KEPERAWATAN BEDAH
Oleh
Dosen Pengampu :
Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep. MB
Oleh
LEMBAR PENGESAHAN
PJMK
Mata Kuliah Keperawatan Bedah
NIP. 198103192014041001
iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Keperawatan Bedah. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Dosen PJMK mata kuliah
Keperawatan Bedah.
2. Ns. Jon Hafan, S,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Dosen Pembimbing makalah
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
3. Rekan-rekan yang telah mendukung dalam proses pembuatan makalah.
4. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PRAKATA ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB 4. PENUTUP............................................................................................... 30
4. 1 Kesimpulan ...................................................................................... 30
4. 2 Saran ................................................................................................ 30
BAB 1 PENDAHULUAN
juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh
gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah , meningkat hingga usia 75
tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada
saat berkemih.(Cooperberg, 2013).Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia,
menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya meningkat
menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga
90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum
sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria berusia 60-an, dan
90% pada usia 70 (A.K. Abbas, 2005).
Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan secara umumn, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia
di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari
200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan
yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat
dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit. (Purnomo, 2009).
Jumlah penderita BPH secara pasti belum bisa dinyatakan tetapi secara prevalensi
di RS, contohnya di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus BPH yang
dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617
kasus dalam periode yang sama (Arisandi, 2008).
Selain itu Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang
sering dtemukan dan lebih ganas dibanding BPH yang hanya melibatkan
pembesaran jinak prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan prevalensi terjadinya
kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia khususnya. Secara umum, di
dunia, pada 2003, terdapat kurang lebih 220.900 kasus baru ditemukan, dimana
sejumlah 29.000 kasus diantaranya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas,
2005) . Seperti BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,
dan menduduki peringkat keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran
pencernaan dan hati.
5
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan klien Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
6
1. Dihydrotestosterone
Dihydrotestosterone dapat meningkatkan 5 α reductase dan reseptor
androgen, sehingga dapat menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi. Pertumbuhan kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon testosteron dimana hormon tersebut nantinya akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihydrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 α reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
dapat memicu pertumbuhan kelenjar prostat. Selain itu adanya enzim 5 α
reduktase membuat sel-sel prostat lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal pada
umumnya (Winarno, dkk, 2015: 189).
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua terjadi ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron. Dimana hormon estrogen cenderung meningkat
sedangkan hormon testosteron mengalami penurunan. Sedangkan hormon
estrogen tersebut dapat memicu aktivitas sel stroma sehingga dapat
meningkatkan jumlah kolagen, selain itu estrogen dalam prostat juga
berperan dalam meningkatkan sensitivias sel-sel prostat terhadap
rangsangan androgen sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proliferasi
sel-sel kelenjar prostat, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, dan sel-sel
prostat yang sudah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
massa prostat menjadi lebih besar atau mengalami hiperplasia prostat. Maka
dari itu, pada kasus BPH sering terjadi pada pria yang telah menginjak usia
50 tahun keatas atau pada orang yang telah lanjut usia (Nuari, Nian Afrian,
dan Widayati, Dhina, 2017: 170-171).
3. Interaksi stroma-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
8
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >0,15, sebaiknya dilakukan biopsy
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dalam pemeriksaan darah lengkap hal-hal yang terdapat di dalmnya antara
lain mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, Hmt,
trombosit, BUN, dan kreatinin serum. Melalui hasil pemeriksaan darah lengkap,
tenaga medis dapat dipermudah dalam pendiagnosaan BPH.
3. Pemeriksaan Radiologis
Biasanya dilakukan foto polos rongent abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
fungsi buli, dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu
pada traktus urinarius, perbesaran ginajal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intrevena dapat dilihat supresi komplit dan
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di
vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat dan
mendeteksi residu urine (Rakhmawati, P.I., 2016).
2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Benign Prostatic Hyperplasia
Indikasi di lakukannya pembedahan
1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
2. Klien dengan residual urin > 100 ml.
3. Terapi medikamentosa tidak berhasil
4. Flowmetri menunjukkan pola obstruksi
Indikasi di lakukannya biopsi pada prostat adalah:
1. PSAD (Prostat Spesific Antigen Density) > 0,15
2. PSA > 10 (4-6 adalah area abu-abu, maka itu di cek PPSAD)
3. Pada RT ditemukan prostat asimetris dan irreguler
4. Pada hasil USG ditemukan lesi hipo atau hiperechoic
Kontraindikasi
1. TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien
tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif,
berdasarkan kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam
12
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk
kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah
yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah
dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
c. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah.
Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat
terjadi dalam lobusmedial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah
TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara
terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat
pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan
serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih
singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih,
spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero, dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi
dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume
prostat normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan
adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua
buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%)
15
Ada tiga metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada tahap
pengkajian : komunikasi yang efektif, observasi dan pemeriksaan fisik.
Teknik tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam pendekatan pad klien
secara rasional, sistematika dalam pengumpulan data, merumuskan diagnosa
keperawatan dan merencanakannya.
Pengkajian dalam Konsep Dasar Keperawatan meliputi:
a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis
biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai
demam.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Penyakit nyang terjadi pada saat ini yang berkaitan tentang awitan
gejala ( menentukan kapan gejala mulai timbul, apakah gejala
timbul secara mendadak atau bertahap, dan apakah gejala selalu
timbul atau hilang serta menanyakan tentang durasi gejala. Misal,
pada kasus BPH gejala klien saat itu terasa Nyeri pada saat buang
air kecil dan sulit untuk buang air kecil
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Informasi yang di dapatkan dari Riwayat masa lalu tentang
pengalaman perawatan kesehatan Klien apaka pernah ndi rawayat
di rumah sakit ataun pernah menjalani operasi, apakah klien
memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan atau
polutan serta mengidentifikasi kebiasaan dan pola hidup klien
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan dari Riwayat Keluarga untuk mendapatkan data tentang
hubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Untuk
18
Pathway BPH
Hormon Estrogen & Faktor usia Sel prostat umur panjang Prolikerasi sel steam
testosterone tidak
seimbang
Sel stroma Sel yang mati kurang Produksi stroma dan
pertumbuhan epitel berlebihan
berpacu
Prostat membesar
Resiko Pendarahan
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang mengambarkan
respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial)
dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi
agar perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan.
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab. Tujuan diagnosa
keperawatan untuk mneganalisis dan menyintensis data yang telah di
kelompokan yang di gunakan untuk mengidentifikasi masalah, faktor
penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau
memecahkan masalah (Rohman dan Walid, 2013).
Diagnosa keperawatan untuk klien dengan BPH (Amin, Hardhi, 2013) antara
lain :
1. Retensi urin b.d sumbatan saluran perkemihan
2. Gangguan eliminiasi urin b.d obstruksi anatomik
3. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
4. Ansietas b.d stressor
5. Resiko perdarahan b.d trauma
6. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
7. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d glomerulonefritis
8. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d prosedur bedah
3) Perencanaan (Intervensi)
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di indentifikasi dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencanaan mengambarakan sejauh mana
perawat mampu menetapkan cara penyelsaian masalah dengan efektif dan
efesien. Tujuan yang pertama administrasif mengidentifikasi fokus
keperawatan fokus intervensi keperawatan dapat di identifikasi melalui
rencana keperawatan yang disusun. Rencana bersifat yang bersifat promotif,
23
penerimaan
terhadap situasi
5. Resiko perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor pasien akan
b.d trauma perawatan selama perdarahan secara ketat
2x24 jam, resiko 2. Monitor
perdaran dapat kecenderungan dalam
dihindari tekanan darah serta
KH : parameter
1. Memonitor hemodinamik, jika
factor resiko tersedia
individu 3. Monitor status cairan,
2. Mengenali termasuk asupan dan
perubahan status haluaran
kesehatan 4. Instruksikan pasien
akan pembatasan
aktivitas
4) Pelaksanaan (Implementasi)
Pelaksannan adalah realisasi dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Keterampilan
yang di butuhkan dalam pelaksanaan nyaitu kempampuan kognitif,
keterampilan interpersonal dan keterampilan psikomotor (Pertami dan
Budiono, 2016).
5) Evaluasi (formatif/proses dan sumatif)
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang telah di buat.
Tujuan dari evaluasi untuk mengakhiri rencana tindakan, serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan ( Pertami dan Budiono, 2016).
29
g. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Islam. Klien yakin dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya. Klien mengatakan rajin ibadah, walaupun
saat ini sedang sakit, klien tetap melaksanakan sholat 5 waktu. Klien juga
percaya akan kesembuhan penyakitnya.
4. Pola funsional
a. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas secara
mandiri seperti: makan, minum, mandi, berpakaian,
toileting.
Selama sakit : Klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga
seperti makan, minum, dan mandi.
5. Pemeriksaan fisik:
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110 / 60 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,5˚C
b. Kepala
Inspeksi dan Palpasi
1. Rambut : Distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam dan
beberapa ada rambut berwarna putih.
2. Kulit kepala : Tidak ditemukan lesi, tidak ada parasit, tidak
ditemukan pityriasis capitis atau ketombe, tidak ditemukan edema,
nyeri tekan, ataupun massa.
3. Wajah : Ekspresi wajah meringis karena menahan sakit.
4. Mata : Tidak ditemukan kotoran, sklera ikhterik, tidak ditemukan
infeksi.
5. Hidung : Pernafasan baik (18x/menit) menggunakan cuping hidung,
tidak ditemukan infeksi, tidak ada nyeri tekan daerah sinus, terdapat
rambut hidung dengan sebaran merata dan tidak tebal, dan tidak
terpasang alat bantu pernafasan.
32
Estrogen
Testosteron
Mempengaruhi RNA dalam Inti Sel Hiperplasia pada Sel Stoma pada Jaringan
BPH
Tekanan Intravesikel
Pembedahan (Prostatectomy)
Nyeri Akut
Hambatan Mobilitas Fisik
Resiko Infeksi
Resiko Kerusakan Integritas Jaringan
35
No Hari, tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Tanda
Tangan
dan Nama
Terang
1. Kamis, 5 April Nyeri Akut b.d agen cedera fisik d.d Tujuan : 1. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah diberikan asuhan komprehensif yang meliputi
2018 skala nyeri 6, wajah klien tampak tegang
:lokasi, karakteristik, onset /
keperawatan selama 2x24 jam nyeri
menahan sakit, terdapat luka sepanjang durasi ,frekuensi,
klien berkurang kualitas,intensitas/beratnya nyeri
±10 cm, luka masih terbalut kasa, tidak Ns. Dian
dan faktor pencetus.
ada pus, klien mengatakan nyeri pada 2. Observasi adanya petunjuk non
KH :
verbal mengenai ketidak
luka bekas operasi pada perut bagian 6. Nyeri ringan
nyamanan
bawah, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan 7. Nyeri dapat terkontrol 3. Pastikan perawatan analgesik
pada pasien di lakukan
nyeri saat BAK, klien mengatakan nyeri 8. Dapat mengurangi tingkatan
pemantauan yang ketat
terasa terus menerus dan terasa panas nyeri dengan cukup puas 4. Gali bersama pasien faktor-
faktor yang dapat menurunkan
pada luka bekas operasi 9. Klien merasakan kenyamanan
atau memperberat nyeri
10. Kesejahterraan fisik sedikit 5. Berikan informasi terkait nyeri,
seperti penyebab nyeri, durasi
terganggu
nyeri dan antisipasi terhadap
ketidaknyamanan akibat
prosedur
6. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung
38
2. Kamis, 5 April Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran Tujuan : 1. Dukung klien untuk memulai
Setelah diberikan asuhan
2018 aktivitas d.d Klien terpasang infuse RL latihan
keperawatan selama 2x24 jam klien
20 tmp, terpasang kateter, drynase, klien 2. Informasikan klien mengenai
dapat melakukan aktivitas ringan
mengatakan setelah operasi hanya tiduran manfaat latihan
ditempat tidur, aktivitas dibantu keluarga 3. Dampingi klien dalam
KH :
(makan, minum, mandi) 1. Klien dapat melakukan menentukan tujuan jangka Ns. Rista
pergerakan pendek dan panjang dari latihan
2. Klien dapat berpindah tempat yang dilakukan
3. Klien dapat toleran terhadap 4. Lakukan latihan bersama klien
aktivitas 5. Libatkan keluarga yang
memberikan perawatan dalam
merencanakan dan meningkatkan
program latihan
6. Monitor respon klien terhadap
latihan
3. Kamis, 5 April Resiko infeksi b.d prosedur invasif Tujuan : 5. Gunakan perangkat kateter yang
Setelah diberikan asuhan
2018 aman
keperawatan selama 1x24 jam
6. Bersihkan peralatan drainase
resiko infeksi klien dapat dihindari
urine sesuai per protocol
Ns. Rista
lembaga
KH :
3. Mengenali factor resiko klien 7. Amati warna, kehangatan,
4. Tidak dijumpai tanda-tanda bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
39
a. Implementasi Keperawatan
No Hari, tanggal Jam Tindakan Respon Klien Tanda
D(x) (Evaluasi Formatif) tangan dan
Nama
Terang
1. Kamis, 5 07.30 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif 1. Ketika dilakukan pengkajian pasien
April 2018 yang meliputi : lokasi, karakteristik, onset / tampak tegang menahan sakit,
durasi ,frekuensi, kualitas, intensitas / pasien mengatakan jika rasa
beratnya nyeri dan faktor pencetus. sakitnya itu terasa sakit sekali di
Ns. Rista
08.00 2. Mengobservasi adanya petunjuk non verbal perut bagian bawah.
mengenai ketidak nyamanan 2. Pasien merasa sedikit meringis
08.30 3. Memastikan perawatan analgesik pada 3. Pasien mengatakan bahwa efek dari
pasien di lakukan pemantauan yang ketat obat tersebut cukup membantu
41
11.00 12. Memonitor respon klien terhadap latihan 12. Selama latihan berlangsung klien
nampak meringis menahan sakit
terutama di bagian bekas
operasinya
3. 11.30 13. Menggunakan perangkat kateter yang aman 13. Klien merasa nyaman terhadap
pemasangan kateter
11.35 14. Membersihkan peralatan drainase urine 14. –
sesuai per protocol lembaga
11.45 15. Mengamati warna, kehangatan, bengkak, 15. Tidak dijumpai warna kemerahan
pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada pada area invasif, rasa hangat tidak Ns. Rista
4.3 Evaluasi
No. Hari, tanggal, jam No. D(x) Evaluasi Tanda tangan dan nama
Keperawatan (Sumatif) terang
1. Kamis, 5 April, 1. S : Klien mengatakan masih merasakan nyeri pada bagian bluka
21.00 operasinya
O : Nyeri skala 5, reaksi non-verbal – meringis menahan sakit ketika
dilakukan pengkajian
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 Ns. Agatha
P : Lanjutkan intervensi 3, 4, 5, 6
45
O : Tidak dijumpai warna kemerahan pada area invasif, rasa hangat tidak
ada, bengkak tidak ada, pulsasi normal, tekstur baik , tidak dijumpai Ns. Agatha
edema dan ulserasi pada ekstremitas
A : Masalah teratasi (tetap dalam perhatian)
P : Ulangi intervensi 2, 3, 4 untuk memastikan outcome benar-benar
tercapai
4. 4. S : Klien dan keluarga mengerti cara bagaimana menghindari infeksi
Ns. Agatha
A : Hampir semua KH tercapai
P : Ulangi intervenai 1-5
46
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostate membesar, memanjang ke depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydrouretes. Etiologi BPH belum diketahui secara pasti. Adapun gejala dan tanda
yang tampak pada pasien BPH sebagai berikut: retensi urine, kurangnya atau
lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari
dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang dilakukan seperti pengobatan
konservatif dan operatif.
5.2 Saran
Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat
dan seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi. Menganjurkan
memakan makanan yang berserat agar feces lembek
47
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, R.B. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Benigna Prostat
Hiperplasia Post Open Prostatectomi Hari Ke-1 di Ruang Gladiol Atas
RSUD Sukoharjo. Tugas Akhir. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Keperawatan DIII Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aspiani, R.Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan Aplikasi Nanda, NIC dan NOC. Jakarta :
CV.Trans Info Media.
Grace, Pierce A. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Nasar, I Made, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke 1. Jakarta:
Agung Seto.
Nuari, Nian Afrian, dan Widayati, Dhina. 2017. Gangguan Pada Sistem
Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
48
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Ed.4. Jakarta: EGC
Saputra, L. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Tangerang : Karisma Publishing Group
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media: Jakarta
49
Waluyo, Srikandi dan Putra, Budhi Marhaendra. 2015. 100 Questions & Answers
Gangguan Prostat. Jakarta : PT Gramedia.