Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA TN T DENGAN

DIAGNOSA MEDIS BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA


DENGAN TINDAKAN TURP PENGANGKATAN JARINGAN PROSTAT
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Laporan Kasus Praktik Klinik Stase Peminatan
Perioperatif Care Tahun Akademik 2019/2020

Disusun Oleh:
AKMAL ZAKI ASADUDDIN
A11601235

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa “Asuhan


Keperawatan Perioperatif Pada Tn T Dengan Diagnosa Medis Benigna
Prostat Hiperplasia Dengan Tindakan Turp Pengangkatan Jaringan
Prostat Di Ruang Instalasi Bedah Sentral Rs Pku Muhammadiyah
Gombong”

Disusun oleh : Akmal Zaki Asaduddin


NIM : A11601235
Telah disetujui pada tanggal Desember 2019

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

Dadi Santoso, M.Kep Anton Prabowo, S.Kep. Ns


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benigna prostat hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar
prostat non kanker. Benigna prostat hyperplasia adalah penyakit yang
disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-
laki yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson & Price, 2014). Manifestasinya
dapat berupa terganggunya aliran urin, sulit buang air kecil dan keinginan
buang air kecil (BAK) namun pancaran urin lemah. (Kapoor, 2014).
Dampak dari BPH saluran kemih bawah yang mengganggu, infeksi saluran
kemih (ISK), hematuria, atau gangguan fungsi saluran kemih atas (Groat,
2014).
Data pravelensi (BPH) secara makroskopi dan anatomi sebesar 40%
dan 90% terjadi pada rentang usia 50-60 tahun dan 80-90 tahun (Rizki,
2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization
(2015) diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya
adalah BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak 19%, sedangkan
beberapa negara di Asia menderita penyakit BPH berkisar 59% di Filiphina
(Wenying, 2015).
Pada Tahun 2017 di Indonesia BPH merupakan penyakit urutan
kedua setelah batu saluran kemih. Dan jika dilihat secara umumnya,
diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia 50 tahun, dengan
kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit
BPH.
Dampak BPH bagi pasien antara lain adanya faktor diet, obesitas,
aktifitas fisik, merokok dan pil diet yang dapat meningkatkan keparahan
terkait BPH dan risiko retensi urin akut (Gokce, 2010). Faktor lain yang
mempengaruhi BPH adalah pembesaran prostat, pembesaran prostat terjadi
kadar 5α-reduktase dan dehidrotestosteron (DHT) tetap serupa dengan yang
tampak pada laki-laki lebih muda, namun bukti terbaru menunjukan bahwa
keseimbangan antara kedua bentuk enzim dapat terganggu, yang
berkonstribusi terhadap pembesaran prostat (Gilling, 2015). Faktor lain
yang berkaitan dengan BPH adalah ketidakseimbangan faktor pertumbuhan
lokal, inflamasi lokal dan faktor genetik juga diperkirakan memengaruhi
risiko BPH (Dhlan, 2013).
Penanganan penyakit BPH meliputi: terapi farmakologi,
pemantauan perjalanan penyakit, serta tindakan pembedahan. Sedangkan
tindakan pembedahan operasi yang dilakukan pada pasien BPH tingkat
sedang dan tingkat berat yaitu jenis operasi paling umu adalah prosedur
Transurethral Resection of the prostate (TURP). Pada prosedur TURP
dilakukan reseksi (pemotongan) jaringan yang menyumbat dengan
menggunakan elektroda berbentuk kabel.
Pembedahan TURP merupakan tindakan bedah efektif dalam
penangganan BPH. TURP adalah dilakukan reseksi jaringan prostat dengan
menggunakan kauter yang dilakukan secara visual. Meskipun TURP
menjadi pilihan utama pada terapi BPH, kemungkinan terjadinya
komplikasi tidak dapat dihindari yaitu intraoperatif, perioperatif dan lanjut.
Komplikasi intraoperatif meliputi perdarahan, perforasi buli, perforasi
kapsul prostat, sindroma TUR dan kematian. Sedangkan komplikasi
perioperatif meliputi perdarahan, retensi urin, infeksi saluran kemih,
epidimitis, clot retension dan kematian. Komplikasi lanjut meliputi struktur
uretra, retensi urin, berulang, inkontenesia urin, ejakulasi retrogad dan
disfungsi ereksi (Purnomo, 2012).
Komplikasi yang dapat terjadi pasca TURP antara lain adalah
infeksi, obstruksi persisten, pergeseran kateter yang tidak disengaja,
stenosis uretra atau leher kandung kemih, epididimitis, inkontinensia urine,
ejakulasi retrograd dan perdarahan (Gray, 2014). Menurut Abdullah (2011)
menyatakan perdarahan pasca operasi merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada pasien yang dilakukan TURP, kolmert dan Norlen melaporkan
bahwa 20% pasien yang dilakukan TURPt memerlukan transfusi
perioperatif. Bila terdapat perdarahan pasca TURP, ahli urologi sering
melakukan traksi kateter dan irigasi kandung kemih. Perdarahan
pascaoperasi TURP secara lansung akan mempengaruhi lama kateter
dipertahankan pasca-TURP .
Asuhan yang diberikan kepada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia dapat berupa pengkajian/ anamnesa, perumusan diagnosa
melalui analisa data, intervensi tindakan, implementasi dan evaluasi.
Intervensi yang diberikan dapat berupa mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri yang diberikan biasanya pengurangan nyeri dengan latihan nafas
dalam, relaksasi distraksi dan mengalihkan ke sesuatu yang diminati.
Sedangkan tindakan kolaboratif dapat berupa rontgen, biopsi dan
pembedahan. Dalam pembedahan tetap dilakukan pengkajian sampai
dengan evaluasi berdasarkan kondisi yang dialami pasien. Dalam proses
pembedahan perlu dilakukan persiapan yang matang agar tidak terjadi
kesalah pembedahan mulai dari pre op, intra op dan post op.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana asuhan keperawatan
perioperatif yang harus dilakukan pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia
C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini berisi tentang asuhan keperawatan perioperatif
dengan kasus Benigna Prostat Hiperplasia
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
BPH dan post TURP di ruang instalasi bedah sentral rumah sakit PKU
Muhammadiyah Gombong
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien Benigna
Prostat Hiperplasia
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Pre, Intra dan Post
operasi.
c. Mempu membuat tindakan keperawatan pada pasien dengan
Benigna Prostat Hiperplasia pada Pre, Intra dan Post.
d. Mampu melaksanakan persiapan-persiapan tindakan yang akan
dilakukan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia
E. Manfaat
1. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
penulis mengenai perbandingan antara teori yang didapatkan saat
perkuliahan dengan kasus secara nyata dilapangan terkait pelaksaan
atau perawatan pada pasien khususnya kasus Benigna Prostat
Hiperplasia
2. Bagi Rumah Sakit
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
rumah sakit tentang asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
Benigna Prostat Hiperplasia dan membantu mendukung pelayanan
tindakan operasi yang optimal.
3. Bagi Institusi
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan atau
tambahan referensi bagi mahasiswa lain terkait dengan asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Teori Regional Anestesi


1. Anatomi
a. Tulang Belakang ( Columna Vertebralis )

Tulang belakang (Columna Vertebralis). Tulang belakang merupakan


penopang tubuh utama. Terdiri atas jejeran tulang-tulang belakang
(vertebrae). Di antara tulang-tulang vertebrae terdapat discus
invertebralis merupakan tulang rawan yang membentuk sendi yang kuat
dan elastis. Discus invertebralis memungkinkan tulang belakang
bergerak ke segala arah. Jika dilihat dari samping, tulang belakang
membentuk lekukan leher (cervix), lekukan dada (thorax), lekukan
pinggul (lumbal), dan lekukan selangkang (sacral).
b. Medulla Spinalis
Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinalis, dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi
L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2. Medulla spinalis diperdarahi
oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior.
c. Lapisan jaringan punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan
menembus kulit: Kulit, Subkutis, Ligamentum Supraspinosum,
Ligamentum interspinosum, Ligamentum Flavum, Ruang Epidural,
Duramater, Ruang Subarakhnoid.

d. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari
pleksus arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan
jernih ini tak bewarna mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-
150 ml, sedangkan yang dipunggung sekitar 24-45 ml.
2. Pengertian
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai
analgesik karena menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sadar.
Sehingga teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya
menghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi tambahan obat hipnotik atau
sedatif, disebut dengan balans anestesia sehingga masuk dalam trias
anestesia. Hanya regio yang diblok saja yang tidak merasakan sesnasi
anestesi (Pramono, 2015).
3. Indikasi (Pramono, 2015)
a. Bedah ekstremitas bawah
b. Bedah panggul
c. Tindakan sekitar rektum-perineum
d. Bedah obstretri-ginekologi
e. Bedah urologi
f. Bedah abdomen bawah
g. Pada abdomen atas dan bedah anak biasanya si umum dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan.
4. Kontra Indikasi
a. Pasien menolak
b. Infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat, syok
d. Tekanan intrakranial meningkat
e. Fasilitas resusitasi minim
f. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
g. Infeksi sistemik ( sepsis, bakterimia )
h. Infeksi sekitar tempat suntikan
i. Kelainan neurologis
j. Kelainan psikis
k. Bedah lama
l. Penyakit jantung
m. Hipovolemia ringan
n. Nyeri punggung kronik
5. Teknik
a. Anestesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

b. Anestesi Epidural
Anestesi dengan memblokade saraf yang menempatkan obat di ruang
epidural (Peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum
flavum dan durameter.
c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural karena
kanalus kaudalis adalah keoanjangan dari ruang epidural dan obat
ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis.
6. Komplikasi
a. Hipotensi
b. Bradikardi
c. Mual dan muntah
d. Nyeri punggung
e. Abses epidural
f. Meningitis
g. Analgesik yang masuk ke dalam pembuluh darah akan mengakibatkan
toksisitas
B. Konsep Teori Benigna Prostat Hiperplasia
a. Anatomi dan Fisiologi Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem
perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua
ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin
dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).
1. Ginjal (Ren) Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang
besar.
2. Fungsi ginjal Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak
perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi
dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap,
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang
dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Panahi, 2010).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010).
5. Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
a. Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrat glomerulus.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan
sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi
secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla
renalis.
c. Proses sekresi
dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008).
6. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri
renalis bercabang menjadi arteri interlobularis kemudian menjadi arteri
akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler
darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen
gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava
inferior (Barry, 201l).
7. Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal (Barry, 2011).
8. Ureter Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-
gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung
kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
9. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam
rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet.
10. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya
kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra
terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra
disini hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010).
11. Urin
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan
(intake) cairan dan faktor lainnya.
b. Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan
sebagainya.
d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e. Berat jenis 1,015-1,020.
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung
daripada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member
reaksi asam). Komposisi air kemih, terdiri dari:
a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea,
amoniak dan kreatinin.
c. Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.
d. Pigmen (bilirubin dan urobilin).
e. Toksin.
f. Hormon (Velho, 2013).
12. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi
dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada
dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini
akan mencetuskan tahap ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak
dan spinal cord (tulang belakang). Sebagian besar pengosongan
diluar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari “latih”. Sistem
saraf simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak
spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna
konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi
mikturisi (Roehrborn, 2009).
13. Ciri-ciri urin normal
a. Rata-rata dalam satu hari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan
jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening tanpa ada endapan. c.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6
(Velho, 2013).

b. Definisi BPH

Prostat adalah organ genital yang hanya ditemukan pada pria karena
merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria.
Prostat berbentuk piramid, tersusun atas jaringan fibromuskular yang
mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran dengan
panjeng 1,25 inci atau kira-kira 3 cm, mengelilingi uretra pria. Dalam
hubungannya dengan organ lain, batas atas prostat bersambung dengan
leher bladder atau kandung kemih. Di dalam prostat didapati uretra.
Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke
eksternal spinkter bladder yang terbentang diantara lapisan peritoneal.
Pada bagian depannya terdapat simfisis pubis yang dipisahkan oleh
lapisan ekstraperitoneal. Lapisan tersebut dinamakan cave of Retzius
atau ruangan retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum,
dipisahkan oleh fascia Denonvilliers (Groat, 2010).
Prostat memiliki lapisan pembungkus yang disebut dengan kapsul.
Kapsul ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :
a. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat
b. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung,
menyelimuti bladder atau kandung kemih. Sedangkan Fascia
Denowilliers berada pada bagian belakang (Groat, 2010).
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila
mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars
prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-
buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada normal
dewasa ±20 gram (Pumomo, 2001).
1. Histologi Prostat
Sebelum melanjutkan pembahasan secara lebih dalah mengenai
penyakit BPH dan kanker prostat, hams dilihat terlebih dahulu prostat
itu sendiri secara normal. Histologi prostat penting diketahui supaya
mudah dalam melihat perbedaan apabila adanya kelainan pada
gambaran mikroskopik prostat. Secara umumnya kelenjar prostat
terbentuk dari glandular fibromaskuler dan juga stroma, dimana prostat
berbentuk piramida berada di dasar musculofascial pelvis dimana dan
dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat (Groat, 2009). Lanjutan
dari yang di atas, secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3
bagian atau zona yakni perifer, sentral dan transisi. Zona perifer,
memenuhi hampir 70% dan bagian kalenjar prostat dimana ia
mempunyai duktus yang menyambung dengan uretra prostat bagian
distal. Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil 25% ruang
prostat dan juga seperti zona perifer tadi, ia juga memiliki duktus akan
tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah, sesuai
dengan bagiannya. Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kalenjar
prostat terdiri dari dua lobus, dan juga seperti dua zona sebelumnya, juga
memiliki duktus yang mana duktusnya menyambung hampir ke daerah
sphincter pada uretra prostat dan menempati 5% ruangan prostat.
Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori
kolumnar dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang
berasal dari membrana basal (Schoor, 2009).
2. Pengertian BPH
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau
benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah
histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada
hormon testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim 5α-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memicu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami
pembesaran sel prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan ±80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran
kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga
menimbulkan gangguan miksi (Purnomo, 2001).
A. Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Gejala Obstruktif yaitu :
- Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
- Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
- Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
- Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
- Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
b. Gejala Iritasi yaitu :
- Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
- Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
- Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
B. Patofisiologi BPH
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, efek perubahan juga
terjadi perlahan. Pada tahap awal pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra pars prostatika. Keadaan ini menyebabkan
tekanan intravesikal meningkat, sehingga untuk mengeluarkan urin,
kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tahanan
tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik yaitu hipertrofi otot detrusor. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi dinding otot. Apabila keadaan berlanjut, otot
detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi. Apabila kandung kemih menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi
obstruksi total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi
urin terus terjadi, pada suatu saat kandung kemih tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila
tekanan kandung kemih menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesikoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
miksi, penderita seringkali mengedan sehingga lama-kelamaan biasa
menyebabkan hernia atau hemoroid (Rodrigues, 2008). Biasanya
ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih adalah penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah
dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan
hipersensitivitas otot detrusor yaitu bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena otot
detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi
cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat
merangsang kandung kemih sehingga sering berkontraksi meskipun belum
penuh. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di
dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis (Samira, 2011).
Menurut Furqan (2003) gejala-gejala klinik BPH dapat berupa :
1. Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah
penurunan kekuatan pancaran dan kaliber aliran urin, oleh
karena lumen uretra mengecil dan tahanan di dalam uretra
meningkat, sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan
yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urin.
2. Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya
pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat
menghasilkan tekanan intravesika yang cukup tinggi.
3. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan
kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat
mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran
urin dapat berhenti dan dribbling (urine menetes setelah
berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih
pasien biasanya melakukan menauver valvasa sewaktu
berkemih.
4. Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih
gagal mengosongkan urin secara sempurna, sejumlah urin
tertahan dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering
berkemih (frequency) dan sering berkemih malam hari
(nocturia).
5. Infeksi yang menyertai residual urin akan memperberat gejala
karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan
edema.
6. Residual urin juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu
kandung kemih.
7. Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat
menyebabkan pembuluh darahnya menjadi rapuh.
8. Bladder outlet obstruction juga dapat menyebabkan refluk
vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang
akhirnya menimbulkan hidroureteronefrosis.
9. Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal
(renal failure) dan gejala-gejala uremia berupa mual, muntah,
somnolen atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat
badan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya yaitu meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik
a. Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
b. Distensi kandung kemih
c. Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi urine
d. Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil → retensi urine
e. Perkusi : Redup → residual urine
f. Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain
misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
g. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) → posisi knee chest
Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan konsistensi prostat Menentukan besar prostat
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan
Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi :
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli,
residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai
urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada
tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine
dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas
3. Pemeriksaan Endoskopi.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi
leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik → non obstruksi
10 - 15 ml/detik → border line
< 10 ml/detik → obstruktif
5. Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
b. Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
- RFT → evaluasi fungsi renal
- Serum Acid Phosphatase → Prostat Malignancy
D. Terapi
a. Non Pembedahan
1) Memperkecil gejala obstruksi → hal-hal yang menyebabkan
pelepasan cairan prostat.
- Prostatic massage
- Frekuensi coitus meningkat
- Masturbasi
2) Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari
alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat
tonus otot detrussor menurun.
3) Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti :
anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4) Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien
- Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan
- Baseline data normal
- Flowmetri non obstruksi
5) Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan
keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta
indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau
belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari
Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa
Bloker.
Fito Terapi
b) Hypoxis rosperi (rumput)
c) Serenoa repens (palem)
d) Curcubita pepo (waluh )
Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
a) Inhibitor 5 alfa reduktase
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan
diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6) Bila terjadi retensi urine
Kateterisasi → Intermiten
Indwelling
Dilakukan pungsi blass
Dilakukan cystostomy
Obat yang di gunakan:
- Profilaksis: Ceftriaxon
- Premedikasi: Ondansentron
- Induksi: Bupivacain, Ketorolac, Asam tranexamat
- Maintance: Oksigen
- Cairan: HES, RL
2. Prostetron (Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)
a) Pembedahan
- Trans Uretral Reseksi Prostat (TURP)
- Open Prostatectomy
E. Fokus pengkajian
1. Pengkajian
Sebelum Anastesi
a. Data subyektif
1. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2. Sulit kencing
3. Frekuensi berkemih meningkat
4. Sering terbangun saat malam hari untuk miksi
5. Keinginan untuk berkemih tidak dapat di tunda
6. Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7. Pancaran urun melemah
8. Merasa tidak puas setelah miksi, kandung kemih tidak
kosong, merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
9. Klien merasa cemas dengan pengobatan yang kan
dilakukan
b. Data obyektif
1. Ekspresi wajah tampak menahan nyeri
2. Terpasang kateter

Sesudah anestesi

a. Data subyektif
1. Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
2. Klien mengatakan kakinya tidak bias di gerakan
b. Data Objektif
1. Pasien terlihat sudah tidak menahan nyeri
2. Pasien terlihat lebih nyaman
3. Pasien diberi obat bius untuk menghilangkan rasa nyeri
2. Riwayat Kesehatan: Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
sekrang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup,
apakah masalah urinaria yang di alami pasien

3. Pengkajian fisik

a. gangguan berkemih: sering berkemih, terbangun pada malam hari


untuk berkemih, perasaan ingin miksi yang mendesak, nyeri saat
miksi, jumlah air kencing menurun dan harus mengdan saat
berkemih, aliran urin tidak lancer/erputus, urin terus menetes
setelah berkemih, ada darah dalam urin, kandung kemih terasa
penuj, nyeri di pinggang,punggung, rasa tidak nyaman di perut,
urin tertahan di kandung kemih, terjadi distensi kandung kemih.
b. gejala umum: keletihan, tidak nafsu makan, mual, muntah dan rasa
tidak nyaman pada epigastric.
c. kaji status emosi: cemas, takut.
d. kaji urin: jumlah, warna, kejernihan, bau.
e. Kaji tanda vital

5. Kaji tingkat peemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan
dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah

F. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan BPH berdasarkan
diagnosa yang ditegakkan oleh perawat meliputi perioperatif. Diagnosa
yang muncul pada BPH yaitu :

1. Ansietas (Manajemen Cemas)


1. Kaji tingkat kecemasan
2. Orientasikan dengan tim anastesi/bedah
3. Jelaskan jenis prosedur tindakan pembedahan
4. Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan
5. Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
6. Ajarkan teknik relaksasi
2. Defisiensi (Pengajaran :proses penyakit adalah membantu pasien untuk
memahami informasi yang berhubungan dengan proses penyakit)
1. Kaji tingkat kemampuan pasien tentang penyakit
2. Jelaskan faktor fisiologi penyakit
3. Jelaskan tanda gejala penyakit
4. Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit
5. Informasikan pada klien tentang kondisinya

3. Resiko infeksi (Kontrol infeksi post operasi)


1. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20 dan 24 derajat
2. Monitor dan jaga kelembapan relative antara 20% dan 60%
3. Monitor teknik isolasi yang sesuai
4. Pisahkan alat-alat yang seteril dan non steril
5. Buka persediaan peralatan seteril dengan menggunakan antiseptic
6. Lakukan tindakan pencegahan universal
7. Ganti dower kateter setian satu minggu sekali
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN
Hari : Rabu
Tanggal : 27 November 2019
Jam : 07.30
Metode : Bertannya
Sumber : Pasien
Oleh : Akmal Zaki Asaduddin
Identitas Pasien
Nama : Tn T
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gombong
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
Diagnosa : BPH
No RM : 388xxx
Tgl. Masuk : 27 November 2019
A. Penanggung Jawab
Nama : Ny S
Umur : 47 Tahun
Alamat : Gombong
Hubungan dengan pasien : Keluarga
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan cemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk Ruang IBS pada tanggal 27 November 2019 pukul
07.00, pasien mengatakan cemas karena tidak bisa BAK dengan
lancar dan tidak tau penyakitnya. Hasil pemeriksaan fisik TD
120/70 MmHg, N 80x/menit, RR 20x/Menit, S 370 C.
3. Riwayat Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini dari kecil
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluargannya tidak ada yang menderita
penyakit seperti dirinya
C. Pola Fungsional Menurut Virginia Henderson
a. Keb. Bernafas dengan Normal
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan bisa bernafas dengan
baik, tanpa alat bantu pernapasan.
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan bisa bernafas dengan
baik, tanpa alat bantu pernafasan.
b. Keb. Nutrisi
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan
nasi padat, lauk, dan sayuran, serta minum 4-5 gelas sehari.
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
mengenai makan makan, makan 3x sehari dengan nasi, lauk,
dan sayur dengan porsi habis dan minum 4-5 gelas sehari.
c. Keb. Eliminasi
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan BAB 1x konsistensi
padat,berwarna kuning tidak berbau. BAK 5-7 kali sehari
berwarna kekunig-kuningan.
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan BAB 1x konsistensi
padat,berwarna kuning tidak berbau. BAK 5-7 kali sehari
berwarna kekuning-kuningan tidak lancar dan terasa sakit.
d. Keb. Gerak dan Kesetimbangan tubuh
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan dapat beraktivitas
dengan baik tanpa terganggu keterbatasan gerak.
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan dapat beraktivitas
dengan baik tanpa terganggu keterbatasan gerak.
e. Keb. Istirahat dan Tidur
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan tidurmnya 7-8 jam/hari
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan sulit tidur, sehari 5-6
jam karena sering memikirkan penyakitnya
f. Keb. Berpakaian
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan bisa berpakaian sendiri
tampa di bantu orang lain
b) Saat Dikaji : : Pasien mengatakan bisa berpakaian
sendiri tampa di bantu orang lain
g. Keb. Mempertahankan Suhu Tubuh dan Temperatur
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan memakai jaket ketika
suhu tubuh dingin, dan memakai pakain tipis saat cuaca
panas
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan memakai jaket ketika
suhu tubuh dingin, dan memakai pakean tipis saat cuaca
panas
h. Keb. Personal Hygine
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan mandi 2x sehari, kramas
1x seminggu, sikat gigi 2x sehari
b) Saat Dikaji : Pasien mengatakan mandi 2x sehari, kramas
1x seminggu, sikat gigi 2x sehari
i. Keb. Rasa Aman dan Nyaman
a) Sebelum Sakit: Pasien mengatakan aman dan nyaman saat
dekat dengan keluarga
b) Saat Dikaji : pasien mengatakan cemas karena
memikirkan operasi dan efek samping setelah operasi
j. Keb. Komunikasi dengan Orang Lain
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi
dengan orang lain menggunakan bahasa jawa dan bahasa
Indonesia dengan baik
b) Saat Sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi
dengan perawat menggunakan bahasa jawa dan bahasa
Indonesia dengan baik
k. Keb. Spiritual
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan beragama islam,
menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari
b) Saat Sakit : Pasien mengatakan beragama islam,
menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari
l. Keb. Bekerja
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan bekerja sebagai petani
b) Saat Sakit : Pasien mengatakan tidak bekerja saat sakit
m. Keb. Rekreasi
a) Sebelum Sakit: Pasien mengatakan liburannya hanya di
rumah saja
b) Saat Sakit : Pasien mengatakan liburannya hanya di
rumah saja
n. Keb. Belajar
a) Sebelum Sakit : Pasien mengatakan melihat berita di
Tv dan mendengarkan radio sesekali
b) Saat Sakit : Pasien mengatakan tau sakitnya dari
hasil pemerksaan dokter
D. Keadaan Umum
a. Suhu : 37 0 C
b. Nadi : 80x/menit
c. TD : 120/80 MmHg
d. RR : 20x/menit
e. BB : 60
f. TB : 165
E. Pemeriksaan Fisik
a. KU : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Cepalo – Caudal (Pemeriksaan Fisik Hand Toe Toe)
1. Kepala : mesochepal, rambut seikit beruban dan bersih,
distribusi merata, tidak ada lesi atau luka pada daerah kepala
2. Mata : konjungtiva anemis, pupil isokor, reflek cahaya baik
3. Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip
4. Mulut : Mulut bersih,simetris, tidak sianosis
5. Gigi : gigi cukup bersih, tidak ada scaries/lubang
6. Telinga : telinga simetris, tidak ada penumpukan serumen
7. Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
8. Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada jejas, tidak ada
lesi, tidak terlihat retraksi dinding dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : suara nafas vasikuler, tidak ada suara
nafas tambhan
b. Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat ictuskordis, tidak ada jejas
maupun lesi.
Palpasi : Tidak nyeri tekan. teraba denyut jantung di
ICS ke 5 midklavikula sinistra
Perkusi : Suara jantung pekak di ICS ke 2dextra
sampe ICS ke 5 midklavikula sinistra
Auskultasi : terdengsr suara jantung 1 dan 2, tidak
ada suara tambahan
c. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada jejas dan asites
Auskultasi : terdengar bising usus 15x/menit
Palpasi : tidak nyeri tekan
Perkusi : suara timpani
9. Ekstremitas : Kekuatan otot 5 5
5 5
Tidak terdapat sianonis, CRT 2 detik, Tidak terdapat
edema pada ekstremitas, tidak ada klabing finger
pada kuku
F. Pemeriksaan Penunjang
Hasil rontgen menunjukkan ada pembesaran di bagian saluran
perkemihan pasien yaitu prostat (BPH)

G. Therapi

No Nama Obat Jenis Dosis


1 Ceftriaxon iv 1gr
2 Infus Hes iv 1
3 Infus RL iv 2
4 Ondansentron iv 1 amp (4mgl/2ml)
5 Ketorolac iv 1 amp (30 mg/ml)
6 Ephidrine iv 1 amp
7 Asam tranexamat iv 1000 mg

H. Diagnosis Anestesi
Laki-laki 50 tahun, diagnose medik BPH direncanakan dilakukan
TURP, ASA II direncanakan Regional anestesi dengan Spinal
Anestesi.
Persiapan penatalaksanan anestesi

1. Persiapan Alat
Mesin anestesi dihubungkan dengan sumber gas dan
mengecek ulang kelengkapan serta fungsinya, pastikan
vaporizer sudah terisi agen, absobser tidak berubah warna, dan
sambungkan dengan sumber listrik.
2. Pastikan bag mask, circuit, konektor sesuai tempatnya
3. Siapkan monitor lengkap dengan manset, finger sensor dan lead
ekg
4. Persiapan alat regional anestesi dengan Spinal Anestasi :
Bupivacain, sarung tangan steril, spuit 3cc, jarum spinal anestesi
ukuran 25
5. Persiapan bedside monitor yaitu pulse oxymetri
6. O2, N2O, sevoflurane berjaga-jaga jika diperlukan
7. Siapkan lembar laporan durante anestesi dan balance cairan
A. Persiapan obat
1. Obat untuk premedikasi : Ondansentron 1 Amp, Ketorolac 1
Amp, Bupivacain 2,5 ml, Ephedrine 1 Amp, Asam tranexamat
1000 mg.
2. Induksi: (-)
3. Cairan infus : Koloid : HES 500ml
Kristaloid : RL 500 ml
B. Persiapan pasien
1. Pasien tiba di IBS pkl : 07.30 WIB
2. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, periksa status
pasien termasuk informed consent, profilaksis dan obat-
obatan yang telah diberikan diruang perawatan.
3. Memindahkan pasien ke brancard IBS
4. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang
identitas pasien, nama, alamat dan menanyakan ulang
puasa makan dan minum, riwayat penyakit dan alergi, serta
berat badan saat ini.
5. Memasang monitor tanda vital (monitor tekanan darah,
saturasi oksigen) Suhu : 37 0 C, Nadi : 80x/menit, TD :
120/80 MmHg, RR : 20x/menit, BB : 60, TB:
165 Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang
terpasang pada pasien.
6. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan
IBS, dari pasien mengatakan takut dan cemas menjalani
operasi
7. Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
Inspeksi : dada simetris, pasien dalam bernapas
menggunakan pernapasan abdomen.

Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi : suara sonor

Auskultasi : Wheezing -/-

C. Penatalaksanaan anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang APD (alat
pelindung diri), alat monitor, manset, finger Sensor,
memberitahu pasien akan di bius, menganjurkan pasien untuk
berdoa, memulai persiapan pemasangan kateter spinal,
menyuntikan obat-obatan maintenance, pengakhiran anestesi
dan oksigenasi sampai dengan perawatan di recovery room.
Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan
monitor tekanan darah, saturasi oksigen, hasil pengukuran
monitor : Suhu : 37 0 C, Nadi : 80x/menit, TD : 120/80
MmHg, RR: 20x/menit, BB: 60, pernapasan spontan

1. Pemberian obat premedikasi


Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi pukul 07.30
WIB yaitu Ondansentron 1 mg, ketorolac 30 mg dan
0
dilakukan pemeriksaan tanda vital Suhu : 37 C,
Nadi : 80x/menit, TD : 120/80 MmHg, RR : 20x/menit,
BB : 60 , pernapasan spontan.
2. Melakukan spinal anestesi
Pasien dilakukan spinal anestesi dengan menggunakan
Bupivacain 2,5mg pada pukul 07.30 WIB kemudian
dilakukan, kemudian diberikan oksigenasi nasal kanul
disambungkan ke mesin anestesi dengan O2 2 liter/menit .
Suhu : 37 0 C, Nadi : 80x/menit, TD : 120/80 MmHg,
RR: 20x/menit,

3. Pasien mulai dilakukan insisi pkl 07.40 WIB yang


sebelumnya dilakukan time out.
4. Pasien selesai operasi dilakukan sign out
5. Pukul 08.00 WIB dan dipindahkan ke recovery room.
Maintanance

Maintanance menggunakan:

1. O2 : 2 lt/mnt
2. Balance cairan:

- Maintanance (M) = 2 x 53 = 116 cc


- Stress operasi (SO) = 8 x 53 = 464 cc (operasi sedang)
- Pengganti Puasa (PP) = 8 jam x 100 = 800 cc
- Kebutuhan Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 980 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 780 cc

Jam 3 : M + 1/4PP + SO = 780 cc

Monitoring SelamaOperasi

Jam TD N SPO2 O2 RR Tindakan


Memberikan obat premedikasi Odansentron,
07.30 120/80 90 100% 2 lt/mnt 20 asam tranexamat 500mg dan ketorolac
07.35 124/85 88 99% 2 lt/mnt 22 Memberikan obat bupivacaine 2.5ml
07.40 118/84 90 99% 2 lt/mnt 20
07.45 119/81 86 99% 2 lt/mnt 20 Melakukan insisi
07.50 128/80 82 98% 2 lt/mnt 20
07.55 126/80 85 98% 2 lt/mnt 20 Asam Tranexamat 500mg
08.00 118/70 87 98% 2 lt/mnt 20
08.10 124/60 85 99% 2 lt/mnt 20 Pindah Recovry Room
Pengakhiran Anestesi

1. Operasi selesai pukul 08.10 WIB, napas spontan


2. Pasien menggunakan Nasal Kanul dengan oksigen 2lt/mnt
3. Monitor tanda vital sebelum pasien dibawa
keruang pemulihan TD: 124/62 mmHg; N:85
x/mnt; SpO2 : 99 %; RR: 20 x/mnt.
4. Pasien dipindahkan ke recovery room dan
dilakukan monitor selama 15 menit lalu
dipindahkan keruang Rahma.
Pemantauan di Recovery Room

I. ASKEP pre operasi


a. Data Fokus
Pasien mengatakan cemas karena akan di lakukan tindakan
Jam TD N SPO2 O2 RR Tindakan
Pasien tiba di RR dilakukan
07.15 121/70 90 99% 2 lt/mnt 20 monitor
07.25 120/80 87 99% 2lt/mnt 20
Pasien dipindahkan
07.30 120/85 83 99% 2lt/mnt 20 keruangan operasi
b. Analisa Data Pre Operasi
Ds : Pasien mengatakan cemas saat akan dilakukan operasi
Do : Pasien gelisah dan dan terlihat tegang. Hasil pemeriksaan
fisik TD 120/80 MmHg, N 80x/menit, RR 20x/Menit, S 370 C
No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
Rabu, 27 Ds:Pasien mengatakan Ansietas Ancaman
November cemas karena akan di pada status
2019 lakukan tindakan terkini
07.30 operasi (Pembedahan)

Do : Pasien gelisah dan


tampak tegang. Hasil
pemeriksaan fisik TD
120/80 MmHg, N
80x/menit, RR
20x/Menit, S 370 C

c. Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Ansietas b.d Ancaman pada status terkini (pembedahan)
d. Rencana Pre Operasi

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi


o
1 Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Untuk
ancaman keperawatan selama 1x 30 Cemas mengurangi
pada status menit, diharapkan masalah 1. Kaji tingkat cemas
terkini keperawatan ansietas dapat kecemasan 1. Untuk
(pembedaha teratasi dengan kriteria 2. Orientasikan mengetahui
n) hasil: dengan tim tingkat
Indikator Aw Tujua anastesi/beda kecemasan
al n h yang
Perasaan 3 5 3. Jelaskan jenis dialami
gelisah prosedur oleh pasien
Wajah 3 5 tindakan 2. Untuk
tegang pembedahan mengurang
Keringat 3 5 4. Beri i rasa
dingin dorongan khawatir
Peningkat 3 5 pasien untuk dan takut
an TD mengungkap pada pasien
kan perasaan dalam
Tingkat kecemasan 5. Dampingi pelaksanaa
Keterangan : pasien untuk n proses
1. Berat mengurangi pembedaha
2. Cukup berat rasa cemas n.
3. Sedang 6. Ajarkan 3. Untuk
4. Ringan teknik mengurang
Tidak ada relaksasi i rasa
kecemasan
pasien
sehingga
pasien
mengerti
prosedur
yang
nantinya
akan
dilakuakan
4. Untuk
mengurang
i rasa
ketakutan
pada
pasien.
5. Untuk
mengurang
i rasa
cemas
dengan
mengajak
obrolan
dengan
keluarga
atau
perawat
6. Untuk
menenangk
an perasaan
pasien
sehingga
tidak ada
rasa takut
dan
khawatir.

e. Pelaksanaan / Implementasi

No Dx Tanggal/Jam Tindakan Respon


1 Rabu,27 1. Memberikan motivasi kepada 1. S : pasien
Desember pasien dengan memberikan mengatakan
2019 penjelasan terkait operasi memahami apa
yang akan dilaksanakan. yang dijelaskan
07.30
2. Memberikan penjelasan oleh perawat.
tentang prosedur tindakan dan O : pasien
pengenalan tim bedah dan tampak rileks,
anestesi. KU : baik,
wajah tampak
tersenyum
2. S : pasien
mengatakan
paham apa yang
dijelaskan oleh
perawat terkait
prosedur
tindakan yang
akan dilakukan.
O : ketegangan
pasien tampak
berkurang, KU :
baik, TD :
120/80 mmHg.

f. Evaluasi keperawatan pre operasi


Tanggal/ No.Dx Evaluasi TTD
Jam
30/11/2019 1 S : pasien mengatakan sudah siap dilakukan
Pukul tindakan walaupun masih sedikit cemas
07..30 O:
WIB - Pasien tampak rileks dan berdoa
- Tanda-tanda vital
TD 120/80 MmHg, N 80x/menit, RR
20x/Menit, S 370 C

A : Masalah keperawatan ansietas b.d Ancaman


pada status terkini (pembedahan)
teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Dampingi pasien untuk mengurangi rasa
cemas
- Ajarkan teknik relaksasi

II. ASKEP Intra Operasi


a. Data Fokus
Pasien mengatakan belum paham dengan penyakit yang di
alaminya
b. Analisa Data Intra Operasi
Ds : Pasien mengatakan belum paham dengan penyakit yang
dialami, pemeriksaan dianostik, tujuan tindakan yang di
programkan serta efek samping tindakan yang akan dilakukan
Do : Pasien bertanya-tanya tentang penyakit, pemeriksaan
diagnostic dan tujuan tindakan yang di programkan, serta efek
samping dari tindakan yang akan dilakukan

No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi


1. Rabu, 27 Ds : Pasien mengatakan Defisiensi Kurangnya
November belum paham dengan pengetahuan informasi
2019 penyakit yang dialami,
pemeriksaan diagnostic,
07.30
tujuan tindakan yang di
programkan dan efek
samping dari tindakan
yang akan dilakukan
Do : Pasien bertanya-
tanya sifat penyakit,
pemeriksaan diagnostic
dan tujuan tindakan
yang di programkan
c. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi
d. Rencana Intra Operasi

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Defisiensi Setelah dilakukan Pengajaran Mengedukasi
pengetahu tindakan keperawatan :proses pasien
an b.d selama 1 x 30 menit penyakit 1. Untuk
kurangnya diharapkan masalah adalah mengetahu
informasi keperawatan defisiensi membantu i seberapa
pengetahuan pada pasien pasien untuk jauh pasien
dapat teratasi dengan memahami tau tentang
kriteria hasil : informasi penyakit
Pengetahuan : proses yang 2. Untuk
penyakit berhubungan mengetahu
N Indikator A Tn dengan proses i awal
o penyakit. mula
1 Faktor 2 4 Intervensi: terjadi
penyebab 1. Kaji penyakit
2 Faktor 1 3 tingkat 3. Untuk
resiko kemampua mengetahu
3 Fisiologi 1 3 n pasien i tanda
penyakit tentang gejala
4 Tanda 2 4 penyakit 4. Untuk
gejala 2. Jelaskan mengetahu
5 penyakt faktor i penyebab
Komplika 1 3 fisiologi penyakit
si penyakit
Untuk
penyakit 3. Jelaskan
menginformasi
tanda
Keterangan : gejala kan kondisi
1.Tidak ada pengetahuan penyakit pasien
2.Pengetahuan terbatas 4. Identifikas
3.Pengetahuan sedang i
4.Pengetahuan banyak kemungkin
5.Pengetahuan sangat an
banyak penyebab
penyakit

Informasik
an pada
klien
tentang
kondisinya

e. Pelaksanaan / implementasi keperawatan

No Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi


Dx
1. Rabu, 27 Memberi tahu pasien S : pasien mengatakan
November tentang penyakit yang tidak tahu tentang penyakit
2019 dideritanya dan prostat
menjelaskan O : setelah dijelaskan
07.30
penyebab,tanda gejala, pasien tampak dapat
komplikasi menangkap apa yang telah
disampaikan walupun
tidak seluruhnya.
f. Evaluasi keperawatan intra operasi
Tanggal/ No.Dx Evaluasi TTD

Jam
27/11/2019 1 S : pasien mengatakan memahami apa yang
sudah dijelaskan perawat mengenai prosedur
Pukul
tindakan operasi yang akan dilakukan
07..30
O : Pasien tampak berdoa selama operasi
WIB
dilaksanakan
A : Masalah keperawatan Defisiensi
pengetahuan b.d kurangnya informasi teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Identifikasi kemungkinan penyebab
penyakit
- Informasikan pada klien tentang
kondisinya

III. PASCA OPERASI


a. Data Fokus
Pasien mengatakan sudah satu minggu lebih di pasang kateter
b. Analisa Data Pasca Opersai
DS: Pasien mengatakan sudah satu minggu lebih di pasang
kateter

DO: terdapat luka di bagian vesika urinaria karena proses operasi


serta terpasang kateter yang terpasang urin bag
No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
1. Rabu,27 DS: pasien mengatakan Resiko Luka post
november sudah satu minggu lebih di infeksi operasi dan
2019 pasang kateter (saluran Pemasangan
DO: terdapat kateter yang kencing) dower kateter
07.30
terpasang urin bag
c. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi (saluran kencing) b.d Luka post operasi dan
pemasangan dower kateter
d. Rencana Pasca Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi


1. Resiko Setelah dilakukan Kontrol infeksi Untuk control
infeksi tindakan keperawatan post operasi infeksi
(saluran selama 1 x 30 menit 1. Untuk me
kencing) diharapkan masalah 1. Monitor dan gurangi
b.d keperawatan resiko jaga suhu terjadinya
pemasanga infeksi pada pasien ruangan infeksi pada
n dower dapat teratasi dengan antara 20 dan proses
kateter criteria hasil : 24 derajat pembedaha
Manajemen resiko 2. Monitor dan n
infeksi jaga 2. Untuk
Indikator A T kelembapan mengurangi

Ganti 1 4 relative infeksi yang

dower antara 20% berkembang

kateter dan 60% pada proses

Pentingnya 1 4 3. Monitor pembedaha

sinitasi teknik isolasi n

tangan dan yang sesuai 3. Untuk

alat 4. Pisahkan mengurangi

kelamin alat-alat yang penularan in


Prosedur 1 4 seteril dan feksi dari
pemantaua non steril penyakit
n infeksi 5. Buka menular
Keterangan : persediaan atau tidak
1.Sangat beresiko peralatan 4. Untuk
2. Cukup beresiko seteril dengan mencegah
3.sedang menggunaka terjadinya
4. Ringan n antiseptic infeksi pada
5. Tidak ada 6. Lakukan luka operasi
tindakan 5. Untuk
pencegahan mengurangi
universal infeksi pada
Ganti dower area
kateter setiap pembedaha
satu minggu n
sekali 6. Untuk
mengurangi
infeksi
secara
menyeluruh
7. Untuk
mengurangi
infeksi di
saluran
kencing
e. Pelaksanaan / Implementasi Keperawatan

No Tanggal/Jam Implementasi Respon


Dx
1. Rabu,27 1.Melakukan cuci tangan steril S : Pasien
November dan memakai APD sesuai SOP. mengatakan lega
2019 setelah dilakukan
2.Mengganti dower kateter
operasi
07.30 dengan yang baru
O : Terpasang dower
kateter no 16 post
operasi bph
f. Evaluasi keperawatan post operasi
Tanggal/ No.Dx Evaluasi TTD

Jam
30/11/2019 1 S : pasien mengatakan sudah satu minggu
lebih di pasang kateter
Pukul
O : Pasien terpasang selang kateter
07..30
A : Masalah keperawatan Resiko infeksi
WIB
(saluran kencing) b.d luka post operasi dan
pemasangan dower kateter teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Ganti dower kateter setiap satu
minggu sekali
BAB V

PEMBAHASAN

Selama proses asuhan keperawatan perioperatif ada beberapa hal


yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan dari pre operasi, intra
operasi dan post operasi sehingga dapat berjalan dengan baik proses asuhan
kepada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH). Proses asuhan
tersebut dimulai dari pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan
evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam menggali informasi yang
didapat dari pasien untuk menetukan sebuah diagnosa dan intervensi yang
akan dilakukan. Apabila prose pengkajian yang dilakukan tidak sesuai
dengan SOP maka akan berakibat buruk bagi pasien. Proses pengkajian di
awali dengan identitas pasien sampai dengan hasil pemeriksaan penunjang
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui area yang akan dilakukan operasi.
Pengkajian dilakukan dari pre operasi dan post operasi. Pengkajian tersebut
dilakukan secara sistematis sehingga fokus pada setiap sub yang akan
ditanyakan. Pada pengkajian pasien dengan BPH didapatkan bahwa pasien
mengalami ansietas atau kecemasan akan operasi yang pertama dialami oleh
pasien. Selain itu, pasien juga mengatakan ketidak tahuan mengenai
penyakitnya sehingga perawat menjelaskan penyakit yang diderita pasien.
Sebelum dilakukan pembedahan pasien sudah di puasakan selama 6-8 jam
dan sudah diberikan obat-obat pre medikasi salah satunya adalah ceftriaxon
atau antibiotik. Selama pre medikasi pasien dipantau tanda-tanda vital nya
hal tersebut untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada proses
pembedahan.
B. Analisa data
Berdasarkan pengkajian diatas dapat disimpulkan bahwa diagnosa yang
muncul selama proses asuhan keperawatan perioperatif yaitu ;
1. Ansietas berhubungan dengan Ancaman situasi terkini
(pembedahan)(Pre Op)
2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
(Intra Op)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan
pemasangan dower kateter(Post Op)

C. Intervensi
Intervensi yang diberikan kepada pasien, penulis menggunakan
NOC NIC untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi pasien. Hal ini
untuk mengurangi beban yang di alami oleh pasien. Rencana tindakan ini
dimulai dari pasien masuk ke ruang induksi sampai keluar dari RR
(Recovery Room). Rencana yang telah ditetapkan akan berjalan dengan
baik apabila ada komunikasi yang baik dari perawat, dokter, keluarga pasien
dan pasien. Pada saat pre op pasien didukung dengan anggota keluarganya
untuk mengurangi rasa cemas dengan operasi dan di motifasi perawat
dengan tindakan medis dan non medis. Selain itu, latihan nafas dalam juga
diajarkan untuk merilekskan anggota tubuh supaya tidak merasa takut.
Pendidikan mengenai prosedur tindakan juga telah dijelaskan selama nanti
proses intra operasi dilakukan.
Pada saat intra operasi operator, asisten, perawat instrumen dan
perawat sirkuler memahami perannya masing-masing. Perawat serta dokter
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh pasien mengenai
penyakitnya dan proses operasi yang di lakukan.
Pada saat post operasi sebelum pasien dibawa dari ruang operasi ke
ruang pemulihan. Pasien di pasang dower kateter yang baru untuk mencegah
infeksi akibat pemasangan dower kateter yang terlalu lama serta karena
untuk mencegah infeksi yang terjadi karena luka yang di timbulkan akibat
operasi. Serta pasien tetap dipantau dengan memonitor tanda-tanda vital,
respon dan saturasi oksigen dan penanganan resiko jatuh karena efek obat
bius dengan menggunakan restrain dan monitor pasien secara intensif. Hal
tersebut dipantau dengan menggunakan aldrete skor karena pasien
dilakukan anastesi general.

D. Implementasi dan evaluasi


Implementasi dan evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah dibuat sehingga dapat tercapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hasil evaluasi pada post operasi dapat memindahkan pasien ke
ruang perawatan selanjutnya yaitu bangsal.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
1. Pengkajian pada pasien perioperatif sectio caesarea perlu dilakukan
terutama untuk pengkajian fokus yang bermasalah pada pasien baik
untuk pemeriksaan fisik, tanda-tanda hemodinamik seperti tekanan
darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan pasien.
2. Diagnosa keperawatan yang diangkat penulis saat pre operasi adalah
Ansietas berhubungan dengan Ancaman situasi terkini (pembedahan)(Pre
Op) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
(Intra Op) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan
pemasangan dower kateter(Post Op) Serta untuk diagnosa post operasi
yaitu mual.
3. Rencana keperawatan pada setiap diagnosa keperawatan yang diangkat
untuk menyelesaikan masalah pada pasien.
4. Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang diberikan kepada
pasien dengan mengacu rencana yang telah dibuat dan menyesuaikan
dengan kebutuhan pasien pada saat itu, dalam melakukan implementasi
diperlukan kerjasama dan kolaborasi tim namun tidak semua diagnose
keperawatan secara teoritis dilakukan implementasi. Evaluasi keperawatan
untuk pre operasi masalah ansietas atau cemas teratasi. Intra operasi
dengan masalah Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi. Post operasi dengan masalah Resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi dan pemasangan dower kateter di ruang
perawatan.
2. Saran
1. Seorang perawat anestesi harus mahir dalam melakukan pengkajian,
merumuskan diagnosa, menetapkan intervesi, melaksanakan
implementasi dan mengevaluasi respon pasien pasien pada tahap pre
anestesi, intra anestesi hingga post anestesi.
2. Perawat anestesi harus segera tanggap tanda kegawatan yang terjadi pada
pasien dan dapat mencegah agar kegawatan tidak terjadi.
3. Perawat anestesi harus bisa bermitra baik dengan dokter anestesi secara
efektif

Anda mungkin juga menyukai