Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN (TB PARU)

KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

oleh :
Indri Nurmalasari
NIM P17320122503

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
POLTEKKES BANDUNG
2023
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pengertian
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang disebut dengan
hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima kebutuhan dasar, yakni :
a. Kebutuhan fisiologis (physiologic needs) Kebutuhan fisiologis memiliki
prioritas tertinggi dalam hirearki Maslow. Umumnya, seseorang yang
memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu
memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan lainnya.
Adapun macammacam kebutuhan dasar menurut Hirearki Maslow adalah
kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit,
kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat
tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh,
kebutuhan seksual (Hidayat, 2012).
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (safety and security needs)
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan ini meliputi
kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan dan
infeksi. Bebas dari rasa takut, kecemasan, dari perasaan terancam karena
pengalaman yang baru atau asing (Mubarak, 2017).
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (love and belonging needs)
Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki terdiri
dari memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan
yang berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan, mendapat tempat
atau diakui dalam keluarga, kelompok serta lingkungan sosial (Mubarak,
2017).
d. Kebutuhan harga diri (self-esteem needs) Kebutuhan harga diri ini meliputi
perasaaan tidak bergantung pada orang lain, kompeten, penghargaan
terhadap diri sendiri dan orang lain (Mubarak, 2017).
e. Kebutuhan aktualisasi diri (needs for self actualization) Kebutuhan
aktualisasi merupakan kebutuhan tertinggi dalam piramida hirearki maslow
yang meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan
memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak
emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya. Konsep Hierarki Maslow ini
menjelaskan bahwa manusia senantiasa berubah menurut kebutuhannya.
Oleh karena itu, dengan konsep kebutuhan dasar maslow akan diperoleh
persepsi yang sama bahwa untuk beralih kekebutuhan yang lebih tinggi,
kebutuhan dasar yang ada dibawahnya harus terpenuhi terlebih dahulu
(Mubarak, 2017).
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Menurut Somantri dalam Setianto (2017), paru-paru terletak dalam
rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang
selangka.Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu skat yang disebut
diafragma.Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru
kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain
oleh jantung dan pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam
rongga dada. Selaput yang membungkus yang disebut pleura.Paru-paru
terbenam bebas dalam rongga pleura itu sendiri. Pada keadaan normal,
kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru kembang kempis, dan
juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada
sewaktu ada gerakan napas.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas
tiga gambar (lobus) yaitu gelambir atas (lobus superior), gelambir tengah
(lobus medius), dan gelambir bawah (lobus inverior).Sedangkan paru-paru
kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas (lobus superior) dan
gelambir bawah (lobus inverior).Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang
lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu
lima buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada lobus
inverior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
superior, 2 buah segmen pada lobus medial, dan 3 buah segmen pada lobus
inverior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.Diantara lobulus satu dan lainnya dibatasi oleh jaringan
ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan syaraf dalam pada tiap-
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus.Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0.2 sampai 0.3 mm.
b. Fisiologi
Fisiologi Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis.Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding
dada.Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007). Fungsi utama paru-paru yaitu
untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.Pertukaran gas tersebut
bertujuan untuk menyediakan oksigen bagijaringan dan mengeluarkan
karbondioksida.Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubahsesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi
pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut (West, 2004). Udara masuk ke paru-paru melalui sistem
berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di
kedua belah paruparu utama (trachea).Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir.Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
bersifat elastis.Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh
bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk
mengempis (McArdle,2006). Untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empamekanisme dasar, yaitu:
a) Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli
dan atmosfer
b) Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c) Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan darisel
d) Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007)
Pada waktu menarik nafasdalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafasmelalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula.Aktivitas bernafasmerupakan
dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafasdalam dan
volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi
menaikkan volume intratoraks.Selama bernafastenang, tekanan intrapleura
kira-kira 2,5mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan,
inspirasi menurun sampai 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang
lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi
sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.Pada akhir inspirasi,
recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru-paru dan dinding dada seimbang.Tekanan dalam jalan pernafasan
seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-
paru (Syaifuddin, 2001).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru.Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks
berkurang.Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari
paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada
akhir ekspirasi (Price,2005).
3. Patofisiologi Gangguan Oksigenasi Akibat TBC
Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari klien tuberculosis paru
ketika klien batuk, bersin, tertawa.Droplet nuclei ini mengandung basil
tuberkulosis dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di
udara. Droplet nuclei ini mengandung basil tuberkulosis (Soemantri, 2017).
Saat Mikobakterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paruparu, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri tuberkulosis paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel
paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri tuberkulosis paru akan menjadi dormant
(istirahat) (Soemantri, 2017).
Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel
pada pemeriksaan foto rontgen.Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan
reaksi inflamasi.Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limpo spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu
setelah pemajanan.Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan
gumpalan basil yang masih hidup (Soemantri, 2017).
Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skarkolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif.Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respon yang in adekuat dari respon sistem
imun.Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti
keju dalam bronki (Soemantri, 2017). Bakteri kemudian menjadi tersebar di
udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh.Tuberkel yang menyerah
menyembuh membentuk jaringan parut.Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, menyebabkan terjadinya bronko pneumonia lebih lanjut
(Soemantri, 2017).
4. Dampak TBC Terhadap Gangguan Fisiologis (Oksigenasi)
Pada klien dengan tuberkulosis paru biasanya mengalami kegagalan dalam
bernafas di karenakan otot pernafasan mengalami penuruan dan sehingga otot
pernafasan menajdi sulit untuk melakukan proses pernafasan. Sedangkan
untuk penderita TB paru kemampuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
harian hanya sekitar 60-7% tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya,
oleh sebab itu apabila terajdi gangguan pola nafas klien ahrus diberikan
oksigenasi tambahan sekitar 1-6ml/menit (Nikmawati, 2016).
B. Proses Keperawatan Pada Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Umur klien dapat menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik
maupun psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien
terhadap penyakit yang dideritannya.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan
utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien terhadap penyakitnya. Keluhan utama yang biasa timbul
ialah :
1) Batuk
Batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe batuk
juga sangat penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif
menandakan infeksi saluran napas atas menyebabkan batuk dengan
puncak bunyi kering, hacking, brassy, mengi, ringan, berat dan waktu
batuk dicatat. Perawat harus menanyakan apakah batuk bersifat
produktif / nonproduktif, jika produktif apakah sputum bercampur
darah.
2) Peningkatan produksi sputum
Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk atau
bersihan tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk
adalah tidak normal. Tanyakan klien tentan warna dari sputum yang
dikeluarkannya (jernih, kuning, hijau, kemerahan), bau, kualitas (berair,
berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan,
cangkir).
3) Dispnea
Adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan merupakan
perasaan subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian tentang
bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktifitas. Menurut
Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji adalah apa faktor penyebab
dipsnea, seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea, dibagian mana yang
dirasakan berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan
dan berapa lama dipsnea di rasakan.
4) Hemoptysis
Adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah dari
berasal dari paru, perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru
biasanya berwarna merah terang . lakukan juga pengkajian tentang
awitan, durasi, jumlah dan warna.
5) Wheezing/ Mengi
Ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi
hanya terdengar menggunakan stetoskop. Identifikasi kapan mengi
terjadi dan apakah mengi hilang sendiri atau hilang dengan obat –
obatan.

c. Riwayat kesehatan saat ini


Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang
perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah
sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan,
dimana pertama kali keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan
tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan
keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut
apakah usaha yang dilakukan berhasil.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Kaji
pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan
apakah klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir
dilakukan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi
seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota
keluarga yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat
memperberat keluhan penderita.
f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja klien dan juga
kebiasaan sosial yang dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan
merokok, menanyakan apakah pekerjaan penuh stress, apakah lingkungan
dipenuhi dengan polusi udara dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2012).
g. Pemeriksaan Fisik
Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada penderita TB Paru
meliputi :
1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
2) Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam keadaan compos
metis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang
perawat juga harus mempunyai pengetahuan untuk menilai keadaan
umum klien, kesadaran dan pengukuran GCS. Untuk tanda – tanda vital
seperti peningkatan suhu tubuh yang signifikan, frekuensi nafas
meningkat disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat atau melemah,
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyerta seperti
hipertensi.
3) B1 (Breathing)
- Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan. Tampak kurus
sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, adanya
ketidakseimbangan rongga dada, pelebaran intercostal space
karena adanya efusi pleura masif atau penyempitan intercostal
space karen atelektasis paru. Mengalami sesak nafas, peningkatan
frekuensi nafas, menggunakan otot bantu nafas dan juga gerakan
pernafasan menjadi tidak simetris.
- Palpasi : adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan gerakan
dinding pernafasan, adanya penurunan taktil fremitus pada klien
dengan TB paru, biasanya ditemukan pada klien yang disertai
komplikasi efusi pleura masif.
- Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru, sedangkan TB paru dengan
komplikasi didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit. Dan apabila disertai pneumotoraks didapatkan bunyi
hiperresonan .
- Auskultasi : akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada
sisi yang sakit. Apabila dengan komplikasi akan ditemukan
penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.
4) B2 (Blood)
- Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut (menandakan bahwa klien
pernah menjalani operasi jantung sebelumnya) dan keluhan
kelemahan fisik.
- Palpasi : denyut nadi melemah.
- Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong kesisi sehat.
- Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Tidak di dapatkan
bunyi jantung tambahan.
5) B3 (Brain)
Pada penderita TB paru biasanya ditemui kesadaran composmentis,
adanya sianosis perifer apabila klien mengalami gangguan perfusi
jaringan yang berat. Klien biasanya tampak dengan wajah meringis,
menangis, merintih, merengang dan mengeliat. Pada mata biasanya
nampak konjungtiva anemis pada penderita dengan hemoptoe masif
dan kronis, sklera ikterik apabila klien mengalami gangguan fungsi
hati.
6) B4 (Bladder)
Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa berhubungan
dengan tanda syok. Urine klien akan berwarna jingga pekat dan berbau
karena meminum OAT terutama Rifampisin.

7) B5 (Bowel)
Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
8) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada maslaah kasus tuberkulosis paru

adalah:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas

dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, dahak berlebih,

mengi.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada

dibuktikan dengan sesak napas, penggunaan otot bantu pernapasan, fase

ekspirasi memanjang, takipnea.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

yang dibuktikan dengan berat badan menurun 10% dari berat badan ideal.

d. Hipertermia berhubungan dengan infeksi dibuktikan dengan suhu tubuh

38°C.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai

serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan


dirumuskannya untuk mengatasi stresor dan intervensi dirancang berdasarkan

tiga tingkat pencegahan yaitu : primer untuk memperkuat garis pertahanan

fleksibel, sekunder untuk memperkuat pertahanan sekunder, dan tersier untuk

memperkuat garis pertahanan resisten (Aderson & Mc Farlane,2014).

No Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
nafas tidak efektif tindakan keperawatan (l.01006)
berhubungan selama 3x24 jam,
dengan spasme diharapkan bersihan Observasi:
jalan nafas jalan napas efektif, a. Identifikasi kemampuan
dibuktikan dengan kriteria hasil : batuk
dengan batuk (l.01001) b. Monitor adanya retensi
tidak efektif, tidak 1. Produksi sputum
mampu batuk, sputum c. Monitor tanda dan gejala
dahak berlebih, menurun infeksi saluran napas
mengi. 2. Mengi d. Monitor input dan output
menurun cairan (mis. Jumlah dan
3. Wheezing karakteristik)
menurun Terapeutik:
4. Dyspnea a. Atur posisi semi fowler
menurun atau fowler
5. Ortopnea b. Pasang perlak dan
menurun bengkok di pangkuan
6. Gelisah pasien
menurun c. Buang secret pada tempat
7. Frekuensi sputum
napas Edukasi:
membaik a. Jelaskan tujuan dan
8. Pola napas prosedur batuk efektif
membaik b. Anjurkan Tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut
dengan bibir dibulatkan
selama
8 detik
c. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
3 kali
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik,
ekspektoran, jika perlu
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
efektif tindakan keperawatan (l.01011)
berhubungan selama 3x24 jam, Observasi :
dengan diharapkan pola napas a. Monitor pola napas
deformitas membaik, dengan (frekuensi, kedalaman,
dinding dada kriteria hasil : usaha napas)
dibuktikan (l.01004) b. Monitor bunyi napas
dengan sesak 1. Dispnea tambahan (misalnya:
napas, menurun gurgling, mengi,
penggunaan otot 2. Penggunaan wheezing, ronchi
bantu pernapasan, otot bantu kering)
fase ekspirasi napas c. Monitor sputum
memanjang, menurun (jumlah, warna,
takipnea. 3. Pemanjangan aroma)
fase ekspirasi
menurun Terapeutik :
4. Frekuensi d. Pertahankan kepatenan
napas jalan napas dengan
membaik head-tilt dan chin-lift
5. Kedalaman (jaw thrust jika curiga
napas trauma fraktur
membaik servikal)
e. Posisikan semi-fowler
atau fowler
f. Berikan minum hangat
g. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
h. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
i. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
j. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
k. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi :
a. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (l.03119)


berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan selama 3x24 jam, a. Identifikasi status
ketidakmampuan diharapkan status nutrisi
menelan makanan nutrisi membaik, b. Identifikasi alergi dan
yang dibuktikan dengan kriteria hasil : intoleransi makanan
dengan berat (l.03030) c. Identifikasi makanan
badan menurun 1. Porsi makan yang disukai
10% dari berat yang d. Identifikasi kebutuhan
badan ideal. meningkat kalori dan jenis nutrisi
2. Berat badan e. Identifikasi perlunya
membaik penggunaan selang
3. Indeks massa nasogastrik
tubuh (IMT) f. Pantau asupan
membaik makanan
g. Pantau berat badan
h. Pantau hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
a. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
b. Fasilitasi penentuan
pedoman diet (mis:
ukiran makanan)
c. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
d. Berikan makanan serat
tinggi untuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
f. Berikan suplemen
makanan, bila perlu
g. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi :
a. Ajarkan posisi duduk,
jika mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
obat sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan tindakan keperawatan (l.15506)
dengan infeksi selama 3x24 jam, Observasi :
dibuktikan diharapkan a. Identifikasi penyebab
dengan suhu termoregulasi hipertermia (mis:
tubuh 38 °C. membaik, dengan dehidrasi, paparan
kriteria hasil : lingkungan panas,
(l.14134) penggunaan inkubator)
1. Menggigil b. Pantau suhu tubuh
menurun c. Pantau kadar elektrolit
2. Suhu tubuh d. Pantau haluaran urin
membaik e. Memantau komplikasi
3. Suhu kulit akibat hipertermia
membaik
Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan
yang dingin
b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
f. Lakukan pendinginan
eksternal (mis:
selimuti hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
perut, aksila)
g. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai