Anda di halaman 1dari 6

SPIRITUAL AFFIRMATION 1

SKENARIO 1:

Prolog
Muldjam mahasiwa kedokteran yang aktif pada kegiatan “one day one juz” dan rutin melakukan
amalan sunnah lainnya. Selain itu muldjam dikenal sebagai mahasiswa yang berprestasi dibidang
akademik dan sangat disenangi oleh teman dan dosen.
Pada acara dies natalies diadakan kegiatan donor darah. Muldjam juga ikut mendaftar untuk
mendonorkan darahnya. Sewaktu darah muldjam discreening ternyata darahnya tidak lolos dalam
uji HIV. Lalu muldjam dipanggil komite disiplin fakultas kedokteran. Hasil penelusuran komite
disiplin ternyata muldjam termasuk kelompok lelaki suka lelaki.
Bagaimana saudara menjelaskan fenomena diatas dengan kacamata religiusitas karakter
andalasian dan Islam kaffah?
Pertanyaan:
1. Dalam islam dikenal istilah “islam kaffah” (iman, islam dan ihsan). Jelaskan pemahaman
dan kedudukan masing-masingnya!

Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau


menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain
Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan sholat,
tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk
menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah
yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq
Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan
lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman

Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau
beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir
dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk” . Jadi
Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam
hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits
ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya
disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-
amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan
tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah
mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “ Dan Aku telah ridho
Islam menjadi agama kalian.”  (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah
mencakup islam dan iman…  (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah
kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa
(beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh
Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah
penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah
yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun
sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna.
Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di
derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut
dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak
bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu
menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
(Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir
maupun batin.

Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan
iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih
khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan.
Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih
khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di
dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang
bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan
orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang
lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Sumber lain :

Hakikat Iman

Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa
dicampuri keraguan sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah
percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir
dan beriman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan
lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam. Iman lebih umum dari Islam karena
seorang hamba tidaklah mencapai keimanan kecuali jika ia telah mampu mewujudkan
keislamannya.

Hakikat Islam

Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, dan as-silmu yang berarti: menyerahkan diri,
pasrah, tunduk, patuh, damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-
salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.
Pengertian Islam menurut istilah adalah sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan,
kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya demi mencapai kedamaian dan keselamatan
hidup di dunia dan akhirat.

Barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah, maka ia seorang
muslim, dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah dan selain Allah maka ia
seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Allah maka ia
seorang kafir yang sombong.

Hakikat Ihsan

Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang
berbuat baik. Setiap perbuatan baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai
atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak
dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang
disebut akhlaqul karimah.

Dalam satu hadits mengenai Ihsan seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab,
ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:

… َ‫إن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإنَّهُ يَ َراك‬ َ َّ‫…أَ ْن تَ ْعبُ َد هّللا َ َكأَن‬


ْ َ‫ك تَ َراهُ ف‬
“…Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika
engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihatmu…..

Hadits tersebut menunjukkan bahwa melakukan Ihsan adalah memposisikan diri saat
beribadah kepada Allah seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa
memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya sehingga
akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan
atau berbuat baik.

Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan


Hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal, bila
diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam
merupakan bangunan rumah yang berdiri diatasnya. Maka, apabila iman seseorang
lemah, maka islamnya pun akan condong bahkan runtuh. Dalam realitanya mungkin
pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau
malah mungkin tidak melaksanakannya. Zakat tidak dikeluarkan, puasa tidak ditunaikan
dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Jadi,
bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya,
sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan
berdampak juga pada tipisnya iman
Adapun ihsan bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa
terlihat mewah dan indah maka rumah tersebut banyak menarik perhatian dari berbagai
pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari
sang Khaliq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa
bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah
sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya
untuk mendapatkan perhatian dan ridlaNya.

2. Pada kasus diatas, bagaimanakah pengamalan Muldjam dalam ketiga aspek tersebut dan
aspek yang manakah yang belum terpenuhi oleh Muldjam?

Aspek yang belum terpenuhi adalah iman. Karena jika ditinjau iman itu adalah keyakinan
yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan
sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Allah,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan beriman kepada
takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan, amal hati dan
amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang
karena kemaksiatan. Sedangkan disini Muldjam masih melakukan kemaksiatan yang jelas
diterangkan dalam alquran bahwa itu adalah perbuatan yang dlarang dan dilaknat oleh
Allah.

3. Menurut analisa saudara kenapa Muldjam yang “terlihat alim” bisa melakukan hal tercela
tersebut?
Kesalahan pada muldjam bukan pada religiusnya tetapi pengamalannya.
Imannya ada yaitu dengan meyakini allah itu ada, islamnya ada yaitu dengan
melaksanakan sholat, aktif dalam menghafal qur’an, melakukan amalan sunnah. Tapi tidak
adanya ihsan dalam diri muldjam.

4. Jelaskan pentingnya aspek ihsan dalam mewujudkan SEJATI!


Untuk melahirkan SEJATI tadi maka ilmunya ada pada ihsan.
SEJATI disebut juga dengan akhlakul karimah dalam islam, akhlak itu adalah buah, apa
maksud dari makna buah? Yaitu kokoh dulu pelaksanaan tiga aspek yaitu iman, islam, dan
ihsan, baru nanti akan lahirlah buahnya berupa akhlakul karimah yang salah satu unsurnya
adalah ikhlas.

Berarti untk lahirnya buah berarti haruslah batangnya kokoh dulu maksudnya yaitu
luruskan dulu ibadah dan akidah terlebih dahulu, tapi jangan sampai masuk ke dalam
akidah yang aneh-aneh.

Aspek ihsan ini adalah buah pemaknaan/perenungan untuk terekstrasinya SEJATI atau
Akratul Khorimah, jadi jika tidak tercapainya ihsan maka juga tidak tercapinya akhrakul
karimah berarti sifat SEJATInya belum ada.

5. Jelaskan bagaimana cara untuk mencapai ihsan!

Banyak ulama menjelaskan apa itu ihsan, dan pembahasan terkaitnya amat luas. Salah
satunya, ihsan dipahami sebagai suatu derajat dalam ibadah yang sulit dicapai untuk
kalangan awam. Namun belum tentu ia tidak bisa diupayakan dan dilatih.
Syaikh Ahmad al-Fasyani mengulas perihal ihsan ini dalam karyanya Al-Majalisus
Saniyyah syarah dari kitab hadits Al Arba’in an Nawawiyah.  
Beliau mencatat bahwa seorang hamba dalam ibadahnya itu terdiri dari tiga macam.
Pertama, adalah orang yang melakukan ibadah semata menggugurkan kewajiban.
Namun hal itu mesti dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui syarat dan rukun
ibadah yang dilakukan. Seperti halnya mengetahui tata cara wudhu, puasa, dan ibadah-
ibadah lainnya.
Kedua, adalah derajat mukasyafah. Ia merasakan hingga seolah “melihat” dan
“memperhatikan” oleh Allah. Derajat ini seperti yang dirasakan oleh Nabi dalam saat
shalat, “…dan dijadikan shalat itu sebagai kebahagiaan/pelipur laraku...” (Al Hadits).
Ketiga, adalah ibadah dengan merasakan ibadahnya diawasi oleh Allah. Derajat ini
adalah derajat muraqabah, yaitu perasaan dilihat Allah. Jika mukasyafah adalah rasa
mampu melihat-Nya, jika tak mampu, seorang mukmin mesti senantiasa merasa
muraqabah, merasa diperhatikan dan dekat dengan-Nya. Seorang hamba mungkin tidak
mampu mencapai derajat ru’yatullah ("melihat" Allah), namun ia bisa selalu berusaha
mendekatkan diri dan diawasi oleh Allah, karena imannya meyakini bahwa Allah adalah
Dzat yang Maha Mengawasi.   Keseluruhan derajat atau maqam tersebut adalah bentuk
ihsan.
Seperti disinggung di atas, untuk menempuh ihsan dalam ibadah terlebih dahulu dapat
dengan mulai memahami pengamalan syarat dan rukun ibadah. Tata cara ibadah atau
syariat, sekurang-kurangnya untuk hal yang esensial atau ‘ilmul haal perlu dicermati.
Sehingga dapat dipahami bahwa dalam menempuh dan menjalankan ihsan, langkah
yang bisa dimulai adalah dengan mempelajari syariat Islam, utamanya yang terkait
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan derajat muraqabah dan mukasyafah mesti dilatih
terus-menerus, salah satunya melalui pembelajaran dan pengamalan tasawuf. Kedua
derajat itu dimiliki oleh kalangan khawash.
Kita semua yang awam perlu tetap belajar dan rendah hati, dan tentu saja dalam meniti
proses itu dibutuhkan kesabaran.

Anda mungkin juga menyukai