Anda di halaman 1dari 15

Islam Mencakup 3 Tingkatan

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi


malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali
jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan
kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab
berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka,
maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar
bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang
bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang
lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril
yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR.
Muslim).

Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan)


hadits ini terdapat dalil bahwasanya Islam, Iman dan Ihsan semuanya
diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama
Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau


menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan
Alloh, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan
berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke
sana”.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik


dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-
amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu
ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’
dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud
disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik


dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi
apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu
islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman
ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara
mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup
yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah ridho
Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini
sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).

Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu


engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu”.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik


dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia
menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan
keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin
sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna.
Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya
dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan
ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh
karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu
menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya
Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan
ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Baca Juga: 10 Pelajaran dari Datangnya Jibril

Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila


dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila
ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau
dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih
luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus
daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman.
Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan
islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa
dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min
itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain…
(At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Muslim, Mu’min dan Muhsin

Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa


setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan
iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan
melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap
muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah
sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna
walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota
badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong
mu’min dengan iman yang sempurna.

Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui


itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah
beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al
Hujuroot: 14).

Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang


memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi
daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian
tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih
tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al
‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)

Kesimpulan

Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya
pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat
tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini.

Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu


islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini
menunjukkan pula kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi
semacam itu.

Lalu bagaimana mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala


kalau cara beribadah yang mereka tempuh justru menyimpang dari
petunjuk Rosululloh?

Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang


mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka
amalan itu tertolak.” (HR. Muslim).

Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus
muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat sufiyah yang
membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan
syari’at.

DALIL DAN HADIST TENTANG ISLAM IHSAN DAN IMAN


10:49    No comments
Islam
Ayat-ayat Quran yang berhubungan dengan kebenaran islam
QS Al Baqarah (2): 256. Tidak ada paksaan dalam (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
QS Ali ‘Imran (3): ayat 19. Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah
diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-
Nya.
QS 3: 83. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan.
QS 3: 85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.
QS Al Maidah (5): 3. ….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu.…
QS Al Hajj (22): 78. ….Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia,…
QS An Nuur (24): 55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.
QS Ar Ruum (30): 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui,
QS Az Zumar (39): 22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah
hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari
Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya
untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
Hadits tentang islam
Sesungguhnya bermula datangnya Islam dianggap asing (aneh) dan akan
datang kembali asing. Namun berbahagialah orang-orang asing itu. Para
sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, apa yang
dimaksud orang asing (aneh) itu?” Lalu Rasulullah menjawab, “Orang
yang melakukan kebaikan-kebaikan di saat orang-orang melakukan
pengrusakan.” (HR. Muslim)
——####——
Agak susah nyari hadits tentang kebenaran islam. Mungkin saya yang
kurang teliti nyarinya.. Umumnya, hadits hanya berisi penjelasan dari Al
Quran dan dari hukum-hukum yang sifatnya masih perlu dirinci.
Sedangkan kebenaran Islam sebagian besar sudah diterangkan dengan
sangat jelas dalam Alquran, sehingga yang termuat dalam hadits
hanyalah perincian masalah akhlaq atau ibadah baik ibadah vertikal
kepada Allah maupun kepada sesama manusia (Muamalah).
Jadi, ya hadits yang menerangkan tentang kebenaran islam hampir ga
ada.. maksudnya, karena rata-rata hadits itu merupakan penjelasan
Rasulullah tentang masalah-masalah di dalam agama islam sendiri..
sifatnya lebih khusus..
wallahu a’lam.. mungkin ada yg lebih tau..
-fadhli-
hadistnya
: ‫ َقا َل َرس ُْو ُل هللا صلى هللا عليه وس لم‬: ‫ت‬ ِ ‫أ ُ ِّم ْالم ُْؤ ِم ِني َْن أ ُ ِّم َع ْب ِد‬  ْ‫َعن‬
ْ ‫ َقا َل‬ ‫هللا َعا ِئ َش َة َرضِ َي هللاُ َع ْن َها‬
ْ‫ َمن‬: ‫وفي رواي ة لمس لم‬ ‫ [رواه البخاري ومسلم‬  .‫ َر ٌّد‬ ‫ْس ِم ْن ُه َفه َُو‬ َ ‫أَم ِْر َنا َه َذا َما َلي‬ ‫دَث فِي‬ َ ْ‫َمنْ أَح‬
‫ َر ٌّد‬ ‫ْس َع َل ْي ِه أَمْ ُر َنا َفه َُو‬
َ ‫ َع ِم َل َع َمالً َلي‬ 

Terjemah hadits / ‫ترجمة الحديث‬ :


Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang
mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal)
darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam
riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan
(ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / ‫الفوائد من الحديث‬ :

1.     Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil syar’i
ditolak dari pelakunya.
2.     Larangan dari perbuatan bid’ah yang buruk berdasarkan syari’at.
3.     Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti
berdasarkan dalil) bukan ibtida’ (mengada-adakan sesuatu tanpa dalil)
dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah berusaha menjaganya
dari sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada.
4.     Agama Islam adalah agama yang sempurna tidak ada kurangn
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS TENTANG IMAN, ISLAM, DAN IHSAN

Dalam sebuah hadits dikatakan :


‫ ةَ ع َْن أَبِي‬T‫و َحيَّانَ التَّ ْي ِم ُّي ع َْن أَبِي ُزرْ َع‬TTُ‫ا أَب‬TTَ‫را ِهي َم أَ ْخبَ َرن‬T َ T‫اعي ُل ب ُْن إِ ْب‬ ِ ‫ َم‬T‫ َّدثَنَا إِ ْس‬T‫ا َل َح‬TTَ‫ َّد ٌد ق‬T‫َح َّدثَنَا ُم َس‬
َ َ‫ان ق‬T
‫ال‬T ُ ‫اإلي َم‬ ِ ‫ا‬T‫ َم‬:‫ا َل‬Tَ‫اس فَأَتَاهُ ِجب ِْري ُل فَق‬ ِ َّ‫ار ًزا يَوْ ًما لِلن‬ ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ب‬ َ ‫ َكانَ النَّبِ ُّي‬:‫هُ َري َْرةَ قَا َل‬
:‫ا َل‬TTَ‫الَ ُم ق‬T‫ا ا ِإل ْس‬TT‫ َم‬:‫ا َل‬TTَ‫ ق‬،‫ث‬ ْ Tِ‫ؤ ِمنَ ب‬Tْ Tُ‫لِ ِه َوت‬T‫ُس‬
ِ ‫البَ ْع‬T ُ ‫ ِه َور‬Tِ‫ ِه َوبِلِقَائ‬Tِ‫ ِه َو ُكتُب‬Tِ‫ان أَ ْن تُ ْؤ ِمنَ بِاهَّلل ِ َو َمالئِ َكت‬ ُ ‫اإلي َم‬ِ
، َ‫ان‬T‫ض‬ ‫م‬
َ َ َ َ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ُو‬
‫ص‬ َ ‫ت‬‫و‬ T
َ ََ ‫ة‬ ‫ض‬ ‫ُو‬‫ر‬ ْ
‫ف‬ ‫م‬
َ ْ
‫ال‬ َ ‫ة‬‫ا‬ َ
‫ك‬ َّ
‫ز‬ ‫ال‬ ‫ي‬
َ ِّ
‫د‬ َ‫ؤ‬ُ ‫ت‬ ‫و‬
َ َ ‫ة‬َ ‫ال‬‫ص‬َّ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ي‬
َ ِ َ‫ق‬ ُ ‫ت‬‫و‬ ‫ا‬ ً ‫ئ‬‫ي‬ْ َ
‫ش‬ ‫ه‬
ِِ ِ ‫ب‬ َ‫ك‬ ‫ر‬ ‫ش‬ْ ُ ‫ت‬ َ ‫ال‬ ‫و‬
َ َ ‫هَّللا‬ ‫د‬
َ ُ ‫ب‬‫ع‬ْ َ ‫ت‬ ‫ن‬ْ َ ‫أ‬ ‫م‬
ُ َ ‫ال‬ ْ
‫س‬ ‫اإل‬
ِ
ُ
:‫ قَا َل‬،‫ َمتَى السَّا َعة‬:‫ قَا َل‬،‫ك‬ َّ ُ َ
َ ‫ك ت ََراهُ فَإ ِ ْن ل ْم تَك ْن تَ َراهُ فَإِنهُ يَ َرا‬ َّ َ ‫هَّللا‬
َ ‫ أ ْن تَ ْعبُ َد َ َكأن‬:‫ قَا َل‬،‫ان‬ َ ُ ‫اإلحْ َس‬ ِ ‫ َما‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
‫ا َو َل‬TTَ‫ا َوإِ َذا تَط‬TTَ‫ ةُ َربَّه‬T‫َت األَ َم‬ ْ ‫د‬Tَ‫ إِ َذا َول‬:‫اطهَا‬ ُ
ِ ‫ َر‬T‫أ ْخبِرُكَ ع َْن أَ ْش‬T‫َما ْال َم ْسئُو ُل َع ْنهَا بِأ َ ْعلَ َم ِم ْن السَّائِ ِل َو َس‬
َ ‫لَّ َم إِ َّن هَّللا‬TT‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬ َ ‫س الَ يَ ْعلَ ُمه َُّن إِالَّ هَّللا ُ ثُ َّم تَالَ النَّبِ ُّي‬ ٍ ‫ فِي خَ ْم‬،‫اإلبِ ِل ْالبُ ْه ُم فِي ْالبُ ْنيَا ِن‬ ِ ُ‫ُرعَاة‬
‫اس ِدينَهُ ْم‬ َ َّ‫ال هَ َذا ِجب ِْري ُل َجا َء يُ َعلِّ ُم الن‬ َ َ‫ِع ْن َدهُ ِع ْل ُم السَّا َع ِة اآليَةَ ثُ َّم أَ ْدبَ َر فَقَا َل ُر ُّدوهُ فَلَ ْم يَ َروْ ا َش ْيئًا فَق‬
Artinya :
Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il
ibn Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy
dari Abi Zur’ah telah menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah
r.a berkata:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat, tiba-
tiba datang seorang laki-laki dan bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab
Nabi saw.: “iman adalah percaya Allah swt., para malaikat-Nya, kitab-
kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya
pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu laki-laki itu bertanya lagi,
“apakah Islam itu? Jawab Nabi saw., “Islam ialah menyembah kepada
Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan
shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan
Ramadhan.” Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?”
Jawab Nabi saw., “Ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-
Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu.
Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi saw.
menjawab: “orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang
bertanya, tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat
(tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah
melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya
telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung megah. Termasuk
lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya
Nabi saw. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya
sajalah yang mengetahui hari kiamat… (ayat).
Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para
sahabat: “antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak
melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi saw.bersabda: “Itu
adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama
kepada manusia.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi,
Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal).

A. Iman
Kata iman berasal dari bahasa arab, yang merupakan masdar dari madli
Amana, Yu’minu, Imanan, yang artinya percaya.  Sedangkan menurut
hadits pokok yang telah kami paparkan diatas, iman adalah percaya
(adanya) Allah swt., para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan
pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya serta percaya pada hari
berbangkit dari kubur.
Pada redaksi lain juga disebutkan, yakni hadits yang diriwayatkan oleh
bukhori muslim, selain yang telah disebutkan pada hadits pokok diatas,
ada tambahan mengenai obyek iman, yaitu beriman adanya qodlo dan
qodar, baik maupun buruk.  Wal hashil, dari sinilah para ulama’
menyimpulkan bahwa rukun iman ada enam,  yang mana setiap mu’min
wajib mempercayainya untuk menyandang sebuah titel mu’minnya.
Yakni :

1. 1.       Iman kepada Allah


2. 2.       Iman kepada malaikat Allah
3. 3.       Iman kepada rusul Allah
4. 4.       Iman kepada kitab-kitab Alla
5. 5.       Iman kepada hari akhir (kiamat)
6. 6.       Iman kepada qodo’ dan qobar Allah, baik maupun buruk
keberadaannya.

Banyak sekali hadits yang memuat tentang iman, yang tak mungkin
kami sajikan disini, maka kami hanya mengambil sebagian saja,
diantaranya :
‫د هللا بن‬TT‫ليمان بن بالل عن عب‬TT‫دثنا س‬TT‫ال ح‬TT‫دي ق‬TT‫حدثنا عبد هللا بن محمد قال حدثنا أبو عامر العق‬
:  ‫ال‬TT‫لم ق‬TT‫ه و س‬TT‫لى هللا علي‬TT‫بي ص‬TT‫ه عن الن‬TT‫ي هللا عن‬TT‫رة رض‬TT‫الح عن أبي هري‬TT‫دينار عن أبي ص‬
) ‫( اإليمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من اإليمان‬
Artinya : Abdulloh bin Muhammad telah bercerita kepada kita, seraya
berkata; Abu Amir al  Aqdi bercerita kepada kita seraya berkata ;
sulaiman bin bilal telah bercerita kepada kita dari abdulloh bin dinar dari
abu sholih dari abu hurairoh ra.  Dari Nabi SAW. Beliau bersabda :
“iman terdiri dari 70 lebih sekian cabang, sedangkan malu termasuk
salah satu cabang darinya”.
Hadits pertama ini, memberi aba aba bahwa iman itu banyak sekali
cabangnya. Ada lebih dari 70 cabang iman, diantaranya adalah malu.
Walau malu kelihatanyya sepele, tapi  ternyata banyak  sekali yang tidak
bisa melakukannya, tercermin dalam kehidupan keseharian yang terjadi
diantara kita. Lebih-lebih malu pada sang kuasa. Karena bila seseorang
masih punya malu pada sang pencipta, niscaya tidak akan berani maksiat
pada-Nya, apalagi berani meninggalkan perintah. Inilah urgensi tentang
malu, banyak yang tahu, tapi tak sedikit yang tak mau tahu, dalam arti
tidak mengindahkannya.
‫بي‬TT‫هيب عن أنس عن الن‬TT‫ز بن ص‬TT‫د العزي‬TT‫ة عن عب‬TT‫دثنا ابن علي‬TT‫ال ح‬TT‫راهيم ق‬TT‫حدثنا يعقوب بن إب‬
‫لى‬TT‫ وحدثنا آدم قال حدثنا شعبة عن قتادة عن أنس قال قال النبي ص‬. ) ‫صلى هللا عليه و سلم ( ح‬
) ‫ ( ال يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين‬:  ‫هللا عليه و سلم‬
Ya’kub bin ibrahim teah bercerita kepada kita, beliau berkata ; ibnu
ulaiyah bercerita kepada kita, dari abdul aziz bin zuhaib dari anas dari
nabi saw., Adam juga bercerita kepada kita, beliau berkata ; telah
bercerita kepada kita syu’bah, dari qotadah dari sahabat anas, beliau
berkata ; nabi saw. Bersabda : “ tidak (sempurna) iman diantara kamu
sehingga aku lebih dicintai baginya melebihi orang tuanya, anaknya, dan
manusia sekalian”.

Hadits ini menjelaskan tentang urgensi cinta terhadap nabi, karena


termasuk ciri ciri iman seseorang sempurna bila mana dia lebih
mencintai nabinya melebihi cintanya terhadap selain tuhan dan nabinya.
Bila kita tarik mafhum dari hadits ini, kama orang tidak bisa dikatakan
mempunyi iman sempurna sebelum dia mencintai nabinya melebihi
segala-galanya.
‫لى هللا‬T‫بي ص‬T‫ه عن الن‬T‫ي هللا عن‬T‫ادة عن أنس رض‬T‫عبة عن قت‬T‫يى عن ش‬T‫حدثنا مسدد قال حدثنا يح‬
‫تى‬TT‫ ( ال يؤمن أحدكم ح‬:  ‫عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال‬
) ‫يحب ألخيه ما يحب لنفسه‬
Musaddad telah menceritakan kepada kita, dia berkata ; telah bercerita
kepada kita yahya, dari syu’bah dari qotadah dari annas dari nabi saw.
Dan dari husain al Mualim, dia berkata : dari nabi saw. Beliau bersabda :
“tidak dikatakan (sempurna) iman seorang diantara kalian sehingga
mencintai saudara (muslim) nya sebagaimana kecintaannya kepada
dirinya”.
Sedang hadits yang satu ini, menyinggung tentang kecintaan seseorang
terhadap saudara muslinya, maka tidak dikatakan sempurna iman
seseorng mana kala orang tersebut belum bisa mencintai saudara
muslimnya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.

‫ة عن أنس عن‬TT‫حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال حدثنا أيوب عن أبي قالب‬
‫وله‬T‫ون هللا ورس‬T‫ان أن يك‬T‫د حالوة اإليم‬T‫ه وج‬T‫ال ( ثالث من كن في‬T‫لم ق‬T‫النبي صلى هللا عليه و س‬
‫ره أن‬TT‫ا يك‬TT‫ر كم‬TT‫أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء ال يحبه إال هلل وأن يكره أن يعود في الكف‬
) ‫يقذف في النار‬
Muhammad bin mutsanna telah berkata ; telah bercerita kepada kita 
abdul wahab as tsaqofi, telah bercerita kepada kita Ayyub dari abi
qolabah d ari annas dari nabi saw. Beliau bersabda : “tiga perkara bila
mana terdapat diri seseorang akan merasakan manisnya iman : yaitu bila
Allah dan rasulnya lebih ia cinta daripada selain keduanya, dan
hendaknya ia mencintai orang yang tidak cinta kepadanya kecuali karena
Allah semata, dan ia enggan / benci untuk kem bali kepada kekafiran
sebagaimana kebenciannya bila di masukkan ke neraka”.

Terakhir, dibahas pada hadits ini tentang bagaimana seseorang dapat


merasakan manisnya iman, yakni dengan mencintai Allah dan rasulnya
melebihi segalanya,  mencintai seseorang yang mencintainya hanya
karena Allah semata, serta hendaknya ia benci untuk kembali kepada
kekafiran sebagaimana ia benci bila dimasukan ke neraka.

B. Islam
Sebagaimana telah maklum, islam berasal dari bahasa arab juga, dari
madli Aslama yuslimu islaman, yang berarti  selamat. Sedangkan
menurut hadits pokok diatas, islam diartikan sebagai Islam ialah
menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan
berpuasa di bulan Ramadhan.
Dilain redaksi, ada yang mencantumkan perihal haji, sehingga dapat
disimpulkan bahwa rukun iman berjumlah lima, yaitu :
1. Syahadat.
2. Sholat.
3. Zakat
4. Puasa.
5. Dan haji

Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi :


‫ر‬TT‫د عن ابن عم‬TT‫ة بن خال‬TT‫فيان عن عكرم‬TT‫ة بن أبي س‬TT‫ا حنظل‬TT‫حدثنا عبيد هللا بن موسى قال اخبرن‬
‫رضي هللا عنهما قال‬
‫ه إال هللا وأن‬TT‫هادة أن ال إل‬TT‫الم على خمس ش‬TT‫ني اإلس‬TT‫لم ( ب‬TT‫ه و س‬TT‫ قال رسول هللا صلى هللا علي‬: 
) ‫محمدا رسول هللا وإقام الصالة وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان‬
Abdulloh bin musa telah bercerita kepada kita, dia berkata ; handlolah
bin abi sufyan telah memberi kabar kepada kita d ari ikrimah bin kholid
dari abi umar ra. Berkata : rasul saw. Bersabda : islam dibangun atas
lima perkara : persaksian sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusannya, mendirikan sholat,
memberikan zakat, hajji dan puasa ramadlan”.

Islam merupakan agama terakhir dari syariat yang telah dirurunkan oleh
Allah kepada rasul sekaligus nabinya yang terakhir pula. Disini,
eksistensi islam sebagai agama yang paling benar telah tak diragukan
lagi adanya. Banyak kaum orientalis yang berusaha menyerang islam,
dengan mempelajari islam itu sendiri, dengan tujuan mencari celah
untuk meruntuhkan islam melalui kekurangan-kekurangan yang ada
dalam islam, tapi apa yang terjadi, banyak diantara mereka yang malah
berbalik kiblat kemudian masuk islam tanpa ragu. Karena islam
merupakan agama yang sempurna, sekaligus sebagai penyempurna dari
agama-agama masawi yang terdahulu. Allah berfiman :
َ ٰ‫وا ال ِكت‬11ُ‫فَ الَّذينَ أوت‬11َ‫ا اختَل‬11‫ َو َم‬  ۗ ‫اإلسلٰ ُم‬
‫ا‬11ً‫ا َء ُه ُم ال ِعل ُم بَغي‬11‫ا ج‬11‫ ِد م‬11‫ب إِاّل ِمن بَع‬ ِ ِ ‫ َد هَّللا‬11‫دّينَ ِعن‬11‫إِنَّ ال‬
‫ب‬
ِ ‫الحسا‬
ِ ‫سري ُع‬ َ َ ‫ت هَّللا ِ فَإِنَّ هَّللا‬ ٰ ٔ‫ َو َمن يَكفُر بِـ‬  ۗ ‫بَينَ ُهم‬
ِ ‫اي‬
Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab[4] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-
Nya.[5]

c. Ihsan
kata ihsan, lahir dari madli ahsana yuhsinu ihsanan, yaitu bahasa arab
yang berarti bebuat baik, atau memperbaiki. Sedangkan bila memandang
dri hadits pokok diatas, ihsan diartikan sebagai menyembah Allah
seakan akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita merasa selalu
diawasi oleh Allah.

Disini terdapat indikasi lebih mengenai ihsan dibanding dengan yang


lain. Karena ihsan sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan
yang lebih baik, yang lebih afdol, dan bernilai lebih sehingga seseorang
tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan kewajiban dalah
beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya
diterima dengan sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan
merasa diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul dihatinya tuntutan
untuk selalu meng upgrade amal perbuatannya dari yang kurang baik
menjadi yang  baik, dari yang sudah baik, terus berusaha untuk yang
lebih baik demi diterimanya amal perbuatan mereka.

Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn


melakukan syarat dan rukun sholat saja, tanpa  hartus khusu’ maupun
khudu’. Orang itu sudah tidak dituntut lagi kelak karena dia sudah
melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas menggugurkan
kewajiban belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia
akan melakukan sholat tersebut dengan sesempurna mungkin, dia tidak
hanya memperhatikan syarat dan rukun saja, melainkan adab dalam
sholat, kekhusyu’an, khudu’, dan hal-hal yang dapat menghalangi
sampainya ibadah tersebut sampai kepada hadroh sang kholiq.

D. Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan


Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut, disini, akan dibahas
hubungan timbal balik  antara ketiganya. Iman yang merupakan
landasan awal,  bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan
suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya.
Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong,
lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat
akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau
malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak
terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam
seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal,
kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan
mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu.
Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin
tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam
kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya
iman.
Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata :
‫زادت‬TT‫الحات نمت ف‬TT‫د الص‬TT‫ل العب‬TT‫إذا عم‬TT‫اء ف‬TT‫قال علي كرم هللا وجهه إن اإليمان ليبدو لمعة بيض‬
‫ود‬TT‫حتى يبيض القلب كله وإن النفاق ليبدو نكتة سوداء فإذا انتهك الحرمات نمت وزادت حتى يس‬
‫القلب كله‬
Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat
seperti sinar yang  putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan,
maka sinar tersebut  akan tumbuh dan bertambah sehingga hati
(berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam,
maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik
hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati. [6]
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana
rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga
padat menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah,
bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq,
sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya saja, melainkan beru
saha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah
sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja,
menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya.
Disinilah hakikat dari ihsan.
[4] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.

Anda mungkin juga menyukai