Anda di halaman 1dari 4

BAB II

ISI
1.1 Definisi Konstipasi

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3
kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai
rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya
konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan
antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang
universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik
yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang
tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar,
kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi
epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan
keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila
tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang
arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

1.2 Epidemiologi

Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang
berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada
tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak,
wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta
kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan
dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002).
Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur
menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun
mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989).
Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34%
wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989).

1.3 Etiologi

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi
merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan
kekuatan dan tonus otot.
Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik,
NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan
pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan
BAB, konstipasi imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel
syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan
cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut

1.4 Patofisiologi

Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat
lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan
fisik untuk mencari tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk
dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus intema.
Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna
dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan
untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut,
relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses
ini.
Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa
faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua
yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik
sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus,
sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu
gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan
ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena
dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-
kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan
dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk
mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal
ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

1.5 Manifestasi Klinis

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS, 2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

1.6 Penatalaksanaan

1. Tatalaksana non farmakologik


a. Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada
kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas
sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila
tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal
dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi
diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.
b. Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit
tim e). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari.

Anda mungkin juga menyukai