Askep Dimensia
Askep Dimensia
Dosen Pembimbing :
Nama :
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, yaitu cara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figure tubuh
yang tidak proporsional dan daya ingat pun menjadi lemah atau pikun (Nugroho, 2008).
Selain mengalami kemunduran pada fisiknya, lansia juga mengalami penurunan
kemampuan daya ingat atau biasa disebut demensia atau pikun, kehilangan memori
secara perlahan, kehilangan keseimbangan dan propriosepsi, tidak mampu melakukan
tugas dengan baik, kehilangan kepribadian seperti perasaan yang tidak stabil, rasa
tersinggung, kurang mempercayai orang lain dan lupa untuk melakukan hal yang penting
misalnya saja merawat diri dan lingkungannya (Rosdhal & Kowalski, 2014).
Jumlah penderita Demensia meningkat terus pada setiap tahunnya. Tahun 2015
lalu diperkirakan terdapat 9,9 juta kasus demensia baru di seluruh dunia. Indonesia
berada di peringkat keempat dengan perkiraan jumlah orang yang menderita demensia
sebesar 1.033.000 pada tahun 2015 (Alzheimer’s Disease International, 2014:4).
Sedangkan Jumlah seluruh penduduk yang mengalami Demensia di Provinsi Jawa Timur
sebesar 506.028 jiwa. Posisi pertama, kedua, dan ketiga diduduki oleh Kabupaten Malang
(34.298 jiwa), Kabupaten Jember (30.136 jiwa) dan Kota Surabaya (25.144 jiwa) (BPS,
2014).
Menurut Aspiani (2014) demensia atau pikun dapat diartikan sebagai gangguan
kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari atau dimana
seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan
kemampuan tersebut menimbukan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
Hubungan antara aktivitas sehari-hari dan fungsi kognitif adalah sesuatu yang positif
terutama pada usia lanjut, karena terjadi perubahan disemua sistem didalam tubuh salah
satunya pada sistem saraf. Perbahan tersebut dapat mengakibatkan penurunan dari fungsi
kerja otak. hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia yang berimplikasi pada kemandirian
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Ninik, Hartono, Suidah, & Pengertika, 2017).
Di dalam kehidupan sehari-hari, kebersihan merupakan hal yang sangat penting
dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis
seseorang. Salah satu yang menjadi prioritas utama yaitu personal hygiene agar lansia
terhindar dari penyakit. Kebersihan diri meliputi kebersihan dari kulit kepala dan rambut,
mata telinga, hidung, kuku kaki dan tangan, mulut, genetalia, dan tubuh secara
keseluruhannya. Dampak bila masalah tidak teratasi yaitu dapat menyebabkan penyakit
kulit, penampilan tidak rapi, dan bau badan, serta kuku yang panjang dan kotor yang
mengakibatka timbulnya berbagai penyakit (Yuslina, Aini, & Yunere, 2016). Dalam hal
ini unit pelaksana teknis pelayanan sosial tresna werdha jember sangat berperan penting
dalam meningkatkan taraf kesehatan lansia.
Menurut Erwanto & Kurniasih (2018) tindakan yang dapat dilakukan pada pasien
demensia yaitu dengan memberikan terapi senam otak yang bertujuan untuk
menyeimbangkan tubuh dan pikiran sehingga dapat meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup sehari-hari, dengan cara mengajarkan gerakangerakan mudah kepada
pasien demensia, dengan adanya latihan senam otak ini wisma memiliki program
kegiatan untuk membantu dalam upaya mencegah terjadinya gangguan kognitif.
Diharapkan dengan latihan senam otak, dan pemberian jadwal aktivitas senam otak pada
setiap kamar dan ruangan yang terdapat pada wisma memberikan stimulasi kognitif.
Peran perawat sebagai pemberian asuhan keperawatan terhadap lansia dan mendampingi
lansia untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan, Pasien akan
mengalami kurangnya perawatan diri yang terjadi akibat perubahan proses pikir sehingga
aktivitas perawatan diri menurun (Muhith, 2011).
1.2 Rumusan masalah
1. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pasien dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
2. Merencanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan
defisit perawatan diri dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
3. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
4. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan
defisit perawatan diri dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik pasien dengan dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pembeliharaan kesehatan tidak efektif
2. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pembeliharaan kesehatan tidak efektif
3. Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pembeliharaan kesehatan tidak efektif
4. Mahasiswa mampu mengetahui implementasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa keperawatan defisit perawatan diri dan pembeliharaan kesehatan tidak
efektif
5. Mahasiwa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri dan pembeliharaan kesehatan tidak efektif
1.4 Manfaat
1. Manfaat praktis Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan informasi sebagi bahan
pertimbangan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat, klien /
keluarga klien dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien dimensia seperti
cara untuk perawatan diri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia (Lansia)
2.1.1 Pengertian lanjut usia
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan bahwa Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun ke atas. Lanjut usia merupakan tahapan akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Karena merupakan tahap akhir perkembangan, maka ada
kemunduran biologi yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain
kulit mulai mengendur; timbul keriput; rambut beruban; serta gigi mulai ompong.
Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti mudah
lupa; kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, serta tempat (Maryam, 2008).
Lansia adalah satu kelompok rawan dalam keluarga, pembinaan lansia sangat
memrlukan perhatian khusus sesuai dengan keberadaanya, dimana individu menjadi
tua dan seluruh organ tubuh mulai tidak berfungsi dengan baik (Hadi, 2017).
2.1.2 Klasifikasi lanjut usia
Menurut Depkes RI (2005) dalam Maryam (2008) klasifikasi lansia ada lima macam
yaitu:
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia 45 – 59 tahun
b. Lansia yaitu berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia risiko tinggi yaitu berusia 70 tahun atau lebih/ berusia 60 tahun atau lebih
yang memiliki masalah kesehatan
d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.3 Teori Proses manua pada lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dati
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur,
rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kuran jelas, penghilatahan
semakin memburuk, gerakan lambat, dan igur tubuh yang tidak proposional.
2.1.4 Karakteristik lanjut usia
Maryam, (2008) menjelaskan bahwa karakteristik lansia adalah berusia 60 tahun atau
lebih; kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif; lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.5 Tujuan Keperawatan Gerontik
1. Membantu memahami individu terhadap perubahan di usia lanjut
2. Memoivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lansia
3. Mengembalikan kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari
4. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia dengan jalan perawatan dan
pencegahan.
5. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup
klien lanjut usia.
6. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami
gangguan tertentu (kronis maupun akut).
7. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini apabila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.
8. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita
usia penyakit/ gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
2.1.6 Permasalahan yang terjadi Lansia
1. Masalah fisik Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,
indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang
serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering sakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual ) Masalah yang hadapi lansia terkait dengan
perkembangan kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal
(pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan
emosional, adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga
tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia
sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi
dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,
adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum
mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup
yang cukup serius
2.2 Demensia
2.2.1 Pengertian Dimensia
Demensia adalah gejala yang disebabkan oleh penyakit otak yang biasanya
bersifat kronis dan progesif. Dimana gangguan dari beberapa fungsi kortikal lebih
tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,
berbahasa, dan penilaian. Gangguan fungsi kognitif terkadang didahului dengan
penuaan, pengendalian emosi, perilaku sosial, dan motivasi (Wicitania, 2016).
Demensia adalah sekelompok penyakit dengan ciri-ciri hilangnya ingatan jangka
pendek, kemampuan berpikir (kognitif) lain, dan melakukan hal seharihari. Demensia
ini disebabkan oleh berbagai penyakit dan kondisi yang mengakibatkan sel-sel otak
yang rusak atau koneksi antara sel otak (Alzheimer's, 2016).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan professional yang
didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-
spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2.2.2 Klarifikasi Demensia
Aisyah (2016) membedakan Tipe-tipe demensia menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Demensia tipe Alzheimer
Alzheimer pertama kali menggambarkan satu kondisi yang selanjutnya dalam tahun
(1970), menggambarkan wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia
progresif 4,5 tahun. Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada
pemeriksaan neuropatologi otak. Faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan penyakit demensia ini. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik
pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah antrofi difus dan
pembesaran ventrikel serebal serta timbulnya bercak-bercak senilis, kekusutan
neurofibriler, hilangnya neuronal, dan degenerasi granulovaskular pada neuron.
b. Demensia vaskuler
Penyebab pertama dari demensia vaskuler dianggap adalah penyakit vaskuler serebral
yang multiple, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskuler
paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang mengalami hipertensi
yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Penyakit pick
ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam darah frontotemporal. Darah tersebut
juga mengalami kehilangan neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal.
Penyakit pick berjumlah kira-kira 5 persen dari semua demensia yang irreversibel.
Penyakit pick sangat sulit dibedakan dengan demensia tipe Alzheimers, walapun
stadium awal penyakit pick lebih sering ditandai dengan perubahan kepribadian dan
prilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relative bertahan.
c. Demensia berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) sering kali menyebabkan
demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV
mengalami demensia dengan angka tahunan 14 persen. Perkembangan demensia pada
pasien yang terinfeksi HIV sering disertai tampaknya kelainan parenkimal.
d. Demenisa yang berhubungan dengan trauma kepala
Demensia dapat dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.
2.2.3 WOC
KELAINAN NEUROTRANSMITER
DIMENSIA
TINJAUAN KASUS
Golongan darah :O
No. Telpon/HP :-
Riwayat Keluarga
a. Saudara Kandung
Nama Keadaan Saat ini Keterangan
2. Eliminasi
a. BAAK
Frekuensi dan Waktu : 3-4 kali perhari (pagi,siang,malam)
Kebiasaan BAK pada malam hari : Setiap selesai makan
Keluhan yang berhubungan dengan BAK: Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
b. BAB
Frekuensi dan waktu : 1 kali sehari (pagi hari)
Konsisten : Lunak
Keluhan yang berhubungan dengan BAK: Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Personal hygiene
a. Mandi : Iya
Frekwensi dan waktu mandi : 2 hari sekali
Pemakaian sabun (ya/tidak) : Iya
b. Oral Hygiene : Iya
Frekwensi dan gosok gigi : 1 kali dalam sehari
Menggunakan pasta gigi : Iya
c. Cuci Rambut : Iya
Frekwensi : 1 kali dalam seminggu
Penggunaan shampoo : Iya
d. Kuku dan Tangan : Dilakukan
Frekwensi gunting kuku : 1 kali dalam seminggu
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun: Jarang
Masalah Keperawatan : Kebersihan ektremitas atas yakni tangan mengalami
gatal-gatal, perubahan pigmentasi terutama warna menjadi bersisik, dan tekstur
kulit tangan kasar.
C. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan utama dalam satu tahun : Gatal-gatal ditubuh,kaki,dan tangan
b. Gejala yang dirasakan : Pasien mengatakan gatal-gatal
c. Faktor pencetus : ADL yang tidak efektif
d. Timbul keluhan ( ) mendadak ( - ) bertahap : Kadang merasakan deman
e. Waktu mulai timbulnya keluhan : 1 tahun terakhir
f. Upaya mengatasi : Belum bisa mengatasi masalah yang terjadi
Pergi ke RS/klinik pengobatan : Jarang
Pergi ke Bidan atau perawat : Jarang
Mengkonsumsi obat-obatan sendiri ( ) nama obat : Tidak ada
Mengkonsumsi obat-obatan tradisional ( ) nama obat: Tidak ada
Lain-lain : Pasien mengatakan badannya gatal-gatal dan kulitnya
kotor.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Palpasi :-
d. Mata
Fungsi penglihatan : Menurun Palpebra: Terdapat kerutan
Pupil :-
Reflek cahaya : ( + ) :+
e. Telinga
Fungsi pendengaran : Menurun Fungsi keseimbangan: Kurang
Kebersihan : Kurang
g. Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pengembangan paru kanan kiri sama dan tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular
h. Abdomen
Infeksi : Simetris dan tidak ada bekas luka atau jahitan
Perkusi : Timpani
i. Kulit
Warna kulit (sionasi,Ikterus,pucat,eritema dll) : Sawo matang
Kelembaban :-
F. Pemeriksaan penunjang :
ANALISIS DATA
No Prioritas Masalah
R/ pasien bertanya
sesuai kebutuhan.
kaian.
an dengan baik.
11.20 ALWI
Evaluasi
Hari waktu
Masalah Evaluasi
tgl
Rabu 12.00 Pemelihara kesehatan tidak S:
21 juli efektif 1. Pasien mengatakan mengetahui
2020 perilaku hidup sehat dan bersih
2. Pasien mengatakan telah
mengikuti apa yang sudah
perawat ajarkan untuk mengubah
perilaku lebih sehat
O:
Pasien melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat seperti selalu
menjaga kebersihan tubuh dengan
mandi secara rutin
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Penulis akan membahas persamaan dan kesenjangan yang ada pada “Asuhan
Keperawatan pada Ny F.P dengan diagnosa medis Demensia di Wisma Teratai Panti
Werdha, Kota Kupang”. Bedasarkan pengkajian yang penulis lakukan pada Ny. F.P
selama 1 hari, Rabu tanggal 21 2020. Penulis mengangkat 2 (dua) diagnosa keperawatan
bedasarkan data-data pendukung yang ditemukan penulis. Dalam pembahasan ini penulis
membaginya dalam 5 (lima) langkah dari proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
4.1.1 Pengkajian
Pada saat dilakukan pengajian ditemukan Ny. F.P umur 67 tahun, dari hasil
pengkajian subjektif dan objektif tampak kotor, mengeluh gatal-gatal dikaki dan
tangan, klien tidak mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi.
4.1.2 Diagnosa keperawatan
Menurut Nugroho ada 4 diagnosa keprawatan pada pasien dengan demensia
meliputi : Kerusakan Memori, Hambatan Komunikasi Verbal, Risiko Jatuh, Defisit
Perawatan Diri . berdasarkan kasus ada 2 diagnosa yang ditegakan. Untuk diagnose
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif didapatkan pasien mengatakan tidak mengetahui
masalah kesehatan yang dihadapi terlihat dari pasien yang tampak kotor. Untuk
diagnosa Defisit perawatan diri mandi didapatkan Pasien tampak kotor, menggunakan
baju yang sama, Pasien mandi saat di suruh dan harus di bantu dan diawasi. Jika tidak
di awasi pasien akan lupa cara mandi dengan benar. Dari hasil studi kasus ini untuk
tahap pengkajian tidak di temukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata,
karena pada pengkajian defisit perawatan diri.
4.1.3 Intervensi keperawatan
Untuk Diagnosa 1 : menyediakan materi dan media pendidikan, memberikan edukasi
tentang perilaku hidup sehat dan bersih
Untuk diagnose 2 :
Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan dir, Sediakan lingkungan yang terapeutik
(Siapkan keperluan mandi (sabun,sikat gigi, parfum), Dampingi dalam melakukan
peramatan diri sampai mandiri, Sediakan alat bantu (kateter eksternal,urinal),
Fasilitasi menggunakan pakaian. Sediakan pakaian, pribadi sesuai kebutuhan,
Fasilitasi berhias, (menyisir rambut,merapikan,kumis/jenggot), Sediakan peralatan
mandi (sabun,sikat gigi,shampopelembab kulit).
4.1.4 Implementasi
Implementasi yang digunakan pada tanggal 21 juli 2021 pada diagnosa pemelihara
kesehatan: memberi edukasi tentang perilaku hidup bersih, mengajarkan bagaimana
perilaku hidup bersih dan sehat, memberikan pertanyaan kepada pasien bertujuan
menilai kepahaman pasien.
Implementasi yang digunakan pada tanggal 21 juli 2021 pada diagnosa Defisit
perawatan diri mandi : mandikan pasien dengan tepat, bantu pasien menyiapkan
handuk, sabun dan sampho di kamar mandi, dorong pasien untuk mandi sendiri,
berikan bantuan sampai pasien benar- benar mampu merawat dirinya secara mandiri.
sediakan lingkungan yang teraupetik, suasana rileks dan nyaman serta menjaga
privasi pasien. Semua tindakan yang dilakukan sesuai apa yang direncanakan dan
tidak ada kesenjangan antara konsep dan kasus.
4.1.5 Evaluasi
S: Pasien mengatakan mengetahui perilaku hidup sehat dan bersih, Pasien
mengatakan telah mengikuti apa yang sudah perawat ajarkan untuk mengubah
perilaku lebih sehat, O : Pasien melakukan perilaku hidup bersih dan sehat seperti
selalu menjaga kebersihan tubuh dengan mandi secara rutin, A: masalah teratasi, P:
intervensi dihentikan,
S: pasien mengatakan sudah mandi pada pagi hari. O: pasien tampak bersih, rambut
bersih, kepala harum, sudah berganti pakaian A: masalah sudah teratasi P: intervensi
dihentikan.
BAB 5
PENTUP
Setelah penulis menguraikan tinjauan teoritis dan mengamati langsung hasil tinjauan
kasus pada klien dengan diagnose dimensia berat, maka penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Ny.F.P dengan diagnose Dimensia berat melalui
proses pengkajian dengan menggunakan format pengkajian, pemeriksaan fisik,
intervensi, dan implementasi dapat dilakukan dengan baik. Ini disebabkan karena
kooperatifnya pasien.
5.1.1 Pengkajian
Pasien terlihat mengerti edukasi yang sudah diberikan, dan pasen nulai menerapkan
edukasi yang sudah didapatkan, pasien mengatakan mandi, seluruh tubuhnya tidak
terasa gatal- gatal. kulit pasien tampak bersih, tampak pakaian bersih, serta keaadan
umum rapi,
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ditegakkan oleh penulis adalah pemeliharaan kesehatan dan Defisit
perawatan diri.
5.1.3 Perencanaan keperawatan
Dalam membuat perencanaan keperawatan, penulis mengacu pada tinjauan teoritis
yang terdapat dalam buku sumber/literatur dan menyesuaikannya dengan kondisi
yang ada pada klien. Rencana keperawatan yang disusun secara keseluruhan diambil
atau mengacu pada teori dari buku yang ada, dan perencanaan yang disusun harus
sesuai dengan kebutuhan atau keperluan pasien. Pada kondisi pasien ini, perencanaan
yang dibuat yakni antara lain : pemberian informasi pola hidup bersih dan baik,
pemenuhan kemampuan hygine personal mandi
5.1.4 Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penulis mengacu pada rencana tindakan yang telah di
tentukan pada perencanaan keperawatan sebelumnya.. Dalam tahap proses perawatan
ini, pengasuh di panti werdha dapat memonitor dan mengamati tindakan yang
dilakukan pasien.
5.1.5 Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan dimensia berat dengan masalah pemeliharaan
kesehatan dan deficit perawatan diri bertujuan untuk mengetahui keefektifan dan
mengetahui keberhasilan berdasarkan kriteria hasil. Asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh penulis selama 1 hari. Pada evaluasi ini, didapatkan analisa masalah
keperawatan dengan hasil masalah teratasi/tidak terjadi, teratasi sebagian dan belum
teratasi. Masalah-masalah keperawatan sudah teratasi dan intervensi dapat
diberhentikan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari seluruh proses asuhan keperawatan yang tertera diatas,
maka penulis ingin menyampaikan saran-saran untuk memperbaiki serta meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan dimensia berat. Saran tersebut adalah
bahwa pendokumentasian merupakan hal penting terutama sebagai bukti dan aspek legal
pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengkajian yang lengkap telah terdokumentasi
dengan baik, namun untuk diagnosa keperawatan hanya didokumentasikan beberapa saja,
sehingga tidak terlihat masalah keperawatan secara komprehensif. Diharapkan seluruh
diagnosa yang ditemukan pada klien di dokumentasikan dengan lengkap.
DAFTAR PUSKATA
Santoso, H Dan Ismail A.(2009). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta : Gunung Mulia.
Kemenkes RI.(2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta di unduh tanggal
23 juni 2018 Potter & Perry. (2005).
Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
PDF Alzheimer’s Disease International, (2011). The global voice on Dementia. Diunduh tanggal
22 juni 2018.
Worl Healt Organitation (2010). Proposes definitation of An Order person in word. Di unduh
tanggal 23 juni 2018.