Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)


DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN
SUMATERA UTARA
TAHUN 2023

Disusun Oleh
Kelompok 1

1. Dodi Sinambela
2. Pebrianawati Jambak
3. Rosnalia Purba
4. Rina Aruan
5. Wilfran Manurung

PROGRAM PELATIHAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DI RUMAH SAKIT


UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN SUMATERA UTARA

TAHUN 2023
BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami


pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari BPH
kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan
hormon.Akibat penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hiperplasia jaringan prostat (Arifianto dkk,2019).

Menurut data WHO (2013),diperkira-kan terdapat sekitar 70 juta kasus degen-


eratif, salah satunya ialah BPH, dengan in-sidensi di negara maju sebanyak 19%, se-
dangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Tahun 2013 di Indonesia ter-
dapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya di-derita oleh laki-laki berusia di atas 60 tahun

Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun
dan akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun (Amadea, 2019). Berdasarkan data
yang diperoleh dari World Health Organization (2015) diperkirakan terdapat sekitar 70
juta kasus degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insiden di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus
(Amadea,2019).

Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 di Indonesia
BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika dilihat secara
umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di atas 50 tahun
ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang
(Sumberjaya & Mertha, 2020). Angka kejadian BPH di Provinsi Bali berdasarkan data
profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 sebanyak 4.122 orang dimana penderita BPH
tertinggi ada di Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 794 kasuus (Dinas Kesehatan Provinsi
Bali, 2018).

Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air
kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan menekan
dan mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin.Kandung kemih mulai
mendorong lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan otot kandung
kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung kemih tidak
pernah benar-benar kosong dan menyebabkan perasaan sering buang air kecil. Gejala
lain BPH yaitu aliran urin yang lemah (Amadea, 2019).

Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH adalah dengan


melakukan pembedahan. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah tindakan pembedahan Transurethral Resection Of the Prostate
(TURP) yaitu prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra
untuk mengeksisi dan mereseksi kelenjar prostat yang mengalami obstruksi
(Sumberjaya & Mertha, 2020). TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih
efektif untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan (Amadea,2019).

Tindakan operasi yang direncanakan dapat menimbulkan respon fisiologis dan


psikologis pada pasien. Respon psikologis yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi
yaitu kecemasan atau ansietas (Herniwati, 2017). Ansietas adalah kondisi emosi dan
pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu kekhawatiran, kebingungan pada sesuatu yang
akan terjadi disertai dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Sari, 2015).
Mau(2013)dalam Herniwati (2017) menyebutkan pasien yang mengalami kecemasan
sebelum dilakukan operasi sekitar 75%-85%. Kecemasan dapat menyebabkan
perubahan secara fisik maupun psikologis yang ditandai dengan frekuensi nafas
bertambah, detak jantung meningkat,tekanan darah meningkat,dan secara umum
mengurangi tingkat energi pada pasien, sehingga dapat merugikan individu itu sendiri.
Selain itu, kecemasan pada pasien pre operasi dapat menyebabkan tindakan operasi
tertunda, lamanya pemulihan, peningkatan rasa sakit pasca operasi, mengurangi
kekebalan terhadap infeksi, peningkatan penggunaan analgesik setelah operasi dan
bertambahnya waktu untuk rawat inap (Sari,2015).

Kecemasan pada pasien pre operasi patut diperhatikan agar tidak mengakibatkan
dampak yang buruk bagi pasien. Ansietas yang berlebih bisa berefek merugikan pada
tubuh dan pemikirannya serta bahkan mengakibatkan berbagai masalah fisik (Paul M.
Muchinsky, 2019). Kecemasan dapat diatasi dengan cara farmakologi dan non
farmakologi. Dalam farmakologi digunakan obat anti ansietas terutama benzodiazepin,
digunakan untuk jangka pendek, tidak digunakan untuk jangka panjang karena
pengobatan ini bersifat toleransi dan ketergantungan. Sedangkan cara non farmakologi
dapat dilakukan dengan teknik relaksasi, psikoterapi dengan hipnotis atau hipnoterapi
(Sari, 2015).

Teknik relaksasi merupakan upaya untuk meningkatkan kendali dan percaya diri
serta mengurangi stres yang dirasakan. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan
adalah teknik relaksasi genggam jari. Relaksasi genggam jari merupakan

3
sebuah teknik relaksasi yang sangatsederhana dan mudah untuk dilakukan oleh
siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita
(Herniwati,2017).

Emosi dan perasaan adalah seperti ombak energi yang bergerak melalui badan,
pikiran dan jiwa kita. Di setiap ujung jari kita merupakan saluran masuk dan keluarnya
energi atau dalam istilah ilmu akupuntur disebut meridian (energy channel) yang
berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh kita serta dan emosi yang berkaitan.
Perasaan yang tidak seimbang, misal sedih, takut, marah yang berlebihan bisa
menyumbat atau menghambat aliran energi, yang mengakibatkan rasa nyeri atau
perasaan sesak serta tidak nyaman di tubuh kita (Herniwati,2017).

Menggenggam jari sambil menarik napas dalam-dalam dapat mengurangi dan


menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman pada jari akan
menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meridian yang terletak pada
jari tangan kita, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar. Teknik genggam jari
ini sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari.Ketika kita berada dalam keadaan
yang sulit, merasa marah, tegang, takut atau ingin menangis tanpa sebab,jari bisa
digenggam untuk membawa rasa damai, fokus dan nyaman sehingga kita bisa
menghadapi keadaan dengan perasaan lebih tenang dan mampu membuat keputusan
dengan kepala dingin (Herniwati,2017).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik membuat makalah dengan mengangkat judul
“Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) di Ruang ICU RSU.P HAM
MEDAN

1.1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat rumusan masalah


"Bagaimanakah asuhan keperawatan pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia Ruang
ICU RSU.P HAM MEDAN tahun 2023.

1.1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum

4
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia di Ruang ICU RSU.P HAM MEDAN tahun 2023
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi hasil pengkajian keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia

b. Mengidentifikasi hasil diagnosis keperawatan pada pasien Benigna Prostat


Hiperplasia
c. Mengidentifikasi hasil perencanaan keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia

d. Mengidentifikasi hasil implementasi keperawatan pada pasien Benigna Prostat


Hiperplasia

e. Mengidentifikasi hasil evaluasi keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia


D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pustaka dalam mengembangkan ilmu
dan teknologi keperawatan mengenai asuhan keperawatan ansietas pada pasien dengan
Benigna Prostat Hiperplasia pre operatif TURP.
b.Hasil karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih
lanjut mengenai pemberian teknik relaksasi genggam jari pada pasien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia pre operatif TURP dengan masalah ansietas.
2. Manfaat praktis
a. Bagi institusi kesehatan
Hasil karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak
institusi kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar
praktik asuhan keperawatan.
b. Bagi penulis
Hasil karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia

4
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Konsep Benigne Prostat Hyperplasia (BHP)

2.1.1. Definisi Benigne Prostat Hyperplasia (BHP)

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran


kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat
aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Roehrborn, 2018).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Azizah, 2018). Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) merupakan pembesaran jinak dari kelenjar prostat yang dikarenakan
hiperplasia oleh beberapa atau semua dari komponen prostat yang terdiri dari jaringan
kelenjar/jaringan fibrimuskuler yang mampu membuat tersumbatnya uretra pars
prostatika (Sasmito, 2018). Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti
oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling
umum diderita oleh laki-laki dengan usia rata- rata 50 tahun (Eka, 2019) Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar
prostat yang dapat menyumbat saluran uretra yang biasanya terjadi pada laki-laki
dengan usia rata-rata 50 tahun.

Adapun Tanda dan gejala Menurut (Haryono, 2019) tanda dan gejala BPH
meliputi:

a. Gejala obstruktif

1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan

ntermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh ketidak


mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi.

3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.

4
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

b. Gejala iritasi

1) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.

2) Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi

pada malam dan siang hari.

3) Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

2.1.2 Etiologi

Etiologi terjadinya benign prostatic hyperplasia (BPH) belum diketahui secara


pasti. Menurut teori yang ada, peningkatan DHT (dihidrotestosteron), penurunan kadar
testosteron, dan ketidak seimbangan estrogen dan testosteron, serta penurunan laju
apoptosis sel dapat menyebabkan terjadinya BPH.

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara
pasti, tetapi ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut (Basuki dkk, 2018):

• Proses penuaan dan adanya sirkulasi androgen membutuhkan perkembangan


BPH

• Dihydrostestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen


menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat yang mengalami hiperplasi

• Bentuk nodular jaringan prostat mengalami pembesran

• Normalnya jaringan yang tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat
menjadi spons menebal dan membesar

• Uretra prostatic menjadi tertekan dan sempit menyebabkan kandung kemih


menjdai kencang untuk bekerja lebih keras mengeluarkan urine

• Efek obstruksi yang lama menyebabkan tegangan dinding kandung kemih dan
menurun dari elastisitasnya

4
Klasifikasi BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

Stadium I: Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis. 
Stadium II: Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak
enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
Stadium III : Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

Stadium IV: Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flowin kontinen). (Roehrborn, 2016)

2.1.3 Patofiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi
perubahan keseimbangan testosterone, estrogen, karena produksi testosterone menurun,
produksi estrogen meningkat dan terjadi konversi testosterone menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosterone, yang di
dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein
sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hiperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine (Azizah, 2018)

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat


mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli- buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur
pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala
prostatismus (Azizah, 2018). Semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor
masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi etensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi

4
obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat
adalah Tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP. TURP adalah suatu operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana
resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra
Pemeriksaan penunjang Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013) dalam
Darmawan (2014)

Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan BPH,


yaitu:

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi dan hematuria.

2) Ureum, kreatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.

b. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi

pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:

1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus.

2) Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rectum.

3) Menilai keadaan prostat.

c. Pencitraan

1) Trans-abdominal USG

Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli -


buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi apabila ada batu
dalam buli-buli.yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik (Azizah, 2018)

4
4
2.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran urine,


adanya perasaan ingin berkemih tidak tuntas, dan retensi urine (Nursalam, 2018)

Terdapat gejala iritasi, berkemih mendadak, sering dan nokturia (Nursalam, 2018)

4
Gejala

BPH (benign prostate hyperplasia) ditandai dengan gangguan berkemih berupa:

• • Buang air kecil menjadi lebih sering (≥8 kali dalam sehari)
• Sulit menahan buang air kecil
• Harus mengedan saat akan buang air kecil
• Pancaran air seni lemah
• Di akhir berkemih, air seni keluar menetes
• Mengompol
• Nyeri saat ejakulasi dan saat buang air kecil

Komplikasi

• Retensi urin

• Infeksi saluran kemih

• Involusi kontraksi kandung kemih

• Refluk kandung kemih

• Hidroureter dan hidronefrosis

• Gagal ginjal

• Hematuri

• Hernia atau hemoroid

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013) dalam Darmawan (2014)

pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan BPH, yaitu:

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi dan hematuria.

2) Ureum, kreatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.

b. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)

4
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi
pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:

1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus.

2) Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rectum.

3) Menilai keadaan prostat.

Adapun Pemeriksaan Diagnostiknya ilaha sbb:

• Pemeriksaan rectal

• Urinalisis

• Serum kreatinin dan BUN

• Serum PSA

• Radiologis

• Pemeriksaan darah lengkap

• Residual Urine

• Urodynamic.

• USG.

• Cytourethroscope

1) Trans-abdominal USG

Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli - buli
yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam
buli-buli.

2) IVP (Intra Vena Pielografi)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan ginjal atau ureter

berupa hidroureter, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada

buli-buli.

3) USG transektal

4
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui besar atau kecilnya volume prostat,

menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain yang mungkin ada

dalam buli-buli.

4) Cytoscopy

Pemeriksaan ini untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.

d. Pemeriksaan derajat berat obstruksi

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat dilakukan dengan mengukur:

1) Residual urin

Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urinkosong
dan batas intervensi urin lebih dari 100 cc)

2) Pancaran urin (uroflowmetri)

Pemeriksaan yang dilakukan dengan menghitung jumlah urin dibagi denganlamanya


miksi berlangsung (ml/detik). Angka normal rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, dengan syarat
jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml.

2.1.5 Penatalaksanaan secara medis dan keperawatan

Menurut Haryono (2012), penatalaksaan BPH meliputi :

a. Terapi medikamentosa

1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.

2) Penghambat enzim, misalnya finasteride

3) Fitoterapi, misalnya eviprostat

b. Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan

komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi :

1) Prostatektomi

4
a) Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui
insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas.

b) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam


perineum.

c) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum disbanding


pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat
yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

2) Insisi prostat transurethral (TUIP)

Suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr/kurang) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.

3) Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

Prosedur operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop


dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan
uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan
arus listrik.

Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini ialah:

Terapi:

1. Watchful waiting

2. Medikamnetosa

Operasi:

1. Pembedahan

2. Pembedahan Terbuka

3. Pembedahan Endourologi

4. TURP (Trausetra Reseksi Prostat)

5. Elektrovaporasi Prostat

4
6. Laser prostatektomi

7. Tindakan invasive minimal

8. Termoterapi

9. TUNA (Transuretrhal needle ablation of the prostate)

10. Stent

11. HIFU (High intensity focused ultrasound)

12. Control berkala

BAB III
TINJAUAN KASUS
2.2 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi serta


komunikasi data mengenai pasien secara sistematis. Fase pre operatif dimulai
ketika keputusan diambil untuk melaksanakan intervensi pembedahan. Kegiatan
perawatan dalam tahap ini adalah pengkajian praoperasi mengenai status fisik,
psikologis, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya, dan
implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan (Dewi, 2017).
Pengkajian pre operatif pada masalah ansietas adalah sebagai berikut:

a. dentitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, umur (sering terjadi pada
usia tua), alamat, nomor rekam medis, diagnosa pre operasi.

b. Riwayat alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif.

c. Riwayat penyakit
Perawat mengkaji adanya riwayat penyakit dahulu yang dimiliki oleh pasien.

d. Riwayat operasi
Perawat mengkaji adanya riwayat operasi pada pasien.

4
e. Pengkajian psikososiospiritual

1) Kecemasan praoperatif : bagian terpenting dari pengkajian kecemasan perioperatif


adalah untuk menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga atau sahabat pasien.
Adanya sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan.

2) Perasaan: pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya, tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan
dari teman dan keluarga.

3) Konsep diri: pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang
dialaminya dengan tepat

4) Citra diri: perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap terjadi akibat
operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan tingkat harga
dirinya.

5) Sumber koping: perawat perioperative mengkaji adanya dukungan yang dapat


diberikan oleh anggota keluarga atau teman pasien.

6) Kepercayaan spiritual : kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam


menghadapi ketakutan dan ansietas

7) Pengetahuan, persepsi, pemahaman: dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi,


pemahaman, pasien dapat membantu perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan
untuk mempersiapkan kondisi emosional pasien.

f. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakukan bisa mencakup sebagian atau seluruh sistem,

tergantung pada banyaknya waktu yang tersedia dan kondisi preoperatif pasien. Fokus
pemeriksaan yang akan dilakukan adalah melakukan klarifikasi dari hasil temuan saat
melakukan anamnesis riwayat kesehatan pasien dengan sistem tubuh yang akan
dipengaruhi atau memengaruhi respons pembedahan.

2.2.1 Berikut adalah pengkajian fokus keperawatan :

• Identitas Klien: Nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,


alamat.

4
• Keluhan Utama: Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya
rasa nyeri. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Hesitansi yaitu memulai
kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan.

• Riwayat Kesehatan: riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,


riwayat kesehatan keluarga.

• Pola Fungsi Kesehatan: Pola Manajement Kesehatan Presepsi Kesehatan, Pola


Nutrisi dan Metabolisme, Pola Eliminasi, Pola aktivitas latihan, Pola istirahat
tidur, Pola Presepsi kongnitif, Pola konsep diri presepsi diri, Pola hubungan
peran, Pola reproduksi seksual, Pola terhadap stres dan koping, Pola keyakinan
nilai.

• Keadaan Umum: Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus,


pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.

• Sistem Pernafasan (BI): Pada pemeriksaan ini kaji bentuk bagaimana, apakah
ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya.
Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing.

• Sistem Kardiovaskuler (B2): Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau


tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.

• Sistem Persyarafan (B3): Pada daerah kaudal akan mengalami kelumpuhan


(relaksasi otot) dan mati rasa karena pengaruh anasthesi SAB

• Sistem Perkemihan (B4): Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan


mengalami hematuri . Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah.

• Sistem Pencernaan (B5): Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan


keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik.
Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat
hernia atau hemoroid.

• Sistem Muskoloskletal (B6): Apakah ada pembengkakan pada sendi. . Pada


sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak
atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

4
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam pada daerah kandung
kemih
2. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Hambatan saluran kencing
ditandai dengan pasien mengatakan sulit untuk berkemih

Kasus 1.
Pasien Tn R (52 thn) dirawat di Ruang Dahlia 2 dengan diagnosa BPH
sejak 2 hari yang lalu. Saat pengkajian ( 22 maret 2023 ). OS mengatakan
nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam pada daerah kandung kemih nyeri,
skala nyeri 7, nyeri terasa saat berkemih.

Pengkajian Keperawatan

Nama : Tn R
Umur :52 thn
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal MRS : 22 Maret 2023
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2023
Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam
pada daerah kandung kemih, nyeri skala nyeri 7, nyeri terasa
saat berkemih,
Riwayat penyakit Sekarang : sejak 2 bln yang lalu pasien
sudah mengeluh tidak bisa kencing, jika kencing terasa nyeri
di daerah kandung kemih, seperti ditusuk saat
berkemih,kandung kemih terasa penuh.
Keadaan Umum Pasien : Pasien tampak mengeluh, tampak merasakan nyeri pada
kandung kemih, pasien tampak menahan sakit, dan tampak
meringis, pasien tampak gelisah,

Tanda-tanda Vital

TD :140/80 mmHg

Denyut Nadi :82 x/i


4
Pernafasan : 22 x /i

Suhu tubuh : 36,9 º C

BB sebelum :60 kg

BB sesudah :59 Kg

ANALISA DATA

DS : Mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam pada daerah


kandung kemih nyeri,skala nyeri 7,nyeri terasa saat berkemih
DO : Pasien tampak mengeluh,tampak merasakan nyeri pada kandung
kemih,pasieN tampak menahan sakit,dan tampak meringis

TD : 140/80 mmHg
Denyut Nadi : 82 x/i
Pernafasan : 22 x /i
Suhu tubuh : 36,9 º C
BB sebelum : 60 kg
BB sesudah : 59 Kg
Etiologi : Agen Pencedera Fisiologis
Masalah : Nyeri akut ( D.0077)

DS :Pasien mengatakan sulit untuk berkemih

DO : Urin yang keluar sedikit,berkemih belum tuntas

TD : 140/80 mmHg

Denyut Nadi : 82 x/i

Pernafasan : 22 x /i

Suhu tubuh : 36,9 º C

BB sebelum : 60 kg

BB sesudah : 59 Kg

Etiologi : Hambatan saluran kencing

4
Masalah : Gangguan Eliminasi Urin (D. 0149)

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


N0 tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda
Teratasi tangan
1 22 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yang 22 maret
Maret ditandai denganmengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk 2023
2023 benda tajam pada daerah kandung kemih nyeri,skala nyeri
7,nyeri terasa saat berkemih,Pasien tampak
mengeluh,tampak merasakan nyeri pada kandung
kemih,pasien tampak menahan sakit,dan tampak meringis
TD : 140/80 mmHg
Denyut Nadi : 82 x/i
Pernafasan : 22 x /i
Suhu tubuh : 36,9 º C
BB sebelum : 60 kg
BB sesudah : 59 Kg

NO TANGGAL Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda tangan


terasi
2 22 maret Gangguan Eliminasi Urin berhubungan
2023 dengan Hambatan saluran kencing d/d pasien 22 maret
mengatakan sulit untuk berkemih, Urin yang 2023
keluar sedikit,berkemih belum tuntas
TD : 140/80 mmHg
Denyut Nadi :82 x/i
Pernafasan : 22 x /i
Suhu tubuh : 36,9 º C

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

4
NO Diagnosa keperawatan Luaran Intervensi Rasional

Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen Nyeri


1
dengan agen pencedera ( L.0866 ) (I. 08238) 1.Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
fisik yang ditandai Setelah Observasi : kualitas,intensitas nyeri untuk mengkaji penambahan maupun
denganmengatakan dilakukan 1. Identifik pengurangan nyeri pada pasien
nyeri seperti ditusuk- implementasi asi 2.Berikan teknik non farmakologis untuk
tusuk benda tajam pada selama 2 x 24 lokasi,ka membantu meringankan rasa nyeri pada pasien
daerah kandung kemih jam diharapkan rakteristi 3.Agar pasien berhati-hati dalam bergerak
nyeri,skala nyeri 7,nyeri 1.Keluhan nyeri k,durasi,f 4.Kolaborasi pemberian analgetik antrain
terasa saat (1) rekuensi, untuk meringankan rasa nyeri pasien
berkemih,Pasien tampak 2.. Meringis (1) kualitas,i dengan skala nyeri 8
mengeluh,tampak 3. Sikap ntensitas
merasakan nyeri pada protektif (1) nyeri
kandung kemih,pasien 4.Gelisah (1) 2. Identifik
tampak menahan asi skala
sakit,dan tampak nyeri
meringis 3. Identifik
TD : 140/80 asi nyeri
mmHg non
Denyut Nadi :82 x/i verbal
Pernafasan: 22 x /i Tindakan
Suhu tubuh : 36,9 º C • Berikan
BB sebelum :60 kg teknik
BB sesudah :59 Kg non
farmakol
ogis
untuk
mengura
ngi rasa
nyeri
menggun
akan
teknik
distraksi
relaksasi
Edukasi
• Jelaskan
penyeba

4
b dan
pemicu
nyeri
Kolaborasi
• Kolabora
si
pemberia
n
analgetik

4
No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi rasional

2 Gangguan Eliminasi Eliminasi urin MAnajemen Eliminasi Urin 1. Menegtahui frekuensi,


Urin berhubungan ( L.04034) ( I.04152 ) konsistensi,aroma,volume, dan
dengan Hambatan Setelah dilakukan Observasi warna yang dikeluarkan
saluran kencing d/d implementasi • Monitor eliminasi 2. Mengetahui dengan tepat
pasien mengatakan selama 2 x 2 4 urine waktu-waktu berkemih
sulit untuk berkemih, jam diharapkan ( mis, 3. Memenuhi asupan cairan dari
Urin yang keluar 1. Sensasi frekuensi,konsistensi,aroma, pasien
sedikit,berkemih berkemih volume, dan warna ) 4. Pasien mengerti tanda dan
belum tuntas (1) Tindakan gejala infeksi saluran kemih
TD : 140/80 mmHg 2. Urin • Catat waktiu-waktu 5. Agar pasien beristirahat di
Denyut Nadi :82 x/i menetes haluaran berkemih malam hari dengan tenang dan
Pernafasan : 22 x /i (1) • Batsi asupan nyaman
Suhu tubuh : 36,9 º C 3. Berkemih cairanjika perluy 6. Pasien mendapatkan obat yang
tidak Edukasi tepat
tuntas • Ajarkan tanda dan
(1) gejala
4. Disuria infeksi saluran kemih
(1) • Anjurkan minum
yang cukup
jika tidak ada
kontraindikasi
• Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat

4
IMPLEMENTASI

NO NO. DX TGGL/Jam Implementasi TTD

1 1 22-03-2023 • Mengukur tanda-tanda vital


08.00 WIB • Respon:
• TD : 130/80 mmHg
• Denyut Nadi :80 x/i
• Pernafasan : 22 x /i
2 • Suhu tubuh : 36,9 º C
2 08.00 WIB
• Memonitor Eliminasi urin (mis,
frekuensi,konsistensi,aroma,volume dan warna )
• Frekuensi =1x/hari
• Aroma = bau khas amoniak
• Volume = 300 cc
• Warna = berwarna kuning keruh
1 08.15 WIB
• Mencatat waktu-waktu dan haluaran
berkemih,Pengeluaran urin dicatat setiap 4 jam sekali
• Mengindetifikasi kualitas skala dan respon nyeri pasien
• Respon:
• Pasien tampak kesakitan seperti tertusuk benda tajam
dengan skala nyeri 8,pasien menunjukkan wajah
meringis,gelisah
1 08.30 WIB
• Menanyakan apakah teknik non farmakologi (distraksi
relaksasi)sudah bisa dilakukan sendiri
• Respon :
• Pasien mengatakan bisa
2 09.00 WIB
2 11.00 WIB • Mengingatkan minum yang cukup
• Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
• Infus NS 1000 cc/24 jam 20 tpm
• Injeksi ceftriaxone 2 gr/Hr
• Injeksi antrain ( meringankan rasa sakit ,seperti nyeri
kandung kemih )

4
EVALUASI

NO NO.DX TGGL/Jam Evaluasi TTD

1 1 22 Maret 2023 S : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang


13.00 WIB O: pasien tampak sedikit terlihat tenang dan tidak gelisah
TD : 140/ 70 mmHg
N :82 x/i
P : 22 x/i
S: 36,9 º C
A : masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Berikan teknik non farmakologi
2 2 13.00 S : pasien mengatakan sulit berkemih
O : berkemih tidak tuntas,urin sedikit 200 cc ( kuning keruh )
A :masalah Retensi urin belum teratadi
P : intervensi dilanjutkan
- Monitor haluaran urin
- Ajarkan minum sedikit
- Kolaborasi pemberian obat

NO NO. DX TGGL/Jam Evaluasi TTD

4
1 1 23-03-2023 S : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang
13.00 WIB O: pasien tampak sedikit terlihat tenang dan tidak gelisah
TD : 125/ 70 mmHg
N :80 x/i
P : 22 x/i
S: 36,9 º C
A : masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Berikan teknik non farmakologi
2 2 13.00 WIB S : pasien mengatakan sulit berkemih
O : berkemih tidak tuntas,urin sedikit 200 cc ( kuning keruh )
A :masalah Retensi urin belum teratadi
P : intervensi dilanjutkan
- Monitor haluaran urin
- Ajarkan minum sedikit
- Kolaborasi pemberian obat

BAB IV

PEMBAHASAN

2.3 Pembahasn Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH )


Setelah dilakukan pengumpulan data pasien Tn.R dengan usia 52 tahun, benig
prostatic hyperplasia (BPH) di rumah sakit RSU.P Haji Adam Malik Medan tahun
2023, dari hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dibahas di bab sebelumnya
dengan data pasien Tn.R yang menyatakan adanya keluhan dan Riwayat yang dialami
pasien, ini menunjukan bahwa pasien tersebut mengalami benign prostatic hyperplasia
(BPH).

Adapun kasus yang diolah oleh kelompok yaitu :

4
“Pasien Tn R (52 thn) dirawat di Ruang Dahlia 2 dengan diagnosa BPH sejak 2 hari
yang lalu. Saat pengkajian ( 22 maret 2023 ).OS mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
benda tajam pada daerah kandung kemih nyeri, skala nyeri 7, nyeri terasa saat
berkemih”.

“Terdapat Riwayat yang dialami pasien Tn.R ini sejak 2 bln yang lalu pasien
mengatakan sudah tidak bisa kencing, dan takut untuk buang air kecil, karena jika
kencing terasa nyeri di daerah kandung kemih, seperti ditusuk saat berkemih, dan
kandung kemih terasa penuh”.

Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kasus benign prostatic hyperplasia
(BPH) mengenai usia lanjut dan angka kejadian benign prostatic hyperplasia (BPH)
akan meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada usia yang semakin tua, kadar
testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relative meningkat. Estrogen di dalam
kelenjar prostat dapat memicu proliferasi sel pada kelenjar prostat dengan
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Teori ini sesuai dengan penelitian Ngai dkk, Hongkong 2020, bahwa level androgen
yang rendah dan level estrogen yang tinggi ditemukan pada laki-laki dengan BPH.

BAB V
PENUTUP
2.4. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan kasus asuhan keperawatan nyeri akut pada Tn. R yang
mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Di RSUP. Haji Adam Malik
Medan telah berhasil dilaksanakan dan mendapat kesimpulan sebagai berikut :
a. Pengkajian
Berdasarkan teori dan fakta pada pengkajian, didapatkan data Subjektif:

Pasien mengeluh nyeri, nyeri seperti disayat dan terasa seperti terbakar pada perut
bagian bawah samapai ujung kelamin. Skala nyeri 7 (0-10), durasi nyeri dua sampai tiga
menit, nyeri hilang timbul. Data Objektif: mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
benda tajam pada daerah kandung kemih, pasien tampak menahan sakit dan tampak
meringis.

4
Keadaan umum stabil,

Kesadaran composmentis, GCS: V4, E5, M6, TD :140/80mmHg, N: 82x/menit, RR:

22x/menit. Berdasarkan analisa data pasien Tn. R mengalami masalah keperawatan


Nyeri akut.

b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data pada pasien Tn. R dapat
ditegakkan diagnosis keperawatan yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien
tampak meringis, memegang perut bawah, gelisah, sulit tidur , frekuensi nadi 82 kali
per menit, dan tekanan darah 140 /80 mmHg

c. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan perencanaan keperawatan Pasien Tn. R yang mengalami masalah
keperawatan Nyeri akut dengan BPH telah ditetapkan luaran tingkat nyeri menurun dan
dilakukan intervensi manajemen nyeri dan pemberian analgesik.

d. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan implementasi keperawatan selama 3 x 24 jam pada Pasien Tn. R.
yang mengalami BPH dengan masalah keperawatan nyeri akut, telah dilakukan semua
intervensi utama nyeri akut yaitu manajemen nyeri dan pemberian analgesik.

e. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan hasil evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi
keperawatan selama 3x24 jam sudah berhasil, karena tujuan dan semua kriteria hasil
sudah tercapai yaitu subyektf keluhan nyeri menurun, objektif: Meringis menurun,
Gelisah menurun, Frekuensi nadi membaik, Tekanan darah membaik, Pola napas
membaik

f. Intervensi mobilisasi dini


Berdasarkan analisa pengaplikasian intervensi keperawatan terapi nonfarmakologis
teknik mobilisasi dini pada Pasien Tn. R. mengalami BPH dengan masalah keperawatan
nyeri akut, dapat menurunkan tingkat nyeri skala nyeri 7 (0-10) pada hari pertama
menurun menjadi sklala nyeri 2 (0-10) pada hari ketiga

2.4.1. Saran

4
1. Kepada Rumah Sakit RSUP. Haji Adam Malik Medan

a. Perlunya peningkatan mutu pelayanan khususnya terapi nonfarmakologis yang ekonomis,


efektif dan efisien tanpa efek samping yaitu dengan pemberian tindakan mobilisasi dini pada
pasien post operasi untuk mengurangi skala nyeri.

b. Pada studi kasus ini ditemukan adanya penurunan skala nyeri pada pasien operasi
sesudah diberikan tindakan mobilisasi dini. Oleh karena itu disarankan kepada praktisi
keperawatan di RSU.P Haji Adam Malik dapat memberikan tindakan mobilisasi dini
sebagai terapi nonfarmakologis yang ekonomis dan efisien untuk menurunkan skala
nyeri pada pasien pasca operasi sehingga pasien akan merasa lebih aman dan nyaman.

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

a. Meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor pengganggu atau berpengaruh,


berhubungan dengan penurunan skala nyeri pasien pasca operasi baik factor internal
maupun faktor eksternal seperti usia, pengalaman masa lalu, ansietas, budaya, efek
placebo dan suasana lingkungan.

b. Kelompok sebagai penulis berharap makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu
data yang bisa digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) dengan masalah
nyeri akut pada pasien rawat inap di Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Menurut (Arifianto dkk,2019

Menurut data WHO (2013),Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Tahun 2013 di


Indonesia

Amadea, Riselena Alysaa, Alfreth, dan Wahyuni, R. D. (2019). Jurnal Medical


Profession Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Encyclopedia of Reproduction

Angka kejadian BPH di Provinsi Bali (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018).

Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air kecil
yang tidak lengkap. Amadea, 2019

4
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Kecemasan pada pasien pre operasi Paul M. Muchinsky, 2019

Herniwati, M., Kep, S., Praktik, A., Keperawatan, K., & Operasi, P. (2017). Operasi
Fraktur Dengan Pemberian Tehnik Genggam Jari Terhadap Penurunan

Azizah, L. (2018). Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) Dengan Masalah Nyeri Akut Di Rumah Sakit Panti Waluya Malang.
Jurnal Keperawatan

Tanda dan gejala Menurut (Haryono, 2019) Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal
Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Rapha Publishing

Rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya Dewi, 2017

Anda mungkin juga menyukai