Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA ( BPH )

Disusun untuk memenuhi tugas :


Mata kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen : Ns. Roheman, S.Kep., M.Kep

Di susun oleh kelompok 8 :

1. Fazar Ali Ramadhan (CKR0210183)


2. Natania Amelia Putri (CKR0210193)
3. Shalma Dwi Fitria (CKR0210203)
4. Tia Septiani. M (CKR0210210)

KAMPUS 2 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


Jln. Pangeran Drajat No.40A Cirebon
Telp. (0231)2489447
2023

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat, dan karunia-Nyalah
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pembesaran Prostat Jinak
(BPH) “. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami berbagai hambatan baik langsung
maupun tidak langsung akan tetapi, berkat bimbingan dan bantuandari berbagai pihak makalah ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih. Kami berharap semoga makalah inidapat bermanfaat untuk kita semua. Namun kami
menyadari banyak kekurangan pengetahuandan kemampuan yang kami miliki, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saranyang membangun. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Cirebon, 11 April 2023

Kelompok 8

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................................1
B. Batasan Masalah ...........................................................................................................2
C. Rumusan Masalah .........................................................................................................2
D. Tujuan ...........................................................................................................................3
E. Manfaat………………………………………………………………………………..4
BAB II TINJAUAN TEORI ...........................................................................................................5
A. Pengertian ......................................................................................................................5
B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat ........................................................................5
C. Etiologi ..........................................................................................................................6
D. Patofisiologi ..................................................................................................................7
E. Derajat Benigne Hiperplasia Prostat .............................................................................8
F. Manifistasi Klinis ..........................................................................................................9
G. Komplikasi...................................................................................................................10
H. Konsep Eliminasi Urine ..............................................................................................11
BAB III ASKEP BPH ...................................................................................................................14
A. Pengertian ....................................................................................................................14
B. Pengkajian ...................................................................................................................14
C. Diagnosa ......................................................................................................................17
D. Perencanaan &Implementasi........................................................................................18
E. Evaluasi .......................................................................................................................22
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................23
A. Kesimpulan .................................................................................................................23
B. Saran ............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................24

III
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) disebut pembesaran kelenjar prostat merupakan penyakit
yang sangat sering mengakibatkan masalah pada pria. Selain dapat meningkatkan morbiditas, juga
mengganggu kualitas hidup pria. Benign Prostatic Hyperplasiamempunyai karakteristik berupa
hyperplasia pada stroma pembesaran prostat. (Wahyu,2015) Pembesaran prostat disebabkan oleh
dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormone esterogen dan androgen, serta faktor umur
atau proses penuaan sehinggaobstruksi saluran kemih dapat terjadi (Eungene, Terrence, & Andre,
2011). Adanya obstuksi ini akan menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil pada klien dan
menyebabkan masalah nyeri akut (Eungene et al., 2011) Menurut data WHO (2013),diperkirakan
terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya ialah BPH, denganinsiden di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35 %kasus. Tahun 2013 di Indonesia
terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya di derita olehlaki-laki berusia di atas 60 tahun. BPH terjadi
pada sekitar 70 % pria di atas usia 60 tahun. Angka ini meningkat hingga 90% pada pria berusia
diatas 80 tahun angka kejadian BPH Di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevelance di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-2013
ditemukan 3.804kasus dengan rata-rata penderita berusia 66,61 tahun. Sedangkan data yang
didapatkan darirumah sakit Hasan Sadikin dari tahun 2012-2016 ditemukan 718 kasus dengan rata-
rata penderita berusia 67.9 tahun. (AIUI, 2017). Di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 6,2 jutakasus
penderita BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) (Purnomo, 2014).Data catatan medical record di RSUD
Dr.Soegiri Lamongan pada bulan januari2016 sampai Desember 2017. Pasien Post Opersi Benigna
Prostatic Hyperplasia (BPH) didapatkan hasil. Pada tahun 2016 berjumlah 43 pasien sedangkan pada
tahun 2017 berjumlah 66 pasien pada tahun 2018 berjumlah 164 dan pada tahun 2019
sampaiSeptember terdapat 50 pasien. Terdapat peningkatan pada pasien post operasi
BenignaProstatic Hyperplasia (BPH).Penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum dikketahui secara
pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan penngkatan
dihidrosteron (DTH) dan proses aging (penuaan). (Purnomo, 2014). Penanganan BPH dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain wachfull waiting, medikamentosa danTindakan pembedahan
seperti Transeurethral Resection Prostate (TURP) menjadi salah satu tindakan pembedahan yang
1
paling umum dilakukan untuk mengatasi pembesaran prostat. (Adelia, Monoarfa, & Wagiu, 2017).
Tindakan pembedahan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang actual dan potensial sehingga
seseorang dapat mengalami nyeri yang berdampak pada aktivitas sehari- hari. Nyeri merupakan
salah satu gejala yang sering timbul pasca bedah dimanamelibatkan empat proses fisiologis
transduction,transmission,modulation danperception.Nyeri sebagai konsekuensi operasi yakni
pengalaman sensorikdan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan jaringan actual atau
potensial(Herdman, 2015). Nyeri pasca operasi disebabkan karena trauma (reseksi jaringan
prostat).(Ariani, 2010)Upaya pemberian asuhan keperawatan sesuai Standar Diagnosis
KeperawatanIndonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SKLI) dan Standar
IntervensiKeperawatan Indonesia (SIKI) dan DPP PPNI pada pasien denganDiagnosis medis Post
Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) sehingga perludilakukan penelitian untuk mengoptimalkan
asuhan keperawatan Nyeri Akut pada pasien post operasi Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH).

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada Pasien PostOperasi Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. SoegiriLamongan.

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan klien dengan Post Operasi Benign ProstaticHyperplasia (BPH)
yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi KeperawatanIndonesia (SIKI) di Ruang Bougenvil 1 RSUD Dr.
soegiri Lamongan menurut.

D. Tujuan

1. Tujuan Umum Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien post operasi benign
prostatic hyperplasia (BPH) di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. Soegiri lamongan2.

2
2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Tn “S” yang mengalami post operasi Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

b. Menyusun Analisa data dan Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) pada Tn “S” yang mengalami post operasi benign prostatic hyperplasia (BPH)
di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

c. Menyusun rencanaan keperawatan serta luaran keperawatan menurut StandarIntervensi


Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) pada Tn “ S”
post operasi benign prostatic hyperplasia (BPH) di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. Soegiri
Lamongan.

d. Melaksanakan Tindakan keperawatan pada Tn “S” yang mengalami post operasi Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr.SoegiriLamongan.

e. Melakukan evaluasi pada Tn “S” yang mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan
Nyeri akut di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr.Soegiri Lamongan.

f. Melakukan dokumentasi pada Tn “S” yang mengalami Benign Prostatic hyperplasia (BPH)
dengan di ruang Bougenvil 1 RSUD Dr. Soegiri Lamongan.

E. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Manfaat Teoritis Merupakan kegunaan hasil studi kasus, ini adalah untuk pengembangan
AsuhanKeperawatan sesuai dengan standar Diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI),
StandarLuaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia(SIKI) dengan Diagnosis Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di
RSUDDr.Soegiri Lamongan

b. Manfaat Praktis

3
1. Rumah Sakit

Diharapkan Hasil penulisan ini sebagai bahan pertimbangan oleh para pelaksana
program dalam menungkatkan upaya dibidang kesehatan khususnya perawatan post
operasi beningn prostatic hyperplasia

2. Bagi Instutisi

Sebagai sarana mengaplikasikan Mata kuliah keperawatan medikal bedah(KMB)


berkaitan dengan ilmu penyakit beningn prostatic hyperplasia(BPH) di ruangan bougenvil 1
RSUD Dr.Soegiri Lamongan

3. Intitusi Pendidikan

Sebagai sarana mengaplikasikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)


berkaitan dengan ilmu penyakit Beningn Prostatic hyperplasia(BPH) di ruangan bougenvil 1
RSUD Dr.soegiri lamongan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,yang disebabkan


hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular
yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika (Jitowiyono & Kristiyanasari,2012:113)BPH
adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
untuk intervensi medis pada pria di atas usia60 tahun (Wijaya & Putri,2013:97). Hiperplasia prostat
jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul
padalebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Price & Wilson,2006:1320).BPH adalah
suatu penyakit perbesaran dari prostat. Kata-kata hipertrofiseringkali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena sering rancudengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (Prabowo &Pranata,2014:13)

B. Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Kelenjar inimengelilingi uretra dan
dipotong melintang oleh dua duktus ejakulatorius, yangmerupakan kelanjutan dari vas deferen. Pada
bagian anterior difiksasi olehligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh difragma
urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan
berakhir pada verumontarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dansfingter uretra
eksterna secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasiepitel uretra posterior. Suplai darah
prostat diperdarahi oleh arteri vesikalisinferior dan masuk pada sisi postero lateralis lever vesika
(Wijaya & Putri,2013:96)

Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior kandungkemih, di depan
rectum yang membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri, dengan ukuran 4 x 3 x 2,5
cm, dan beratnya kurang lebih 20gram.Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas komponen
kelenjar dan stroma.Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan

5
jaringan penyangga yang lain (Muttaqin & Sari, 2013:20)

Sedangkan fisologis kelenjar prostat adalah :

1. Menghasilkan cairan encer yang mengandung ion sitrat, ion phospat,enzim pembeku, dan
profibrinosilin. Selama pengisian kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas
deferens sehingga cairan encerdapat dikeluarkan untuk menambah lebih banyak jumlah semen.
Sifatyang sedikit basa dari cairan prostat memungkinkan untuk keberhasilanfertilisasi (gumpalan)
ovum karena cairan vas deferens sedikit asam.Cairan prostat menetralisir sifat asam dari cairan
lain setelah ejakulasi(Syaifuddin, 2011:331 ).

2. Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untukkmelindungi spermatozoa
terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra.Dibawah kelenjar ini terdapat kelenjar Rulbo
Uretralis yang memiliki panjang 2-5 cm. Fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjarini
menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawidan fisiologis sesuai
kebutuhan spermatozoa(Wijaya & Putri,2013:96)

C. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahuisecara pasti tetapi
hanya 2 dua faktor yang mempengaruhi terjadinya BPH yaitutestis dan usia lanjut (Jitowiyono &
Kristyanasari2012:113).Beberapa faktor yangdiduga seebagai penyebab timbulnya Hyperplasia prostate
adalah :(Wijaya &Putri2013:97 Rendy & Magarenth,2012:116)

1. Teori Hormon Dehidrosteron (DHT)

Pembesaran prostat diaktifkan oleh testoreron dan DHT. Peningkatan alfareduktase dan
reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma darikelenjar prostat mengalami
hiperplasia.

2. Faktor usia

BPH merupakan penyakit yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata 45 tahun
dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur,sehingga diatas umur 80
6
tahun kira-kira 80% menderita kelainan ini. Sebagaietiologi sekarang dianggap
ketidakseimbangan endokrin testosteron dianggapmempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan
estrogen (dibuat oleh kelenjaradrenal) mempengaruhi bagian tengah prostatPeningkatan usia
membuat ketidakseimbangan rasio antara estrogen dantestosteron. Dengan meningkatnya kadar
ekstrogen diguga berkaitan denganterjadinya hyperplasia stroma, sehingga timbul dugaan
bahwa testosterondiperlukan untuk inisiasi terjadinya poliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlahyang berperan untuk perkembangan stroma

3. Faktor pertumbuhan/Growth

Membuktikan bahwa deferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostate secaratidak


langsung diatur oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu.setelahsel sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,sel-sel stromamensintesis suatu growth faktor
yang selanjutunya mempengaruhi sel-sel stromaitu sendiri secara intrakrin dan atuokrim,serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostatat Progam kematian sel (apoptosisi) pada sel prostate
adalah mekanismefisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat.

D. Patofisiologi

Pembesar prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Padatahap awal terjadi
pembesar prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yangmengakibatkan resistensi uretra daerah
prostat, leher, vesika kemudian detrusormengatasi dengan kontraksi lebih kuat sebagai akibatnya
serat detrusor akanmenjadi lebih tebal dan penonjolan serat dretusor kedalam mokusa buli-buli
akanterlihat sebagai balok-balok yang trabukulasi. Jika dilihat dari dalam vesikadengan sitoskopi,
mukosa fisika dapat menerobos keluar diantara serat detrusorsehingga terbentuk tonjolan mukosa
yang apabila kecil dinamakan sakula danapabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusorsor
adalah fase kompensasiyang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalamidekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontransi, sehingga terjadi retensiurine total
yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemihatas(Wijaya & Putri 2013:98).

7
Pembesaran prostat menyebabkaan penyempitan lumen uretra prostatikadan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekananintravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebihkuat guna melawan tahanan itu. Kontaksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,trabekulaasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahanstruktur pada buli-buli tersebut, oleh
pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yangdahulu dikenal dengan gejala prostatismus. (Purnomo,2003:72).

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalamihiperplasia. Jika prostat
membesar, maka akan meluap ke atas kandung kemihsehingga pada bagian dalam akan
mempersempit saluran uretra prostatica danmenyumbat aliran urine. Keadaan ini meninggkatkan
tekanan intravesikal.Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor
dankandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar.Kontraksi yang terus
menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandungkemih berupa: hepertropi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sekula,dan divertikel kandung kemih. Tekanan intravesikal yang tinggi
diteruskankeseluruh bagian buli-buli tidak terkeculi pada kedua muara ureter, tekanan inidapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter. Keadan ini jika berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan hidroureter, hidrofrosis bahkanakhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Muttaqin &
Sari,2012:258)

E. Derajat Benigne Hiperplasia Prostat

Benigne Prostat Hiperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengangangguan


klinisnya:(Kristiyanasari&Jitowiyono,2012:119)1.

1. Derajat satu

Keluhan prostatime ditemukan penonjolan prostatisme 1-2 cm, sisa urinekurang 50 cc,
pancaran lemah, necturia, berat kurang lebih 20 gram.2.

2. Derajat dua

Keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan
8
tinggi(menggigil), nyeri daerah pinggang postat lebih menonjol, batas atasmasih teraba, sisa
urine 50-100cc dan beratnya kurang lebih 20-40 gram.

3. Derajat tiga

Gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih100cc,
penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya 40 gram.4.

4. Derajat empat

Prostat lebih menonjol dari 4cm, ada penyulitke ginjal seperti gagal ginjal,hydroneprosis.

F. Manifistasi Klinis

BPH merupakkan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-ratalebih dari 50 tahun.
Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampakobsetruksi saluran,sehingga klien kesulitan
untuk miksi.berikut ini adalah beberapa gambaran klinis pada klien BPH (Prabowo &
Pranata,2014:131Williams & Wilkins,2011:48)

1. Gejala prostatismus (nokturia,urgency, penurunan daya aliran urine) kondisiini dikarenakan oleh
kemampuan vesika urinaria yang gagal mengeluarkanurine secara spontan dan reguler, sehingga
volume urine masih sebagai besar tertinggal dalam vesika.

2. Retensi urine sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secarafisiologis, vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urinemelalui kontraksi otot detrusor.

3. Pembesaran prostat yaitu ketika dilakukan palpasi rektal.

4. Inkontetinesia yang terjadi menunjukkan bahwa detrusor gagal dalammelakukan kontraksi,


sehingga kontrol untuk miksi hilang.

5. Lebih sering kencing, disertai nokturia, inkontinensia, dan kemungkinanhematuria. Yang berakibat
infeksi diikuti obstruksi kencing menyeluruh.

6. Gumpalan di tengah yang bisa dilihat (kandung kemih mengalami distensi)yang mencerminkan

9
kandung kemih yang kosong secara tidak menyeluruh.

G. Komplikasi

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urine.Karena produksi urineterus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampulagi menampung urine sehingga tekanan
intravesikal meningkat, dapat timbulhidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat jika terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urine, yang dapat membentuk
batuendapan dalam bul-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasidanmenimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bilaterjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu
miksi pasien harus mengedan sehingga lam-kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid
(Mansjoer,dkk,2000:332) sedangkan menurut (Haryono,2013:116) Efek yangterjadi akibat Hypertropi
Prostat yaitu :

1. Terhadap Uretra

Bila lobus medius membesar, biasanya mengakibatkan uretra pars prostatika bertambah
panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatoriusmaka perpar angan akan berputar dan
mengakibatkan sumbatan.

2. Terhadap Vesika Urinaria

Pada vesika urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat proses kompensasi,
dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yangmengalaami lekukan yang disebut
potensial divertikula. Pada proses yanglebih lama akan terjadi dekompensasi otot-otot yang
hypertrofi dan akibatnyaterjadi atonia (tidak ada kekuatan) pada otot-otot tersebut. Jika
pembesaranini terjadi pada medial lobus maka akan menyebabkan post prostatika yaitusumber
terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouchini juga selalu
didapati adanya batu-batu kandung kemih.

3. Terhadap Ureter dan Ginjal

Bila uretra vesika valve rusak maka tekanan akan diteruskan ke atas.Akibatnya, otot-otot

10
calyyes, pelvis, urter sendiri mengalami hipertropi danakan mengakibatkan hidronefrosis dan
akibat lanjut uremia.

4. Terhadap Organ Sex

Mula-mula libido meningkat, tetapi libido menurun.

H. Konsep Eliminasi Urine

1. Pengertian

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang baik yang
berupa urine maupun fekal. Eliminasi urine normalnya yaitu pengeluaran cairan sebagai hasil
filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi
akan diserap kembali di tubulusginjal (Tarwoto & Wartonah, 2011:87). Gangguan eliminasi urine
adalah keadaanketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalami disfungsi
eliminasi(Moyet & Carpenito,2012:582).

2. Proses Berkemih

Miksi (mengeluarkan urine) adalah suatu proses sensori motorik yangkompleks. Urine
mengalir dari pelvis ginjal, kemudian ureter dengan gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih akan
timbul apabila kandung kemih berisi urinesebanyak 200-300 ml. Sedangkan eliminasi urine adalah
pengeluaran cairan darikandung kemih. Eliminasi urine bergantung pada organ renal. Renal
akanmemfiltrasi, mengabsorbsi urine. Selanjutnya melalui ureter akan disalurkan kevesika urinaria.
Kemudian urine akan keluar melalui meatus eksternus melewatiuretra. Proses ini terjadi dari dua
langkah utama yaitu kandung kemih secara progesif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat di atas nilai ambang,yang kemudian timbul refleks saraf yang disebut reflek berkemih
yang berusahamengosongkan kandung kemih atas jika ini gagal, setidak-tidaknya
meimbulkankesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun reflek miksi adalah
reflekautonomik medula spinali, reflek ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks
serebri atau batang otak. ( Saryono & Widianti, 2011:22 ). Proses berkemih terdiri atas 3 tahap
yaitu :
11
1. Filtrasi

Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasiantara 0,5-2
ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih di kontrol olehgelombang peristaltik yang
terjadi setiap 10-150 detik (Tarwoto & Wartonah,2011:95). Glomerulus yang menyaring darah
yang mengandung air, garam,gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehinggadihasilkan urine primer. Cairan yang disaring yaitu filtrat glomerulus. Plasmayang
berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring keluar.Cairan yang disaring
kemudian mengalir ke tubula renalis dan sel-selnyamenyerap bahan yang diperlukan oleh
tubuh dan ditinggalkan yang tidakdiperlukan.Faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi
adalah obstruksi jalan arteriyang menuju ke glomerulus, kenaikan tekanan interstitial seperti
yang dapatdisebabkan oleh suatu proses peradangan, dan kenaikan resistensi untuk
mengalir dalam sistem tubulus seperti obstruksi tubulus kolligens, ureter, atauuretra. Membran
glomerulus juga dapat dirusak oleh penyakit sehingga tidakdapat berfungsi sebagai
saringan untuk darah. Akhirnya kapiler dapattersumbat seluruhnya oleh karena itu tidak
terpakai dalam sirkulasi aktif. Jika penyakit ini terus berlangsung, sel-sel darah dan protein
plasma akanmerembes melalui kapiler yang rusak dan akan disekresi oleh urine.

2. Reabsorpsi

Terjadinya di tubulus konturtus proksimal. Urine primer akan direabsorbsiyang


menghasilkan urine sekunder dengan kadar urea yang tinggi. Padatubulus distal
penyerapannya secara aktif. Dalam keadaan yang normal,semua glukosa di absorbsi kembali.
Urine terdiri dari air dengan bahan pelarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam
terlarut, dan materi organik.Reabsobsi natrium terjadi di tubulus proksimal melalui kanal ion
denganadanya kanal elektrokimia di membran apikal dan transport aktifkontrasporter Na+
glukosa dan difusi terfasilitasi. Reabsorbi urea terjadi ditubulus proksimal dengan cara difusi
pasif yang disebabkan reabsorbsinatrium dan solut lain. Komposisi urine berubah sepanjang
proses reabsorbsiketika molekul yang penting bagi tubuh melalui molekul yang penting
bagitubuh, misal glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa

3. Ekskresi

12
Di tubulus kontortus distal pembuluh darah menambahkan zat lain yangtidak digunakan
dan terjadi reabsorbsi aktif. Ditempat sudah terbentuk urineyang sesungguhnya tidak
terdapat glukosa dan protein lagi, yang selanjutnyaakan disalurkan ke tubulus kolektifus ke
pelvis renalis.

4. Normal Urine

Karakteistik urine dapat dilihat dari volume caian dan macam-macamkatrakteristik urine
terdiri dari warna. bau, berat jenis, kejernihan, dll.Tabel 2.2 Karakteristik keadaan urine
normal (Alimul,A2009:90) No Usia Jumlah/hari1 1-2 Hari 15-60 ml2 3-10 Hari 100-300 ml3 10-2
Bulan 250-400 ml4 2 Bulan - 1 Tahun 400-500 ml5 1-3 Tahun 500-600 ml6 3-5 Tahun 600-
700 ml7 5-8 Bulan 700- 1000 ml8 8-14 Tahun 800-1400 ml9 14 Tahun-dewasa 1500 ml10
Dewasa tua.

13
BAB ll

ASKEP BPH

A. Pengertian

Proses asuhan keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkandalam praktik
keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untukmemecahkan masalah ( Problem-
solving ) yang memerlukan ilmu, teknik, danketrampilan interpersonel yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien,keluarga dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan
dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan,implementasi, dan evaluasi. Tahap-
tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual Problem-solvingdalam mendefinisikan suatu
asuhan keperawatan. (Nursalam,20011:1)

B. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap dari awal proses keperawatan sebagai dasaruntuk pemberian
asuhan keperawatan yang aktual. Tujuan dilakukannya tahap pengkajian adalah mengumpulkan,
mengorganisasi, dan mendokumentasikan datayang menjelaskan respons klien yang mempengaruhi
pola kesehatannya.

pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis, dan logis akanmengarah dan
mendukung identifikasi masalah kesehatan klien. Masalah inimenggunakan data pengkajian sebagai
dasar formulasi untuk menegakkandiagnosis keperawatan (Nursalam,2011:159). pengkajian pada pasien
BPHdimulai dari pengkajian umum hingga pengkajian yang spesifik: (Wijaya &Putri,2013:103,
Kristiyanasari & Jitowiyono 201:120, Muttaqin,2011:269 )

1. Identitas Klien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Alamat,Pekerjaan, Asuransi
kesehatan, Agama, Suku bangsa, Tanggal & jam MRS, Nomer register, Serta diagnosis medis.

2. Keluhan Utama

a) Keluhan Sistemik : Antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas, edema,malaise, pucat,

14
dan eremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi.

b) Keluhan Lokal : Pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran
perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhanobstruksi), hematuria, inkontenensia,
disfungsi seksual, atau infertilitas.

c) Keluhan Nyeri : Nyeri pada sistem perkemihan tidak selalu terdapat pada penyakit ginjal
meskipun umumnya ditemukan pada keadaan yang lebihakut. Nyeri disebabkan oleh
kelainan yang terdapat pada organurogenetalia sirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri
yang dirasakandisekitar organ itu sendiri atau berupa reffered pain yaitu nyeri
yangdirasakan disekitar organ itu sendiri. Nyeri prostat pada umumnyadisebabkan karena
inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostatdan distensi kapsul prostat. Lokasi
nyeri akibat inflamasi ini sulit untukditentukan, tetapi pada umumnya dapat dirasakan pada
abdomen bawah.

d) Keluhan Miksi : Keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat miksi meliputi keluhan akibat
suatu tanda adanya iritasi, obstruksi, inkontetinesia, dan eunrasis

3. Riwayat kesehatan saat ini : Perawat menanyakan keluhan yang terjadi

4. Riwayat kesehatan dahulu : Perawat menanyaka tentang penyakit-penyakityang pernah dialami


sebelumnya, terutama yang mendukung atau memperberatkondisi gangguan sistem perkemihan
pada klien saat ini seperti pernahkah klienmenderita penyakit kencing manis, penyakit kencing
batu dan seterusnya.Tanyakan apa pasien pernah dirawat sebelumnya karena perawat
perlumengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi.

5. Pengkajian Psikososiospiritual : Pengkajian psikologis klien meliputi beberapadimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelasmengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku klien. Masalah sistem perkemihanyang bersifat kronis menimbulkan rasa nyeri dari
gangguan saluran kemih danmemberikan stimulus pada kecemasan dan ketakutan setiap pasien.

6. Pemeriksaan fisik :

a) Inspeksi :

15
1. Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,echymosis
menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.

2. Penonjolan pada daerah supra pubik yang mengakibatkan retensi urine.

3. Perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas pembedahan di


suprasimfisis.

b) Palpasi :

1. Pemeriksaan Rectal Toucher ( colok dubur ) posisi pasien knee chest

2. Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkanpasien ingin buang air kecil

3. Palpasi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih dan adanya nyeri
tekan pada area sumprasimfisis

4. Pemeriksaan tanda-tanda vital

c) Perkusi :

1. Pada daerah supra pubik apakah menghasilkan bunyi pekak yangmenunjukan distensi
kandung kemih

2. Perkusi untuk melihat apakah ada residual urine

3. uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus,striktur uretra, batu
uretra/femoisis.

7. pemeriksaan eliminasi urine

1. Pancaran miksi : adanya perubahan pada eliminasi urine seperti perubahan pancaran
menandakan gejala obstruksi. Ketidakmampuaneliminasi bisa terjadi pada klien yang
mengalami obstreuksi pada salurankemih

2. Drainase kateter : melakukan drainase urine, meliputi : kelancaran,warna, jumlah, dan cloting

8. Pola fungsi kesehatan

16
1) Kaji pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: timbulnya perubahan pemeliharaan
kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca TURP,adanya keluhan nyeri karena
spasme buli-buli memerlukanantispasmodik sesuai terapi dokter

2) Kaji pola nutrisi dan metabolisme: paien yang dilakukan anastesi pascaoperasi tidak boleh
makan atau minum sebelum flatus

3) Kaji pola aktifitas dan latihan : adanya keterbatasan aktifitas karena kondisi pasien

4) kaji pola istirahat dan tidur : rasa nyeri dan perubahan situasi karena dapat mempengaruhi
pola tidur dan aktifitas

5) Kaji pola kognitif :sistem penglihatan, pendengaran, peraba, dan pembau tidak mengalami
gangguan TURP(Transetthruthral resection of the prostat)

6) presepsi dan konsep diri : pasien dapat mengalami cemas karena kurang pengetahuan
tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP.

C. Diagnosa

Diagnosa adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (statuskesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat sacara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensisecara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah,dan mengubah (Nursallam,2011:59). Diagnosa keperawatan yang lazim muncul
pada pasien BPH menurut (Nurarif,2015:93) yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(neoplasma)

2. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra

3. Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra

D. Rencana & Implementasi Keperawatan

17
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan  Setelah dilakukan  Manajemen Nyeri (D.l.08238)


dengan agen pencedera tindakan keperawatan
fisiologis (Mis.Neoplasma) selama2×24 jam Observasi
(D.0077) diharapkan nyeri  Identifikasi lokasi,
menurun dengan Kriteris karakteristik, durasi,
hasil (L.08066) : frekuensi, kualitas,
1) Kemampuan pasien intensitas nyeri
untuk menuntaskan
 Identifikasi skala nyeri
aktivitas menurun
 Identifikasi respons nyeri
2) Keluhan nyeri
nonverbal]
menurun
 Identifikasi factor yang
3) Pasien tampak
memperberat dan
meringis menurun
memperingan nyeri
4) Frekuensi nadi
 Identifikasi pengetahuan
membaik
dan keyakinan tentang
5) Pola nafas membaik nyeri

6) Tekanan darah  Identifikasi pengaruh


membaik nyeri pada kualitas
hidup
7) Fungsi berkemih
membaik  Monitor keberhasilan
terapi komplementer
8) Perilaku membaik
yang sudah di berikan
9) Pola tidur membaik
 Monitor efek samping
penggunaan analgesic

Terapeutik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi

18
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)

 Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)

 Fasilitasi istirahat

 Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi.

2. Retensi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen eliminasi urine


dengan peningkatan keperawatan selama (l.04152)
tekanan uretra 2×24jam kemampuan
berkemih membaik dengan Observasi
(D.0050) kriteria hasil (L.03019) :
 Identifikasi penyebab
1) Sensasi berkemih retensi urine ( mis.
meningkat
 Peningkatan tekanan
2) Desakan kandung kemih uretra, kerusakan arkus
menurun reflek, disfungsi
neurologis, efek agen
3) Distensi kandung kemih farmakologis)
menurun
 Monitor intake dan
4) Berkemih tidak tuntas output cairan
menurun
 Monitor distensi
5) Nocturia menurun kandung kemih dengan
6) Dysuria menurun palpasi/perkusi

7) Frekuensi BAK membaik  Pasang kateter urine,


jika perlu
8) Karakteristik urine
membaik Terapeutik
19
 Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih

 Batasi asupan cairan

 Ambil sampel urine


tengah (midstream) atau
kultur

Edukasi

 Jelaskan penyebab
retensi urine

Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen eliminasi urin &


keperawatan selama katerisasi urine (l.04148)
3. eliminasiurin berhubungan
dengan penurunan 2×24 jam diharapkan pola Observasi
eliminasikembali normal
kapasitas kandung kemih dengan kriteria hasil (L.03019)  Identifikasi tanda dan
: gejala retensi atau
(D.0040)
inkontenensia urine
1) Sensasi berkemih
meningkat  Identifikasi factor yang
menyebabkan retensi
2) Desakan kandung kemih atau inkokntenensia urine
menurun monitor urine (mis.
Frekuensi, konsistensi,
3) Distensi kandung kemih
aroma, volume, dan
menurun
warna)
4) Berkemih tidak tuntas
Terapeutik
menurun

5) Nocturiamenurun  Catat waktu-waktu dan


haluaran berkemih batasi
6) Dysuria menurun asupan cairan, jikaperlu

 Edukasi ajarkan tanda


dan gejala infeksi
saluran kemih ajarkan
minum yang cukup jika
tidak ada kontraindikasi

20
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine

 Anjurkan menarik nafas


saat insersi selang urine

IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping, untuk kesuksesan
pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

21
E. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan
yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan
dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri. (Ali, 2009). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak dkk, 2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP
dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):

S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria
evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan
keperawatan (Nurhayati, 2011).

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular
yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika (Jitowiyono & Kristiyanasari,2012:113)

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang
paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Wijaya & Putri,2013:97).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH
biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Price & Wilson,2006:
1320).

B. Saran

Semoga dengan terselesaikannya makalah ini kita bisa memetik inti dari mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi semuanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA NIC-NOC (Jilid 1).
Jakarta : Media Action Publishing.

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Corwin, EJ. (2009). Buku saku patofisiologi, 3 edn. EGC: Jakarta. Doenges, M.E, Marry F.
MandAlice, C.G. (2000). Rencana

Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.


Jakarta: EGC.

Hidayat. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan BPH, http://hidayat2.


wordpress.com/2009/04/30/askep-bph / retrieved at 5 januari 2011.

NurArif, Amin Huda & Hardikusuma. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2015-2016.
Yogyakarta : Media Action Purnomo, B. 2011. Dasar-dasarUrologi,. Jakarta: Sagung Seto EGC

R Sjamsuhidajat& de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: Price, Sylvia A. 2008. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC

Wibowo, D danParyana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha IlmuYuliana Elin,
Andrajat Retnosari, 2009. ISO Farmako terapi. Jakarta : ISFI

24

Anda mungkin juga menyukai