Anda di halaman 1dari 55

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

KEPERAWATAN BEDAH

Oleh

Reka Wage Puspitasari 162310101103


Dian Novita Anggraeni 162310101108
Zulihastika Mesly Eka P. 162310101222
Wiwit Ulansari 162310101282

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2018
i

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bedah

Dosen Pengampu :
Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep. MB

Oleh

Reka Wage Puspitasari 162310101103


Dian Novita Anggraeni 162310101108
Zulihastika Mesly Eka P. 162310101222
Wiwit Ulansari 162310101282

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah berjudul “Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)” yang disusun untuk


memenuhi tugas ini telah disetujui dan disahkan pada :
Hari/Tanggal : Selasa, 10 April 2018
Tempat : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Ketua, Dosen Pembimbing,

Zulihastika Mesly Eka P. Ns. Jon Hafan S,M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIM 162310101222 NIP. 198401022015041002

PJMK
Mata Kuliah Keperawatan Bedah

Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp. Kep. MB

NIP. 198103192014041001
iii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Keperawatan Bedah. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Dosen PJMK mata kuliah
Keperawatan Bedah.
2. Ns. Jon Hafan, S,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Dosen Pembimbing makalah
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
3. Rekan-rekan yang telah mendukung dalam proses pembuatan makalah.
4. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, 5 April 2018


Penyusun,
iv

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PRAKATA ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Epidemiologi ...................................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah ...............................................................................5
1.4 Tujuan ................................................................................................ 5

BAB 2 KONSEP DASAR PENYAKIT ..............................................................6


2.1 Pengertian BPH ................................................................................... 6
2.2 Etiologi ................................................................................................ 6
2.3 Klasifikasi ........................................................................................... 8
2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................. 10
2.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 10
2.7 Indikasi dan Kontraindikasi .............................................................. 11
2.8 Penatalaksanaan Medis ..................................................................... 12
2.9 Rehabilitasi Post Operasi .................................................................. 15

BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................. 16


3.1 Pengkajian ......................................................................................... 16
3.2 Pathway ............................................................................................. 22
3.3 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 24
3.4 Intervensi Keperawatan .................................................................... 25
3.5 Implementasi Keperawatan ............................................................... 27
3.6 Evaluasi ............................................................................................. 27
v

BAB 4. PENUTUP............................................................................................... 30
4. 1 Kesimpulan ...................................................................................... 30
4. 2 Saran ................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33


LAMPIRAN ......................................................................................................... 35
1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak yang mutlak untuk di capai oleh seleuruh


individu, karena tapa kesehatan seseorang tidak akan mampu melakukan aktivitas
dalam keseharianya, Diera globalisasi saat ini banyak tuntukan pekerjaan yang
membuat seseorang mengakat beban dan bekerja lebih dari porsi yang seharusnya.
Hal ini dinilai juga berdampak bagi kesehatan terutama pada laki-laki yang
memiliki tanggung jawab cukup besar dalam kehidupan keluraganya. Salah satu
dampak nya adalah Benigna Prostat Hiperplasia. Kelenjar prostat dibentuk oleh
evaginasi pada uretra posterior dan karena itu dianggap berasal dari endoderm.
Pertumbuhan dan perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin
dan memerlukan aksitrofik dari esterogen dan androgen. Saat lahir, kelenjar masih
imatur dan baru bertambah hingga mencapai ukuran normal pada waktu pubertas
saat sekresi androgen dimulai. Pertumbuhan selanjutnya, atrofi dan neoplasia
agaknya juga bergantung kepada perbandingan androgen:esterogen (Nasar, dkk.
2010).
Pada laki laki kelenjar prostat berada tepat dibawah kandung kemih,
mengelilingi uretra (saluran kencing). Ketika pria bertambah umur, prostat
melebar, menimbulkan tekanan di sekeliling dan menyebabkan gejala-gejala
seperti sering kencing dan retensi urin. Pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan saluran kencing dan tekanan dibawah kandung kemih. Retensi urin
dapat berkembang ketika tubuh sulit mengosongkan kandung kemih.
Hydronephrosis dan dilatasi ruang ginjal dan ureter adalah komplikasi retensi urin
akibat pembesaran prostat (Sjamsuhidajat, 2010). Sebagian besar pria yang
berusia lebih dari 50 tahun memang mengalami pembesaran prostatik, tetapi jika
terjadi hiperplasia prostatik jinak (Benign Prostatic Hyperplasia-BPH), kelenjar
prostat cukup membesar sehingga menekan uretra dan menyebabkan obstruksi
kencing berat. Benigna Prostat Hiperplasia ditangani secara simtomatik atau
dengan pembedahan tergantung ukuran pembesaran prostat, usia dan kesehatan
pasien serta tingkat obstruksi (Williams dan Wilkins. 2008).
2

Hasil penelitian di Amerika 20% penderita Benigna Prostat Hiperplasia


terjadi pada usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi
pada usia 80 tahun. Pasien biasanya datang ke rumah sakit setelah keadaan
Benigna Prostat Hiperplasia semakin berat, pasien yang mengalami hambatan
pada saluran air seni atau uretra didekat pintu masuk kandung kemih seolah-olah
tercekik, karena itu secara otomatis pengeluaran air seni terganggu. Pasien sering
kencing, terutama pada malam hari, bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Bila
jepitan pada uretra meningkat, keluarnya air seni akan makin sulit dan pancaran
air seni melemah, bahkan dapat mendadak berhenti. Akibatnya, timbul rasa nyeri
hebat pada perut. Keadaan ini selanjutnya dapat menimbulkan infeksi pada
kandung kemih. Jika sudah terjadi infeksi, aliran air seni berhenti, untuk
mengeluarkan air kencing harus menggunakan keteter, yang akibatnya pasien
akan mengalami rasa sakit atau dengan kasus yang parah sehingga dalam
pengobatannya harus dilakukan rencana operasi atau prosedur bedah. Hal ini
kemungkinan disebabkan ketidak tahuan masyarakat terhadap penyakit Benigna
Prostat Hiperplasia yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Hal ini didukung
oleh pernyataan yang menyatakan bahwabermacam pasien yang datang ke dokter,
dalam keadaan darurat atau terlalu parah dan harus dilakukan tindakan
pembedahan (Saputra, L., 2011)
Data WHO (2013), memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus. Yang ditemukan
pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap
tahunnya. Tingginya kejadian BPH di Indonesia telah menempatkan BPH sebagai
penyebab angka kesakitan nomor 2 terbanyak setelah penyakit batu pada saluran
kemih. Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, diantaranya diderita
pada pria berusia di atas 60 tahun. Di Jawa Timur tepat 672.502 kasus BPH pada
tahun 2013. Sedangkan berdasarkan laporan dari rumah sakit di Kabupaten
Jember, diperoleh BPH besar penyakit rawat jalan sebanyak 3,07 % termasuk
dalam kategori 10 besar penyakityang banyak di lakukan rawat jalan (Riskesdas,
2013).
3

Pembedahan merupakan pilihan tindakan yang tepat dalam


penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia. Keputusan untuk intervensi
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya infeksi saluran kemih,
dan perubahan fisiologi pada prostat. Salah satu tindakan pembedahan yang sering
dilakukan adalah open prostatectomy / prostatektomi terbuka yang merupakan
mekanisme pengangkatan kelenjar melalui insisi abdomen. Open prostatectomy
dibagi menjadi tiga yaitu prostatektomi suprapubik, prostatektomi perineal dan
prostatektomi retropublik. Open prostatektomy dianjurkan untuk prostat dengan
ukuran (>100 gram). Pasien yang telah dilakukan tindakan pembedahan bukan
berarti tidak timbul masalah. Penyulit yang dapat terjadi setelah tindakan
prostatektomi terbuka adalah pasien akan kehilangan darah cukup banyak, retensi
urine, inkontinensia urin, impotensi dan terjadi infeksi (Purnomo, 2011).
Di sisi lain manusia ialah makhluk yang holistik meliputi aspek
biopsikososial, kultural dan spiritual. Karena suatu sistem tubuh yang utuh, maka
bila ada gangguan pada salah satu aspek maka akan mengganggu pada aspek yang
lain, dan respon terhadap perubahan dan gangguan adalah berbeda-beda pada
masing-masing individu. Pada klien dengan benigna prostat hiperplasia biasanya
mengalami masalah gangguan body image, kecemasan akan penyakitnya
mengenai pembedahan serta kurangnya informasi klien (Stuart dan Sundeen,
2006).
1.2 Epidemiologi
Benigna Prostat Hypereplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya
dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit
yang biasa terjadi. Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta,
jumlah ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat
(emedicine, 2009). Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada
laki laki usia 60-70 tahun mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun
sebanyak 90% mengalami gejala gejala BPH (Suharyanto dan Abdul, 2009). BPH
merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya berhubungan
dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada laki berusia 41-
50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia
diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi
4

juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh
gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah , meningkat hingga usia 75
tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada
saat berkemih.(Cooperberg, 2013).Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia,
menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya meningkat
menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga
90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum
sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria berusia 60-an, dan
90% pada usia 70 (A.K. Abbas, 2005).
Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan secara umumn, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia
di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari
200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan
yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat
dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit. (Purnomo, 2009).
Jumlah penderita BPH secara pasti belum bisa dinyatakan tetapi secara prevalensi
di RS, contohnya di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus BPH yang
dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617
kasus dalam periode yang sama (Arisandi, 2008).
Selain itu Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang
sering dtemukan dan lebih ganas dibanding BPH yang hanya melibatkan
pembesaran jinak prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan prevalensi terjadinya
kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia khususnya. Secara umum, di
dunia, pada 2003, terdapat kurang lebih 220.900 kasus baru ditemukan, dimana
sejumlah 29.000 kasus diantaranya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas,
2005) . Seperti BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,
dan menduduki peringkat keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran
pencernaan dan hati.
5

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakan konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan yang


komprehensif pada penyakit Benign Prostatic Hyperplasia ?
1.4 Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan klien Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
6

BAB 2 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia


Benign Prostatic Hyperplasia atau yang disingkat dengan istilah BPH
merupakan pembesaran progresif yang terjadi pada kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan penyumbatan saluran kemih dan pembatasan aliran urin
(Nurmariana, 2013). Sedangkan menurut (Grace, Pierce A, 2007: 163) BPH
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat.
Pembesaran yang dimaksud disini merupakan kondisi dimana ketika kelenjar
prostat mengalami pembengkakan, namun tidak bersifat kanker. Pada dasarnya,
prostat pada seorang pria memang cenderung membesar seiring bertambahnya
usia. Jika pada pria muda, ukuran prostatnya kira-kira sebesar buah kenari, dan
seiring bertambahnya usia prostat tersebut akan membesar seperti jeruk tangerine.
Letak dari kelenjar prostat itu sendiri terletak pada rongga pinggul antara
kandung kemih dan penis. Sebagian kelenjar prostat tumbuh ke arah dalam
sehingga bisa menimbulkan masalah jika mulai menjepit saluran kemih yang
melewatinya, sehingga mengganggu aliran urin yang akan keluar. Akibatnya
aliran urin dari kandung kemih ke penis dapat tersumbat atau bahkan terhenti.
Karena kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja penderita BPH
hanya terjadi pada pria saja. Umumnya orang yang terkena BPH ini berusia diatas
50th atau orang yang telah lanjut usia (Waluyo, Srikandi, dan Putra, Budhi
Marhaendra, 2015: 8).
2.2 Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia
Penyebab yang pasti terjadinya BPH sebenarnya sampai sekarang belum
diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa hipotesis yang menyebutkan
bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan kadar dihydrotestosteron (DHT)
dan proses penuaan. Selain itu ada juga beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat, antara lain sebagai berikut (Nuari, Nian
Afrian, dan Widayati, Dhina 2017: 170-171) :
7

1. Dihydrotestosterone
Dihydrotestosterone dapat meningkatkan 5 α reductase dan reseptor
androgen, sehingga dapat menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi. Pertumbuhan kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon testosteron dimana hormon tersebut nantinya akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihydrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 α reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
dapat memicu pertumbuhan kelenjar prostat. Selain itu adanya enzim 5 α
reduktase membuat sel-sel prostat lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal pada
umumnya (Winarno, dkk, 2015: 189).
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua terjadi ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron. Dimana hormon estrogen cenderung meningkat
sedangkan hormon testosteron mengalami penurunan. Sedangkan hormon
estrogen tersebut dapat memicu aktivitas sel stroma sehingga dapat
meningkatkan jumlah kolagen, selain itu estrogen dalam prostat juga
berperan dalam meningkatkan sensitivias sel-sel prostat terhadap
rangsangan androgen sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proliferasi
sel-sel kelenjar prostat, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, dan sel-sel
prostat yang sudah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
massa prostat menjadi lebih besar atau mengalami hiperplasia prostat. Maka
dari itu, pada kasus BPH sering terjadi pada pria yang telah menginjak usia
50 tahun keatas atau pada orang yang telah lanjut usia (Nuari, Nian Afrian,
dan Widayati, Dhina, 2017: 170-171).
3. Interaksi stroma-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
8

factor). Peningkatan epidermal growth factor dapat menyebabkan terjadinya


poliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Teori sel stem
Terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi
sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan. Pada keadaan
normal, kelenjar prostat dalam keadaan seimbang antara sel yang tumbuh
dengan yang mati. Namun dalam kasus ini, sel baru akan tumbuh dari sel
stem tersebut. Hal tersebut bisa disebabkan karena faktor usia yang semakin
menua, gangguan keseimbangan hormonal, atau faktor pencetus lainnya
sehingga sel stem tersebut dapat berproliferasi lebih cepat. Hal ini yang
dapat mengakibatkan terjadinya hiperplasi kelenjar prostat.
2.3 Klasifikasi Benign Prostatic Hyperplasia
Klasifikasi BPH menurut (Sjamsuhidayat, 2005) dalam buku (Nuari, Nian Afrian,
dan Widayati, Dhina, 2017) dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
tidak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik.
2.4 Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia
Perubahan mikroskopik pada prostat terjadi saat seorang pria menginjak
usia 30-40 tahun. Perubahan ini akan menyebabkan terjadinya masalah patologi
pada saat orang tersebut memasuki usia 50 tahunan. Perubahan ini tidak terlepas
dari adanya perubahan hormonal, yaitu ketidakseimbangan hormonal testoteron
dan estrogen yang dapat menyebabkan perbesaran prostat. Perubahan hormonal
9

ini menyebabkan hyperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular


pada prostat. Proses perbesaran prostat akan terjadi secara perlahan-lahan yang
pada akhirnya akan menyebabkan perubahan terutama mempersempit saluran
uretra prostatica dan akhirnya menyumbat saluran urine (Rakhmawati, P.I., 2016).
Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada
intravesikal. Munculnya tahanan pada uretra prostatica menyebabkan otot
detrusor dan kandung kemih akan bekerja lebih kuat saat memompa urin,
penegangan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi
dari buli buli berupa : pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya
selula, sekula, dan diventrivel kandung kemih. Tekanan yang terjadi terus
menerus dapat menyebabkan aliran balik urine ke ureter dan bila terjadi terus
menerus mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan kemunduran fungsi ginjal
(Muttaqin dan Sari, 2014; dalam Arifin, R.B., 2015). Adapun patofisiologi dari
masing-masing gejala, yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut oleh edema yang
terjadi pada prostat yang membesar,
2. Hesitancy pada saat ada keinginan untuk BAK harus menunggu lama. Hal
ini disebabkan oleh otot detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat melawan resistensi uretra,
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena otot detrusor tidak
dapat menahan resistensi uretra sampai akhir BAK. Terminal dribbling
dan rasa belum puas setelah BAK terjadikarena jumlah residu/ sisa urine
yang banyak di dalam buli-buli,
4. Nocturia (BAK pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada setiap kali BAK, sehingga interval
antar BAK menjadi lebih pendek,
5. Frekuensi nocturia karena hambatan normal dari korteks berkurang dan
tonus sfringter dan uretra berkurang selama tidur,
6. Urgency (perasaan ingin BAK yang mendesak) dan disuria (rasa nyeri
pada saat BAK) jarang terjadi. Jika hal ini ada, disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraaksi involunter,
10

7. Incontinency, bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya


penyakit akan mengakibatkan urine keluar sedikit demi sedikit secara
berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan
dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfringter,
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar,
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatic, sehingga pengosongan urine inkomplit atau retensi urine.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidoureter) dan ginjal (hidronefrosis) dan
gagal ginjal,
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat statis urine, dimana sebagian
urine masih terdapat di saluran kemih. Karena selalu ada sisa urine dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuri.
2.5 Manifestasi Klinis Benign Prostatic Hyperplasia
Manifestasi klinis Menurut Aulawi (2014) dalam Arifin, R.B. (2015) tanda gejala
yang muncul pada pasien penderita Benigna Prostat Hiperplasia adalah :
a. Kesulitan mengawali aliran urine karena adanya tekanan pada uretra dan
leher kandung kemih.
b. Kekuatan aliran urine yang melemah.
c. Aliran urine keluar yang tidak lancar.
d. Keluarnya urine bercampur darah
2.6 Pemeriksaan Penunjang Benign Prostatic Hyperplasia
1. Urinalisa
Analisis urine dan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri menyebabkan hematuri.
Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini dari adanya keganasan. Bila nilai PSA
<4 ng/ml tidak perlu melakukan biopsy, sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml
dilakukan perhitungan prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
11

dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >0,15, sebaiknya dilakukan biopsy
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dalam pemeriksaan darah lengkap hal-hal yang terdapat di dalmnya antara
lain mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, Hmt,
trombosit, BUN, dan kreatinin serum. Melalui hasil pemeriksaan darah lengkap,
tenaga medis dapat dipermudah dalam pendiagnosaan BPH.
3. Pemeriksaan Radiologis
Biasanya dilakukan foto polos rongent abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
fungsi buli, dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu
pada traktus urinarius, perbesaran ginajal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intrevena dapat dilihat supresi komplit dan
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di
vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat dan
mendeteksi residu urine (Rakhmawati, P.I., 2016).
2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Benign Prostatic Hyperplasia
Indikasi di lakukannya pembedahan
1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
2. Klien dengan residual urin > 100 ml.
3. Terapi medikamentosa tidak berhasil
4. Flowmetri menunjukkan pola obstruksi
Indikasi di lakukannya biopsi pada prostat adalah:
1. PSAD (Prostat Spesific Antigen Density) > 0,15
2. PSA > 10 (4-6 adalah area abu-abu, maka itu di cek PPSAD)
3. Pada RT ditemukan prostat asimetris dan irreguler
4. Pada hasil USG ditemukan lesi hipo atau hiperechoic
Kontraindikasi
1. TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien
tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif,
berdasarkan kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam
12

menjalani prosedur bedah dan anestesi. Kontraindikasi relatif antara lain


adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan
perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru mengalami
infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai
3 bulan bila akan dilakukan TURP.
2. Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita
miastenia gravis, multiple sklerosis, atau Parkinson dan/atau buli yang
hipertonik tidak bleh dilakukan TURP karena akan menyebabkan
inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang mengalami
fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra
eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal
sehingga pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter
eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma, atau
mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.
2.8 Penatalaksanaan Medis Benign Prostatic Hyperplasia
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak
terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar
tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan
pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan
kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan
hipertrofi kandung kemih.Secara periodik pasien dianjurkan untuk
melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat
diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur
dengan cara
13

melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan


USG setelah miksi18
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah
urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi Medikamentosa
Menurut Baradero, dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-ototberelaksasi untuk
mengurangi
tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT)
3. Pembedahan
1) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari
atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala
ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan
darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain
yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua
prosedur bedah abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah
terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi
yang mungkin terjadi dari tindakanini adalah inkontinensia, impotensi dan
cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik
14

Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk
kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah
yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah
dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
c. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah.
Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat
terjadi dalam lobusmedial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah
TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara
terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat
pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan
serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih
singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih,
spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero, dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi
dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume
prostat normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan
adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua
buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%)
15

3) Terapi invasive minimal


Menurut Purnomo (2011) tercapau invasive minimal di lakukan pada
pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi
invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy
(TUMP). Transuretral Needle Ablation Ablasi jarum transuuretra
(TUNA), Pemasangan stent utetra atau prostacatt.
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan
ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan
dengan cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra
pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat
yang dipakai antara lain prostat. Pemasangan stent uretra atau prostatcatth
yang dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu terbuka,
sehingga urin leluasa melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan alat
ini ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena
resiko pembedahan yang cukup tinggi.
2.9 Rehabilitasi Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia
a. Memantau pasien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal
gejala-gejala dini dari spasmu kandung kemih
b. Menjelaskan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang
dalam 24 jam 48 jam
c. Memberikan penyuluhan pada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter
d. Menganjurkan pasien agar tidak duduk dalam waktu yang lama sesusah
tindakan turp
e. Mengajarkan penggunaaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi
f. Menjaga selang drainase tetap aman di paha untuk mencegah peningkatan
tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang
16

BAB 3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengertian Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan merupakan serangkaian tidnakan sistematis
berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan individu atau kelompok baik yang aktual maupun potensial kemudian
merencanakan tindakan untuk menyelsaikan, mengurangi, dan mencegah
terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain
untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari
tindakan yang di kerjakan (Rohman dan Walid, 2013; Pertami dan Budiono,2016)
Asuhan keperawatan menurut PPNI adalah suatu proses atau rangkaian pada
praktek keperawatan yang langsung di berikan kepada klien pada berbagai tatanan
tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar
keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang
serta tanggung jawab keperawatan. Proses keperawatan sebagai salah satu
pendekatan utama adalam pemebrian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu
proses pengambilan keputusan dan penyelsaian masalah (DPP PPNI, 1999;
Nursalam, 2001 : 6)
3.2 Tahapan Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang
meliputi tahap:
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis sesuia dengan fakta atau kondisi yang
ada pada klien dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien yang dapat
menentukan bagi tahap selanjutnya yaitu merumuskan suatu diagnosis
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
klien (Rohman dan Walid, 2013).
17

Ada tiga metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada tahap
pengkajian : komunikasi yang efektif, observasi dan pemeriksaan fisik.
Teknik tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam pendekatan pad klien
secara rasional, sistematika dalam pengumpulan data, merumuskan diagnosa
keperawatan dan merencanakannya.
Pengkajian dalam Konsep Dasar Keperawatan meliputi:
a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis
biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai
demam.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Penyakit nyang terjadi pada saat ini yang berkaitan tentang awitan
gejala ( menentukan kapan gejala mulai timbul, apakah gejala
timbul secara mendadak atau bertahap, dan apakah gejala selalu
timbul atau hilang serta menanyakan tentang durasi gejala. Misal,
pada kasus BPH gejala klien saat itu terasa Nyeri pada saat buang
air kecil dan sulit untuk buang air kecil
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Informasi yang di dapatkan dari Riwayat masa lalu tentang
pengalaman perawatan kesehatan Klien apaka pernah ndi rawayat
di rumah sakit ataun pernah menjalani operasi, apakah klien
memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan atau
polutan serta mengidentifikasi kebiasaan dan pola hidup klien
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan dari Riwayat Keluarga untuk mendapatkan data tentang
hubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Untuk
18

menentukan apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat


genetik atau familial
a. Adakan keluarga yang menderita penyakit Pembesaran
Kelenjar Prostat.
b. Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus, batu ginjal,
kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.
5) Riwayat Lingkungan
Memberikan data tentang lingkungan Rumah Klien dan segala
sistem pendukung yang anggota keluarga atau klien yang
dipergunakan ( pemajanan polutan yang dapat mempengaruhi
kesehatan, tingkat kriminalitas yang tinggi sehingga menghambat
klien untuk berjalan-jalan sekitar lingkungan rumah dan sumber
yang dapat membantu klien dalam kembali ke komunitas.
6) Status Sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan,
sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup
dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat
kesehatan klien.
7) Penampilan Umum
a) Kulit pucat kering.
b) Lemah
c) Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
d) Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma,
delirium
e) Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
f) Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
g) Gaya jalan : seimbang atau tidak
h) Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota
tubuh atau tidak.
c. Pemeriksaan Fisik
19

1) Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk


ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma
Scale), yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti
composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status
gizinya.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola
pernafasan dan suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami
kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada tonsil dan
mengalami peningkatan suhu tubuh
3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
a. Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik,
pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya
edema.
b. Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi
dan karakteristik.
c. Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya
serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal
anterior, inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.
4) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-
ubun, wajahnya asimetris atau ada tidaknya pembengkakan,
mata dilihat dari visus palpebra, mata merah, alis, bulu mata,
konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, skelera, kornea,
pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun
telinga, lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran hidung dan mulut ada tidaknya stismus.
b. Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher,
dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada
tidaknya nyeri tekan
5) Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada, keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya,
pergerakan nafas, ada tidaknya femitus suara, krepitasi serta dapat
20

dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya


bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan
jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan
siklus kordis dan aktivitas artikel, getaran bsising, bunyi jantung.
6) Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung
kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada
organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia.
7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang
gerak keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot
kaki dan lainnya.
21

Pathway BPH

Hormon Estrogen & Faktor usia Sel prostat umur panjang Prolikerasi sel steam
testosterone tidak
seimbang
Sel stroma Sel yang mati kurang Produksi stroma dan
pertumbuhan epitel berlebihan
berpacu

Prostat membesar

Resiko Pendarahan

Penyempitan lumen TURP


ureter prostatika

Obstruksi Iritasi mukosa kandung Kurangnya informasi


kencing, terputus jaringan terhadap pembedahan

Retensi urine Nyeri Akut


Ansietas
Rangsangan syaraf, Pemasangan DC
Hidroureter diameter kecil

Hidronefritis Ganguan Eliminasi Tempat masuknya


Urin Gate Kontrol terbuka mikroorganisme

Resiko ketidakefektifan Resiko Infeksi


perfusi ginjal
22

2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang mengambarkan
respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial)
dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi
agar perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan.
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab. Tujuan diagnosa
keperawatan untuk mneganalisis dan menyintensis data yang telah di
kelompokan yang di gunakan untuk mengidentifikasi masalah, faktor
penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau
memecahkan masalah (Rohman dan Walid, 2013).
Diagnosa keperawatan untuk klien dengan BPH (Amin, Hardhi, 2013) antara
lain :
1. Retensi urin b.d sumbatan saluran perkemihan
2. Gangguan eliminiasi urin b.d obstruksi anatomik
3. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
4. Ansietas b.d stressor
5. Resiko perdarahan b.d trauma
6. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
7. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d glomerulonefritis
8. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d prosedur bedah
3) Perencanaan (Intervensi)
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di indentifikasi dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencanaan mengambarakan sejauh mana
perawat mampu menetapkan cara penyelsaian masalah dengan efektif dan
efesien. Tujuan yang pertama administrasif mengidentifikasi fokus
keperawatan fokus intervensi keperawatan dapat di identifikasi melalui
rencana keperawatan yang disusun. Rencana bersifat yang bersifat promotif,
23

preventif, kuratif, dan rehabilitatif merupakan suatu rangkaian rencana


keperawatan yang di susun berdasarkan masalah yang terjadi. Kedua tuuan
klinik yaitu pelaksanaan tindakan keperawatan yang berpedoman pada
perencanaan ang telah dibuat selain itu juga alat komunikasi dengan tim kerja
lainya dan gambaran intervensi yang spesifik ( Pertami dan Budiono, 2016).
Kegiatan dalam tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas masalah.
Kegiatan ini bermaksud untuk menentukan masalah yang akan terjadi skala
prioritas untuk diselesaikan atau di atasi terlebih dahulu. Berperapa teknik
dalam menentukan skala prioritas yang pertaman standart V merupakan
perioritas di titik beratkan pada masalah yang mengancam kehidupan. Kedua
menurut Hirarki Maslow dan yang ketiga menurut pendekatan body system
(B1-B6). Setelah menetukan perioritas dapat menetapkan tujuan dan kriteria
hasil. Tujuan merupakan perubahan perilakau pasien yang diharapkan setelah
tindakan keperawatan berhasil di lakukan. Sedangan Kriteria hasil merupakan
batasan karakteristik atau indikator keberhasilan dari tujuan yang telah di
tetapkan ( Pertami dan Budiono, 2016).
Berikut adalah perencanaan keperawatan bagi klien BPH :
No. Diagnosa Kriteria Hasil Perencanaan Keperawatan
1. Retensi urin b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
sumbatan saluran perawatan selama komprehensif system
perkemihan 2x24 jam, perkemihan focus
pengosongan terhadap inkontinensia
kandung kemih 2. Pasang kateter urin,
lebih komplit sesuai kebutuhan
KH : 3. Monitor intake dan
1. Retensi urin output
sedang 4. Bantu toileting pada
2. Pola eliminasi interval regular, sesuai
klien sedikit kebutuhan
terganggu 5. Monitor derajat distensi
3. Mengosongkan kandung kemih dengan
kandung kemih palpasi dan perkusi
24

Seutuhnya 6. Rujuk pada spesialis


perkemihan, sesuai
kebutuhan

2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor eliminasi urin,


eliminiasi urin b.d perawatan selama meliputi frekuensi,
obstruksi 2x24 jam, gangguan konsistensi, bau,
anatomik yang dialami klien volume, dan warna urin
berkurang 2. Berikan obat-obatan
KH : diuretic sesuai jadwal
1. Pola eliminasi minimal untuk
urin sedikit mempengaruhi irama
terganggu sirkadian tubuh
2. Inkontinensia 3. Rujuk pasien ke
urin ringan spesialis uriologi jika
3. Inkontinensia diperlukan
urin ringan
3. Nyeri akut b.d Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian
agen cidera asuhan keperawatan nyeri komprehensif
biologis selama 2x24 jam yang meliputi :lokasi,
nyeri klien karakteristik, onset /
berkurang durasi ,frekuensi,
kualitas,intensitas/bera
KH :
tnya nyeri dan faktor
1. Nyeri ringan
pencetus.
2. Nyeri dapat
2. Observasi adanya
terkontrol
petunjuk non verbal
3. Dapat
mengenai ketidak
mengurangi
nyamanan
tingkatan nyeri
3. Pastikan perawatan
dengan cukup
analgesik pada pasien
puas
di lakukan pemantauan
4. Klien merasakan
25

kenyamanan yang ketat


5. Kesejahterraan 4. Gali bersama pasien
fisik sedikit faktor-faktor yang
terganggu dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
5. Berikan informasi
terkait nyeri, seperti
penyebab nyeri, durasi
nyeri dan antisipasi
terhadap
ketidaknyamanan
akibat prosedur
6. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung

4. Ansietas b.d Setelah dilakukan 1. Berikan informasi


stressor perawatan selama mengenai harapan-
1x24 jam, klien harapan yang realitas
dapat mengelola terkait dengan perilaku
stress yang pasien
membebani diri 2. Kurangi stimuli yang
KH : menciptakan perasaan
1. Melaporkan takut maupun cemas
pengurangan 3. Duduk dan bicara
stress dengan klien
2. Mencari 4. Instruksikan klien
informasi untuk menggunakan
terpercaya metode mengurangi
tentang kecemasan
pengobatan
3. Menyatakan
26

penerimaan
terhadap situasi
5. Resiko perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor pasien akan
b.d trauma perawatan selama perdarahan secara ketat
2x24 jam, resiko 2. Monitor
perdaran dapat kecenderungan dalam
dihindari tekanan darah serta
KH : parameter
1. Memonitor hemodinamik, jika
factor resiko tersedia
individu 3. Monitor status cairan,
2. Mengenali termasuk asupan dan
perubahan status haluaran
kesehatan 4. Instruksikan pasien
akan pembatasan
aktivitas

6. Resiko infeksi b.d Setelah diberikan 1. Bersihkan peralatan


prosedur invasif asuhan keperawatan drainase urine sesuai
selama 1x24 jam per protocol lembaga
resiko infeksi klien 2. Amati warna,
dapat dihindari kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema,
KH :
dan ulserasi pada
1. Mengenali factor
ekstremitas
resiko klien
3. Ajarkan anggota
2. Tidak dijumpai
keluarga mengenai
tanda-tanda
tanda-tanda kerusakan
infeksi
kulit
4. Ajarkan klien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
27

dan kapan harus


melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan
7. Resiko Setelah dilakukan 1. Jaga intake yang akurat
ketidakefektifan perawatan selama dan catat output
perfusi ginjal b.d 3x24 jam, resiko 2. Monitor TTV pasien
glomerulonefritis ketidakefektifan 3. Monitor status hidrasi
perfusi ginjal dapat 4. Berikan terapi IV,
dihindari seperti yang ditentukan
KH : 5. Berikan diuretic yang
1. Tekanan darah diresepkan
dalam kisaran
normal
2. Keseimbangan
cairan normal
3. Output urin
normal

8. Resiko kerusakan Setelah diberikan 1. Lakukan perawatan


integritas jaringan asuhan keperawatan area sayatan
b.d prosedur selama perawatan di 2. Lakukan tindakan-
bedah rumah sakit, resiko tindakan pencegahan
kerusakan integritas yang universal
jaringan dapat 3. Pastikan teknik
diminimalisir perawatan luka yang
tepat
KH :
4. Tingkatkan intake
1. Periwound
nutrisi yang tepat
edema tidak ada
5. Berikan terapi
2. Pembentukan
antibiotic yang sesuai
bekas luka tidak
28

ada 6. Ajarkan klien dan


3. Nekrosis tidak keluarga mengenai
ada bagaimana
Perfusi jaringan menghindari infeksi
tidak terganggu 7. Ajarkan klien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan

4) Pelaksanaan (Implementasi)
Pelaksannan adalah realisasi dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Keterampilan
yang di butuhkan dalam pelaksanaan nyaitu kempampuan kognitif,
keterampilan interpersonal dan keterampilan psikomotor (Pertami dan
Budiono, 2016).
5) Evaluasi (formatif/proses dan sumatif)
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang telah di buat.
Tujuan dari evaluasi untuk mengakhiri rencana tindakan, serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan ( Pertami dan Budiono, 2016).
29

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN


(Case Based)

Tn.Y berusia 53th dirawat di Rumah Sakit Bayangkara sudah 1 minggu


yang lalu. Klien didiagnosa Benigna Prostat Hiperplasi oleh dokter dan sudah
dilakukan operasi sejak 3 hari yang lalu . Setelah di lakukan prostatectomy klien
mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian bawah dan nyeri saat
BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri terasa terus menerus dan
terasa panas pada luka bekas operasi. Terdapat luka sepanjang ±10 cm, luka masih
terbalut kasa, tidak ada pus. Wajah klien tampak tegang menahan sakit, TTV: TD:
110/60 mmHg, N: 86x/menit, RR: 18x/ menit, S: 36,5°C. Klien mengatakan
setelah operasi hanya tiduran ditempat tidur, aktivitas dibantu keluarga (makan,
minum, mandi). Klien terpasang infuse RL 20 tmp, terpasang kateter, drynase.
Urine tampak kemerahan serta keruh dan ada sedikit stosel, serta cairan drynase
berwarna merah.
4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 April 2018. Jam 08.00 WIB diruang Dahlia
RSU Bayangkara Bondowoso. Pengkajian didapat melalui wawancara dengan
klien, keluarga, dan data status klien.
1. Identitas Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 53 tahun.
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Tenggarang, Bondowoso
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Tgl MRS : 30-03-2018
Pendidikan : SMP
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sdr. T
Umur : 29 Tahun
30

Jenis Kelamin : Laki-laki


Pendidikan : STM
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Tenggarang, Bondowoso
3. Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
b. Keluhan Utama:
Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian
bawah dan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terasa
terus menerus dan terasa panas pada luka bekas operasi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien datang dengan diagnosa medis Benigna Prostat Hiperplasi dan
dilakukan pembedahan prostatectomy hingga sekarang masih dilakukan
perawatan untuk pemulihan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengatakan, penyakit yang saat ini diderita oleh klien baru
pertama kalinya terjadi. Klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya
karena penyaikit cacing tambang, dan dirawat di RSU Bondowoso,
namun klien lupa waktunya, karena menurut klien itu sudah lama
terjadinya.
e. Riwayat penyakit keluarga :
Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-
saudara klien), tidak ada yang menderita penyakit yang seperti klien
derita saat ini. Klien juga mengatakan diantara keluarga tidak ada yang
menderita penyakit kronis/ menahun seperti penyakit jantung, paru-paru,
hipertensi, atau diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial:
Pasien merasakan kecemasan sesaat sebelum dilakukan operasi
pembedahan, namun pasien merasa tenang ketika operasi selesai dengan
berjalan sangat lancar.
31

g. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Islam. Klien yakin dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya. Klien mengatakan rajin ibadah, walaupun
saat ini sedang sakit, klien tetap melaksanakan sholat 5 waktu. Klien juga
percaya akan kesembuhan penyakitnya.
4. Pola funsional
a. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas secara
mandiri seperti: makan, minum, mandi, berpakaian,
toileting.
Selama sakit : Klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga
seperti makan, minum, dan mandi.
5. Pemeriksaan fisik:
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110 / 60 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,5˚C
b. Kepala
Inspeksi dan Palpasi
1. Rambut : Distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam dan
beberapa ada rambut berwarna putih.
2. Kulit kepala : Tidak ditemukan lesi, tidak ada parasit, tidak
ditemukan pityriasis capitis atau ketombe, tidak ditemukan edema,
nyeri tekan, ataupun massa.
3. Wajah : Ekspresi wajah meringis karena menahan sakit.
4. Mata : Tidak ditemukan kotoran, sklera ikhterik, tidak ditemukan
infeksi.
5. Hidung : Pernafasan baik (18x/menit) menggunakan cuping hidung,
tidak ditemukan infeksi, tidak ada nyeri tekan daerah sinus, terdapat
rambut hidung dengan sebaran merata dan tidak tebal, dan tidak
terpasang alat bantu pernafasan.
32

6. Mulut : Mukosa mulut lembab, bibir tampak pucat, tidak terdapat


karies gigi dan jumlah gigi masih lengkap.
7. Telinga : Tidak ditemukan lesi dan infeksi pada daun telinga, telinga
kanan dan kiri tampak simetris.
c. Leher
1. Inspeksi : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, kulit agak
kecoklatan.
2. Palpasi : Tidak teraba adanya pembengkakan kelenjar, teraba
tekanan vena jugularis, kekuatan otot untuk menelan baik.
d. Thorax
1. Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris antara kanan dan kiri, tidak
ditemukan jejas, terdapat hiperpigmentasi pada areola dan puting.
2. Palpasi : Tidak ditemukan pembengkakan, ataupun nyeri tekan.
3. Perkusi : Paru-paru terdengar sonor, tidak ada ronkhi/ whezzing.
4. Auskultasi : Auskultasi bunyi nafas: tidak ada ronkhi/ whezzing,
auskultasi jantung S1-S2; Lub-Dub, irama regular, Hearth Rate: 70-
an.
e. Abdomen
1. Inspeksi : Tampak lemas, ada luka operasi melintang di perut bagian
bawah diatas simpisis, panjang luka ±10 cm, terbungkus kasa, dan
tidak ada pus.
2. Auskultasi : Bising usus 15x/menit.
3. Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
4. Perkusi : Timpani
f. Ekstremitas Atas
1. Inspeksi : Warna kulit coklat, tidak ada lesi, tidak ditemukan
kelainan tulang, tidak ditemukan pembengkakan.
2. Palpasi : Didapatkan penurunan kekuatan otot karena faktor usia,
elastisitas kulit berkurang karena keriput dan faktor usia, tidak
terdapat hiperpigmentasi, akral hangat.
g. Ekstremitas Bawah
1. Inspeksi : Tidak ada odem, warna kulit coklat, tidak ada lesi.
33

2. Palpasi : kekuatan otot melemah karena faktor usia, kemampuan


pergerakan sendiri menurun karena faktor post op prostatectomy.
h. Alat Genetalia
Inspeksi :Kelamin bersih, tidak terdapat lesi, warna coklat, rambut
kelamin tersebar merata dan terjadi perubahan ukuran prostat setelah
dioperasi menjadi berkurang, tampak terpasang kateter urine.
34

4.2 Pathway BPH


Usia Lanjut

Ketidakseimbangan Hormon Testosteron dan Estrogen

Estrogen
Testosteron

Mempengaruhi RNA dalam Inti Sel Hiperplasia pada Sel Stoma pada Jaringan

Proliferasi Sel-sel Prostat

BPH

Penyempitan Lumen Uretra

Tekanan Intravesikel

Otot Detrusor Hipertrofi

Dekompensasi Otot Detrusor (Otot Melemah,


Tidak Dapat Berkontraksi Lagi)

Pembedahan (Prostatectomy)

Pre-op Intra-op Post-op

Nyeri Akut
Hambatan Mobilitas Fisik
Resiko Infeksi
Resiko Kerusakan Integritas Jaringan
35

4.3 Analisis Data


DO :
- Skala nyeri 6,
- Terdapat luka sepanjang ±10 cm, luka masih terbalut kasa, tidak ada pus,
- TTV: TD: 110/60 mmHg,
- N: 86x/menit,
- RR: 18x/ menit,
- S: 36,5°C
- Wajah klien tampak tegang menahan sakit
- Terpasang infuse RL 20 tmp,
- Terpasang kateter, drynase
- Urine tampak kemerahan serta keruh dan ada sedikit stosel, serta cairan
drynase berwarna merah
DS :
- Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian bawah
dan nyeri saat BAK,
- Nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terasa terus menerus dan terasa panas
pada luka bekas operasi,
- Klien mengatakan setelah operasi hanya tiduran ditempat tidur, aktivitas
dibantu keluarga (makan, minum, mandi),
4.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen cedera fisik d.d skala nyeri 6, wajah klien tampak
tegang menahan sakit, terdapat luka sepanjang ±10 cm, luka masih terbalut
kasa, tidak ada pus, klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada
perut bagian bawah, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan nyeri saat BAK, klien
mengatakan nyeri terasa terus menerus dan terasa panas pada luka bekas
operasi
2. Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas d.d Klien terpasang infuse
RL 20 tmp, terpasang kateter, drynase, klien mengatakan setelah operasi
hanya tiduran ditempat tidur, aktivitas dibantu keluarga (makan, minum,
mandi)
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
36

4. Resiko kerusakan intergritas jaringan b.d prosedur bedah


37

4.5 Intervensi Keperawatan

No Hari, tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Tanda
Tangan
dan Nama
Terang
1. Kamis, 5 April Nyeri Akut b.d agen cedera fisik d.d Tujuan : 1. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah diberikan asuhan komprehensif yang meliputi
2018 skala nyeri 6, wajah klien tampak tegang
:lokasi, karakteristik, onset /
keperawatan selama 2x24 jam nyeri
menahan sakit, terdapat luka sepanjang durasi ,frekuensi,
klien berkurang kualitas,intensitas/beratnya nyeri
±10 cm, luka masih terbalut kasa, tidak Ns. Dian
dan faktor pencetus.
ada pus, klien mengatakan nyeri pada 2. Observasi adanya petunjuk non
KH :
verbal mengenai ketidak
luka bekas operasi pada perut bagian 6. Nyeri ringan
nyamanan
bawah, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan 7. Nyeri dapat terkontrol 3. Pastikan perawatan analgesik
pada pasien di lakukan
nyeri saat BAK, klien mengatakan nyeri 8. Dapat mengurangi tingkatan
pemantauan yang ketat
terasa terus menerus dan terasa panas nyeri dengan cukup puas 4. Gali bersama pasien faktor-
faktor yang dapat menurunkan
pada luka bekas operasi 9. Klien merasakan kenyamanan
atau memperberat nyeri
10. Kesejahterraan fisik sedikit 5. Berikan informasi terkait nyeri,
seperti penyebab nyeri, durasi
terganggu
nyeri dan antisipasi terhadap
ketidaknyamanan akibat
prosedur
6. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung
38

2. Kamis, 5 April Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran Tujuan : 1. Dukung klien untuk memulai
Setelah diberikan asuhan
2018 aktivitas d.d Klien terpasang infuse RL latihan
keperawatan selama 2x24 jam klien
20 tmp, terpasang kateter, drynase, klien 2. Informasikan klien mengenai
dapat melakukan aktivitas ringan
mengatakan setelah operasi hanya tiduran manfaat latihan
ditempat tidur, aktivitas dibantu keluarga 3. Dampingi klien dalam
KH :
(makan, minum, mandi) 1. Klien dapat melakukan menentukan tujuan jangka Ns. Rista
pergerakan pendek dan panjang dari latihan
2. Klien dapat berpindah tempat yang dilakukan
3. Klien dapat toleran terhadap 4. Lakukan latihan bersama klien
aktivitas 5. Libatkan keluarga yang
memberikan perawatan dalam
merencanakan dan meningkatkan
program latihan
6. Monitor respon klien terhadap
latihan
3. Kamis, 5 April Resiko infeksi b.d prosedur invasif Tujuan : 5. Gunakan perangkat kateter yang
Setelah diberikan asuhan
2018 aman
keperawatan selama 1x24 jam
6. Bersihkan peralatan drainase
resiko infeksi klien dapat dihindari
urine sesuai per protocol
Ns. Rista
lembaga
KH :
3. Mengenali factor resiko klien 7. Amati warna, kehangatan,
4. Tidak dijumpai tanda-tanda bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
39

infeksi dan ulserasi pada ekstremitas


8. Anjurkan klien dan keluarga
mengenai perawatan kateter yang
aman
9. Ajarkan anggota keluarga
mengenai tanda-tanda kerusakan
kulit
10. Ajarkan klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
4. Kamis, 5 April Resiko kerusakan intergritas jaringan Tujuan : 8. Lakukan perawatan area sayatan
Setelah diberikan asuhan
2018 b.d prosedur bedah 9. Lakukan tindakan-tindakan
keperawatan selama perawatan di
pencegahan yang universal
rumah sakit, resiko kerusakan
10. Pastikan teknik perawatan luka
integritas jaringan dapat Ns. Rista
yang tepat
diminimalisir
11. Tingkatkan intake nutrisi yang
tepat
KH :
6. Periwound edema tidak ada 12. Berikan terapi antibiotic yang
7. Pembentukan bekas luka tidak sesuai
ada 13. Ajarkan klien dan keluarga
40

8. Nekrosis tidak ada mengenai bagaimana


9. Perfusi jaringan tidak terganggu menghindari infeksi
14. Ajarkan klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan

a. Implementasi Keperawatan
No Hari, tanggal Jam Tindakan Respon Klien Tanda
D(x) (Evaluasi Formatif) tangan dan
Nama
Terang

1. Kamis, 5 07.30 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif 1. Ketika dilakukan pengkajian pasien
April 2018 yang meliputi : lokasi, karakteristik, onset / tampak tegang menahan sakit,
durasi ,frekuensi, kualitas, intensitas / pasien mengatakan jika rasa
beratnya nyeri dan faktor pencetus. sakitnya itu terasa sakit sekali di
Ns. Rista
08.00 2. Mengobservasi adanya petunjuk non verbal perut bagian bawah.
mengenai ketidak nyamanan 2. Pasien merasa sedikit meringis
08.30 3. Memastikan perawatan analgesik pada 3. Pasien mengatakan bahwa efek dari
pasien di lakukan pemantauan yang ketat obat tersebut cukup membantu
41

dalam mengatasi nyerinya.


4. Menggali bersama pasien faktor-faktor yang 4. Pasien berkerjasama dengan baik
09.00
dapat menurunkan atau memperberat nyeri terhadap apa yang dilakukan oleh
perawat
09.30 5. Memberikan informasi terkait nyeri, seperti 5. Pasien memperhatikan dan aktif
penyebab nyeri, durasi nyeri dan antisipasi terhadap informasi yang diberikan
terhadap ketidaknyamanan akibat prosedur oleh perawat
10.00
6. Menciptakan lingkungan yang tenang dan 6. Pasien lebih nyaman dan tenang
mendukung terutama saat beristirahat

2. 10.15 7. Mendukung klien untuk memulai latihan 7. Klien mengungkapkan keinginan


memulai latihan
10.25 8. Menginformasikan klien mengenai manfaat 8. Klien memahami manfaat latihan
latihan yang dilakukan
10.30 9. Mendampingi klien dalam menentukan 9. Klien dapat menentukan tujuan
Ns. Rista
tujuan jangka pendek dan panjang dari jangka pendek dan panjang terkait
latihan yang dilakukan latihan yang dilakukan
10.45 10. Melakukan latihan bersama klien 10. Klien kooperatif dalam melakukan
latihan
10.50 11. Melibatkan keluarga yang memberikan 11. Keluarga mau ikut serta dalam
perawatan dalam merencanakan dan proses latihan klien
meningkatkan program latihan
42

11.00 12. Memonitor respon klien terhadap latihan 12. Selama latihan berlangsung klien
nampak meringis menahan sakit
terutama di bagian bekas
operasinya
3. 11.30 13. Menggunakan perangkat kateter yang aman 13. Klien merasa nyaman terhadap
pemasangan kateter
11.35 14. Membersihkan peralatan drainase urine 14. –
sesuai per protocol lembaga
11.45 15. Mengamati warna, kehangatan, bengkak, 15. Tidak dijumpai warna kemerahan
pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada pada area invasif, rasa hangat tidak Ns. Rista

ekstremitas ada, bengkak tidak ada, pulsasi


normal, tekstur baik , tidak
dijumpai edema dan ulserasi pada
ekstremitas
11.50 16. Menganjurkan klien dan keluarga mengenai 16. Klien dan keluarga menerima
perawatan kateter yang aman anjuran mengenai perawatan
12.00 17. Mengajarkan anggota keluarga mengenai kateter yang aman
tanda-tanda kerusakan kulit 17. Anggota keluarga mengerti cara
mengenali tanda-tanda kerusakan
kulit
12.10 18. Mengajarkan klien dan keluarga mengenai 18. Klien dan keluarga mengerti
tanda dan gejala infeksi dan kapan harus tentang tanda dan gejala infeksi dan
43

melaporkannya kepada penyedia perawatan tahu kapan harus melaporkannya


kesehatan kepada penyedia perawatan
kesehatan
4. 16.00 19. Melakukan perawatan area sayatan 19. Pada area sayatan tidak ditemukan
tanda-tanda inflamasi maupun
infeksi
16.25 20. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan 20. Klien kooperatif terhadap tindakan
yang universal yang dilakukan
Ns. Agatha
16.35 21. Memastikan teknik perawatan luka yang 21. Teknik yang digunakan tidak
tepat menimbulkan trauma terhadap luka
yang dilakukan perawatan
17.00 22. Meningkatkan intake nutrisi yang tepat 22. Klien bersama keluarga mau
melakukan tindakan yang bertujuan
untuk meningkatkan intake nutrisi
yang tepat
18.00 23. Memberikan terapi antibiotic yang sesuai 23. Klien tidak menunjukkan reaksi
alergi terhadap pemberian terapi
antibiotic yang sesuai
18.50 24. Mengajarkan klien dan keluarga mengenai 24. Klien dan keluarga mengerti cara
bagaimana menghindari infeksi bagaimana menghindari infeksi
44

4.3 Evaluasi
No. Hari, tanggal, jam No. D(x) Evaluasi Tanda tangan dan nama
Keperawatan (Sumatif) terang

1. Kamis, 5 April, 1. S : Klien mengatakan masih merasakan nyeri pada bagian bluka
21.00 operasinya
O : Nyeri skala 5, reaksi non-verbal – meringis menahan sakit ketika
dilakukan pengkajian
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 Ns. Agatha

2. 2. S : Klien mengungkapkan keinginan memulai latihan memahami manfaat


latihan yang dilakukan, dapat menentukan tujuan jangka pendek dan
panjang terkait latihan yang dilakukan

O : Klien kooperatif dalam melakukan latihan, selama latihan


berlangsung klien nampak meringis menahan sakit terutama di bagian Ns. Agatha
bekas operasinya

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 3, 4, 5, 6
45

3. 3. S : Klien merasa nyaman terhadap pemasangan kateter, klien dan


keluarga mengerti tentang tanda dan gejala infeksi dan tahu kapan
harus melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan

O : Tidak dijumpai warna kemerahan pada area invasif, rasa hangat tidak
ada, bengkak tidak ada, pulsasi normal, tekstur baik , tidak dijumpai Ns. Agatha
edema dan ulserasi pada ekstremitas
A : Masalah teratasi (tetap dalam perhatian)
P : Ulangi intervensi 2, 3, 4 untuk memastikan outcome benar-benar
tercapai
4. 4. S : Klien dan keluarga mengerti cara bagaimana menghindari infeksi

O : Pada area sayatan tidak ditemukan tanda-tanda inflamasi maupun


infeksitidak dijumpai trauma terhadap luka, klien tidak menunjukkan
reaksi alergi terhadap pemberian terapi antibiotic

Ns. Agatha
A : Hampir semua KH tercapai
P : Ulangi intervenai 1-5
46

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostate membesar, memanjang ke depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydrouretes. Etiologi BPH belum diketahui secara pasti. Adapun gejala dan tanda
yang tampak pada pasien BPH sebagai berikut: retensi urine, kurangnya atau
lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari
dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang dilakukan seperti pengobatan
konservatif dan operatif.
5.2 Saran
Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat
dan seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi. Menganjurkan
memakan makanan yang berserat agar feces lembek
47

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K. 2005. Epidemologi Penyakit Tropik Dan Genital. Jakarta: Rhineke


Cipta

Amin, Hardhi. 201). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC NOC, Jilid 1,2. Yogyakarta: Media Action Publising

Arifin, R.B. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Benigna Prostat
Hiperplasia Post Open Prostatectomi Hari Ke-1 di Ruang Gladiol Atas
RSUD Sukoharjo. Tugas Akhir. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Keperawatan DIII Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aspiani, R.Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan Aplikasi Nanda, NIC dan NOC. Jakarta :
CV.Trans Info Media.

Aulawi, K. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan


Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC

Grace, Pierce A. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Nasar, I Made, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke 1. Jakarta:
Agung Seto.

Nuari, Nian Afrian, dan Widayati, Dhina. 2017. Gangguan Pada Sistem
Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
48

Nurmariana. 2013. Gambaran Karakteristik Dan Tingkat Keparahan Obstruksi


Pasien Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) (Studi kasus di RSU
Dr.Soedarso Pontianak).
https://media.neliti.com/media/publications/192918-ID-gambaran-karakteristik-
dan-tingkat-kepar.pdf [Diunduh pada 1 April 2018, Pukul 21:02.]

Nursalam. 2001. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Ed.4. Jakarta: EGC

Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Agung Seto

Rakhmawati, P.I. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn. H dengan Defisit


Perawatan Diri (Gangguan Pola Berkemih) Et Causa Post Op Prostatectomi
di Ruang Dahlia RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Tugas
Akhir. Purwokerto : Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Keperawatan
DIII Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Rohman, dan Walid, S. 2013. Proses Keperawatan : Teori dan Aplikasi.


Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Saputra, L. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Tangerang : Karisma Publishing Group

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : ECG

Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media: Jakarta
49

Syarifudin, R.A. 2016. Asuhan Keperawatan Pasca Operasi Benigna Prostat


Hyperplasia Pada Tn. I di Ruang Dahlia RSUD Batang. Karya Tulis Ilmiah.
Pekalongan : Prodi D III Keperawatan STIKES Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.

Waluyo, Srikandi dan Putra, Budhi Marhaendra. 2015. 100 Questions & Answers
Gangguan Prostat. Jakarta : PT Gramedia.

Winarno, dkk. 2015. TELOMER Membalik Proses Penuaan. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama. http://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-
hyperplasia [Diakses pada 1 April 2018 pukul 12:46].

William dan Wilkins. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Jakarta: Permata puri media

Anda mungkin juga menyukai