensi:
bagaimana kualitas
tidur anda selama
semingguyang
lalu
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif: Usia yang lanjut Konstipasi
Klien mengatakan sulit BAB
selama 1 minggu ini Penurunan respon terhadap
dorongan defekasi
Data Objektif:
• BAB 1x/minggu Gangguan koordinasi reflek
• Feses keras defekasi Penumpukan feses
• Bising usus
• Teraba Skibala Konstipasi
Data Subjektif: Penatalaksanaan penyakit Kurang Pengetahuan
Klien mengatakan permintaan
informasi serta menyatakan Ketidakakuratan mengikuti
bahwa klien kurang mengerti instruksi
manfaat makanan berserat
Permintaan informasi
Data Objektif:
Ketidak-akuratan mengikuti pola Kurang pengetahuan
diet yang sehat
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya
kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan
kadangkadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi
merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan
dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi.
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk
defekaasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
SARAN
Lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus manjaga kebutuhan nutrisi yang
seimbang seperti memenuhi asupan cairan yang cukup dan makan makanan yang bergizi
dan cukup serat, selain itu lansia harus bisa menjaga aktivitas yang cukup dengan olah
raga agar tidak terjadi konstipasi. Sebagai perawat kita harus dapat memberikan arahan
dan edukasi kepada lansia dan keluarga tentang pencegahan dan penanganan dini bila
terjadi konstipasi.