Kelompok 4
4
bochins.paw
Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya,
kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman
yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman,
ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota
badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja
atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama
kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman…” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu”.
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan,:”Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang
ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-
olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling
sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu:
menyembah kepada Allah dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena
itulah Nabi bersabda, ’Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu’ artinya jika kamu tidak
mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Jadi, jika seorang manusia dapat menguasai tiga tingkatan ini, maka dia bisa menjadi seorang muslim
yang seutuhnya atau insan kamil dan mencapai derajat muhsin. Lalu, bagaimana dengan urgensinya?
A. Teologis
Berdasarkan penggalan hadits Nabi, “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu” maka diharapkan seseorang beribadah kepada Allah seakan-akan
dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat dzat Allah,
namun melihat sifat-sifatNya, tidak sebagaimana keyakinan orang-orang sufi. Mereka sangka
dengan tingkatan musyahadah adalah melihat dzat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang
dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-
sifat Allah bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat
terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-
nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan.
B. Historis
Pada suatu hari, Jibril ‘alaihis salam mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan berambut hitam dan berpakaian putih, tidak tampak pada beliau bekas melakukan perjalanan
jauh dan tidak ada sahabat pun yang mengenal malaikat Jibril dalam bentuk manusia seperti ini.
Kemudian dia mendekati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menyandarkan lututnya pada lutut
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan kedua tangannya berada pada paha Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kemudian Jibril ‘alaihis salam memanggil ‘Ya Muhammad’ -sebagaimana orang-
orang Arab badui memanggil beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menanyakan beberapa perkara.
Diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanyakan apa itu Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga
perkara ini sendiri adalah Ad Diin yaitu agama Islam itu sendiri. (HR. Muslim no. 102)
Hadits di atas dikenal dengan hadits Jibril dan induknya hadits. Dari hadits tersebut, para ulama
mengatakan bahwa Islam memiliki tiga tingkatan, yaitu: (1) Islam, (2) Iman, dan (3) Ihsan.
C. Filosofis
Tidak ditemukannya sumber filosofis yang akurat mengenai Islam, Iman, dan Ihsan sebagai
pilar agama Islam dalam membentuk insan kamil. Hal ini didasarkan oleh perkataan Imam
Syafi’i, “Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu filsafat dan ahli filsafat.” (Taarikh
Al-Islaam li Adz-Dzahabi 14/332). Maka dari itu, tidak ada satu pun pembenaran dalam hal
filosofis mengenai tiga tingkatan Islam.
Argumen Tentang Insan Kamil dan Metode
Pencapaiannya
Darihadits
Dari haditsserta
sertapenjelasan
penjelasansebelumnya,
sebelumnya,makamakateranglah
teranglahbagi
bagikita
kitabahwasanya
bahwasanyapembagian
pembagianagama
agamamenjadi
menjadi
tingkatanSyari’at,
tingkatan Syari’at,Ma’rifat
Ma’rifatdan
danHakikat
Hakikattidaklah
tidaklahdikenal
dikenaloleh
olehpara
paraulama
ulamabaik
baikdi
dikalangan
kalangansahabat,
sahabat,tabi’in
tabi’in
maupuntabi’ut
maupun tabi’uttabi’in;
tabi’in;generasi
generasiterbaik
terbaikummat
ummatini.
ini.Pembagian
Pembagianyangyangsyar’i
syar’iadalah
adalahsebagaimana
sebagaimanadisampaikan
disampaikanoleh
oleh
NabiMuhammad
Nabi Muhammadyaitu yaituislam,
islam,iman
imandandanihsan
ihsansesuai
sesuaipenjelasan
penjelasanyang
yangtelah
telahdiuraikan.
diuraikan.Maka
Makaini
inimenunjukkan
menunjukkanpulapula
kepadakita
kepada kitaalangkah
alangkahberbahayanya
berbahayanyapemahaman
pemahamansufi sufisemacam
semacamitu.itu.
Lalubagaimana
Lalu bagaimanamungkin
mungkinmereka
merekabisa
bisamencapai
mencapaikeridhoan
keridhoanAllah
AllahTa’ala
Ta’alakalau
kalaucara
caraberibadah
beribadahyang
yangmereka
mereka
tempuhjustru
tempuh justrumenyimpang
menyimpangdari daripetunjuk
petunjukRasulullah?
Rasulullah?
Alangkahbenar
Alangkah benarsabda
sabdaNabi
NabiMuhammad
MuhammadShallallahu
Shallallahu‘alaihi
‘alaihiwa
waSallam, “Barangsiapa
Sallam, “Barangsiapayang yangmengamalkan
mengamalkansuatusuatu
amalanyang
amalan yangtidak
tidakada
adadasarnya
dasarnyadari
darikami
kamimaka
makaamalan
amalanituitutertolak.” (Hadits
tertolak.” (HaditsRiwayat
RiwayatMuslim).
Muslim).
Barangsiapayang
Barangsiapa yangingin
inginmencapai
mencapaiderajat
derajatmuhsin
muhsinmaka
makadiadiapun
punharus
harusmuslim
muslimdan
danmu’min.
mu’min.Tidak
Tidak
sebagaimanaanggapan
sebagaimana anggapantarekat
tarekatsufiyah
sufiyahyang
yangmembolehkan
membolehkanorang orangyang
yangtelah
telahmencapai
mencapaiMa’rifat
Ma’rifatuntuk
untuk
meninggalkansyari’at.
meninggalkan syari’at.
Ketiga tingkatan yaitu islam, iman, dan ihsan pada hakikatnya adalah syarat yang
harus dipenuhi atau diwujudkan dalam membentuk insan kamil. Karena seorang hamba
tidak dapat menjadi insan kamil apabila hanya menjadi “manusia biasa” dan belum bisa
mencapai tingkatan yang ketiga atau tertinggi. Sebagaimana telah dijelaskan tadi, setiap
muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim. Namun tidak berlaku
sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak setiap mukmin itu mencapai
derajat muhsin. Pelaku ihsan adalah hamba pilihan dari hamba-hamba Allah yang
shalih. Oleh karena itu, di dalam al-Qur’an disebutkan hak-hak mereka secara khusus
tanpa menyebutkan hak yang lainnya.
Mianoki, Adika. (2021). Meraih Derajat Ihsan. Retrieved October 02, 2021, Muslim.or.id https://
muslim.or.id/4101-meraih-derajat-ihsan.html.
Unknown. (2020). Apa Perbedaan Islam, Iman, dan Ihsan?. Retrieved October 02, 2021, from
Paudit.alhasanah.sch.id. https://paudit.alhasanah.sch.id/tahukah-anda/apa-perbedaan-islam-iman-dan-ihsan/.
Tuasikal, Muhammad Abduh. (2009) Mengenal Tingkatan Islam. Retrieved October 02, 2021, from
Rumaysho.com. https://rumaysho.com/26-mengenal-tingkatan-islam.html.
bochins.paw
TerimaKasi
h...