Anda di halaman 1dari 13

Konsep Dasar Oksigenasi

Oleh : Joko Susanto

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen
berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak
yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu selalu dilakukan
untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanaannya, pemenuhan
kebutuhan dasar tersebut masuk ke dalam bidang garapan perawat. Karenanya, setiap perawat harus
paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu mengatasi berbagai
masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu, perawat perlu memahami
secara mendalam konsep oksigenasi pada manusia.

Konsep Dasar Oksigenasi


Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2) merupakan
gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.

Fungsi pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan lingkungan. Fungsi utama
pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan
CO2 yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk kemudian
diangkut ke seluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa
pembakaran berupa CO2 akan kembali diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan
karena tidak berguna lagi oleh tubuh.

Kebutuhan oksigen
Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500–5.000 ml (4,5-5 l). Udara yang diproses
dalam paru-paru hanya sekitar 10% (±500 ml), yakni yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan
(ekspirasi) pada pernapasan biasa.

Anatomi-Fisiologi Sistem Pernapasan


Struktur sistem pernapasan
Sistem pernapasan atas
Sistem pernapasan atas terdiri atas mulut, hidung, faring, dan laring.
 Hidung. Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi, dan
penghangatan.
 Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas
nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan
menghancurkan kuman patogen yang masuk bersama udara.
 Laring. Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut jakun. Selain
berperan dalam menghasilkan suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas
dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk.

Sistem pernapasan bawah


Sistem pernapasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus,
alveolus, jaringan kapiler paru, dan membran pleura.
 Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dengan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus utama terbagi
menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan
napas tersebut membentuk pohon bronkus.
 Paru. Paru-paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru terdiri atas
beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dan paru kiri dua lobus) dan dipasok oleh satu bronkus.
Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang bercabang-cabang, yaitu alveolus,
pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis. Permukaan luar paru dilapisi oleh kantung tertutup
berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi toraks dan permukaan diafragma,
sedangkan pleura viseral membatasi permukaan luar paru. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah friksi selama gerakan bernapas.

Fisiologi pernapasan
Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O 2 dan CO2
antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung dalam tiga langkah,
yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan karbon dioksida.
1. Ventilasi pulmoner. Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat dan sistem
pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta
komplians paru yang adekuat.
2. Pertukaran gas alveolar. Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari
area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini
berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta
perbedaan tekanan gas.
3. Transpor oksigen dan karbon dioksida. Tahap ketiga pada proses pernapasan adalah transpor gas-
gas pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida
diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
a. Transpor O2. Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru. Normalnya, sebagian besar
oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin dan diangkut ke seluruh jaringan dalam
bentuk oksihemoglobin (HbO2), dan sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh
ventilasi (jumlah O2 yang masuk ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan).
Kapasitas darah yang membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma, jumlah
hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
b. Transpor CO2. Karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-menerus diproduksi dan
diangkut menuju paru dalam tiga cara: (1) sebagian besar karbon dioksida (70%) diangkut dalam
sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3–); (2) sebanyak 23% karbon dioksida berikatan
dengan hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2); dan (3) sebanyak 7% diangkut
dalam bentuk larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam karbonat.

Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses metabolisme intrasel yang berlangsung
dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi
molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan
sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan
gradien tekanan parsial.

Faktor yang Memengaruhi Fungsi Pernapasan


Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen seseorang. Kondisi ini
lambat laun dapat memengaruhi fungsi pernapasannya.
 Penurunan kapasitas angkut O2. Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O 2 ke
jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu apabila terdapat
gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita anemia atau pada saat terpapar zat beracun. Kondisi
tersebut dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O2.
 Penurunan konsentrasi O2 inspirasi. Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapi pernapasan
dan penurunan kadar O2 lingkungan.
 Hipovolemia. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat kehilangan cairan
ekstraselular yang berlebihan (mis., pada penderita syok atau dehidrasi berat).
 Peningkatan laju metabolik. Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus menerus
yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya, tubuh mulai memecah persediaan
protein dan menyebabkan penurunan massa otot.
 Kondisi lainnya. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan, obesitas,
abnormalitas muskuloskeletal (mis., pectus excavatum dan kifosis), trauma, penyakit otot, penyakit
susunan saraf, gangguan saraf pusat, dan penyakit kronis.

Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat
terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Kondisi tersebut antara lain
gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular, penyakit kronis, penyakit obstruksi pernapasan
atas, dll.

Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi sistem pernapasan
individu.
 Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran hialin yang ditandai
dengan berkembangnya membran serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi
ini disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru dalam
menyintesis surfaktan baru berkembang pada trimester akhir.
 Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas atas, seperti faringitis,
influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing (mis., makanan, permen dan lain-lain).
 Anak usia sekolah dan remaja. Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut akibat
kebiasaan buruk, seperti merokok.
 Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stres, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru pada
kelompok usia ini.
 Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan pada fungsi normal
pernapasan, seperti penurunan elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus, dan
kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh pada penurunan
kadar O2.

Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu dapat berpengaruh terhadap fungsi pernapasannya. Status nutrisi, gaya
hidup, kebiasaan berolahraga, kondisi emosional, dan penggunaan zat-zat tertentu secara tidak langsung
akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
 Nutrisi. Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi paru, sedangkan
malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan
kerja pernapasan.
 Olah raga. Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung, dan kedalaman serta
frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
 Ketergantungan zat adiktif. Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat mengganggu
proses oksigenasi. Hal ini terjadi karena:
 Alkohol dan obat-obatan dapat menekan pusat pernapasan dan susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernapasan.
 Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan meperidin, dapat mendepresi pusat
pernapasan sehingga menurunkan laju dan kedalaman pernapasan.
 Emosi. Perasaan takut, cemas, dan marah yang tidak terkontrol akan merangsang aktivitas saraf
simpatis. Kondisi ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan.
 Gaya hidup. Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen seseorang.
Merokok dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu, nikotin
yang terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.

Lingkungan
Kondisi lingkungan, seperti ketinggian, suhu, serta polusi udara dapat memengaruhi proses oksigenasi.
 Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan ikatan Hb
dan O2. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
 Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara sehingga tekanan
oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal di dataran yang tinggi cenderung mengalami
peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan
terjadi peningkatan tekanan oksigen.
 Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu sering kali menyebabkan sakit kepala, pusing, batuk,
tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di
pabrik asbes atau bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat ber-
bahaya.

Gangguan pada Fungsi Pernapasan


Perubahan pola napas
Pola napas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha pernapasan. Pola napas yang normal
(eupnea) ditandai dengan pernapasan yang tenang, berirama, dan tanpa usaha. Perubahan pola napas
yang umum terjadi adalah takipnea, bradipnea, hiperventilasi, napas Kussmaul, hipoventilasi, dispnea
dan orthopnea.
 Takipnea: frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam, asidosis
metabolik, nyeri, dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
 Bradipnea: frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya ini terlihat pada orang yang
baru menggunakan obat-obat seperti morfin, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan TIK.
 Apnea: henti napas.
 Hiperventilasi: peningkatan jumlah udara yang memasuki paru. Kondisi ini terjadi saat kecepatan
ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan CO2. Biasanya, hiperventilasi disebabkan
oleh asidosis, infeksi, dan kecemasan. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan alkalosis akibat
pengeluaran CO2 yang berlebihan.
 Hipoventilasi: penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjadi saat ventilasi
alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik untuk penyaluran O 2 dan pembuangan
CO2. Biasanya ini disebabkan oleh penyakit otot pernapasan, obat-obatan, anestesia.
 Pernapasan Kussmaul: salah satu jenis hipervenstilasi yang menyertai asidosis metabolik. Pernapasan
ini merupakan upaya tubuh untuk mengompensasi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksida
melalui pernapasan yang cepat dan dalam.
 Orthopnea: ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau berdiri.
 Dispnea: kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.

Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak adekuat akibat kurangnya
penggunaan atau pengikatan O2 pada tingkat sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan,
pusing, penurunan tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi, kelemahan, peningkatan tanda-tanda
vital, disritmia, pucat, sianosis, clubbing, dan dispnea. Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan
kapasitas angkut O2 dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi, ketidakmampuan sel mengikat O2,
penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan penurunan perfusi jaringan.

Obstruksi jalan napas


Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi di seluruh tempat di sepanjang jalan
napas atas atau bawah. Obstruksi pada jalan napas atas (hidung, faring, laring) dapat disebabkan oleh
benda asing seperti makanan, akumulasi sekret, atau oleh lidah yang menyumbat orofaring pada orang
yang tidak sadar. Sedangkan obstruksi jalan napas bawah meliputi sumbatan total atau sebagian pada
jalan napas bronkus dan paru.
Asuhan Keperawatan Klien dengan
Masalah Oksigenasi
Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk status oksigenasi meliputi riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan diagnostik.

Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan untuk status oksigenasi meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan
sekarang; gaya hidup; adanya batuk, sputum, nyeri; medikasi; dan adanya faktor risiko untuk gangguan
status oksigenasi.
1. Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang)
2. Riwayat penyakit atau masalah pernapasan
(a) Nyeri
(b) Paparan lingkungan atau geografi
(c) Batuk
(d) Bunyi napas mengi
(e) Faktor risiko penyakit paru (mis., perokok aktif/pasif)
(f) Frekuensi infeksi pernapasan
(g) Masalah penyakit paru masa lalu
(h) Penggunaan obat
3. Adanya batuk dan penanganan
4. Kebiasaan merokok
5. Masalah pada fungsi sistem kardiovaskular (kelemahan, dispnea)
6. Faktor risiko yang memperberat masalah oksigenisasi
(a) Riwayat hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit CVA
(b) Merokok
(c) Usia paruh baya atau lanjut
(d) Obesitas
(e) Diet tinggi-lemak
(f) Peningkatan kolesterol
7. Riwayat penggunaan medikasi
8. Stresor yang dialami
9. Status atau kondisi kesehatan

Pemeriksaan fisik
Untuk menilai status oksigenasi klien, perawat menggunakan keempat teknik pemeriksaan fisik, yaitu
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1. Inspeksi. Pada saat inspeksi perawat mengamati tingkat kesadaran klien, penampilan umum, postur
tubuh, kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta; diameter anteroposterior
(AP); struktur toraks; pergerakan dinding dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan;
durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis, adanya deformitas dan
jaringan parut pada dada, dll.
2. Palpasi. Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas dada pasien.
Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung pasien dengan
memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut
secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak tangannya. Normalnya, fremitus
taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu,
palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan,
thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi,
pengisian kapiler, dll.
3. Perkusi. Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan
dengan menekankan jari tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar di atas dada pasien.
Kemudian jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk
tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit
tertentu (mis., pneumotoraks, emfisema), adanya udara pada dada atau paru-paru menimbulkan
bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan bunyi pekak atau kempis terdengar apabila perkusi
dilakukan di atas area yang mengalami atelektasis.
4. Auskultasi. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam tubuh.
Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar
digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang
lebih valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada pemeriksaan fisik
paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi napas vesikular, bronkial, bronkovesikular,
rales, ronkhi; juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta lokasi dan waktu
terjadinya.

Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi, dan oksigenasi pernapasan pasien.
Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain:
 Penilaian ventilasi dan oksigenasi: uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri,
pemeriksaan darah lengkap, dll.
 Tes struktur sistem pernapasan: sinar-x dada, bronkoskopi, scan paru.
 Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan: kultur kerongkongan, sputum, uji kulit,
torakentesis.

Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan utama untuk klien dengan masalah oksigenasi adalah:
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
 Ketidakefektifan pola napas
 Gangguan pertukaran gas
 Intoleransi aktivitas

Perencanaan dan implementasi


Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien dengan masalah oksigenasi meliputi
Keidakefektifan bersihan jalan napas, Ketidakefektifan pola napas, Gangguan pertukaran gas, dan Intoleransi
aktivitas. Akan tetapi, pada pembahasan kali ini akan akan diuraikan dua dianosis umum, yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan napas dan Ketidakefektifan pola napas.
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien dengan masalah oksigenasi adalah untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas, meningkatan kenyamanan dan kemudahan saat bernapas,
mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenasi paru, meningkatkan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas fisik, serta mencegah berbagai risiko yang terkait dengan masalah
oksigenasi (mis., kerusakan jaringan, gangguan keseimbangan asam-basa, sinkope, dll).
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Yang berhubungan dengan:
 Sekret yang berlebihan dan kental, sekunder akibat (infeksi, inflamasi, alergi, merokok, penyakit
jantung atau paru)
 Imobilitas, stasis sekret, dan batuk tak-efektif, sekunder akibat (penyakit pada SSP; depresi
SSP/trauma kepala; cedera serebrovaskular)
 Supresi refleks batu, sekunder akibat (sebutkan)
 Efek trakeostomi (perubahan sekret)
 Imobilitas, sekunder akibat (pembedahan atau trauma; nyeri, ansietas; kelemahan; gangguan
persepsi/kognitif)
 Kelembapan yang sangat tinggi atau sangat rendah
 Terpajan udara dingin, tertawa, menangis, alergen, merokok

Kriteria hasil
Individu tidak akan mengalami aspirasi

Indikator
 Memperlihatkan upaya batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran gas
 Menjelaskan rasional intervensi untuk meningkatkan batuk

Intervensi umum
Mandiri
 Kaji faktor penyebab (mis., batuk tidak efektif, nyeri, sekret yang kental, kelemahan, dll).
 Kurangi atau hilangkan faktor penyebabnya.
 Ajarkan klien tentang metode batuk efektif yang benar.
 Bernapas yang dalam dan pelan sambil meninggikan badan setinggi mungkin.
 Gunakan pernapasan diafragma.
 Tahan napas selama 3–5 detik dan kemudian dengan perlahan keluarkan melalui mulut
semaksimal mungkin (tulang rusuk bawah dan abdomen harus cekung ke dalam).
 Ambil napas kedua kali, tahan, keluarkan perlahan, dan batukkan dengan kekuatan penuh dari
dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorokan), lakukan batuk pendek yang kuat
sebanyak dua kali.
 Lakukan fisioterapi dada dan drainase postural sesuai kebutuhan.
 Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai kebutuhan.
 Sesuaikan pemberian dosis analgesik dengan sesi latihan batuk (mis., berikan dosis ½–1 jam
sebelum latihan batuk).
 Tentukan waktu ketika klien terlihat paling bebas dari rasa nyeri, yakni saat tingkat kesadaran dan
penampilan fisiknya optimal. Saat itu merupakan waktu yang tepat untuk melakukan latihan
napas dan batuk aktif.
 Pastikan bahwa latihan batuk dilakukan pada puncak periode kenyamanan setelah pemberian
analgesik, bukan pada puncak rasa kantuk.
 Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
 Jika sektret kental, pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan hingga 2-3 x
sehari jika tidak ada kontraindikasi).
 Pertahankan kelempaban udara inspirasi yang adekuat.
 Jika batuk kronis, minimalkan iritan pada udara inspirasi (mis., debu, alergen).
 Izinkan klien beristirahat setelah berlatih batuk dan sebelum makan.
 Berikan periode istirahat yang tidak terganggu.
 Berikan obat yang telah diresepkan—depresan batuk, ekspektoran—sesuai instruksi dokter (tunda
pemberian makan dan minum sesaat setelah pemberian obat untuk mendapatkan hasil yang
terbaik).
 Redakan iritasi membran mukosa dengan memberikan kelembapan (hirup uap dari shower, atau
duduk di atas baskom yang berisi air yang beruap dengan meletakkan handuk di atas kepala guna
mengencerkan sekret dan melegakan membran).
Kolaborasi
 Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan kepatenan jalan
napas.
 Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen melalui masker, kanula hidung, dan
transtrakea guna mempertahankan dan meningkatkan oksigenasi.
Rasional
 Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelelahan dan tidak efektif, dan bisa
menyebabkan bronkitis.
 Latihan napas dalam dapat melebarkan jalan napas, menstimulasi produksi surfaktan, dan
mengembangkan permukaan jaringan paru sehingga meningkatkan pertukaran gas. Batuk dapat
mengencerkan sekret dan mendorongnya ke bronkus untuk dikeluarkan atau diisap. Pada
beberapa klien, pernapasan “huffing” mungkin efektif dan tidak terlalu menyakitkan.
 Duduk pada posisi tegak menyebabkan organ-organ abdomen terdorong menjauhi paru,
akibatnya pengembangan paru menjadi lebih besar.
 Pernapasan diafragma mengurangi frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilasi alveolar.
 Sekret yang kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan henti mukus; kondisi ini dapat
menimbulkan atelektasis.
 Sekret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan.
 Nyeri atau rasa takut akan nyeri dapat melelahkan dan menyakitkan. Dukungan emosional
menjadi semangat bagi klien; air hangat dapat membantu relaksasi.

2. Ketidakefektifan pola napas


Yang berhubungan dengan:
 Sekret yang berlebihan dan kental, sekunder akibat (infeksi, inflamasi, alergi, merokok, penyakit
jantung atau paru)
 Imobilitas, stasis sekret, dan batuk tak-efektif, sekunder akibat (penyakit pada SSP; depresi
SSP/trauma kepala; cedera serebrovaskular)
 Supresi refleks batuk, sekunder akibat (sebutkan)
 Efek trakeostomi (perubahan sekret)
 Imobilitas, sekunder akibat (pembedahan atau trauma; nyeri, ansietas; kelemahan; gangguan
persepsi/kognitif)
 Kelembapan yang sangat tinggi atau sangat rendah
 Terpajan udara dingin, tertawa, menangis, alergen, merokok

Kriteria hasil

Indikator
 Memiliki frekuensi pernapasan dalam batas normal dibandingkan nilai dasar (8–24/menit)
 Mengekspresikan redanya (atau membaiknya) perasaan sesak napas
 Menyebutkan faktor penyebab berikut cara untuk mencegah atau mengatasinya

Intervensi Umum
 Kaji riwayat gejala: episode sebelumnya (kapan, dimana, bagaimana situasinya).
 Kaji faktor penyebab (organik, psikologik, emosional, kebiasaan bernapas yang salah.
 Jelaskan penyebab ketidakefektifan pola napas kepada klien.
 Jika rasa takut atau panik merupakan pencetus, singkirkan penyebab ketakutan, jika
memungkinkan.
 Alihkan perhatian klien agar tidak memikirkan kecemasannya dengan meminta klien
mempertahankan kontak mata dengan Anda (atau mungkin dengan orang lain yang dia percaya).
 Pertimbangkan penggunaan kantong kertas sebagai alat untuk menghirup kembali udara ekspirasi
(CO2 yang dikeluarkan akan dihirup kembali sehingga akan memperlambat laju pernapasan).
 Yakinkan klien bahwa dia bisa mengontrol pernapasannya, dan bahwa Anda akan membantunya.
 Ajarkan teknik pengontrolan napas (mis., pernapasan-bibir) atau konsultasikan dengan ahli terapi
pernapasan untuk memperoleh latihan guna memperbaiki pola napas yang salah.

Rasional
 Intervensi berfokus pada upaya memperlambat pola pernapasan dan mengajarkan klien untuk
mengontrol responsnya.
 Menenangkan klien yang mengalami sesak napas dengan mengatakan bahwa berbagai tindakan
tengah diambil untuk mengatasi situasi tersebut adalah intervensi yang penting untuk mengurangi
kepanikan dan menurunkan gejala yang ada.

Penatalaksanaan Fisioterapi Dada, Drainase Postural, dan Terapi


Oksigen
Fisioterapi dada dan drainase postural
Fisioterapi dada (perkusi, vibrasi) dan drainase postural merupakan serangkaian tindakan keperawatan
yang bertujuan membersihkan dan mempertahankan kepatenan jalan napas. Dalam pelaksanaannya,
tindakan tersebut dilakukan atas instruksi dokter.

Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terdiri atas tindakan perkusi dan vibrasi. Perkusi adalah tindakan menepuk-nepuk kulit
dengan tenaga penuh menggunakan kedua tangan yang dibentuk menyerupai mangkuk secara
bergantian. Tidakan ini bertujuan melepaskan sumbatan sekret pada dinding bronkus. Sedangkan vibrasi
adalah serangkaian getaran kuat yang dihasilkan oleh kedua tangan yang diletakkan mendatar di atas
dada klien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sekret
terlepas dari dinding bronkus.

Perlengkapan
 Bantal untuk mengatur posisi
 Baju klien atau handuk kecil
 Tempat sputum dan tisu

Prosedur
 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien.
 Bantu klien mengatur posisi yang nyaman atau sesuai.
 Tutupi atau lapisi tubuh klien dengan baju atau handuk.
 Anjurkan klien untuk bernapas dalam dan lambat.
 Kuncupkan kedua tangan hingga membentuk mangkuk; rapatkan jari-jari dan lemaskan pergelangan
tangan.
 Tepuk-tepuk punggung klien mulai dari punggung ke arah bahu. Jika dilakukan dengan benar,
tepukan itu akan berbunyi seperti letupan.
 Lakukan selama 3-5 menit; masing-masing segmen paru diperkusi selama 1-2 menit.
 Anjurkan klien untuk menarik napas dalam dan menghembuskannya melalui mulut (bentuk bibir
mecucu atau seperti bersiul) secara perlahan.
 Letakkan tangan bersilangan atau bersisian pada lokasi paru yang dikehendaki.
 Getarkan bagian tersebut dengan kekuatan dari bahu; lakukan dengan mengerutkan dan melemaskan
tangan secara bergantian saat klien ekshalasi.
 Lakukan berturut-turut selama lima kali ekshalasi.
 Anjurkan klien untuk batuk dan membuang sputum ke tempat yang telah disediakan.
 Jadwalkan tindakan perkusi dan vibrasi secara teratur dalam sehari.
Drainase postural
Drainase postural adalah drainase sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Untuk mengeluarkan sekret dari segmen paru yang berbeda dibutuhkan posisi yang berbeda
pula. Posisi yang paling sering digunakan pada prosedur ini adalah posisi untuk mengeluarkan sekret
dari segmen bawah paru. Ini karena segmen atas paru dapat mengalirkan sekretnya dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.

Perlengkapan
 Bantal-bantal untuk mengatur posisi klien
 Tempat sputum, tissue, obat kumur

Prosedur
 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien.
 Atur posisi klien sesuai dengan segmen paru atau bronkus yang terisi sekret.
 Untuk mengeluarkan sekret dari segmen apeks paru, tempatkan klien pada posisi semi-Fowler
dengan kemiringan 30o. Lakukan perkusi dan vibrasi pada area klavikula dan di atas skapula (bahu).
 Untuk mengeluarkan sekret dari segmen posterior, posisikan klien duduk dengan kepala agak
menunduk kemudian lakukan perkusi dan vibrasi pada area bahu.
 Untuk mengeluarkan sekret dari segmen anterior lobus atas, tempatkan klien pada posisi terlentang.
Letakkan bantal di bawah bokong klien dan posisikan kaki klien fleksi.
 Untuk mengeluarkan sekret dari segmen lateral dan medial paru, posisikan klien terlentang dengan
kaki tempat tidur dimiringkan 15o. Pada laki-laki, lakukan perkusi dan vibrasi pada area dada kanan
(sebatas puting) antara iga IV dan VI. Sedangkan pada perempuan, tempatkan pangkal tangan di
aksila dan jari-jari di bawah mamae.
 Untuk mengeluarkan sekret pada segmen basal lateral, posisikan pasien miring dan tinggikan bagian
kaki tempat tidur pada sudut 30o-40o. Lakukan perkusi dan vibrasi pada area paling atas dari rusuk
terbawah.
 Untuk mengeluarkan cairan atau sekret dari segmen basal posterior, tempatkan klien pada posisi
tengkurap dan tinggikan bagian kaki tempat tidur 45 cm. Ganjal bagian pinggul dengan
menggunakan 2-3 bantal sehingga posisi klien seperti jackknife. Lakukan perkusi dan vibrasi pada
segmen atas rusuk terbawah di kedua sisinya, bukan di atas spinal atau ginjal.
 Untuk mengeluarkan cairan dari segmen basal anterior, tinggikan kaki tempat tidur pada sudut 30°-
40°. Miringkan tubuh pasien pada sisi yang sehat; lengan bagian atas dapat dinaikkan atau diletakkan
di atas kepala, dan di antara kaki dapat diletakkan bantal.
 Untuk mengeluarkan cairan pada segmen superior paru, tempatkan klien pada posisi tengkurap.
Tempatkan dua buah bantal di bawah panggul. Perkusi dan vibrasi area tengah punggung, di bawah
skapula di sisi vertebra.

Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan ventilasi pada seluruh area paru,
pasien dengan gangguan pertukaran gas, serta mereka yang mengalami gagal jantung dan
membutuhkan terapi oksigen guna mencegah hipoksia. Sejumlah sistem pemberian oksigen tersedia bagi
klien di berbagai kondisi. Pilihan tersebut bergantung pada kebutuhan oksigen klien, kenyamanan, dan
tingkat perkembangannya. Suplai oksigen sendiri juga diberikan dalam beberapa cara. Di sejumlah
rumah sakit atau fasilitas perawatan jangka panjang, suplai oksigen disalurkan melalui pipa panjang
yang tertanam di dinding rumah sakit dan bermuara langsung di samping tempat tidur pasien. Ini
memungkinkan pasien mendapatkan terapi oksigen langsung pada saat dibutuhkan. Hal lainnya yang
harus diperhatikan saat memberikan terapi oksigen adalah tindakan pengamanan (safety precaution) guna
mencegah bahaya kebakaran. Beberapa upaya pengamanan tersebut antara lain:
 Hindari menyalakan api di sekitar sumber oksigen karena dapat meledak.
 Beritahu klien atau pengunjung untuk tidak merokok di dekat sumber tersebut.
 Lakukan pengecekan perlengkapan listrik, terutama kabel-kabel di ruangan tersebut. Pastikan
semuanya masih berfungsi dengan baik
 Hindari menggunakan benda-benda dari serat atau tenunan sintesis.
 Hindari menggunakan minyak tanah atau bensin di sekitar sumber oksigen.

Penatalaksanaan sumber oksigen


Sumber oksigen di rumah sakit dapat meliputi oksigen dinding dan tabung oksigen.
1. Sumber dinding. Penatalaksanaan pemberian oksigen melalui sumber dinding meliputi:
 Pasangkan flowmeter pada sumber oksigen; gunakan tekanan yang tidak terlalu kuat.
 Isi botol dengan air steril, pasang pada flowmeter, dan atur aliran flowmeter.
 Pasangkan alat yang akan digunakan pada slang atau saluran oksigen.
2. Tabung. Penatalaksanaan pemberian oksigen melalui tabung meliputi:
 Lepas tutup pelindung tabung.
Putar keran tabung secara perlahan sampai oksigen sedikit keluar untuk membersihkan debu dan
kotoran yang melekat di saluran keluar oksigen. Lakukan dengan hati-hati sebab tindakan tersebut
dapat menimbulkan bunyi yang keras (meretakkan silinder).
 Sambungkan flowmeter dengan outlet silinder, kencangkan dengan kunci Inggris atau tang.
 Letakkan tabung pada posisi mantap. Lepaskan katup secara perlahan sampai terbuka penuh, lalu
kembalikan atau tutup sampai seperempatnya.
 Atur flowmeter sesuai dengan kebutuhan (instruksi dokter).
 Isi botol pelembab dengan air suling, kemudian pasang pada tempatnya.
 Sambungkan saluran oksigen dengan alat yang akan digunakan klien.

Pemberian terapi oksigen


Pemberian terapi oksigen dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti kanula hidung, masker,
transtrakea, dll.
1. Kanula hidung. Pemberian oksigen melalui kanula hidung dilakukan dengan langkah-langkah
berikut.

Perlengkapan
 Set perlengkapan oksigen
 Flowmeter
 Suplai oksigen
 Kanula hidung dan slang oksigen
 Plester jika perlu

Prosedur
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kanula hidung kepada klien.
 Cuci tangan.
 Sambungkan kanula pada set oksigen dan sesuaikan flowmeter.
 Cek apakah oksigen keluar melalui saluran nasal, apakah timbul gelembung pada humidifier, atau
apakah slang oksigen terlipat.
 Letakkan cabang kanula atau outlet pada lubang hidung. Atur slang dengan cara melingkarkannya
di kepala atau menyelipkannya pada daun telinga.
 Anjurkan klien untuk bernapas melalui hidung dengan mulut tertutup.
 Cuci tangan.
 Catat respons klien pada catatan perawatan.
 Angkat dan bersihkan slang dan lubang hidung setiap 8 jam.

2. Masker. Pemberian oksigen melalui masker dilakukan dengan langkah-langkah berikut.


Perlengkapan
 Suplai oksigen dan flowmeter
 Humidifier dan air suling
 Masker yang akan digunakan
 Bantalan elastis

Prosedur
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan masker kepada klien.
 Cuci tangan.
 Sambungkan masker dengan set oksigen.
 Letakkan masker pada wajah, di atas hidung dan mulut. Gunakan tali elastis agar masker tidak
lepas.
 Gunakan bantalan elastis untuk mengurangi iritasi pada telinga dan belakang kepala.
 Cuci tangan.
 Jika oksigen diberikan terus-menerus, lepaskan masker dan keringkan kulit setiap 2-3 jam.
 Kaji atau observasi respons klien terhadap pemberian terapi oksigen.

DAFTAR PUSTAKA
Hudak, C. M. & Gallo, B. M. (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kozier, E. (1999). Fundamentals of Nursing: Concept, process and practice. (ed. 5). California: Weshley Publishing
Company Inc.
Kemp, B. & Pilitteri, A. (1990). Fundamentals of Nursing. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Syaifuddin. (1992). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syaifuddin. (2002). Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika.
Taylor, C., dkk. (1989). Fundamentals of Nursing: The art and science of nursing care. Philadelphia: J.B Lippincott Co.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (ed. 9). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kozier, B. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice. (ed. 7). New Jersey: Prentice Hall.
Carpenito, L. J. (2002). Nursing Diagnosis: Application to clinical practice. (ed. 9). Philadelphia: Lippincott.
Sherwood, L. (1996). Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. (ed. 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai