Anda di halaman 1dari 5

Islam, Iman, dan Ihsan dalam Membentuk Ihsan Kamil

A. Pengertian

Secara etimologis, "Islam" berasal dari bahasa Arab, diderivasikan dari kata
"salima" yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini membentuk "aslama" yang berarti
memelihara dalam keadaan selamat sentosa, dan juga berarti "menyerahkan diri, tunduk,
patuh dan taat", kata "aslama" itulah yang menjadi pokok dalam Islam, mengandung
segala arti yang dalam dari arti pokoknya. Dari pengertian leksikal ini berarti semua
benda dan semua manusia, bisa disebut Islam, sebab mereka selalu taat, patuh dan
menyerah kepada ketentuan Allah (sunnatullah).

Dengan komitmen beragama berarti manusia mempunyai ikatan keimanan


(aqidah). Aqidah dan keimanan tersebut mengandung konsekwensi bagi segala
amalannya meliputi amalan hati , ucapan dan perbuatan. Aqidah secara etimologis berarti,
"ikatan" sedangkan secara terminology, keyakinan hidup. Iman dalam arti yang khusus
yakni "pengikraran yang bertolak dari hati", obyeknya adalah Allah, malaikat-Nya, kitab-
Nya, utusan-Nya, hari akhir, dan kepada kepastian (takdir) baik dan buruknya dari Allah.
Atau bisa juga diartikan sikap jiwa yang tertanam dalam hati yang dilahirkan dalam
perkataan dan perbuatan.

Keislaman dan keimanan menjadi sempurna dengan adanya lhsan. lhsan terwujud
dalam tasawuf. lhsan merupakan salah satu dari tiga pilar agama Islam setelah Islam dan
Iman. Menurut sabda Rasulullah: "Ihsan adalah beribadah kepada Allah SWT, seakan -
akan kamu melihat-Nya, dan apabila tidak bisa, maka kamu harus menyadari bahwa allah
SWT selalu melihatmu."(HR. Muslim).

B. Konsep Insan Kamil

Menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani


Tuhan. Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian.
Artinya, mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang
disaksikannya. Kedua, manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan
dengan cara pendefinisian, yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka
mendefinisikan Tuhan, berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan.
Abdulkarim Al-Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan. yaitu:
1. Tingkatan permulaan (al-bidāyah).
Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada
dirinya.
2. Tingkat menengah (at-tawasuth)
Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat manusia yang terkait dengan
realitas kasih Tuhan. Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah
meninngkat dari pengetahuan biasa. karena sebagian hal-hal yang gaib telah dibukakan
Tuhan kepadanya.
3. Tingkat terakhir (al-khitām)
Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Ia pun
telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir. 
Insan kamil pada umumnya diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari
segi wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia
merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-
nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah
karena dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan
esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat.

C. Iman, Islam, dan Ihsan Menjadi Persyaratan dalam    Membentuk Insan


Kamil
Apakah anda percaya akan adanya Allah ? Mereka semua memberikan jawaban
yang sama kami percaya akan adanya Allah, kami percaya akan adanya malaikat –
malaikatnya dan seterusnya. Kemudian jika ditanya lebih lanjut adakah manusia yang
tidak percaya akan adannya malaikat, dan adakah manusia yang tidak percaya adanya
tuhan, dan serterusnya. Hampir semua menjawab tidak ada seorang manusiapun yang
tidak percaya akan adanya Tuhan, tidak ada seorang manusiapun yang tidak percaya akan
adanya malaikat, dan seterusnya. Semua manusia percaya adanya Tuhan, dan seterusnya.

D. Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
Sebagai Pilar Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil.

1. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan
Ihsan sebagai Pilar Agama Islam

Tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, islam, dam ihsan sebagai kesatuan
yang utuh.
           2.    Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Konsep Insan Kamil
Ada dua jenis manusia, yakni insan kamil dan monster setengah manusia. Jadi,
kata Ibn Araby, jika tidak menjadi insan kamil, maka manusia menjadi monster setengah
manusia. Insan kamil adalah manusia yang telah menanggalkan kemonsteranya.
Konsekuensinya, diluar kedua jenis manusia ini da manusia yang sedang berproses
menanggalkan kemonsterannya dalam membentuk insan kamil.
a. Konsep Manusia dalam Al-Quran.
secara umum, pembicaraan tentang konsep manusia selalu berkisar dalam dua
dimensi, yakni dimensi jasmani dan rohani, atau dimensi lahir dan batin.
b. Unsur –unsur Manusia Pembentuk Insan Kamil
Pertama, panca indra. Panca indra memiliki keterbatasan dan tidak bisa mencapai
pengetahuan yanng benar, setelah dinilai oleh akal. Kedua, akal. Dengan metode ini,
dengan cara yang sama, seharusnya orangpun menuilai tingkat kebenaran akal. Orang
seharusnya menggunakan cara yang sama dengan cara yang digunakan oleh akal ketika
menulai kekeliruan panca indra.

E. Karakteristik dan Metode Mencapai Insan Kamil


1. Karakteristik insan kamil
Insan kamil bukanlah manusia pada umumnya. Menurut ibnu araby meyebutkan
adanya dua jenis manusia yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Maksudnya
jika tidak menjadi insan kamil, maka manusia akan menjadi monster bertubuh manusia.
Untuk itu kita perlu mengenali tempat unsur untuk mencapai derajat insan kamil,
diantaranya :
1.      Jasad
2.      Hati nurani
3.      Roh
4.      Sirr (rasa)
Untuk mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu dan
syahwat hingga mencapai tangga nafsu muthama’inah.
Menurut imam ghazali ada 7 macam nafsu sebagai proses taraqqi (menaik) yaitu :
1.      Nafsu ammarah
2.      Nafsu lawwamah
3.      Nafsu mulhimah
4.      Nafsu muthma’inah
5.      Nafsu radhiyah
6.      Nafsu mardiyyah
7.      Nafsu kamilah
2. Metode Mencapai Insan Kamil
cara konkret :
1.      Memulai sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah dapat dihadirkan dalam
hati, sehingga ia menyembah tuhan yang benar-benar tuhan.
2.      Berniat sholat karna allah.
3.      Selalu menjalankan sholat dan keadaan hatinya hanya mengingat allah.
4.      Shollat yang telah didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar

F. Esensi dan Urgensi Iman, Islam, dan Ihsan


Insan kamil merupakan tipe manusia  ideal yang dikehendaki oleh tuhan. Hal ini
disebabkan, jika tidak menjadi insan kamil maka manusia itu hanyalah monster bertubuh
manusia.
Kaum sufi memberikan tips untuk dapat menaiki tangga demi tangga, maka
seseorang yang berkehendak mencapai martabat insan kamil diharuskan melakukan
riyadhah (berlatih terus-menerus) untuk menapaki maqam demi maqam yang biasa
ditempuh oleh bangsa sufi dalam perjalanannya menuju tuhan. Maqam-maqam yang
dimaksud merupakan karakter-karakter inti yang memiliki 6 unsur :
1. Taubat.
2. Wara’.
3. Zuhud.
4. Faqir.
5. Sabar
6. Tawakkal.

1) Tanggapan Video

Pada video kali ini, menjelaskan kisah seorang ahli ibadah, Abu bin Hasyim.
Seorang yang taat ibadah kepada Allah, tidak meninggalkan shalat malam. Hubungan
dengan sang Pencipta yang sangat baik. suatu ketika ia mendapati malaikat
disampingnya, yang membawa kitab berisikan nama – nama orang yang selalu mencari
Allah. Abu bin Hasyim terkejut saat mengetahui bahwa namanya tidak ada didalamnya.
Malaikat memberitahukannya alasan mengapa seorang ahli ibadah seperti Abu bin
Hasyim tidak termasuk di dalamnya, yaitu karena hubungan dengan sesame manusianya
yang kurang baik.
Beribadah bukan hanya dengan Allah. Kita juga diharuskan memperhatikan
lingkungan sekitar kita. Bagaimana hubungan kita dengan sesame manusia. Tidak hanya
itu, dengan alam pun juga. Bagaimana kita bisa hidup bersosial yang baik juga
merupakan ibadah. Tidak cukup hanya dengan berdoa dan memohon kepada Allah tetapi
kita tidak memedulikan sekitar kita. Karena menjadi bermanfaat dan berbuat baik kepada
sesame juga salah satu amal yang dapat dilakukan seseorang. Saling berbagi, beramal,
memberi pertolongan, memperhatikan keadaan sesame manusia, adalah hal – hal yang
dapat kita lakukan untuk menjadi orang yang bermanfaat.

Seseorang bisa dibilang mustahil untuk menjadi insan kamil, sebab


kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Namun, sebagai manusia setidaknya kita tetap
selalu mengupayakan untuk menjadi manusia yang baik. Manusia yang berusaha dan
menerapkan sedikit sifat – sifat baik Allah pada diri kita. Walaupun memang sangatlah
tidak mungkin seorang manusia menjadi sempurna. Tetapi jika seorang manusia itu
senantiasa berusaha mencapai kebaikan – kebaikan meskipun tidak sempurna, itu akan
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai