Anda di halaman 1dari 21

ABSTRAK

Bisri Samsuri1)Podo Yuwono2)Irmawan Andri Nugroho3)


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI TINGKAT


KEJADIAN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)
DI RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

Latar belakang: Beban penyakit BPH terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Sejak tahun 1990 hingga 2013 tercatat peningkatan angka kejadian BPH
sebesar 33,4 % di dunia (Global Burden of Disease, 2013). Prevalensi penderita
BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng menunjukkan bahwa selama bulan
Januari hingga Agustus 2017 baik dari rawat inap maupun rawat jalan total pasien
BPH sebanyak 157 pasien.
Tujuan: untuk mengetahui faktor risiko apa saja yang mempengaruhi tingkat
kejadian BPH
Metode penelitian: penelitian ini menggunakan rancangan descriptive analytic.
Sampel sebanyak 36 responden Sampel diambil dengan tehnik accidental
sampling. Analisa data menggunakan chi square untuk mengetahui pengaruh
antar variabel dan regresi linear berganda untuk mengetahui faktor risiko yang
paling dominan.
Hasil penelitian: Faktor risiko yang berpengaruh terhadap BPH antara lain: Usia
(p=0,003), riwayat keluarga (p=0,002), frekuensi seksual (p=0,04), merokok
(p=0,019) dan Diabetes Mellitus (p=0,039). Faktor risiko yang tidak berpengaruh
antara lain: obesitas (p=0,33), olahraga (p=0,05), pola makan (p=0,084), dan
konsumsi alcohol (p=0,516). Faktor risiko paling dominan adalah usia
Kesimpulan: faktor risiko tingkat kejadian BPH meliputi: usia, riwayat keluarga,
frekuensi seksual, merokok dan riwayat DM
Rekomendasi: Pendidikan kesehatan yang terpadu sangat penting di masyarakat
dan Rumah Sakit baik pada penderita BPH ringan maupun yang tidak menderita
BPH sebagai upaya pencegahan BPH.

Kata Kunci: Benigna Prostat Hyperplasy, Fakor Risiko BPH

PENDAHULUAN menurut Kapoor (2012) merupakan


Benign Prostate Hyperplasia suatu keadaan terjadinya proliferasi
(BPH) merupakan salah satu penyakit sel stroma prostat yang akan
tidak menular yang masih menjadi menyebabkan pembesaran dari
persoalan serius bagi pria. Benign kelenjar prostat. Pada pembesaran
Prostate Hyperplasia (BPH) atau prostat jinak terjadi hiperplasia
dikenal dengan pembesaran prostat jinak kelenjar perineutral yang akan

1
mendesak jaringan prostat yang asli ke ditemukan menderita BPH. Oleh
perifer (Sjamsuhidajat, 2017). Mediator karena itu, jika dilihat, dari 200 juta
utama dalam pertumbuhan kelenjar lebih rakyat Indonesia, maka dapat
prostat yaitu dehidrotestosteron (DHT) diperkirakan jika 100 juta pria yang
yang merupakan metabolit testosteron berusia 60 tahun ke atas berjumlah 5
yang dibentuk di dalam sel prostat. juta orang, maka dapat dinyatakan
Walaupun jarang menyebabkan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia
kematian tetapi dapat menurunkan menderita penyakit ini. (Purnomo,
kualitas hidup penderita secara 2011).
signifikan. Jumlah penderita BPH secara
Beban penyakit BPH terus pasti belum bisa dinyatakan tetapi
mengalami peningkatan dari tahun ke secara prevalensi di beberapa RS
tahun. Di dunia, diperkirakan 59 pria sudah terdokumentasi berdasarkan
dari 100.000 penduduk menderita BPH. penelusuran dari beberapa penelitian.
Sejak tahun 1990 hingga 2013 tercatat Penelitian yang dilakukan oleh
peningkatan angka kejadian BPH Badan Penelitian FKUI (2015)
sebesar 33,4 % (Global Burden of meneyebutkan bahwa pada tahun
Disease, 2013). Sementara itu, Office of 2014 penyakit BPH berada di urutan
Health Economic Inggris telah ke-8 di unit rawat jalan RS Cipto
mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH Mangunkusumo. Penelitian Wiyono
bergejala di Inggris dan Wales beberapa (2014), menemukan pasien dengan
tahun ke depan. Pasien BPH bergejala penyakit BPH di Rumah Sakit
yang berjumlah sekitar 80.000 pada tahun Umum Pusat Sanglah, Denpasar,
1991, diperkirakan akan meningkat selama tahun 2013 sebanyak 103
menjadi satu setengah kalinya pada tahun pasien dengan BPH yang menjalani
2031 (Suryawisesa, et. al, 1998 dalam operasi, dari total 1161 pasien
Santoso,2015). urologi yang menjalani operasi.
Berdasarkan (Global Burden of Angka kejadian BPH di Jawa
Disease (2013) Asia merupakan benua Tengah, secara umum tidak
terbanyak yang penduduknya menderita terlaporkan secara akurat. Laporan
BPH. Jepang disebut sebagai negara mengenai penyakit ini secara
yang menyumbang angka kejadian BPH keseluruhan hanya pada tahun 2003
tertinggi se-Asia bahkan dunia sebesar berdasarkan data profil kesehatan
110,029 dari 100.000 penduduk. Setelah Jawa Tengah (2003) dimana
Jepang, negara dengan populasi BPH di penderita BPH tertinggi ada di
urutan ke dua dan ke tiga menempati Kabupaten Grobogan yaitu sebesar
wilayah negara di Asia tenggara yaitu 4.794 kasus (66,33 %), sedangkan
Brunei Darussalam sebanyak 101,28 kasus tertinggi kedua adalah kota
orang tiap 100.000 penduduk dan Surakarta sebanyak 488 kasus (6,75
Singapura 96,73 orang dari 100.000 %). Rata-rata kasus gangguan prostat
penduduk (Global Burden of Disease, di Jawa Tengah adalah 206,48 kasus
2013). (Prayitno,2014). Selain itu,
Di Indonesia, BPH menjadi penelitian di beberapa rumah sakit di
urutan kedua setelah penyakit batu Jawa Tengah menunjukkan tingginya
saluran kemih, dan secara umum, prevalensi gangguan BPH seperti di
diperkirakan hampir 50% pria di RSUD Ambarawa pada periode
Indonesia yang berusia di atas 50 tahun

2
januari 2014 sampai Februari 2015 di meningkatkan distribusi dan aktivitas
ruang rawat inap mencapai 152 kasus sel mast dan makrofag pada prostat
(Wiguna, 2015) dan penelitian di RSUD (De Nunzio, et al. 2011). Pada
Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah obesitas terjadi insulin resisten
Gombong menunjukan bahwa selama sehingga mengakibatkan terjadinya
bulan Januari sampai dengan Desember peningkatan kadar insulin yang
tahun 2013 terdapat 141 pasien trans diproduksi oleh pankreas, insulin
vesica prostatectomy (TVP) menginduksi terjadinya proliferasi
(Prayitno,2014). jaringan prostat (Breyen and
Beberapa penelitian membagi 2 Sarma,2014).
kategori besar faktor risiko yang terkait Faktor risiko diduga sebagai
dengan BPH antara lain faktor tidak penyebab terjadinya BPH adalah
dapat dimodifikasi (umur dan genetika) aktifitas fisik berolahraga. Aktif
dan faktor dapat dimodifikasi (hormon berolahraga dapat menurunkan kadar
steroid seks, sindrom metabolik, dehidrotestosteron sehingga dapat
obesitas, diabetes, aktivitas fisik dan memperkecil resiko gangguan
diet) (Patel, 2014). Selain itu perilaku prostat, selain itu berolahraga akan
seksual, merokok dan minuman mengontrol berat badan agar otot
beralkohol diduga berisiko menyebabkan lunak yang melingkari prostat tetap
gangguan kesehatan ini. stabil. Lain halnya dengan konsumsi
Prevalensi BPH yang bergejala alkohol, alkohol dapat
pada pria berusia 40-49 tahun mencapai menghilangkan kandungan zink dan
hampir 15%. Angka ini meningkat dengan vitamin B6 yang penting untuk
bertambahnya usia, sehingga pada usia 50- prostat yang sehat. Zink sangat
59 tahun prevalensinya mencapai hampir penting untuk kelenjar prostat.
25%, dan pada usia 60 yahun mencapai Prostat menggunakan zink 10 kali
angka sekitar 43% (Suryawisesa, et. al, lipat dibandingkan dengan organ
1998 dalam Santoso,2015). Selanjutnya yang lain. Zink membantu
penelitian yang mengarah pada risiko mengurangi kandungan prolaktin di
BPH berkaitan erat dengan faktor dalam darah. Prolaktin meningkatkan
predisposisi genetik atau perbedaan ras. penukaran hormon testosteron
Sekitar 50% laki-laki berusia di bawah kepada DHT. (Setyawan, 2016)
60 tahun yang menjalani operasi BPH Faktor Risiko lain yaitu
memiliki faktor keturunan yang merokok dan perilaku seksual.
kemungkinan besar bersifat autosomal Berdasarkan data penelitian yang
dominan, dimana penderita yang dilakukan oleh Djawa, et al (2014),
memiliki orangtua menderita BPH menemukan bahwa dari 40
memiliki resiko 4 kali lipat lebih besar responden yang diteliti, sebanyak
dibandingkan dengan yang normal. 52,5 % melakukan perilaku seksual
(Cooperberg, et al, 2013). tidak teratur menderita penyakit
Faktor risiko karena gaya hidup BPH, sedangkan 57,5% penderita
berupa diet tinggi lemak dan obesitas BPH adalah perokok aktif.
berpengaruh terhadap kejadian BPH. Kandungan zat rokok dapat
Sebuah penelitian pada binatang menimbulkan proliferasi sel prostat
percobaan menunjukkan makanan yang bahkan dapat mengakibatkan kanker.
mengandung tinggi terbukti

3
Hasil studi pendahuluan yang Pada penelitian ini besarnya sampel
dilakukan pada tanggal 3 September ditentukan secara non probability
2017 di RS PKU Muhammadiyah sampling dengan jenis Accidental
Sruweng, menunjukkan bahwa selama sampling, sehingga ditemukan 36
bulan Januari hingga Agustus 2017 baik responden.
dari rawat inap maupun rawat jalan total
pasien BPH sebanyak 157 pasien. Metode Pengumpulan Data
Penderita di rumah sakit tersebut rata- Metode pengumpulan data
rata berusia 50 tahun ke atas. primer diperoleh dari pasien yang
Berdasarkan wawancara yang dilakukan datang di poli penyakit dalam dan
terhadap 8 pasien BPH, 5 orang dirawat di ruang rawat inap,
diantaranya mengetahui tentang BPH, sedangkan data sekunder
namun semua penderita mengatakan menggunakan lembar observasi
tidak mengetahui penyebab pasti dengan jumlah 10 aspek
timbulnya penyakit tersebut dan mereka pemeriksaan, lembar wawancara
mengaku takut jika komplikasi yang dengan jumlah 8 pertanyaan, dan
ditimbulkan akan membahayakan lembar kuesioner International
dirinya. Prostate Symptom Score (IPSS)
Berdasarkan uraian di atas berjumlah 7 pertanyaan.
mengenai faktor-faktor risiko terjadinya
BPH yang kemungkinan dapat dicegah Lokasi dan Waktu Penelitian
sedini mungkin, maka penulis tertarik Penelitian dilakukan di RS
untuk mengambil judul “Faktor Risiko PKU Muhammadiyah Sruweng pada
Yang Mempengaruhi Tingkat Kejadian tanggal 1 – 30 Desember 2017.
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) di
RS PKU Muhammadiyah Sruweng” Analisis Data
a. Analisa Univariat
METODE PENELITIAN Analisa Univariat disajikan
Metode Desain Rancangan dengan mendiskripsikan semua
Jenis penelitian yang digunakan variabel sebagai bahan informasi
adalah penelitian deskriptif analitik. dengan menggunakan tabel
Menurut Sastroasmoro dan Ismael distribusi frekuensi
(2011) penelitian deskriptif analitik b. Analisa Bivariat
merupakan penelitian yang mencari Analisa data penelitian ini
hubungan kausal (etiologi/faktor risiko) menggunakan menggunakan uji
antara variabel yang satu dengan chi-square untuk mengetahui
variabel yang lain dengan melakukan hubungan yang signifikan antara
deskripsi mengenai fenomena yang masing-masing variabel bebas
ditemukan terlebih dahulu dengan variabel terikat. Dasar
pengambilan keputusan
Sampel Penelitian penerimaan hipotesis penelitian
Populasi dalam penelitian ini berdasarkan tingkat signifikansi
adalah seluruh pasien rawat inap dan (nilai p) adalah < 0,05
rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah c. Analisis multivariat
Sruweng selama bulan Juli hingga Analisis multivariat yang
Agustus 2017, yaitu sebanyak 63 pasien. digunakan adalah uji regresi

4
linear berganda. Pengambilan statistik (terdapat pengaruh
keputusan ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel
variabel bebas terhadap variabel terikat).
terikat adalah jika nilai p < 0,05
berarti dinyatakan signifikan secara
HASIL PENELITIAN
1. Pengaruh usia sebagai faktor risiko tingkat kejadian BPH

Tabel 4.13. Pengaruh usia sebagai faktor risiko tingkat kejadian BPH di
RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017 (n=36)

Usia Tingkat Kejadian BPH Total Nilai p


dalam Ringan Sedang Berat
tahun N % N % N % N %
< 50 7 53,8 5 38,5 1 7,7 13 100 0,003
>50 2 8,7 9 39,1 12 52,2 23 100
Jumlah 9 62,5 14 77,6 13 59,9 36 100

Tabel di atas menjelaskan BPH berat yaitu sebanyak 12


bahwa presentase terbesar pada orang (52,2%) dan jumlah terkecil
responden dengan usia kurang dari pada responden yang mengalami
50 tahun adalah 53,8% (7 orang) BPH ringan sebanyak 2 orang
yang mengalami BPH ringan, (8,7%), sisanya BPH sedanga
sedangkan jumlah terkecil hanya 1 sebanyak 9 orang (39,1%). Hasil
orang (7,7%) yaitu pada responden uji statistik didapatkan nilai
dengan BPH berat, sisanya BPH p=0,003, maka dapat disimpulkan
sedang sebesar 38,5% (5 orang). ada perbedaan proporsi tingkat
Sementara itu, pada responden kejadian BPH antara responden
dengan usia di atas 50 tahun, berusia < 50 tahun dengan
jumlah terbesar dialami penderita responden berusia > 50 tahun.

2. Pengaruh Riwayat Keluarga sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.14. Pengaruh Riwayat Keluarga sebagai Faktor Risiko Tingkat


Kejadian BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun
2017 (n=36)

Riwayat Tingkat Kejadian BPH Total Nilai


keluarga Ringan Sedang Berat p
N % N % N % N %
Tidak 8 53,3 5 33,3 2 13,3 15 100 0,002
Ada 1 4,8 9 42,9 11 52,4 21 100
Jumlah 9 58,1 14 76,2 13 65,7 36 100

Tabel di atas menjelaskan bahwa dengan tidak adanya riwayat BPH


presentase terbesar responden dalam keluarga adalah 53,3% (8

5
orang) yang mengalami BPH (4,8%) BPH ringan, sisanya BPH
ringan, sedangkan jumlah terkecil sedang 9 orang (42,9%). Hasil uji
hanya 2 orang (13,3%) yaitu pada statistik didapatkan nilai p=0,002,
responden dengan BPH berat, maka dapat disimpulkan bahwa
sisanya BPH sedang sebanyak 5 ada perbedaan proporsi tingkat
orang (33,3%). Sementara itu, kejadian BPH antara responden
pada responden dengan anggota yang tidak memiliki riwayat BPH
keluarga yang memiliki riwayat dalam keluarga dengan responden
BPH, jumlah terbesar dialami yang memiliki riwayat BPH dalam
penderita BPH berat, sebanyak 11 keluarganya.
orang (52,4%) dan hanya 1 orang

3. Pengaruh Obesitas sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.15. Pengaruh Obesitas sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian


BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017 (n=36)

Obesitas Tingkat Kejadian BPH Total Nilai p


Ringan Sedang Berat
N % N % N % N %
Normal 4 28,6 7 50,0 3 21,4 14 100 0,33
Obesitas 5 22,7 7 31,8 10 45,5 22 100
Jumlah 9 51,3 14 81,8 13 66,9 36 100

Dari hasil analisis menunjukkan jumlah terendah pada BPH ringan


bahwa jumlah responden yang yaitu 5 orang (22,7%), sisanya
tidak mengalami obesitas BPH sedang sebanyak 7 orang
mayoritas pada responden BPH (31,8%). Hasil uji statistik
sedang yaitu 7 orang (50%) dan didapatkan nilai p=0,33, maka
paling sedikit pada BPH berat dapat disimpulkan bahwa tidak
sebanyak 3 orang (21,4%), 4 orang ada perbedaan proporsi tingkat
(28,6%). Kemudian, responden kejadian BPH antara responden
yang mengalami obesitas tertinggi yang normal dengan responden
pada responden BPH berat yang obesitas.
sebanyak 10 orang (45,5%) dan

4. Pengaruh Olahraga sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.16. Pengaruh Olahraga sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian


BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017 (n=36)
Frekuensi Tingkat Kejadian BPH Total Nilai p
olahraga Ringan Sedang Berat
N % N % N % N %
<3x 4 20,0 6 30,0 10 50,0 18 100 0,152
>3 x 5 31,3 8 50,0 3 18,8 18 100
Jumlah 9 51,3 14 80,0 13 68,8 36 100

6
Dari hasil analisis menunjukkan BPH berat sebanyak 3 orang
bahwa jumlah responden yang (18,8%), dan BPH ringan
melakukan aktivitas olahraga sebanyak 5 orang (31,3%). Hasil
kurang dari 3 kali dalam seminggu uji statistik didapatkan nilai
mayoritas pada responden BPH p=0,152, maka dapat disimpulkan
berat yaitu 10 orang (50%) dan bahwa tidak ada perbedaan
terendah pada BPH ringan yaitu 4 proporsi tingkat kejadian BPH
orang (20,0%), dan BPH sedang antara responden yang berolahraga
sebanyak 6 orang (30%). lebih dari 3x dalam seminggu
Kemudian, responden yang dengan responden yang
berolahraga lebih dari 3 kali dalam berolahraga kurang dari 3 kali
seminggu pada responden BPH dalam seminggu.
sedang sebanyak 8 orang (50%),

5. Pengaruh Aktivitas Seksual sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.17. Pengaruh Aktivitas Seksual sebagai Faktor Risiko Tingkat


Kejadian BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun
2017 (n=36)

Aktivitas Tingkat Kejadian BPH Total Nilai


seksual Ringan Sedang Berat p
N % N % N % N %
<3x 7 33,3 10 47,6 4 19,0 21 100 0,04
>3 x 2 13,3 4 26,7 9 60,0 15 100
Jumlah 9 46,6 14 74,3 13 79,0 36 100

Tabel menunjukkan bahwa jumlah BPH ringan yaitu 2 orang (13,3%),


responden yang melakukan sisanya BPH sedang sebanyak 4
aktivitas seksual kurang dari 3 kali orang (26,7%). Hasil uji statistik
dalam seminggu mayoritas didapatkan nilai p=0,04, maka
responden dengan BPH sedang dapat disimpulkan bahwa ada
yaitu 10 orang (47,6%) dan paling perbedaan proporsi tingkat
sedikit pada BPH berat berjumlah kejadian BPH antara responden
4 orang (19,0%), sisanya BPH yang memiliki aktivitas seksual
ringan sebanyak 7 orang (33,3%). lebih dari 3x dalam seminggu
Kemudian, responden yang dengan responden yang
melakukan aktivitas seksual lebih melakukan aktivitas seksual
dari 3 kali dalam seminggu adalah kurang dari 3 kali dalam
responden BPH berat sebanyak 9 seminggu.
orang (60%) dan terendah pada

7
6. Pengaruh Pola Makan sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.18.Pengaruh Pola Makan sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian


BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017 (n=36)
Pola Tingkat Kejadian BPH Total Nilai
makan Ringan Sedang Berat p
N % N % N % N %
Tinggi 6 46,2 4 30,8 3 23,1 13 100 0,084
Rendah 3 13,0 10 43,5 10 43,5 23 100
Jumlah 9 59,2 14 74,3 13 66,6 36 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat berat dan BPH sedang masing-


diketahui bahwa jumlah responden masing berjumlah 10 orang
yang memiliki pola makan (43,5%) dan terendah pada BPH
berserat tinggi dan rendah lemak ringan yaitu 3 orang (13%). Hasil
mayoritas pada BPH ringan yaitu uji statistik didapatkan nilai
6 orang (46,2%), sedangkan p=0,084, maka dapat disimpulkan
terendah pada BPH Berat bahwa tidak ada perbedaan
sebanyak 23,1%, sisanya BPH proporsi tingkat kejadian BPH
sedang sebanyak 4 orang (30,8%). antara responden yang memiliki
Lain halnya dengan responden pola makan tinggi serat dengan
yang memiliki pola makan rendah responden dengan pola makan
serat dan tinggi lemak, jumlah rendah serat.
responden tertinggi pada BPH
7. Pengaruh Merokok sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.19. Pengaruh Merokok sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian


BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017 (n=36)
Merokok Tingkat Kejadian BPH Total Nilai
(batang per Ringan Sedang Berat p
hari) N % N % N % N %
< 12 7 31,8 11 50,0 4 18,2 22 100 0,019
> 12 2 14,3 3 21,4 9 64,3 14 100
Jumlah 9 46,1 14 71,4 13 82,5 36 100

Tabel di atas, menunjukkan bahwa perhari terbanyak pada responden


responden yang memiliki BPH berat yaitu 9 orang (64,3%)
kebiasaan merokok kurang dari 12 dan terendah pada BPH ringan
batang perhari mayoritas yaitu 2 orang (14,3%), dan sisanya
responden BPH sedang yaitu 11 BPH sedang sebanyak 3 orang
orang (50%) dan terkecil pada (21,4%). Hasil uji statistik
responden BPH berat yaitu 4 didapatkan nilai p=0,019, maka
orang (18,2%), sisanya BPH dapat disimpulkan bahwa ada
ringan sebanyak 7 orang (31,8%).. perbedaan proporsi tingkat
Jumlah responden yang memiliki kejadian BPH antara responden
kebiasaan merokok > 12 batang yang memiliki kebiasaan merokok

8
kurang dari 12 batang perhari kebiasaan menghabiskan rokok
dengan responden yang memiliki lebih dari 12 batang per hari.

8. Pengaruh Konsumsi Alkohol sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH


Tabel 4.20. Pengaruh Konsumsi Alkohol sebagai Faktor Risiko Tingkat
Kejadian BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun
2017 (n=36)

Konsumsi Tingkat Kejadian BPH Total Nilai


alkohol Ringan Sedang Berat p
N % N % N % N %
Tidak 7 30,4 9 39,1 7 30,4 23 100 0,516
Ya 2 15,4 5 38,5 9 46,2 13 100
Jumlah 9 45,8 14 77,6 16 76,6 36 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa paling sedikit pada BPH ringan


jumlah responden yang tidak sebanyak 2 orang (15,4%), sisanya
mengkonsumsi alkohol tertinggi pada BPH sedang yaitu 5 orang
adalah responden BPH sedang (38,5%). Hasil uji statistik
sebanyak 9 orang (39,1%), dan didapatkan nilai p=0,516, maka
terendah pada BPH ringan dan dapat disimpulkan bahwa tidak
sedang, masing-msing berjumlah 7 ada perbedaan proporsi tingkat
orang (30,4%). Kemudian, kejadian BPH antara responden
responden yang mengkonsumsi yang mengkonsumsi alkohol
alcohol, mayoritas pada BPH berat dengan yang tidak mengkonsumsi
sebanyak 9 orang (46,2%), dan alkohol.

9. Pengaruh Diabetes Mellitus sebagai Faktor Risiko Tingkat Kejadian BPH


Tabel 4.21. Pengaruh Diabetes Mellitus sebagai Faktor Risiko Tingkat
Kejadian BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun
2017 (n=36)

Diabetes Tingkat Kejadian BPH Total Nilai


Melitus Ringan Sedang Berat p
N % N % N % N %
Tidak 7 43,8 6 37,5 3 18,8 16 100 0,039
Ya 2 10,0 8 40,0 10 50,0 20 100
Jumlah 9 53,8 14 77,5 14 68,8 36 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa 3 orang (18,8%), sisanya BPH


jumlah responden yang tidak sedang yaitu 6 orang (37,5%)..
memiliki riwayat diabetes mellitus Sementara itu, responden yang
terbanyak pada responden BPH memiliki riwayat diabetes mellitus
ringan yaitu 7 orang (43,8%), dan mayoritas pada responden BPH
terendah pada BPH berat sebanyak berat yaitu 10 orang (50%), dan

9
paling sedikit pada BPH ringan proporsi tingkat kejadian BPH
sebanyak 2 orang (10%), sisanya antara responden yang memiliki
pada BPH sedang yaitu 8 orang riwayat diabetes mellitus dengan
(40%). Hasil uji statistik responden yang tidak memiliki
didapatkan nilai p=0,039, maka riwayat diabetes mellitus.
disimpulkan bahwa ada perbedaan

10. Faktor Risiko Paling Dominan yang Mempengaruhi Tingkat Kejadian BPH

Tabel 4.22.Faktor Risiko Paling Dominan yang Mempengaruhi Tingkat


Kejadian BPH di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Tahun 2017
(n=36)
Variabel Beta p value
Usia 0,381 0,005
Riwayat Keluarga 0,306 0,021
Frekuensi seksual 0,149 0,256
Merokok 0,173 0,201
Diabetes Mellitus 0,279 0,026

Berdasarkan tabel di atas maka dapat memiliki nilai p < 0,05 (p=0,005) dan
disimpulkan bahwa faktor risiko yang memiliki nilai Beta 0,381, dimana nilai
paling dominan terhadap tingkat beta dari usia itu paling menjauhi
kejadian BPH adalah usia, karena angka nol daripada variabel yang lain.

PEMBAHASAN statistik didapatkan nilai p=0,003,


1. Usia Sebagai Faktor Risiko maka dapat disimpulkan ada
Tingkat Kejadian BPH perbedaan proporsi tingkat kejadian
Pada analisis penelitian BPH antara responden berusia < 50
terkait usia, hasil menunjukkan tahun dengan responden berusia >
bahwa presentase terbesar pada 50 tahun.
responden dengan usia kurang dari Penelitian sebelumnya yang
50 tahun adalah pada BPH ringan mendukung penelitian ini adalah
sebanyak 53,8% (7 orang
penelitian Suryawan (2016) yang
sedangkan terkecil hanya 1 orang menemukan bahwa dari 61
(7,7%) yaitu pada BPH berat, responden yang berusia >65 tahun
sisanya BPH sedang sebesar 38,5% terdapat 14 responden (23,0%) yang
(5 orang). Sementara itu, pada mengalami BPH ringan dan terdapat
responden dengan usia di atas 50 47 responden (77,0%) yang
tahun, jumlah terbesar dialami mengalami BPH berat. Hasil uji
penderita BPH berat yaitu sebanyak statistik diperoleh P value = 0,000
12 orang (52,2%) dan jumlah dengan nilai OR 5,246. Hal ini
terkecil pada responden yang berarti bahwa usia >50 tahun
mengalami BPH ringan sebanyak 2 memiliki risiko lebih tinggi untuk
orang (8,7%), sisanya BPH sedang mengalami BPH dimana hal
sebanyak 9 orang (39,1%). Hasil uji

10
tersebut berhubungan dengan 2. Riwayat Keluarga Sebagai Faktor
kelemahan umum termasuk Risiko Tingkat Kejadian BPH
kelemahan pada otot detrusor dan Pada tabel 4.14, menjelaskan
penurunan fungsi persarafan. bahwa presentase terbesar pada
Perubahan karena pengaruh usia tua responden adanya riwayat BPH
menurunkan kemampuan - dalam keluarga adalah diandingkan
kemampuan buli-buli dalam dengan yang tidak memiliki riwayat
mempertahankan aliran urin pada BPH dalam keluarga Hasil uji
proses adaptasi karena adanya statistik didapatkan nilai p=0,002,
obstruksi akibat BPH sehingga artinya ada perbedaan proporsi
dapat menimbulkan gejala. Sesuai tingkat kejadian BPH antara
pertambahan umur, kadar responden yang tidak memiliki
testosteron mulai menurun dan riwayat BPH dalam keluarga
secara perlahan pada umur 30 tahun dengan responden yang memiliki
dan turun lebih cepat pada umur 60 riwayat BPH dalam keluarganya.
tahun ke atas (Purnomo,2011). Hasil penelitian ini juga
Penelitian ini juga diperkuat didukung oleh penelitian Amalia
oleh penelitian Pawennari (2006) (2007) yang menunjukkan bahwa
yang memperlihatkan hasil bahwa dari 104 responden yang terbagi
semakin meningkat usia seseorang menjadi kelompok kasus (penderita
maka resiko terkena BPH semakin BPH) dan kelompok kontrol (bukan
besar dengan p value= 0,000. Hal penderita BPH), ditemukan bahwa
ini dibuktikan dengan hasil proporsi riwayat keluarga pada
penelitian pada 29 sampel yang kelompok kasus lebih besar (59,6%)
menderita BPH didapatkan dibanding kelompok kontrol
prosentase usia di atas 50 tahun (19,2%). Hasil analisis bivariat
sebesar 96,6% sisanya responden menunjukkan riwayat keluarga
dengan usia kurang dari 50 tahun berpengaruh terhadap terjadinya
sebesar 3,4%. Selain itu penelitian BPH dengan OR = 6,2 (95%
yang dilakukan Amalia (2007) Confidence Interval : 2,560-15,016 ;
menemukan fakta bahwa dari 52 p = 0,0001)
responden yang mengalami BPH Hal ini selaras dengan teori
yang diteliti RS dr. Kariadi, RS yang dikemukakan oleh Cooperberg
Roemani dan RSI Sultan Agung et,al (2013) bahwa sekitar 50 %
Semarang, sebanyak 47 responden laki-laki berusia di bawah 60 tahun
BPH berusia > 50 tahun. yang menjalani operasi BPH
Berdasarkan hasil penelitian memiliki faktor keturunan yang
tersebut, maka peneliti berasumsi kemungkinan besar bersifat
bahwa semakin tua usia seorang autosomal dominan, dimana
laki-laki maka akan semakin penderita yang memiliki orangtua
beresiko terkena hipertropi prostat. menderita BPH memiliki resiko 4
Pada usia lansia sebagian besar kali lipat lebih besar dibandingkan
sistem mengalami degenerative dengan yang normal. Pada saat
fungsi termasuk sistem reproduksi dilakukan penelitian, mayoritas
dan sistem eliminasi. responden meyakini bahwa faktor

11
keturunan memang mempengaruhi, penelitian yang dilakukan oleh
seperti dari ayah kandungnya, Frasiska (2018) di mana responden
atapun yang berasal dari kakek. yang berjumlah 98 orang yang
Meskipun mereka pada awalnya mengalami obesitas, sebanyak 49%
tidak mengetahui nama menderita BPH, dan sebanyak 51%
penyakitnya, namun keluhan yang tidak menderita BPH. Sedangkan
dialami oleh mereka hampir sama responden yang tidak mengalami
persis seperti apa yang dikeluhkan obesitas berjumlah 40 orang,
oleh pendahulunya. sebanyak 41,1% menderita BPH,
dan sebanyak 58,9% tidak
3. Obesitas Sebagai Faktor Risiko
menderita BPH. Hasil dari
Tingkat Kejadian BPH
penelitian tersebut didapatkan hasil
Menurut teori yang
yang tidak signifikan antara obesitas
disebutkan oleh Vikram (2012),
terhadap BPH dengan nilai
pada keadaan obesitas, penumpukan
p=0,184.
lemak yang terjadi di dalam tubuh
akan merangsang pembentukan sel– Penelitian ini juga diperkuat
sel prostat yang akan menyebabkan oleh penelitian Amalia (2007), di
kelenjar prostat membesar, oleh mana sebanyak 52 sampel
karena itu pria dengan obesitas penderita BPH, 36 orang memiliki
sangat berisiko untuk menderita riwayat obesitas dan 16 orang tidak
penyakit BPH. memiliki riwayat BPH, sedangkan
52 sampel yang tidak menderita
Berdasarkan tabel 4.15,
BPH, 29 orang memiliki riwayat
jumlah responden yang tidak
obesitas dan 23 orang tidak
mengalami obesitas mayoritas pada
memiliki riwayat obesitas. Uji
responden BPH sedang yaitu 7
statistik tidak bermakna dengan
orang (50%) dan paling sedikit pada
nilai p = 0,156 (95% Confidence
BPH berat dengan jumlah 3 orang
Interval 0,799-3,987)
(21,4%), sisanya BPH ringan
sebanyak 4 orang (28,6%). 4. Olahraga Sebagai Faktor Risiko
Kemudian, responden yang Tingkat Kejadian BPH
mengalami obesitas tertinggi pada Jumlah responden yang
responden yang mengalami BPH melakukan aktivitas olahraga
berat sebanyak 10 orang (45,5%) kurang dari 3 kali dalam seminggu
dan jumlah terendah pada BPH mayoritas pada penelitian ini adalah
ringan yaitu 5 orang (22,7%), responden BPH berat yaitu 10 orang
sisanya BPH sedang sebanyak 7 (50%) dan terkecil pada BPH ringan
orang (31,8%). Hasil uji statistik yaitu 4 orang (20,0%), sisanya BPH
didapatkan nilai p=0,33, artinya sedang sebanyak 6 orang (30%).
tidak ada perbedaan proporsi tingkat Kemudian, responden yang
kejadian BPH antara responden berolahraga lebih dari 3 kali dalam
yang normal dengan responden seminggu pada responden yang
yang obesitas. mengalami BPH sedang sebanyak 8
orang (50%) dan jumlah terendah
Hasil penelitian ini bertolak
pada penderita BPH berat yaitu 3
belakang dengan teori, namun
orang (18,8%), sisanya BPH ringan
penelitian ini sejalan dengan

12
sebanyak 5 orang (31,3%). Hasil uji olahraga dan 22,6% responden
statistik didapatkan nilai p=0,152, bukan penderita BPH yang tidak
artinya tidak ada perbedaan proporsi melakukan olahraga.
tingkat kejadian BPH antara 5. Aktivitas Seksual Sebagai Faktor
responden yang berolahraga lebih Risiko Tingkat Kejadian BPH
dari 3x dalam seminggu dengan Dari tabel menunjukkan
responden yang berolahraga kurang bahwa responden yang melakukan
dari 3 kali dalam seminggu. aktivitas seksual kurang dari 3 kali
Hasil penelitian tidak sesuai dalam seminggu mayoritas pada
dengan teori Wolin (2015) yang responden BPH sedang yaitu 10
menyatakan bahwa Aktivitas fisik orang (47,6%) dan responden yang
memiliki banyak manfaat melakukan aktivitas seksual lebih
kesehatan, termasuk di dalamnya dari 3 kali dalam seminggu adalah
adalah berperan dalam perlindungan responden yang mengalami BPH
terhadap perkembangan BPH berat sebanyak 9 orang (60%) Hasil
dengan mekanisme mengurangi uji statistik didapatkan nilai p=0,04,
ukuran prostat, mengurangi artinya ada perbedaan proporsi
aktivitas sistem saraf simpatik dan tingkat kejadian BPH antara
menurunkan tingkat peradangan responden yang memiliki aktivitas
sistemik seksual lebih dari 3x dalam
seminggu dengan responden yang
Pada penelitian ini
melakukan aktivitas seksual kurang
kemungkinan berbedanya hasil
dari 3 kali dalam seminggu.
penelitian dikarenakan adanya
faktor bias di mana pada saat Hal ini sesuai dengan
wawancara responden mayoritas penelitian sebelumnya yang
mengatakan bahwa meskipun tidak menemukan bahwa dari 40
pernah berolahraga secara responden yang diteliti terdapat 22
teroganisir dan teratur tetapi mereka responden (57.5%) yang memiliki
masih melakukan beberapa aktivitas aktivitas seksual berlebihan, dari 22
misalnya seperti menyapu, responden tersebut, 21 responden
mencangkul, menyiangi rumput dan (52.5%) yang hipertropi prostat dan
beberapa aktivitas lain yang sesuai 1 responden (2.5%) yang tidak
dengan perkerjaan responden. mengalami hipertropi prostat
(Djawa,2014)
Namun, penelitian ini
selaras dengan penelitian yang Pembengkakan prostat
dilakukan oleh setyawan (2016), disebabkan oleh kegiatan seks
yang menunjukkan bahwa dari 62 berlebihan. Saat kegiatan seksual
responden yang terbagi atas kelenjar prostat mengalami
responden dengan BPH dan bukan peningkatan tekanan darah sebelum
penderita BPH, sebanyak 83,9% terjadi ejakulasi, jika suplai darah
penderita BPH melakukan olahraga ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
dan 77,4% responden bukan hambatan prostat yang
penderita BPH berolah raga. mengakibatkan kelenjar tersebut
Sementara itu, 16,1 % penderita bengkak permanen. Seks yang
BPH yang tidak melakukan berlebihan akan mengakibatkan

13
infeksi prostat yang meningkatkan Setyawan (2016), di mana dalam
BPH sehingga terjadilah hipertropi penelitian tersebut responden pada
prostat Shirley E. Otto kelompok BPH dengan non BPH
(2005),dalam Djawa (2014) dilakukan penelusuran riwayat
konsumsi makanan berserat,
Dari penjelasan di atas maka
hasilnya adalah tidak ada hubungan
peneliti dapat berasumsi bahwa
antara kedua kelompok dengan p
kebiasaan seksual yang tidak
value>0,05 (p=1,00)
teratur, dapat mempengaruhi
timbulnya hipertropi prostat. Ini Hasil penelitian ini
bisa terjadi karena pada saat didapatkan dari hasil wawancara
melakukan hubungan seksual, atau anamnesis, yang mana
kelenjar prostat akan bekerja dalam sebagian besar pasien tidak
membantu ereksi. Apabila kerja dari mengetahui secara pasti porsi atau
prostat ini tidak teratur maka akan ukuran makanan yang responden
memicu gangguan pada sel dalam konsumsi sehingga menjadi salah
prostat tersebut. Gangguan inilah satu perancu penelitian.
yang berpotensi menimbulkan 7. Merokok Sebagai Faktor Risiko
hipertropi. Tingkat Kejadian BPH
6. Pola makan Sebagai Faktor Risiko Berdasarkan tabel 4.19,
Tingkat Kejadian BPH diketahui bahwa jumlah responden
Berdasarkan hasil analisis, dengan kebiasaan merokok kurang
dapat diketahui bahwa jumlah dari 12 batang perhari mayoritas
responden yang memiliki pola pada responden BPH sedang yaitu
makan berserat tinggi dan rendah 11 orang (50%) dan terkecil pada
lemak mayoritas pada BPH ringan BPH berat yaitu 4 orang (18,2%),
sebanyak 6 orang (46,2%), terendah sisanya BPH ringan sebanyak 7
pada responden BPH Berat orang (31,8%). Jumlah responden
sebanyak 23,1%, sisanya BPH dengan kebiasaan merokok > 12
sedang sebanyak 4 orang (30,8%). batang perhari terbanyak pada
Responden yang memiliki pola responden BPH berat yaitu 9 orang
makan rendah serat dan tinggi (64,3%) dan terendah pada
lemak, jumlah responden tertinggi responden BPH ringan yaitu 2
pada responden BPH berat dan BPH orang (14,3%), sisanya responden
sedang masing-masing berjumlah dengan BPH sedang sebanyak 3
10 orang (43,5%) dan terendah pada orang (21,4%). Hasil uji statistik
BPH ringan yaitu 3 orang (13%). didapatkan nilai p=0,019, artinya
Hasil uji statistik didapatkan nilai ada perbedaan proporsi tingkat
p=0,084, artinya tidak ada kejadian BPH antara responden
perbedaan proporsi tingkat kejadian dengan kebiasaan merokok kurang
BPH antara responden yang dari 12 batang perhari dengan
memiliki pola makan tinggi serat responden dengan merokok lebih
dengan responden dengan pola dari 12 batang per hari.
makan rendah serat. Penelitian sebelumnya juga
Penelitian ini sejalan dengan menemukan bahwa kebiasaan
penelitian yang dilakukan oleh merokok dapat menyebabkan BPH

14
dengan tingkat keparahan berat adalah responden BPH sedang
(Suryawan, 2016). Hal ini tidak sebanyak 9 orang (39,1%), dan
jauh berbeda dengan penelitian responden yang mengkonsumsi
yang dilakukan di Banjarmasin alcohol mayoritas pada BPH berat
yang memperlihatkan dari 60 pasien sebanyak 9 orang (46,2%), Hasil uji
BPH, 33 orang diantaranya statistik didapatkan nilai p=0,516,
memiliki riwayat merokok artinya tidak ada perbedaan proporsi
(Haryoko,2010) tingkat kejadian BPH antara
responden yang mengkonsumsi
Menurut Xu (2016), kadar
alcohol dengan yang tidak
hormon steroid plasma dipengaruhi
mengkonsumsi alkohol.
oleh merokok. Kadar testosteron
yang lebih tinggi ditemukan pada Penelitian ini didukung oleh
perokok, karena terjadi peningkatan penelitian yang dilakukan Gass
dihidrotestosteron intraprostatik (2002) dimana terdapat hubungan
(DHT). Selain itu, Nikotin pada yang terbalik antara konsumsi
rokok telah terbukti menyebabkan alcohol dengan kejadian BPH.
peningkatan DHT pada prostat dan Penelitian tersebut melibatkan 882
peningkatan aktivitas sistem saraf pria berusia antara 65 tahun hingga
simpatik, yang memberikan 80 tahun. Hasilnya adalah hanya 5
kontribusi besar terhadap BPH, pH orang yang mengkonsumsi alcohol
serum yang disebabkan oleh lebih dari 2 gelas per hari yang
penggunaan rokok dan tembakau mengalami BPH, jumlah ini lebih
juga berperan penting dalam sedikit dibandingkan dengan
menurunkan kadar seng serum, responden dengan BPH yang tidak
sehingga mempengaruhi jumlah mengkonsumsi alcohol sebanyak 33
testosteron dan DHT di prostat . orang.
Berdasarkan pembahasan di Perbedaan hasil penelitian
atas peneliti berasumsi bahwa dengan teori kemungkinan
merokok dapat menyebabkan dikarenakan adanya faktor perancu
hipertropi prostat. Sesuai dengan seperti konsumsi minuman lain
peringatan bahaya rokok yang yang mengandung kimia tertentu
mengatakan bahwa rokok dapat seperti kopi, teh atau minuman
menyebabkan kanker. Rokok suplemen tertentu bahkan obat-
mengandung berbagai macam zat obatan yang pernah dikonsumsi
karsinogen yaitu zat yang dapat secara rutin oleh pasien. Meskipun
memicu timbulnya kanker. Begitu belum ada penelitian mengenai zat-
pula dengan pembesaran prostat, zat tersebut secara pasti pada
yang apabila tidak mendapatkan kejadian BPH, tetapi zat-zat kimia
penanganan yang baik, maka akan tertentu dapat berdampak kuat pada
berkembang menjadi kanker. fungsi tubuh seperti perubahan
tekanan darah, stimulasi saraf
8. Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor
simpatik atau parasimpatik, yang
Risiko Tingkat Kejadian BPH
mana perubahan tersebut dapat
Hasil analisis menunjukkan
mempengaruhi secara langsung
bahwa jumlah responden yang tidak
maupun tidak langsung terhadap
mengkonsumsi alkohol tertinggi

15
disfungsi sistem reproduksi dan statistik pada 95% Confidence
endokrin yang memicu terjadinya Interval : 1,803-18,838 dengan nilai
BPH. p = 0.001. Hal ini dibuktikan
dengan hasil yaitu dari 102
9. Diabetes Mellitus Sebagai Faktor
responden yang diteliti 52
Risiko Tingkat Kejadian BPH
responden yang menderita BPH
Berdasarkan Tabel 4.21
memiliki riwayat diabetes Meliitus
diketahui bahwa jumlah responden
sebesar 32,7% lebih banyak
yang tidak memiliki riwayat
dibandingakn dengan responden
diabetes mellitus paling banyak
dengan tanpa riwayat DM (7,7%).
pada BPH ringan yaitu 7 orang
Sementara itu, 52 responden bukan
(43,8%), dan terendah pada BPH
penderita BPH, sebanyak 67,3%
berat sebanyak 3 orang (18,8%),
responden yang memiliki riwayat
sisanya BPH sedang yaitu 6 orang
DM dan jumlah ini lebih sedikit
(37,5%). Sementara itu, responden
dibandingkan dengan tanpa riwayat
yang memiliki riwayat diabetes
DM yaitu sebesar 92,3%.
mellitus mayoritas pada BPH berat
sebesar 10 orang (50%), dan paling Penelitian lain yang
sedikit pada BPH ringan sebanyak mendukung adalah penelitian yang
2 orang (10%), sisanya pada BPH dilakukan oleh Surpanah (2017),
sedang yaitu 8 orang (40%). Hasil yaitu berdasarkan hasil analisis data
uji statistik didapatkan nilai penelitian didapatkan bahwa
p=0,039, artinya ada perbedaan distribusi penderita BPH yang
proporsi tingkat kejadian BPH memiliki riwayat penyakit diabetes
antara responden yang memiliki mellitus mengalami BPH sebanyak
riwayat diabetes mellitus dengan 92,86%, dan sisanya tidak memiliki
responden yang tidak memiliki riwayat DM. Oleh karena itu secara
riwayat diabetes mellitus. analisis didapatkan nilai p=0,000.
Diabetes tipe 2, yang Berdasarkan hasil
mempengaruhi 90% -95% penderita wawancara dengan responden yang
diabetes, telah dikaitkan dengan mengalami BPH dengan riwayat
disfungsi kandung kemih, yang DM, mayoritas responden
biasanya mengakibatkan kerusakan menyatakan beberapa tahun setelah
detrusor. Fungsi detrusor yang terdiagnosis DM, mereka
terganggu menghasilkan laju aliran mengalami masalah kesulitan
urin yang lebih rendah dari kandung berkemih, urin menetes, dan rasa
kemih. BPH juga ditandai dengan tidak puas setelah berkemih.
gejala aliran urin yang lambat dan 10. Faktor Risiko Paling Dominan
peningkatan residu urin di kandung yang Berpengaruh Terhadap
kemih. (Sarma,2012). Tingkat Kejadian BPH
Penelitian ini sejalan dengan Faktor risiko yang paling
penelitian Amalia (2007), diaman dominan dari penelitian ini adalah
laki-laki dengan riwayat penyakit usia dengan nilai p value=0,005 dan
Diabetes Mellitus memiliki risiko nilai Beta=0,381.
5,829 kali lebih besar terkena BPH
dan hasilnya bermakna secara

16
Penelitian yang mendukung populasi umum meningkat seiring
hasil penelitian ini adalah penelitian bertambahnya usia. Prostat normal
frasiska di RSUP Sanglah Bali beratnya 20 g pada pria berusia 21-
(2018), di mana dari 138 sampel 30 tahun, tetapi akan berukuran
dilihat dari segi usia, didapatkan lebih berat jika terjadi BPH.
dari 65 orang usia lansia, sebanyak Sebanyak 50% populasi laki-laki
66,2% menderita BPH ,dan berpotensi menderita BPH pada usia
sebanyak 33,8 tidak menderita 51-60 tahun. Bobot rata-rata prostat
BPH. Dari 73 orang usia dewasa, yang dikenali pada otopsi karena
sebanyak 41,1% menderita BPH BPH adalah 33 g. Sementara itu,
dan 58,9% tidak menderita BPH. pria berusia 70-79 tahun memiliki
Hasil uji didapatkan usia bermakna kemungkinan 4,6 kali lebih besar
terhadap penyakit BPH dengan (interval kepercayaan 95%, 2,1-
p=0,003. 10,1) dibandingkan dengan
penderita BPH yang berusia 40-49
Hal ini sesuai dengan teori
tahun.
Lu (2014) yang mengemukakan
bahwa prevalensi BPH pada

KETERBATASAN PENELITIAN seksual terhadap tingkat kejadian


Adapun keterbatasan dari BPH dengan nilai p=0,04
penelitian ini adalah: 6. Tidak Ada pengaruh yang
1. Responden yang terkadang lupa bermakna antara Faktor Risiko
jika tidak diingatkan pola makan terhadap tingkat
2. Tidak ditelitinya responden kontrol kejadian BPH
7. Ada pengaruh yang bermakna
KESIMPULAN antara Faktor Risiko merokok
Kesimpulan yang didapat dari terhadap tingkat kejadian BPH
penelitian ini adalah: 8. Tidak Ada pengaruh yang
1. Ada pengaruh yang bermakna bermakna antara Faktor Risiko
antara Faktor Risiko usia terhadap konsumsi alkohol terhadap tingkat
tingkat kejadian BPH kejadian BPH
2. Ada pengaruh yang bermakna 9. Ada pengaruh yang bermakna
antara Faktor Risiko riwayat antara Faktor Risiko diabetes
keluarga terhadap tingkat kejadian mellitus terhadap tingkat kejadian
BPH BPH
3. Tidak Ada pengaruh yang 10. Faktor Risiko yang paling dominan
bermakna antara Faktor Risiko yang mempengaruhi tingkat
obesitas terhadap tingkat kejadian kejadian BPH adalah faktor risiko
BPH usia,
4. Tidak Ada pengaruh yang
bermakna antara Faktor Risiko DAFTAR PUSTAKA
olahraga terhadap tingkat kejadian Ajit,V & Poduri, R.2012. Lipids in the
BPH Pathogenesis of Benign
5. Ada pengaruh yang bermakna Prostatic Hyperplasia:
antara Faktor Risiko aktivitas Emerging Connections,

17
Dyslipidemia From Di Poliklinik Urologi RSUP
Prevention to Treatment, Haji Adam Malik Medan.
Prof. Roya Kelishadi (Ed.), Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
ISBN: 978-953-307-904-2, Kedokteran: Universitas
InTech. 2012; h. 411-426. Sumatera Utara Medan

Amalia, Rizki.2007.Faktor-Faktor Coorperg, Mathew R,et al.2013.


Risiko Terjadinya Validation Of A Cell-Cycle
Pembesaran Prostat Jinak. Progression Gene Panel To
Studi kasus di RS dr. Improve Risk Stratification
Kariadi, RS Roemani dan In A Contemporary
RSI Sultan Agung Prostatectomy Cohort.
Semarang. Tesis. Semarang: Journal Of Clinical
Universitas Diponegoro Oncology Vol 31 No: 11
Arikunto,Suharsimi.2006.Prosedur Ascopub.Org
Penelitian:Suatu
Pendekatan Dahlan, Sopiyudin.2013.Besar Sampel
Praktek.Jakarta:Rineka Dan Cara Pengambilan
Cipta. Sampel Dalam Penelitian
Aulia, Erisa. 2015. Hubungan Benigna Kedokteran Dan
Prostat Hiperplasia Dengan Kesehatan.Jakarta: Salemba
Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Medika
Rumah Sakit Umum
Dr.Zainoel Abidin Banda De Nunzio, Cosimo, et al.2011. The
Aceh. Banda Aceh : Controversial Relationship
Universitas Syiah Between Benign Prostatic
Kuala.Skripsi. Hyperplasia And Prostate
Cancer: The Role Of
Breyer, Benjamin And Sarma, Aruna Inflammation July
V.2014.Hyperglycemia And 2011volume 60, Issue 1,
Insulin Resistance And The Pages 106–117. Europan
Risk Of BPH/LUTS: An Urology
Update Of Recent
Literature. Us: Us National Djawa, Maria Noviat Ngadha,
Library Of H.Arham Alam Dan Yusran
Medicine National Institutes Haskas.2014. Faktor Yang
Of Health Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertropi Prostat
Brunner & Suddarth.2012. Buku Ajar Di Rumah Sakit Dr. Wahidin
Keperawatan Bedah.Jakarta Sudirohusodo Makassar.
: Selemba Medika. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 5 Nomor
Chandrasegaran,Kamaleswaran.2013. 5 Tahun 2014.Issn : 3021721
Gambaran Nilai Diunduh Pada Tanggal 12
International Prostate September 2017
Symptom Score Pada Pasien
Benign Prostate Hyperplasia

18
Frasiska,K.D.A,& Oka,A.A.G.2018. Jiwanggana, Parada 2016 Perbedaan
Usia dan obesitas Derajat Keasaman Urin
berhubungan terhadap Pada Penderita Pembesaran
terjadinya penyakit benign Prostat Jinak Dengan
prostatic hyperplasia di Bakteriuria Rendah Dan
RSUP Sanglah Bali periode Tinggi. Other Thesis,
januari 2014 sampai Universitas Sebelas Maret.
desember 2014 . E-
JURNAL MEDIKA, VOL. 7 Kapoor,Anil.2012.Benign Prostatic
NO. 1, JANUARI, 2018 : 1 - Hyperplasia (BPH)
5 ISSN: 2303-1395 Management In The Primary
Care Setting. The Canadian
Gass, R. 2002.Benign prostatic Journal Of Urology. Canada:
hyperplasia: the opposite Juravinski Cancer Centre.
effects of alcohol and coffee
intake. BJU International, Kemenkes.2012.Buletin Jendela Dan
2002, 90(7), 649- Informasi Kesehatan.
654.DOI: 10.1046/j.1464- Penyakit Tidak Menular.
410X.2002.03001. ISSN 2088 – 270 X

Global Burden Of Disease Kementerian Kesehatan Republik


Study.2013.Benign Prostate Indonesia.2014.Panduan
Hiperplasia.(Ghdx.Healthda Gizi Seimbang.
ta.Org). As Of 2013;
Refreshed July 2016 Lu, Shing Hwa,& Chen, Chih
Shou.2014. Natural History
Haryoko, MD. 2010. Korelasi usia dan And Epidemiology Of
merokok terhadap kejadian Benign Prostatic
retensi urin total pada pria Hyperplasia. Mini-Review.
penderita BPH di RSUD Formosan Journal of
ulin Surgery (2014) 47, 207e210
banjarmasin.Banjarmasin.
Mochtar,C.A.,et al.2015.Pedoman
Haryono, Rudi.2013.Keperawatan Penatalaksanaan Klinis
Medikal Bedah: Sistem Pembesaran Prostat Jinak
Perkemihan.Yogyakarta: (Benign Prostatic
Andi Offset Hyperplasia/BPH). Ikatan
Ahli Urologi Indonesia
Hwalu,S & Chen,C.S.2014. Natural
History And Epidemiology Muttaqin,Arif. Dkk, 2012, Asuhan
Of Benign Prostatic Keperawatan Sistem
Hyperplasia.Mini-Review. Perkemihan.Jakarta:
Formosan Journal of Salemba Medika
Surgery (2014) 47, 207e210.
https://doi.org/10.1016/j.fjs. Notoatmodjo, Soekidjo.
2014.10.001. published by 2015.Metodologi Penelitian
elesevier

19
Kesehatan. Edisi Revisi. Arang Boyolali. Karya Tulis
Jakarta : Rineka Cipta. Ilmiah.Surakarta: UMS

Nurmariana. 2013. Gambaran Prayitno,Juni.2014.Pengaruh Kegel


Karakteristik Dan Tingkat Exercise Terhadap
Keparahan Obstruksi Pasien Pencegahan Inkontinensia
Benign Prostatic Urin Pada Pasien Benigna
Hyperplasia (BPH) di RSU Prostat Hiperplasy (Bph)
Dr. Soedarso Pontianak Pasca Operasi Trans Vesica
Tahun 2013. Naskah Prostatectomy (Tvp). Skripsi
Publikasi. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Purnomo, B. 2011. Dasar-Dasar
Kedokteran Universitas Urologi, Edisi 3. Jakarta:
Tanjungpura Sagung Seto.

Nursalam.2011.Konsep Dan Rendy, Clevo M Dan Margareth


Penerapan Metodologi (2012). Asuhan
Penelitian Ilmu Keperawatan Medikal
Keperawatan.Jakarta: Bedah Penyakit
Salemba Medika: Jakarta Dalam.Nuha Medika:
Yogyakarta
Patel, Nishant D. And J. Kellogg
Parsons. 2014. Ruspanah, Andrew & Manuputty,
Epidemiology And Etiology James T.2017. Hubungan
Of Benign Prostatic Usia, Obesitas Dan Riwayat
Hyperplasia And Bladder Penyakit Diabetes Mellitus
Outlet Obstruction.Indian J Dengan Kejadian Benign
Urol. 2014 Apr-Jun; 30(2): Prostate Hyperplasia (BPH)
170– Derajat IV di RSUD Dr. M.
176.DOI: 10.4103/0970- Haulussy Ambon Periode
1591.126900. Diakases Pada 2012-2014. Molucca Medica
Tanggal 12 September 2017 Volume 10, Nomor 1,
Oktober 2017 ISSN 1979-
Pawennari, Ishaq.2006. Hubungan 6358 (print) ISSN 2597-
Usia Perilaku Merokok 246X (online) Fakultas
Dengan Kejadian Benigna Kedokteran Universitas
Prostat Hyperplasia.Skripsi. Pattimura Ambon
Surabaya: Universitas
Airlangga Santoso, Dadi.2015. Efektivitas
Kombinasi Bladder Training
Perdana, Aji.2013.Asuhan Dan Muscle Pelvic Exercise
Keperawatan Pada Tn. Y Terhadap Fungsi Eliminasi
Dengan Gangguan Sistem Berkemih Pada Pasien
Perkemihan Post Benigna Prostate
Prostatectomy Hari Ke-1 Di Hyperplasy Pasca Operasi
Ruang Cempaka Rumah Trans Vesica Prostatectomy.
Sakit Umum Daerah Pandan Tesis. Yogyakarta: UMY

20
Sarma,V.A.,et al.2011. Diabetes Diakses Pada Tanggal 10
Treatment And Progression September 2017
Of Benign Prostatic
Hyperplasia In Community Susanto, Agus.2011. Analisis Faktor
Dwelling Black And White Yang Mempengaruhi
Men.Jurnal Urology 79(1): Terjadinya Syndroma Turp
102–108. Pada Pasien Bph Yang
doi: 10.1016/j.urology.2011. Dilakukan Turp Di Kamar
08.065 Operasi Emergency RSUD
Dr. Soedono Madiun.
Sastroamoro, Sudigdo Dan Skripsi.S1 Keperawatan
Sofyan,Ismael.2011. Dasar- Stikes Pemkab Jombang.
Dasar Metodologi
Penelitian Klinis Edisi Wiguna, I Putu Pradana Andi et al.
Keempat. Jakarta: Sagung 2015.Pengelolaan Nyeri
Seto. Pada Tn. R Dengan Post
Op. Prostatektomi Pada
Setyawan, Bagus et al.2016.Hubungan Hari Ke 1 Dan 2 Di Ruang
Gaya Hidup Dengan Melati RSUD Ambarawa.
Kejadian Benign Prostate Ungaran: Stikes Ngudi
Hyperplasia (Studi Di RSUD Waluyo
Dr. Soedarso Pontianak)
Wolin,K.Y.,et al.2015. Physical
Sjamsuhidajat, Dkk.2017.Buku Ajar Activity and Benign
Ilmu Bedah Edisi 4.Jakarta: Prostatic Hyperplasia-
EGC Related Outcomes and
Nocturia Med Sci Sports
Soegondo, S Dan Gustaviani, R. 2009. Exerc. 2015 Mar; 47(3):
Sindrom Metabolik. Buku 581–
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 592.doi: 10.1249/MSS.0000
Edisi Keempat, Jakarta: Fkui 000000000444. Published
by Lippincot William &
Sugiyono.2014.Statistika Untuk Wilkins
Penelitian. Bandung : CV
Alfabeta. Xu, H, et al.2016. Smoking Habits And
Benign Prostatic
Suryawan,Boby. 2016. Hubungan Usia Hyperplasia A Systematic
Dan Kebiasaan Merokok Review And Meta-Analysis
Terhadap Terjadinya Bph Di Of Observational Studies.
Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Medicine Journal 95(32):
Bandar Lampung Tahun e4565.
2015. Jurnal Medika doi: 10.1097/MD.00000000
Malahayati Vol 3, No 2, 00004565. published by
April 2016 : 102 – 107 Wolter Kluwer Health

21

Anda mungkin juga menyukai