2019-2020
KELOMPOK 6
Nama Kelompok :
1. Annisa Purnamasari (1411900085)
Iman secara etimologi berarti percaya, kata Iman diambil dari kata "aamana" -
"yukminu" yang berarti Percaya atau Membenarkan.
Secara terminologi adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna
apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Tingkatan Iman
1. Muslim: orang mengaku islam, kadar keimanannya termasuk yang terendah, sebatas
pengakuan Allah sebagai tuhan yang esa.
2. Mu'min: orang beriman, yang mengkaji syariat Islam sehingga meningkat wawasan
keislamannya.
3. Muhsin: orang yang memperbaiki segala perbuatannya agar menjadi lebih baik.
4. Mukhlis: orang yang ikhlas dalam beribadah, hidupnya hanya untuk mengabdikan
kepada Allah.
5. Muttaqin: orang yang bertakwa, tingkatan ini adalah yang tertinggi di antara tingkatan
lainnya.
Hakikat islam
Islam (Arab: al-islam) : "berserah diri kepada Tuhan" adalah agama yang mengimani
satu Tuhan, yaitu Allah. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan (Allah). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim
yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"atau lebih lengkapnya adalah Muslimin
bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan.
Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata
Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar
“selamat” (Salama). Pengertian Islam Menurut Bahasa, Islam berasal dari kata aslama
yang berakar dari kata salama.
Hakikat Ihsan
Ihsan juga adalah melakukan ibadah dengan khusyuk, ikhlas dan yakin bahwa Allah
senantiasa mengawasi apa yang dilakukannya.
Tingkatan Ihsan
1. Tingkatan Muraqabah.
Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah
dalam setiap aktivitasnya. Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu
memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa Allah melihatnya.
2. Tingkatan Musyahadah
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa
memperhatikan sifat - sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat – sifat
tersebut. yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat Zat Allah, namun melihat sifat-sifat-
Nya, tidak sebagaimana keyakinan orang - orang sufi. Yang mereka sangka dengan
tingkatan musyahadah adalah melihat Zat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan
Ihsan Kamil
Insan kamil pada umumnya diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari segi
wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia
merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-
nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah
karena dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan
esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat
Rasulullah SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun
sisi – sisi kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan terbaik
yang kepadanya kita merujuk akan akhlaq yang mulia.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah suri teladan yang
baik bagi kalian, yaitu orang-orang yang mengharapkan (keridhoan) Allah dan
(kebahagiaan) hari akhirat, serta banyak mengingat Allah. ” (QS. Al- Ahzab:21)
Konsep dan Urgensi Islam, Iman dan Ihsan dalam Membentuk
Insan Kamil
Menurut Khan Sahib Khaja Khan, kata ”insan” dipandang berasal dari turunan beberapa
kata. Misalnya ”uns” yang artinya cinta. Sedangkan yang lain memandangnya berasal kata
”nas” yang artinya pelupa, karena manusia hidup di dunia dimulai dari terlupa dan berakhir
dengan terlupa. Yang lain lagi berkata asalnya adalah ”ain san”, ”seperti mata”. Manusia
adalah mata, dengan nama Tuhan menurunkan sifat dan asma-Nya secara terbatas. Insan
Kamil, karenanya merupakan cermin yang merupakan pantulan dari sifat dan asma Tuhan",
yakni Allah Swt.
Sedangkan menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani Tuhan.
Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya,
mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang disaksikannya. Kedua,
manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan dengan cara pendefinisian,
yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka mendefinisikan Tuhan,
berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan (Asma'ul Husna).
Tingkatan Insan Kamil
Dihubungkan dengan iman, Islam, dan ihsan maka untuk mencapai martabat insan kamil
keimanan kita (dengan mengimani rukun iman) harus benar dan kokoh, peribadatan kita
(dengan menjalankan rukun Islam) harus dijalankan dengan benar,ikhlas, dan bersungguh-
sungguh; dan semua ibadah dan amal sosial yang kita lakukan harus mencapai tingkat
ihsan. Untuk mengokohkan keimanan kita, maka keimanan kita tidak sekedar “percaya”,
tetapi harus mencapai tingkat “yakin”. Untuk menapaki jalan insan kamil,
Cara Membentuk Diri Menjadi Insan Kamil
Untuk menapaki jalan insan kamil, terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali tentang empat unsur manusia,
yakni: jasad/raga, hati, roh, dan sirr (rasa). Keempat unsur manusia harus difungsikan untuk menjalankan kehendak
Allah. Hati nurani harus dijadikan rajanya (dengan cara selalu mengingat - ingat Tuhan). Karena hati nurani menjadi
rajanya, maka secara otomatis raganya menjalankan syariat, hatinya menjalankan tarekat, rohnya menjalani hakikat,
dan sirr (rasa)nya mencapai makrifat. Adapun hati sanubari ditundukkannya sehingga sama sekali tidak berfungsi.
Jika sudah secara benar menjalankan keempat unsur manusia (sesuai kehendak Allah), lalu mengokohkan
keimanan, meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan (ibadah dan amal sosial, termasuk berakhlak
yang baik), sekaligus mengikis karakter-karakter yang buruk (sombong, bangga diri,riya`, menghendaki kebaikan
dirinya dibicarakan orang, iri-dengki, marah, dendam, dan karakter-karakter buruk lainnya).
Kunci keberhasilan menapaki jalan menuju martabat insan kamil adalah menapaki maqām – maqām (karakter-
karakter “inti‟) secara bertahap, mulai tahap pertama, tahap kedua, dan seterusnya sehingga tahap keenam. Tahap
pertama, Anda menyadari dosa - dosa dan kesalahan - kesalahan yang selalu dilakukan setiap saat. Coba Anda
tuliskan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang “selalu” dilakukan oleh manusia sehingga jika tidak bertobat
setiap hari (bahkan setiap saat), maka dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan itu akan berkarat dan sangat sulit
dihilangkan
Terima kasih atas perhatiannya
dan mohon maaf apabila ada salah kata.
2019-2020