Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK IX (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH) ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA Disusun oleh kelompok XIX

(program A 2010) Nadzla Kirana Satri Mayu Santi Siti Zuraida

Dosen Pembimbing: Siti Rahmalia Hairaini Damanik, MNS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-berubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (The American Thoratic Society, 1962 dalam Arif muttaqin, 2008). Asma merupakan suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial otonomik, dan psikologi. (Irman Somntri, 2009) Berdasarkan data World Health Organitation ( WHO ) tahun 2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20% untuk sepuluh tahun mendatang jika tidak terkontrol dengan baik. Hasil penelitian International study on asthma and alergies in childhood pada tahun 2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru menunjukan jumlah penderita asma di Pekanbaru pada tahun 2007 adalah 2775 orang. Jumlah penderita asma pria sebanyak 1495 orang dan wanita sebanyak 1280 orang. Berdasarkan kelompok umur, asma paling banyak menyerang kelompok umur 45-64 (776 orang) diikuti dengan kelompok umur 25-44 tahun (771 orang) diikuti dengan kelompok umur 65 tahun keatas (385 orang) (Yoana, 2010 dalam Skripsi Fitah Firdaus 2012 ). Berdasarkan data yang didapat dari RSUD Arifin Achmad, jumlah penderita asma tahun 2010 sebanyak 96 orang. Jumlah penderita asma pada pria 44 orang dan wanita 52 orang. Berdasarkan kelompok umur, asma paling banyak menyerang kelompok umur 35-44 tahun (56 orang) selanjutnya kelompok umur 45-64 tahun (28 orang), kelompok umur 65 tahun keatas (9 orang) dan terakhir kelompok umur 15- 24 tahun (3 orang). Penyakit asma tidak dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik, diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh factor biokemikal, endokrin, infeksi,

sehari-hari. Para penderita asma dapat meningkatkan kebugaran dengan olahraga yang dianjurkan seperti renang, bersepeda dan senam asma. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 40 orang responden, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anggota yang dikatakan patuh dalam mengikuti senam asma sebanyak 16 orang (40%), sedangkan anggota yang tidak patuh sebanyak 24 orang (60%) . Frekuensi kekambuhan asma dalam kategori ringan yang dialami oleh anggota klub senam asma RSUD Arifin Achamad sebanyak 21 orang (52,5%), frekuensi kekmbuhan asma dalam kategori sedang sebanyak 17 orang (42,5%), dan frekuensi dalam kategori berat menunjukan hasil terendah sebanyak 2 orang (5,0 %) ( Fitrah, 2012 ). 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan asma? 1.3 Tujuan Setelah mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan asma diharapkan mahasiswa : a. b. c. d. e. f. Memahami konsep tentang asma; Mampu melakukan pengkajian asma; Mampu mampu menegakan diagnose keperawatan terkait asma; Mampu membuat rencana asuhan keperawatan tentang asma; Mampu melakukan tindakan keperawatan tentang asma; Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan tentang asma.

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Dan Fisiologi 2.1.1 Anatomi Sistem Pernafasan Pernapasan atau respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen (O2) kemudian oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernapasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida (CO2) maka tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh (Syaifuddin, 2009). Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas: 1. Hidung 2. Faring 3. Trakea 4. Bronkus 5. Bronkiouls 6. Paru-paru

Gambar 1 : Sistem pernapasan manusia 1. Hidung Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.

Gambar 2 : Hidung 2. Faring Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri ronggs hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian perjalanan udara pernafasan dan makanan. 3. Laring Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam. 4. Trakhea Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan yang berbentuk hurup C pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paruparu bersama udara penafasan. 5. Bronkus Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit
6. Bronkiolus

Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus. 7. Alveolus Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.

Gambar 3 : Alveolus 8. Paru-paru Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus, saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada. -Paru-paru kanan a. Berlobus tiga b. Bronkus kanan bercabang tiga -Paru-paru kiri a. Berlobus dua

b. Bronkuis kiri bercabang dua c. Posisinya lebih mendatar, dibungkus oleh lapisan pleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas

Gambar 4 : Paru-paru 2.1.2 Fisiologi Sistem Pernapasan Organ-organ pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air. Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipatlipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara. Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah. Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya

rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil. Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (ekshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma (datar dan melengkung), volume rongga dada membesar, paru-paru mengembang tekanan mengecil (inhalasi). Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.

Gambar 5 : inspirasi dan ekspirasi. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu : -Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara. -Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh. Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus

dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas. Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar (Syaifuddin, 2009). 2.2 Asma 2.2.1 Definisi Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma (Ngastiyah, 2005). Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran bronchial (saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran bronchial mengalami peradangan dan bengkak (Espeland, 2008). Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009). Jadi, asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) yang menyerang saluran pernapasan yaitu bronkhus yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah alergi sehingga terjadi konstriksi jalan nafas, pembengkakan, dan produksi sekret yang berlebihan (Bull, 2005).

Gambar 6 : Bronkiolus normal dan bronkiolus asma 2.2.2 Klasifikasi Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi adalah (Mutaqin, 2008): 1. Asma Bronkhial Tipe Atopik (Ekstrinsik) Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan , kulit, saluran pencernaan, dan lain-

lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells ( APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, selanjutnya oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasam interleukin 1 (II-I) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan sinyal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk Ig E. Ig E yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan karena kedua sel tersebut pada permukaanya memiliki reseptor untuk Ig E. Sel eosinophil, makrofag, dan trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig E tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basophil dengan Ig E pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama, allergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basophil. Ikatan ini akan menimbulkan influks Ca
++

ke dalam sel dan perubahan di

dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologis, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase, dan kinin. Efek yang segera terlihat pleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Hiperreaktivitas bronkhus merupakan bronckus yang mudah sekali mengerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan/faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya alergen (inhalan dan kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam, dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Saat ini telah diketahui bahwa hiperrektivitas bronkhus disebabkan oleh inflamasi bronchus yang kronis. Sel sel inflamasi terutama eosinophil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas bronchus klien dengan asma bronchial sebagai bronkhitis kronis eosinofilik. Hiperrektivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara klinis, adanya hiperrektivitas bronchus dapat dibuktikan dengan dilakukannya uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin. Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara klinis dianggap sebagai penyakit bronkhospasme yang reversible. Secara patofisiologi, asma juga dianggap sebagai suatu hiperreaksi bronchus dan secara patologi sebagai suatu peradangan saluran pernapasan.

Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi edema. Terjadinya infiltrasi pada sel radang terutama eosinophil dan terlepasnya sel silia menyebabkan adanya getaran silia dan mukus di atasnya. Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada klien dengan asma bronkhial juga ditemukan adanya penyumbatan saluran pernapasan oleh mucus terutama pada cabang-cabang bronkhus. Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta hipersekresi mukus menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronchus dan percabangannya, sehingga akan menimbulkan rasa sesak, napas berbunyi (wheezing), dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun pskologi akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis HPA. Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan adenocorticotropic hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan menyupresi imunoglobin A (Ig A). Penurunan Ig A menyebabkan kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspons oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga menimbulkan asma bronkhial. 2. Asma Bronkhial Tipe Non-atopik (Intrinsik) Asma nonalergik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis, yaitu blokade adrenergik beta dan hiperrektivitas adrenergic alfa. Dalam keadaan normal aktivitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergic alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergic alfa diduga mebingkat sehingga mengakibatkan bronkhokonstriksi dan menimbulkan sesak napas. Reseptor adrenergic beta diperkirakan terdapat da;am enzim yang berada di membrane sel yang dikenal dengan adenil siklase atau disebut juga messenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang, enzim adenil siklase tersebut diaktifkan dan akan mengatalisasikan ATP dalam sel menjadi 35 siklik AMP. CAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkhus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil. Dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergic beta, fungsi respetor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak napas. Hal ini dikenal dengan teori Blokade Adrenergik Beta.

1)

2)

3)

4)

MenurutGlobal Initiative for Asthma (GINA) (2010) pengelolaan asma berdasarkan beratnya penyakitdibagi 4 (empat) yaitu : Asmaintermitten (asmajarang) yaituditandaidengangejalakurangdariseminggu, seranganbarlangsungsingkat, gejalapadamalamharimuncul<2 kali dalamsebulan, untuknilai FEV 1 atau PEV > 80 %, dan PEF atau FEV 1 variabilitas 20-30%. Asmamild persisten (asmapersistenringan) ditandaidengangejalalebihdarisekaliseminggu, seranganmenggangguaktivitasdantidur, gejalapadamalamharimuncul>2 kali sebulan, untuknilai FEV 1 atau PEV > 80%, dan PEF atau FEV 1 variabilitas< 20-30%. Asmamoderate persisten (asmapersistensedang) ditandaidengangejalasetiaphari, seranganmenggangguaktivitasdantidur, gejalapadamalamhari>1 kali dalamseminggu, untuknilai FEV 1 atau PEV 60-80%, dan PEF atau FEV variabilitas>30% Asmasevere persisten( asmapersistenberat) ditandaidengangejalasetiaphari, seranganterusmenerus, gejalapadamalamharimunculhampirsetiaphari, terjadipembatasanaktivitasfisik, untuknilai FEV atau PEV = 60%, dan PEF atau FEV variabilitas>30%. Etiologi Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang

2.2.3

sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronchus. Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolism, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah (Somantri, 2008): 1. Alergi Alergi adalah reaksi yang terjadi ketika sistem imun salah mengidentifikasi zat yang secara normal tidak berbahaya sebagai zat yang merusak tubuh. Sedangkan zat yang menyebabkan alergi disebut alergen. Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya (Bull, 2007). 2. Infeksi saluran nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas. 3. Olah raga / kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. 4. Obat-obatan Beberapa pasien asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. 5. Polusi udara Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam. 6. Lingkungan kerja Diperkirakan 2 15% pasien asma bronkial pencetusnya adalah lingkungan kerja. Asma yang disebabkan dilingkungan kerja adalah asma yang dipicu oleh zat-zat khusus yang terdapat di lingkungan kerja (Bull, 2007). 2.2.4 Manifestasi Klinik Manifestasi klinik pada pasien asma antara lain : -Batuk -Dyspnea -Wheezing -Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, -Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1. Tingkat I : a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. c) Batuk-batuk berkala dan kering: Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. d) Edema bronkus

2. Tingkat II : a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. c) batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa d) sesak nafas e) berusaha untuk bernafas dalam f) ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). g) penderita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. 3. Tingkat III : a) Tanpa keluhan. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4. Tingkat IV : a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5. Tingkat V : a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. 2.2.5 Evaluasi Diagnostik

1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)

Gambar 7 : Pemeriksaan Spirometri Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.

Tujuan : Mengukur volume paru secara statis dan dinamik Menilai perubahan atau gangguan pada faal paru Prinsip spirometri adalah mengukur kecepatan perubahan volume udara di paru-paru selama pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume capacity (FVC). Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin Nilai FVC dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Volume Statis Paru-paru 1. Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml. 2. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml. 3. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80 % TLC) Besarnya adalah 4800 ml. 4. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dlm paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml. 5. Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml. 6. Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml. 7. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal. 8. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal.

Volume Dinamis Paru-paru Parameter untuk menentukan fungsi paru yaitu dengan menguji volume dinamis paru, FVC dan FEV1 1. FVC (Forced Vital Capacity) yaitu volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa, yang dapat kita ketahui kapasitas vital paksa dari penderita. Umumnya dicpai dalam 3 detik dan nilai normalnya adalah 4 liter. 2. FEV1 (Forced Expired Volume in one second) yaitu volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama.Nilai normalnya adalah 3,2 liter. Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik rasio FEV1/FVC = 75-80%

Gambar 7 : Kapasitas dan Volume Statis Paru Basic of Pulmonary Function Test 1. Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (unable to get air out). FEV1/FVC < 75%. Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya. FEV1: 60-75% = mild FEV1: 40-59% = moderate FEV1: <40% = severe 2. Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas (unable to get air in). FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat

TLC berkurang sebagai Gold Standard Interpretasi dari Spirometri 1. Obstruktif yaitu dimana jalan nafas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik. 2. Restriktif yaitu dimana didpatkan kondisi FEV1 dan FVC menurun. Karena jalan nafas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dlm waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal. 3. Campuran. Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif. 2. Tes Provokasi Bronkhus Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih. Tes ini untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. 3. a. Pemeriksaan Laboratorium Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. b. Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewaranaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic. c. Sel Eosinofil

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3 . Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. d. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkaspnea.

2.2.6 Web of Caution (WOC) Teoritis Penyebab/pencetus: alergi, infeksi, polusi udara, obat-obatan, emosi/stress, olahraga, lingkungan kerja, dll. Meningkatkan antibodi Ig E yang terdapat pada sel mast Produksi mediator histamin, prostaglandin, dan leukotrin Kontraksi otot polos meningkat, bronkospasme -Bronkospasme -Hipersekresi mukus -Edema dinding bronkhus Hambatan aliran udara Penurunan suplai O2 dan akumulasi CO2 Peningkatan usaha dalam bernafas Nafas tidak teratur MK: Pola nafas tidak efektif MK: Nutrisi kurang dari kebutuhan ( Sumber : Somantri, 2008 ) 2.2.7 Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan 2.2.7.1 Penatalaksanaan Medis 2.2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan A. Pengkajian Keperawatan Peningkatan pemakaian energi tubuh Kelelahan MK: Intoleransi aktifitas Penumpukan sekret pada jalan nafas Aktivitas silia tidak optimal Ketidakmampuan membersihkan jalan nafas MK: Bersihan jalan nafas tidak efektif Mual dan muntah Merangsang sistem vagal

Penimbunan sekret pada alveoli Pertukaran O2 dan CO2 terganggu MK: Gangguan pertukaran gas Penurunan intake nutrisi

-Anamnesis Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat tinggal klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergenn. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas. -Riwayat Penyakit Saat Ini Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejla-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekana darah. Sersangan asma mendadak secara klinis dapat dibagai menjadi 3 stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi sedema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, eskpirasi memanjang diikuti bunyi mengi (whezzing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia. Perawat perlu mengkaji obat-pbatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. -Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. RIwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringkankan gejala asma.

-Riwayat Penyakit Keluarga Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat oenyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarga karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditemukan oleh faktor genetic dan lingkungan. -Pengkajian Psiko-sosio-kultural Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didaptkan pada klien dengan asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapatmenjalankan peranan seperti semula.

-Pola Resepsi dan Tata laksana Hidup Sehat Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnyasesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma. -Pola Hubungan dan Peran Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma. -Pola Persepsi dan Konsep Diri Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serabgan asma berulang.

-Pola Penganggualangan Stres Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor intrinsic pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara penganggualangan terhadap stressor. -Pola Sensorik dan Kognitif Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga lemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi. -Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif. -Pemeriksaan Fisik -Keadaan Umum Perawat juga perlu mengkaji tengtang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otootot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket, dan posisi istirahat klien. -B1 (Breathing) Inspeksi Pada klien asma terlihat adanya peningkatan ysaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksodada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan. Palpasi Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dam taktil fremitus normal. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafrgma menjadi datar dan rendah. Auskultasi Tredapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi. -B2 (Blood) Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT. -B3 (Brain) Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu diperlukan, pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau koma. -B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake sairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. -B5 (Bowel) Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-hal tersebut juda dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tenteng status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potesial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hali ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien. -B6 (Bone) Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada intagumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,

perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang di alami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise induced asma. B. Diagnosis Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan akumulasi CO2 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan sekret pada alveoli 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat peningkatan pemakaian energi tubuh. C. Intervensi Keperawatan No 1. Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi a. Auskultasi bunyi mengi. dapat b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. a. Mempertahank an jalan napas paten bunyi bersih dengan napas b. nafas, bunyi ex: Rasional a. Beberapa derajat

Keperawatan Hasil Bersihan jalan Tujuan: nafas efektif berhubungan dengan oksigen (bronkospasme) , penumpukan Kriteria hasil: sekret tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien normal

nafas, catat adanya

spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas. Tachipnea ada derajat ditemukan stress/adanya infeksi akut. pada dan biasanya beberapa dapat pada proses

gangguan suplai bernapas dengan

penerimaan atau selama

atau c. Catat adanya derajat c. Disfungsi pernafasan

jelas. b. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk dan mengeluarkan sekret. efektif d.

dispnea, distress bantu. penggunaan

ansietas, pernafasan, obat

adalah variable yang tergantung pada tahap proses perawatan sakit. akut di yang rumah kepala tidur fungsi dengan menimbulkan

Tempatkan pasien, meninggikan

posisi contoh: kepala

d.

Peninggian tempat memudahkan pernafasan

yang nyaman pada

tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur.

menggunakan gravitasi.

e. Pertahankan polusi e. Pencetus tipe alergi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll. f. Tingkatkan masukan f. cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi memberikan hangat. jantung air pernafasan menimbulkan akut. Hidrasi sekret, cairan sekret, cairan bronkus. g. Berikan obat sesuai g. indikasi bronkodilator. Merelaksasikan spasme mengi, 2. Pola nafas tidak Tujuan: efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Ajarkan pasien a. jalan dan otot nafas, produksi pasien sehingga halus dan menurunkan membantu penggunaan hangat dapat menurunkan kekentalan dapat episode

menurunkan kekentalan penggunaan hangat dapat spasme

menurunkan

mukosa. Membantu ekspirasi

pernapasan dalam.

memperpanjang waktu

dengan penurunan akumulasi CO2

keperawatan klien normal Kriteria Hasil: -Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR:16-20 x/menit irama teratur. -Tidak mengalami sianosis tanda lain. -Pasien melakukan pernafasan dalam. Tujuan: bisa bernapas dengan normal Kriteria Hasil: Perbaikan ventilasi. - Perbaikan oksigen jaringan adekuat. c. Awasi vital dan irama b. Palpasi fremitus. b. pada dapat atau hipoksia dan napas c. Berikan tambahan. oksigen c. dapat b. Tinggikan kepala dan b. bantu mengubah posisi. Berikan posisi semi fowler.

pasien akan bernapas lebih efisien. Duduk memungkinkan ekspansi pernapasan. Memaksimalkan bernapas menurunkan napas. dan kerja paru dan memudahkan tinggi efektif dan

suplai O2 dan bernapas dengan

3.

Gangguan berhubungan dengan penumpukan sekret alveoli

a.

Kaji/awasi rutin kulit

secara a. dan

Sianosis perifer sianosis atau keabu-abuan

mungkin sentral dan sentral

pertukaran gas Klien

membrane mukosa.

mengindikasikan beratnya hipoksemia. Penurunan pengumplan cairan/udara. tanda-tanda c. Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan getaran vibrasi diduga adanya

jantung.

darah menunjukan hipoksemia

dapat efek sistemik

pada fungsi jantung. d. Berikan tambahan oksigen d. sesuai Dapat atau memperbaiki mencegah

dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi 4. Nutrisi kurang Tujuan: terpenuhi pasien. a. Kaji status nutrisi a. klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva) tentang pentingnya

memburuknya hipoksia.

Menentukan membantu

dan dalam

dari kebutuhan Kebutuhan nutrisi berhubungan dengan yang adekuat intake Kriteria Hasil: tidak -Keadaan umum baik -mukosa lembab -nafsu baik -tekstur baik, -klien menghabiskan porsi makan yang disediakan -bising usus 6-12 kali/menit -berat dalam normal batas d. kulit bibir

intervensi selanjutnya pengetahuan klien dapat menaikkan keperawatan partisipasi bagi klien dalam asuhan

b. Jelaskan pada klien b.Peningkatan nnutrisi bagi tubuh

makan c. Timbang berat badan c. Penurunan berat badan dan tinggi badan yang merupakan Anjurkan makan e. Anjurkan klien makan e. Memenuhi kebutuhan sedikit-sedikit sering badan f. Berikan obat sesuai f. indikasi: -Vitamin B squrb 2x1 -Antiemetik rantis 2x1 -Vitamin B untuk memenuhi protein bila protein dibatasi -Antiemetik menghilangkan untuk tapi nutrisi klien klien d. Air signifikan indicator dapat

kurangnya nutrisi hangat minum air hangat saat mengurangi mual

5.

Intoleransi

Tujuan:

a.

Evaluasi

mual/muntah respons a.Menetapkan

aktivitas berhubungan dengan akibat peningkatan pemakaian energi tubuh

Klien melakukan aktivitas mandiri

dapat seharisecara

pasien aktivitas. laporan peningkatan

terhadap Catat dyspnea b.

kebutuhan/kemampuan pasien memudahkan intervensi. Tirah dipertahankan fase akut baring selama untuk dan pilihan

kelemahan fisik hari

kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. istirahat dapat rencana dan otot dalam pengobatan

Kriteria Hasil: -Keadaan umum klien baik lemas -Klien beraktivitas secara mandiri -Kekuatan sedang

menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi penyembuhan. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan bantal. Meminimalkan kelelahan dan suplai membantu keseimbangan dan kebutuhan oksigen. meja atau untuk

-badan klien tidak b. Jelaskan pentingnya

perlunya c.

keseimbangan aktivitas dan istirahat. posisi nyaman untuk istirahat tidur. d. Bantu diperlukan. kemajuan peningkatan aktivitas selama penyembuhan. fase aktivitas Berikan keperawatan diri yang dan atau d.

terasa pada skala c. Bantu pasien memilih

e. Berikan lingkungan e. Menurunkan stress dan tenang fase dan akut batasi selama sesuai rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat pengunjung indikasi.

BAB III KASUS A. Uraian Kasus Ibu A berumur 39 tahun datang ke UGD dengan kondisi sesak hebat, keringat dingin. Dilakukan pemeriksaan didapat TD : 120/80 mmHg, Nadi : 88x/menit, RR : 31x/menit, dan suhu : 36,5o C. Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh asmanya sejak 2 tahun ini. Ibu A selalu mengkonsumsi Dexametahose 0,5 mg dan Salbutamole 2 mg yang dikonsumsi 3x dalam sehari. Dilakukan pemeriksaan fisik bunyi nafas wheezing seluruh lapang paru, wajah klien pucat, kuku sianosis. Dilakukan pemberian Nebulizer dengan obat Pilmicort, Ventolin, dan Bisolvon. B. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama Umur : Ny. A : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Klien datang ke UGD dengan kondisi sesak hebat, keringat dingin. b. Riwayat Penyakit Sekarang Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh asmanya sejak 2 tahun ini 3. Pola Nutrisi Ibu A selalu mengkonsumsi Dexametahose 0,5 mg dan Salbutamole 2 mg yang dikonsumsi 3x dalam sehari. 4. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksaan didapat : TD : 120/80 mmHg Nadi : 88x/menit, RR : 31x/menit suhu : 36,5o C Bunyi nafas wheezing seluruh lapang paru , wajah klien pucat, kuku sianosis. Dilakukan pemberian Nebulizer dengan obat Pilmicort, Ventolin, dan Bisolvon.

C. Analisa Data Data Subjektif : 1. Ny. A usia 39 tahun 2. Ibu A datang ke UGD dengan kondisi sesak hebat, keringat dingin. 3. Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh asmanya sejak 2 tahun ini. 4. Ibu A selalu mengkonsumsi Dexametahose 0,5 mg dan Salbutamole 2 mg yang dikonsumsi 3x dalam sehari. Data Objektif : 1. TD : 120/80 mmHg 2. Nadi : 88x/menit, 3. RR : 31x/menit 4. Suhu : 36,5o C 5. Dilakukan pemeriksaan fisik bunyi nafas wheezing seluruh lapang paru 6. Dilakukan pemberian Nebulizer dengan obat Pilmicort, Ventolin, dan Bisolvon. Masalah

No. 1. DS : -

Data

Keperawatan Penyebab/pencetus: alergi, infeksi, Pola nafas tidak polusi udara, obat-obatan, kerja, dll. Meningkatkan antibodi Ig E yang terdapat pada sel mast Produksi mediator histamin, prostaglandin, dan leukotrin efektif

Etiologi

Ibu A datang ke UGD hebat, keringat dingin.

dengan kondisi sesak emosi/stress, olahraga, lingkungan Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh asmanya sejak 2 tahun ini. DO : RR : 31x/menit Kontraksi otot polos meningkat, bronkospasme - Bronkospasme -Hipersekresi mukus

-Edema dinding bronkhus Hambatan aliran Penurunan suplai O2 dan akumulasi CO2 Peningkatan usaha dalam bernafas Nafas tidak teratur Pola nafas tidak efektif 2. DS : - Ibu A datang ke UGD dengan kondisi hebat, keringat dingin. - Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh Meningkatkan antibodi Ig E yang terdapat pada sel mast Produksi mediator histamin, prostaglandin, dan leukotrin fisik Kontraksi otot polos meningkat, bronkospasme - Bronkospasme -Hipersekresi mukus -Edema dinding bronkhus Penumpukan sekret pada jalan nafas Aktivitas silia tidak optimal asmanya sejak 2 tahun ini. DO : RR : 31x/menit Dilakukan pemeriksaan bunyi nafas wheezing seluruh lapang paru Penyebab/pencetus: alergi, infeksi, Bersihan polusi udara, obat-obatan, kerja, dll. sesak emosi/stress, olahraga, lingkungan jalan

nafas tidak efektif

Ketidakmampuan membersihkan jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak efektif

3.

DS : Ibu A datang ke UGD dengan kondisi sesak hebat, keringat dingin. Berdasarkan wawancara ibu sering kambuh asmanya sejak 2 tahun ini. DO : RR : 31x/menit Kuku sianosis Wajah klien terlihat pucat klien terlihat

Penyebab/pencetus: alergi, infeksi, Gangguan polusi udara, obat-obatan, kerja, dll. Meningkatkan antibodi Ig E yang terdapat pada sel mast Produksi mediator histamin, prostaglandin, dan leukotrin Kontraksi otot polos meningkat, bronkospasme - Bronkospasme -Hipersekresi mukus -Edema dinding bronkhus Penumpukan sekret pada jalan nafas Aktivitas silia tidak optimal Penimbunan sekret pada alveoli Pertukaran O2 dan CO2 terganggu pertukaran gas emosi/stress, olahraga, lingkungan berhubungan

Gangguan pertukaran gas

D. Web Of Caution (WOC) Kasus Asma

Penyebab/pencetus: alergi, infeksi, polusi udara, obat-obatan, emosi/stress, olahraga, lingkungan kerja, dll. Meningkatkan antibodi Ig E yang terdapat pada sel mast Produksi mediator histamin, prostaglandin, dan leukotrin Kontraksi otot polos meningkat, bronkospasme -Bronkospasme -Hipersekresi mukus -Edema dinding bronkhus Hambatan aliran udara Penurunan suplai O2 dan akumulasi CO2 Peningkatan usaha dalam bernafas Nafas tidak teratur MK: Pola nafas tidak efektif Penumpukan sekret pada jalan nafas Aktivitas silia tidak optimal Ketidakmampuan membersihkan jalan nafas MK: Bersihan jalan nafas tidak efektif

Penimbunan sekret pada alveoli Pertukaran O2 dan CO2 terganggu MK: Gangguan pertukaran gas

E. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan 1: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan akumulasi CO2 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat bernapas dengan normal Kriteria evaluasi: -Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR:16-20 x/menit dan irama napas teratur. -Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain. -Pasien dapat melakukan pernafasan dalam. Intervensi Rasional a. Ajarkan pasien pernapasan dalam. a. Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi sehingga pasien akan bernapas lebih efektif dan efisien. b.Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Berikan posisi semi fowler. c. Berikan oksigen tambahan. c. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. Diagnosa Keperawatan 2: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat bernapas dengan normal Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat bernapas dengan normal Kriteria evaluasi: - Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif Rasional a. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas. b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. b. Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada dan mengeluarkan sekret. Intervensi a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi. b. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.

penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. c. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu. d. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur. e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll. f. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat. e. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat menimbulkan episode akut. f. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. g. Berikan obat sesuai indikasi bronkodilator. g. Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Diagnosa Keperawatan 3: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan sekret pada alveoli Tujuan: Klien bisa bernapas dengan normal Kriteria evaluasi: - Perbaikan ventilasi. - Perbaikan oksigen jaringan adekuat. Intervensi a. Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa. b. Palpasi fremitus. c. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional a. Sianosis mungkin perifer atau sentral keabuabuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. b. Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara. c. Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia c. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. d. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

sistemik pada fungsi jantung. d. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien. d. Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmokologi - Terapi Farmakologi 1. Agonis Beta adalah medikasi awal yang digunakan untuk mengobati asma karena agen ini mendilatasi otot otot polos bronkial. 2. Metilsantin digunakan karena mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas dan meningkatkan kontraksi diafragma. 3. Antikolinergik seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya digunakan untuk pengobatan rutin asma karena efek samping sistematiknya, seperti kekeringan pada mulut, penglihatan mengabur, berkemih. 4. Kortikosteroid, medikasi ini mungkin diberikan secara intravena ( hidrokortison ) secara oral ( prednison prednosolon ) atau melalui inhalasi ( bekiometason, deksametason ). a. Beta agonists Beta agonists nerupakan jenis obat yang diberikan paling awal digunakan dalam pengobatan asma. Hal tersebut dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasi otot polos. Agen adrenergic juga meningkatkan pergerakan silia, menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi dari kortikosteroid. Agen adrenergik yang sering digunakan antara lain epinephrine, albuterol, meteproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbutaline. Biasanya diberikan secara perenteral atau inhalasi. Cara inhalasi merupakan jalan pilihan utama dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.

b.Bronkodilator Pada kasus penyakit asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral. Demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah telah digunakan obat golongan Teofilin secara oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secraa aerosol atau parenteral. Obat-obatan bronkodilator simpatomimetik berefek samping menimbulkan takikardia sehingga penggunaan parenteral pada orang tua harus dilakukan dengan hati-hati. Obat jenis ini pun berbahaya pada pasiein dengan penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada orang dewasa, bronkodilator diberikan bersama 0,3 ml larutan epinefrin 1:1000 (perbandingan tersebut adalah perbandingan epinefrin dan zat pengencer, sehingga yang digunakan adalah epinefrin dengan pengenceran 10-3 ) secara subkutan. Sedangkan pada anaka-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/kg BB subkutan (1 mg permil) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali atau sesuai kebutuhan.

Obat-obatan bronkodilator yang diberikan dengan aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak napas berat pada anak-anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, muka-muka diberikan sebanyak sedotan Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan, maka dapat diulang tiap empat jam dan jika tidak ada perbaikan selama 10-15 menit. Efek samping yang timbul jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan darah. Dosis awal yang diberikan sebesar 5-6 mg/kg BB untuk orang dewasa dan anak-anak. Sedangkan dosis penunjang yang diberikan adalah 0,9 mg/kg BB/jam secara infus.

c. Kortikosteroid Bila pemberian obat-0obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/Kg BB/ hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.

d. Pemberian oksigen Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter / menit yang dialrikan melalui air untuk memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu, Intake cairan per oral dan infus harus cukup dan sesuai dengan prinsip rehidrasi. Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.

- Terapi Nor Farmakologi Obat asma alami dengan Madu dan Jahe Merah merupakan solusi yang tepat dalam meringankan dan pengobatan penyakit asma. Madu dan Jahe sangat aman tanpa efek samping, karena Madu dan Jahe ini terbuat dari bahan alami, yang di dalamnya madu mengandung berbagai mineral penting untuk kesehatan pernafasan dan paru-paru, yang dapat menghambat kinerja enzim lipoksigenase, yaitu enzim yang dapat memicu kerusakan saluran pernapasan dan merupakan penyebab sakit asma. Efektivitas madu dan jahe merah sebagai obat asma alami telah banyak yang membuktikan. Namun yang harus diingat, penyakit asma dipicu oleh berbagai sebab yang berbeda. maka dari Itu semua faktor, harus dilakukan pengujian ramuan alami jenis mana,

yang sangat tepat dan efektif mengobati juga meringankan penyakit asma sesuai kondisi tertentu seseorang. Namun Secara umumnya, madu dan jahe merah adalah dua jenis bahan alami yang sangat efektif untuk di jadikan tambahan ke ramuan obat alami jenis apapun untuk kesehatan. Madu sangat di percaya sejak dulu kala, untuk membantu membersihkan dan menjaga sistem pernapasan dari lendir. Dan rimpang jahe atau jahe merah bekerja untuk menghentikan peradangan dan lendir dari saluran pernapasan. Pengobatan asma Alternatif adalah degan memanfaatkan herbal, untuk meringankan dan mengobati penyakit Asma, Sangat baik dalam hal menjaga fungsi saluran pernapasan. Agar paru-paru dapat berfungsi Normal untuk menghirup oksigen dan mendukung paru-paru menjadi lebih sehat. Beberapa Tumbuhan herbal yang Bisa digunakan selain Madu dan Jahe merah untuk mengobati penyakit asama adalah: Kunyit,temulawak,lempuyang dan masih banyak tumbuhan lain untuk meringankan juga mengobati asama secara alami. Cara membuat ramuan obat asama alami madu dan jahe adala sebagai berikut: Parut jahe merah 3 ruas, kemudian rebus dengan air sebanyak 400cc sampai mendidih. setelah agak dingin (hangat-hangat kuku) kemudian saring dan tambahkan 3 sendok makan madu asli. Sebaiknya minum secara rutin 1 hari sekali, karena faktor obat herbal tidak memiliki efek yang sama dari orang ke orang, maka sebaiknya anda mencoba juga ramuan-ramuan herbal yang lain. menggunakan seperti ramuan kunyit mengobati asma.

DAFTAR PUSTAKA Bull, Eleanor. 2005. Simple Guides Asma. Jakarta: Erlangga. Espeland, N. (2008). Petunjuk Lengkap Mengatasi Alergi dan Asma pada Anak. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Mutaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC. Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai