Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AMAL DAN ILMU SEBAGAI PERADABAN

Disusun Oleh :

Kurnia Laila Widya Putri (18.1465.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AKADEMIK 2020


BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amal
Amal merupakan satu aplikasi yang hasil dari gabungan ilmu dan iman kerana kebenaran
iman dapat di lihat amal soleh seseorng .Allah bersumpah demi sesungguhnya manusia itu rugi
andai beriman tanpa amal Allah SWT berfirman, "Demi masa. Sesungguhnya manusia berada
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta saling
menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (Surah Al-Asr : 1-3).
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan
tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani]
Berdasarkan bukti dan dalil di atas tidak sempurna iman dan ilmu seseorng itu melainkan
dengan disulami dengan amal yang terhasil kefahaman dari ilmu ,dan penyatuan yang hadir hasil
penyaksian bahawa ianya benar dan hasilnya , anggota badan itu yang bergerak demi
merealisasikan ilmu dan iman dengan amal nya.
Setelah kita mengetahui pengertian dari iman, ilmu dan amal. Sekarang saatnya kita
mengetahui korelasi diantara ketiganya. Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian
sabdanya,“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal
perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim”…. [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] Selanjutnya,
suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw.
menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya"…. [HR.
Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”…. [HR. Abu Na’im] ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu
lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang
bermanfaat.” …. [HR. At Tirmidzi] ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia
mengamalkan ilmunya.” …. [HR. Ibnu Hibban]
Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.:
“Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi
maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ”
Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai
Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab
Nabi Saw. Pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang
Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR. Ibnu
Abdil Birr dari Anas]
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, kualiti amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu
pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya … QS.[10]:9. Ilmu
pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya
dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di
ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bil arkan …Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan
memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi , kerana pemisahan setiap komponen
menjadikan islam itu janggal dan susah dan sukar.
 Karakteristik dan Sifat Seseorang yang Beriman
Perbedaan dari orang yang beriman dengan yang belum beriman dapat kita bedakan.
Mulai dari fisiknya dan yang paling menonjol adalah tingkah lakunya di dalam masyarakat.
Dalam Al-quran sendiri telah dijelaskan bagaimana orang yang beriman terebut seperti dalam
surat An-Nissa ayat 59
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan
Ulil Amri (pemerintah) diantara kamu kemudian jika kamu berlainan pendapat tentag sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), Jika kamu orany yang
beriman kepada Allah dan Hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”.
Iman adalah sebuah pilar yang dengannya tegaklah hujah atas fitrah seseorang kepada
Rabbnya, dalam hal penyembahan, penciptaan, pengagungan nama dan sifat-sifatNya. Dan
tidaklah seseorang dikatakan beriman dengan keimanan yang sempurna, kecuali dengan
keyakinan hati, atas diri perkataan dan perbuatanNya kepada Sang Khaliq atas pengesaanNya,
keberadaanNya, wujudNya, tentang apa-apa yang disifati tentang diriNya, tanpa penyimpangan
nalar dan nafsu yg mengelabui jiwa serta menutup hati seseorang dalam hal wujud
penyembahan, sebagai realisasi keyakinannya. Dan ketahuilah bahwasanya iman layaknya air yg
terkadang pasang surut tak menentu, dikarenakan sifatnya yang kebaikan dan ketaatan, serta
menolak segala keburukan sebagai lawan bagi dirinya yang dapat membuatnya jatuh dari
ketinggiannya(ihsan) ataupun turun perlahan (futur). Intinya iman dibangun atas enam perkara,
sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan dalam hadits jibril yg panjang “…………dan ia (jibril)
berkata ‘beritakan padaku apa itu iman?’ maka beliau s.a.w. bersabda’engkau beriman keepada
Allah,malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan takdir baik dan
takdir buruk.” (riwayat;Muslim dari Umar bin Khathab) dan ia juga mempunyai ciri ataupun
sifat sebagai wujud dari keyakinan (itiqad) itu sendiri, yang tergambar melalui perkataan serta
perbuatan berupa keislaman seseorang. Sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan dari Abdur
rahman-Abdullah ibnu Umar r.a. ia berkata’rasulullah s.a.w. bersabda ‘islam di bangun atas
lima perkara’syahadati allailaha illalahu,Muhammad rasulullah,mendirikan shalat,
menunaikan zakat haji kebaitullah, dan saum ramadhan.” (bukhari-muslim). Dan beliau s.a.w
juga bersabda “iman mempunyai tujuhpuluh cabang ata enam puluh cabang lebih.yg tertiggi
bersaksi bahwa tiada tuhan selain ALLAH,dan yg terendahmenyingkirkan duri dari jalan.dan
malu sebagian dari pada iman.”(hadits melalui  Abu Hurairah riwayat;(bukhari-muslim). Dan
sabdanya, dari Anas r.a. dari rasulullah s.a.w. bahwasanya beliau bersabda “ada tiga perkara
apabila terdapat pada diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman.’mencintai Allah
dan rasulNya melebihi cintanya kepada yang lainNya mencintai karena Allah, dan benci
menjadi kafir kembali setelah Allah melepaskanya dari kekafiran,sebagaiman bencinya ia di
lemparkan kedalam neraka.” (Muslim). Sebagaimana makna kafir dan syirik,iman dan islam
juga mempunyai hubungan yang terpisah dan terkait. Artinya,tidaklah keimanan itu terwujud
kecuali dengan perkataan dan perbuatan(islam). Namun keimanan juga berdiri sendiri,ketika
perkataan dan perbuatan terlepas darinya. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Q.S.Al-Hujurat :
14 yg artinya “orang-orang arab badui berkata’kami telah beriman.’katakanlah(kepada
mereka)’kamu belum beriman,’tetapi katakanlah’kami telah tunduk(islam)’karena iman belum
masuk dalam hatimu.” Intinya, seseorang bisa terlihat melaksanakan keimanan berupa perkataan
dan perbuatan (keislaman) namun bathinnya menolak (munafik) kita berlindung kepada Allah
s.w.t  dari hal yg demikian. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Q.S.Al-Maidah: 41 yg artinya
“wahai rasul (Muhammad) janganlah kamu di sedihkan oleh mereka yang berlomba-lomba
dalam kekafirannya..yaitu orang-orang munafik yang mengatakan dengan mulut mereka’kami
telah beriman’. Padahal hati mereka belum beriman.”  Bisa juga seseorang hanya mengakui
dengan hatinya saja tentang keimanan serta semua konsekuensinya, namun ia tidak
melaksanakan apa-apa yg di perintahkan, dikarenakan hawa nafsu ataupun syaithan. Yang
seperti ini bisa dikatakan murtad (keluar dari islam) sebagaimana yg rasulullah s.a.w. sabdakan,
dari Ubadah bin Shamit r.a. ia berkata “rasulullah s.a.w.  mewasiatkan pada kami, janganlah
kalian menyekutukan Allah dengan sesuatupun, janganlah kalian meninggalkan shalat dengan
sengajaa.barang siapa yg meninggalkan dengan sengaja,maka ia telah keluar dari millah
(agama)”. (riwayat Al-Haitsami dalam majma 4/216 dan Al-Hakim dalam al-mustadrak). Dan
dalam hadits yg lain, dari Buraidah bin Hasib ia berkata: aku mendengar nabi s.a.w. bersabda
“perjanjian kami dengan mereka(kafir) adalah shalat. maka barangsiapa yang
meninggalkannya maka ia telah kafir.” (Ahmad 5/346 , Thirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majjah).
Sedangkan orang yngg telah melaksanakan iman dan islamnya, namun ia tidak memiliki sifat-
sifat lainnya, dengan kata lain ia seorang yang melakukan dosa-dosa, maka ia disebut orang
pendosa atau dengan kata lain fasik. Dimuka telah di sebutkan bahwasanya inti dari keimanan
terkait dengan islam yang telah di sebutkan dalam dua hadits sebelumnya (diriwayatkan dari
Umar bin Khathab dan Ibnu Umar bin Khathab r.a.) kini kami akan menguraikan ciri-ciri
ataupun bagian iman itu sendiri. Adapaun ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Orang-orang yg beriman mereka adalah orang-orang yang jika di bacakan ayat-ayat Allah
menerima dengan lapang dada serta mengikutinya. Sebagaimana telah Allah kabarkan dalam
Q.S.Al-Anfaal:2 yang artinya “sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah gemetar hatinya. Dan apabila di bacakan ayat-ayatNya kepada
mereka, bertamabah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” ini
merupakan cermin dari ketinggian iman seseorang, sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan
dalam hadits jibril yg panjang “………..(jibril brtkata)khabarkanlah kepadaku tentang
ihsan?,’rasulullah s.a.w bersabda :”engkau beribadah kepada ALLAHseakan-akan engkau
melihatNYA,meski engkautidak akan bisa melihatNYA,namun IA melihatmu .”(bukhari,dari
umar bin khathab r.a.)
2. Mereka orang-orang yg selalu taat jika diperintahkan kepada Allah dan rasulNya,
sebagaimana imanNya “hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak
kepada Allah dan rasulNya agar rasul memutuskan (perkara) diantara mereka, mereka
berkata “kami mendengar dan kami taat.’ dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Q.S.An-NUUR: 51. Dan rasulullah s.a.w menerangkan dalam sabda beliau, dari Abi ‘Amri
waqil abi ‘amrah sufyan ibnu Abdullah r.a. ia bertanya ‘ya rasulullah beritahukan kepadaku
suatu dalam islam yang tidak aku akan tanyakan untuk yang lainnya?,maka rasulullah s.a.w
bersabda:’katakanlah’aku beriman kepada ALLAH, kemudian beristiqamahlah.” (riwayat
Muslim)’ dan sabdanya dari Abu  Hurairah ‘AbdiRahman  shakhri r.a  ia berkata’aku
mendengar rasulullah s.a.w bersabda:”apa-apa yang aku larang untuk kalian maka jauhilah,
dan apa-apa yang aku perintahkan untuk kalian maka laksanakanlah semampu kalian.
Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian adalah banyak bertanya dan
menyelisihi para nabi mereka.’ (riwayat Bukhari-Muslim). Dan sabdanya, dari Tamim  Ibnu
Aus adari r.a dari nabi s.a.w. beliau bersabda “agama itu nasehat. Kami bertanya,untuk
siapa?, beliau s.a.w menjawab untuk (kepada) Allah, kepda kitabNya, kepada rasulNya, dan
kepada pemimpin dan kaum muslimin keseluruhannya.” (muslim). Dalam hadits yang
lainnya disebutkan dari Jabir r.a ia berkata ’apabila rasulullah s.a.w berkutbah kedua matanya
memerah, suaranya kelihatan sangat marah, seakan-akan beliau seorang panglima yg
kejam,seraya bersabda “hati-hatilah dari pagi hingga sore musuh mengancam.selanjutnya
beliau bersabda’’aku diutus sedangkan hari kiamat itu bagaikan dua jari ini,sambil
mensejajarkan jari telunjuk dan jari tengah.beliau bersabda’ketahuilah sebaik-baik ucapan
adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjiuk adalah petunjuk Muhammad s.a.w.dan seburuk-
buruk  perkara agama sepenuggalku adalah sesuatu yang baru yang diada-adakan. Dan
sesuatu yang baru itu disebut bid’ah. San setiap bid’ah itu sesat.,’ Selanjutnya beliau
bersabda ’ aku lebih utama di banding orang mu’min yg lain.” (muslim). Dan dalam hadits
lain disebutkan dari Abu Tsa’labah al-Jursum ibnu Nasyir r.a ,dari nabi s.a.w beliau bersabda
“sesungguhnya ALLAH telah mewajibkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian sia-
siakan. Dan Dia telah menentukan hokum-hukum (had/pidana) maka janganlah kalian
melanggarnya. Dan mengharamkan banyak hal, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan
Dia juga mendiamkan banyak hal karena kasihan kepada kalianbukannya lupa, maka
jangan kalian cari-cari.” (hadits hasan riwayat Thabrani)
3. Mereka orang-rang yang beriman selalu khusuk dalam menjalani peritah Allah, sebagaimana
firmanNya “orang-orang yang beriman mereka kepada ayat-ayat kami, hanyalah orang-orang
yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat kami) menyungkur sujud, dan bertasbih
serta memuji Tuhannya. Dan mereka tidak menyombongkan diri.”Q.S .As-Sajdah:15.
4. Orang-rang yang beriman adalah mereka yang tidak sombong dan membanggakan diri, serta
jujur amanah. Sebagai mana Allah kabarkan tentang sifat-sifat mereka, dalam Q.S.Al-
Furqan: 72-73 yang artinya “dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berguna, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang
apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai
orang-orang yang tuli dan buta.” Dan firmanNnya “adapun hamba-hamba tuhan yang Maha
Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan dimuka bumi dengan rendah hati, dan apabila
orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang tak dia suka) mereka
mengucapkan “salam” Q.S.Al-Furqan:63. Rasulullah menerangkan tentang mereka dengan
sabanya dari Abu Hurairah r.a ia berkata “rasulullah s.a.w bersabda ‘ tanda kebaikan
seorang muslim adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.”
(riwayat Thirmidzi, dan lainnya).
5. Mereka orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang tidak berloyalitas kepada orang
kafir. Sebagaimana firmanNya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan teman orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman
kepercayaanmu. (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka
mengharap kehancuranmu. Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
tersembunyi dihati mereka lebih jahat. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(kami) jika kamu mengerti.” Q.S. Ali-Imran 118. Dan firmanNya “ wahai orang-orang yang
beriman! Jika kamu mentaati orang-orang yang kafir, niscaya mereka akan mengembalikan
kamu kebelakang (murtad) maka kamu akan kembali menjadi orang yang rugi.’” Q.S.Ali—
Imran:149. Dan firmanNya “wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu jadikan
bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pelindung, jika mereka menyukai kekafiran
dari pada keimanan. Barang siapa diantara kamu yg menjadikan mereka pelindung, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.” Q.S At-Taubah:23.
6. Mereka orang-orang yang beriman, adalah mereka yang jika diseru untuk berjihad, mereka
menyanggupinya, tanpa alasan dan lain-lain. Sebagaimana firmanNya “ Sesungguhnya Allah
membeli dari orang-orang yang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka. Mereka berperang dijalan Allah, sehingga mereka membunuh atau
terbunuh,(sebagai) janji yang benar dari Allah didalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. Mereka itulah
orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuiji Allah, mengembara (demi ilmu agama),
rukuk, sujud, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan yang
memelihara hokum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman.” Q.S.At-
Taubah:111-112. Dan firmanNya “ dan di antara manusia ada orang-orang yang
mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hambanya.”Q.S Al-Baqarah:207. Tentang jihad ini rasulullah s.a.w. menerangkan
dalam sabdanya, yang diriwayatkan dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ary r.a ia
berkata ’rasulullah s.a.w pernah ditanya, manakakah yang termasuk berperang di jalan
Allah? apakah berperang karena keberanian, kesukuan, ataukah berperang karena ‘ria’?
rasulullah s.a.w bersabda “ siapa saja yang berperang agar kalimat llah terangkat, maka
itulah berperang dijalan Allah ( jihad riwayat:muslim-bikhari). Dan sabdanya, dari Abu
Tsabits (Abu Sa’id/Abu WalidSahl bin Hunaif) ia adalah orang yang ikut perang badar,
rasulullah s.a.w bersabda “barang siapa yang benar-benar memohon mati syahid kepada
Allah ta’ala niscaya Allah akan mengabulkannya, ke tingkat orang yang mati syahid,
walaupun ia mati diatas tempat tidur.” (riwayat Muslim). Dan sabdanya dari Abu
Abdurrahman Zaid bin Khalid Al-Juhainy r.a ia berkata’rasulullah s.a.w bersabda:”siapa
saja yang menyediakan perbekalan perang dijalan ALLAH, maka ia disamakan  dengn
berperang. Dan barang siapa yang tidak ikut berperang lalu menjaga baik-baik keluarga
yang ditinggalkan orang yang ikut berperang berarti ia ikut berperang.” (riwayat Bukhari
dan Muslim). Dan sabdanya pula,’dari Abu Baqar Ash-Shidiq r.a. ia berkata’rasulullah
s.a.w bersabda “tidaklah sebuah kaum meninggalkan jihad, melainkan Allah akan
meratakan adzab kepada mereka”. (al-albany dalam ash-shahiah 2663). Dan sabdanya,
dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata’ aku bertnya kepada rasulullah s.a.w, amal apalah yang
paling utama?’ beliau menjawab ”shalat tepat pada waktunya.” Kemudian amala apalagi?
’beliau s.a.w. bersabda ”berbakti kepada orang tua” kemidian apa lagi?’ beliau
bersabda’berjihad di jalan Allah”. (riwayat Bukhari dan Muslim)
7. Orang-orang yang beriman mereka orang-orang yang tidak bakhil, serta mereka berinfak
mengharapkan wajah Allah, sebagaimana yang Allah kabarkan dalam Q.S. Al-Insan:8-9
yang artinya “dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak
yatim dan orang yang ditawan. Sambil berkata’ sesungguhnya kami memberikan makanan
kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhoaan Allah, kami tidak mengharapkan
balasan dan terima kasih darimu. Dan firmanNya “dan bagi orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka,dan merekamenginfakkan sebagian dari rizki yang kami
berikan kepada mereka.” Q.S.AL-Insan:38.
8. Orang-orang yang beriman mereka adalah orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar.
Sebagaimana firmanNya “ dan juga bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf”Q.S.Asy-
Syura:37. Dan firmanNya “orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap
istri-istri mereka, atau terhadap hamba sahaya yang mereka miliki. Dan sesungguhnya
mereka tidaklah tercela.” Q.S.Al-Ma’arij:29-30
9. Mereka orang-orang yang beriman adalah orang-orang menyuruh kebaikan, dan menjaga diri
dari perbuatan yang sia-sia, serta selalu mengingat Allah, dan beristigfar. Sebagaimana
firmanNya dalm Q.S Al-A’araf:199-201, yang artinya “jadilah pemaaf, dan suruhlah orang
mengerjakan yg ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika syaithan
datang menggodamu, maka berlindunglah kepad Allah, sungguh Dia Maha Mendengar,
Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka dibayangi
pikiran jahat (berbuat dosa) dari syaithon, merekapun segera ingat kepada Allah, maka ketika
itu juga mereka melihat (kesalahnan-kesalahannya).
10. Mereka orang-orang yang beriman yang selalu (menjaga) shalat malam mereka (tahajud)
sebagai tambahan dan ketaatan mereka kepada Allah dan rasulNya s.a.w,sebagaimana yg Ia
kabarkan dalam Q.S.Az-Zariat:17-18, yang artinya “ mereka sedikit sekali tidur pada waktu
malam, dan pada akhir malam mereka memohon ampun.”
11. Mereka orang-orang yang beriman adalah mereka yang selalu bertawakal kepada Allah, dan
menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Sebagaimana yang Ia kabarkan dalam Q.S
Yunus:84-85, yang artinya “ dan Musa berkata’wahai kaumku! apabila kamu beriman kepada
Allah, maka bertawakallah kepadaNya, jika kamu benar-benar orang muslim (berserah diri)
’. Lalu mereka berkata’ kepada Allahlah kami bertawakal. Ya Rabb janganlah engkau
jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim. Dan Allah s.w.t befirman yang artinya
“hanya kepadaMulah aku menyembah. Dan hanya kepadaMulah aku memohon
pertolongan.”Q.s. AL-Fatihah:4.
12. Orang beriman adalah mereka orang-orang yang tawadhu dan berusaha berbuat baik, karena
mereka bertanggung jawab kepada Rabbnya, tanpa penilaian sesuatu pun yang mengikutinya,
meski manusia bertingkat-tingkat keadaan dan kedudukan dimataNya. Dengan sifat tawadhu
yang dimiliki seseorang, niscaya ia akan menjaga dan terjaga dirinya dari perbuatan yang
tidak baik. Sebagaimana yang dikabarkan dalam firmanNya “adapun hamba-hamba Tuhan
yang maha pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang bodoh menyapa mereka(dengan kata-kata yang menghina) mereka
mengucapkan salam(keselamatan).Q.S Al-Furqan:63.
Sebagai penutup keimanan adalah perkara yang khusus yang perlu penjabaran dan
keterangan panjang dan terperinci. Tidaklah seseorang yang beriman harus mempunyai
keyakinan yang mantap dan kokoh dalam pendirian tentang keimanannya. Terlebih lagi ia yg
benar-benar jujur dalam keimanannya, Tidak menyembuyikan kebencian sedikitpun terhadap
syariat yang meski di jaga dan di jalani, serta tidak membenci orang-orang yang berada
diatasnya, baik dengan pekataan maupun perbuatan. Dan syariat dan hokum-hukum telah jelas
dan terperinci telah diterangkan dan dijabarkan melalui lisan rasulullah s.a.w , para shahabat r.a
serta para ulama yang mengikutinya hingga akhir zaman. Sebagai akhir akan disebutkan
beberapa hadits tentang selamatnya seseorang yang beriman dari kekalnya siksaan api neraka.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al- Khudri r.a bahwa rasulullah s.a.w bersabda
‘Musa a.s. berkata;’ya, rabbi, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dapatku gunakan untuk
mengingatMU dan berdoa kepadaMu’.Allah s.w.t berfirman “ucapkanlah wahai Musa,
‘Lailahaillallah’ Musa berkata’ya,rabbi apakah setiap hamba-hambamu
mengucapkannya?’Allah .s.w.t berfirman’wahai Musa, sekiranya langit yang tujuh dengan
segala isinya berserta bumi yang tujuh berada pada satu mangkuk timbangan, dan
Lailahaillallah berada padamangkuk timbangan yg lainnya,maka Lailahaillallah dapat
mengalahkannya.” (riwayat Ibnu Hibban, Al-Hakim).
B. Pengertian Ilmu
Ilmu sesuatu yang sering diutamakan. Tidak dipelihara dengan baik. Kadang ilmu hanya
dijadikan sesuatu yang nisbi. Ada tapi tidak ada atau Tidak ada tetapi ada? Tetapi yang pasti
adalh ilmu itu satu kewajiban yang tidak boleh di pertikai karena terdapat bukti dan dalil yang
pasti semua mengetahuinya.
Akhir-akhir ini satu fenomena yang ditemui, yang membuat kita ketahui bahawa kadang-
kadang seseorang tidak faham dengan ilmu yang dipelajarinya. Untuk apa ilmu itu digunakan?
Akan bagaimana bila mengamalkan ilmu itu? Fenomena klasik, tapi tetap membuat kita tidak
habis berfikir. Belajar, mencari ilmu kadang di jadikan formula belaka. Karena barulah, harga
diri, atau bahkan desakan dari pihak orang lain, orang tua, suami, isteri, desakan majikan ,dan
lain-lain lagi. Pada akhirnya ilmu tidak meresapi dalam diri. Tidak meninggalkan bekas. Bahkan
mungkin, tidak menjadikan diri lebih baik. 
 Pentingnya menuntut Ilmu dalam Islam dan Mengamalkannya
Menuntut Ilmu Sejarah pernah mencatat, bahwa imperium Utsmaniyah pernah memiliki
peranan yang menentukan dalam percaturan dunia. Bahkan dakwah Islamiyah pernah sampai ke
Wina. Sehingga masyarakat barat menjadi tidak tenang. Itu semua bisa terjadi karena umat Islam
di waktu itu membekali diri dengan ilmu pengetahuan, di samping memperkokoh keimanan.
Bahkan sejarah pernah pula mencatat, bahwa kemajuan peradaban Islam di Eropa, khususnya di
Spanyol, tidak terlepas dari ajaran Islam, yang menjunjung tinggi dan mengagungkan ilmu
pengetahuan. Kemajuan barat, tidak bisa dipisahkan dari kontribusi Islam. Sebagaimana
diungkapkan oleh para ilmuwan mereka dengan tegas mengatakan, bahwa bangsa eropa sangat
beruntung dan berhutang budi dengan kedatangan Islam. Banyak ilmu pengetahuan yang
ditemukan dan kemudian diadopsinya. Kesan juga diungkapkan oleh ilmuwan barat lainnya,
bahwa ilmu pengetahuan yang dibawa Islam, menjadi inspirasi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan modern barat. Saat itulah izzul Islam wal muslimin (kemulyaan Islam dan kaum
muslimin) dirasakan oleh dunia. Ini merupakan rahmat besar. Hidup dengan ilmu pengetahuan,
disegani dan dihormati oleh bangsa lain. Ini sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang
merupakan aturan hidup yang sempurna yang datang dari Allah SWT.
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘aalamiin. Telah mensyariatkan dan mewajibkannya
kepada umatnya untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya melalui wahyuNya yang pertama
kali turun yakni iqra’ (bacalah). Artinya ini perintah untuk belajar dan menuntut ilmu. (QS At
Taubah : 122, Az Zumar : 9 ).
Kata “ilmu” di dalam Al Qur’an dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali.
Artinya agama Islam memberi perhatian besar kepada manusia untuk membekali diri dengan
ilmu, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah untuk beribadah kepadaNya dan
sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mewajibkan kepada
semua umatnya untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabdanya : thalabul ilmi fariidhotun ‘alaa
kulli muslimin wa muslimatun (mencari ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki maupun
perempuan). Beliau juga mempunyai kebijakan untuk mendorong umatnya terus belajar dan
belajar. Misalnya ketika kaum muslim berhasil menawan sejumlah pasukan kaum musyrikin
dalam perang Badar. Dengan cara menawarkan mereka, jika mau bebas mereka harus membayar
tebusan, atau mengajar baca tulis kepada warga Madinah. Kebijakan ini sungguh cukup strategis,
karena mempercepat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslimin.
Kita sebagai orang tua, harus menjadi teladan di tengah keluarga kita masing-masing.
Sebagai orang tua juga mendorong penuh agar keluarga kita untuk menuntut ilmu, jangan sampai
kita telantarkan mereka. Jangan membiarkan mereka menjadi generasi yang lemah. (An Nisa’ :
9, Maryam : 59).
Di akhirat nanti jangan sampai anak isteri kita menggugat di pengadilan Ilahi, hanya karena
kita tidak pernah menjadi teladan yang baik, di rumah tangga. Hanya karena kita tidak pernah
memberi dorongan kepada keluarga untuk hadir di majlis ilmu untuk menuntut ilmu. Allah SWT
berfirman dalam surah At Tahrim : 6 yang maknanya : Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 
Menuntut ilmu itu adalah bagian dari ibadah. Menuntut ilmu itu adalah suatu kemuliyaan.
Allah SWT akan mengangkat derajat dan kedudukan orang yang menuntut ilmu. Dan Allah akan
mudahkan jalan menuju surga orang yang menuntut ilmu. Allah berfirman dalam surah Al
Mujadilah : 11 yang maknanya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Rasululah SAW bersabda : man salaka thoriqon yaltamisu fiihi ilman, sahalallahu lahu bihi
thoriiqon ilal jannah (barang siapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga). Menuntut ilmu disamping ibadah, juga merupakan jihad.
Yakni jihad melawan kebodohan. Jihad melawan keterbelakangan. Maka di sinilah diperlukan
kesungguhan yang luar biasa. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW : man khoroja fii
tholabil ilmi fahuwa fii sabiilillah (barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia pada
jalan Allah). Ilmu adalah cahaya yang menerangi dan menerangi hidup ini. Ilmu adalah petunjuk,
sedang kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. (QS Al Maidah : 15-16), yang maknanya :
Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
menerangkan. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya
ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. Ilmu adalah alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana kita akan
mengenal Allah kalau kita tidak pernah membekali diri dengan ilmu. Ilmu sekaligus juga sebagai
petunjuk keimanan dan beramal sholih. Dengan menuntut ilmu berarti kita telah meneladani sifat
Allah yang Mulia yakni Al Aliim. Bukankah kita diperintakan untuk berakhlak dengan akhlak
Allah. Allah telah memberi anugerah kepada penuntut ilmu dengan rahmah dan maghfirohNya.
Sehingga energi yang dimiliki oleh orang aliim, diharapkan mampu meningkatkan kualitas
manusia dan menjawab berbagai persoalan manusia. Kesesuaian Antara Ilmu dan Amal
Selayaknya seorang penuntut ilmu antusias untuk mengamalkan ilmu yang telah
didapatkannya, sebagaimana antusias dia dalam mencari tambahan ilmu baru. Karena tujuan
pokok menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Mengamalkan ilmu juga menjadi pertanda atas
nikmat Allah berupa ilmu, yang dengannya Allah akan menambahkan ilmu sebagai ziyadah
(tambahan) nikmat atasnya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu,” (QS. Ibrahim: 7)
Maka barang siapa yang mensyukuri nikmat ilmu dengan amal, niscaya Allah akan
menambah nikmat berupa ilmu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid,
“Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan membuka baginya ilmu yang belum
diketahui sebelumnya.”
Orang yang hanya sibuk mencari ilmu namun tidak berusaha mengamalkannya, seperti orang
yang mencari uang, namun ia tidak mampu membelanjakannya, lalu apa gunanya dia mencari
uang? Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang yang berakal adalah, seseorang yang tidak melulu
berpikir untuk menambah ilmu, sebelum dia berusaha mengamalkan apa yang telah dia miliki,
Maka dia menuntut ilmu untuk diamalkan, karena ilmu dicari untuk diamalkan.
Tentu saja penekanan beliau adalah motivasi untuk mengamalkan ilmu yang telah dimiliki,
bukan mengerem atau menjatuhkan semangat untuk menambah ilmu. Bagaimanapun, kita tetap
harus senantiasa menuntut ilmu dan terus berusaha mengamalkan ilmu. Tidak dibenarkan juga
seseorang yang tidak sudi menuntut ilmu dengan alasan takut akan tuntutannya. Karena berarti
dari awal dia sudah tidak memiliki niat untuk mengamalkan ilmu. Akhirnya ia menjadi orang
yang bodoh dari ilmu dan kosong dari amal. Tepat sekali jawaban sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu, ketika seseorang kepada beliau, “Sebenarnya aku ingin mencari ilmu, tapi
aku takut menyia-nyiakannya (yakni takut tuntutan mengamalkannya).” Maka beliau berkata,
“Cukuplah kamu dikatakan menyia- nyiakan ilmu jika kamu tidak mau belajar.
Para ulama memandang, seseorang tidak dikatakan alim (orang yang berilmu) kecuali setelah
mengamalkan ilmu yang dimilikinya “Innamal ‘aalim, man ‘amila bimaa ‘alim.”(sungguh orang
yang yang alim itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya) Imam asy-Sya’bi juga berpendapat
bahwa orang yang faqih adalah orang yang benar-benar menjauhi segala yang diharamkan Allah
SWT dan alim adalah orang yang takut kepada Allah SWT. Jika kita menengok para ulama salaf
dan para Imam yang bertabur ilmu, akan kita dapatkan bahwa mereka bukan sekedar ahli ilmu,
tapi juga ahli ibadah. Bukan sekedar ibadah yang wajib dan yang tampak, tapi juga ibadah yang
sunnah dan yang tersembunyi.
Seperti Imam Abu Hanifah rahimahullah. Beliau biasa menghidupkan separuh malamnya.
Hingga pada suatu hari beliau melewati suatu kaum, dan beliau mendengar mereka berbisik,
“Orang ini (yakni Abu Hanifah), menghidupkan malam semuanya untuk ibadah.” Maka Abu
Hanifah berkata, “Sungguh! Aku malu kepada Allah, jika aku disebut-sebut dengan sesuatu yang
tidak aku lakukan.” Lalu setelah itu beliau selalu menghidupkan malamnya semua.
Imam asy-Syafi’I berkata : “Sudah sepantasnya seorang penuntut ilmu itu memiliki suatu
rahasia antara dia dengan Allah, yakni berupa amal shalih, tidak hanya mengandalkan banyaknya
ilmu namun sedikit harapannya untuk akhirat.” 
C. Arti Peradaban

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan dua arti peradaban; 1) kemajuan
(kecerdasan, kebudayaan) lahir batin: bangsa-bangsa di dunia ini tidak sama tingkat
perdabannya; dan 2)hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu
bangsa. 
Peradaban dalam bahasa Arab disebut dengan al hadhârah atau al tamaddun atau al
‘umrân. Menurut Ibnu Khaldun, al hadhârah adalah sebuah periode dari kehidupan sebuah
masyarakat yang menyempurnakan periode primitif (al badâwah)dari masyarakat itu, karena al
hadhârah adalah puncak dari al badâwah.  
 Kata ‘umrân ini digunakan dalam Qur’an.
1. Dr. Muhammad Kâdzim Makki menyebutkan beberapa elemen dan kriteria
peradaban; Khazanah kemanusiaan. Artinya setiap masyarakat manusia
mempunyai cara tersendiri dalam memperoleh kenyamanan hidup mereka, dalam
mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan dalam berinteraksi sosial dan
komunikasi, dimulai dari yang sangat primitif sampai dengan yang modern.
2. Akal (pengetahuan) sebagai ciri yang paling menonjol dari peradaban. Akal
adalah yang membedakan manusia dari binatang. Dengannya manusia terus
mengalami perkembangan yang tiada henti.
3. Eksperimen (tajribah) sejarah. Setiap generasi dari sebuah masyarakat  mewarisi
cara hidup dari generasi sebelumnya dan mencoba mengembangkan warisan itu,
karena tidak mungkin satu generasi tiba-tiba menciptakan penemuan tanpa
pengetahuan atau pengalaman yang diwarisinya dari generasi sebelumnya..
4. Struktur geografis. Sebuah peradaban pada satu masyarakat sangat dipengaruhi
oleh keadaan geografis yang meliputinya.
Berdasarkan keterangan Kâdzim Makki, maka setiap masyarakat dan bangsa mempunyai
peradaban tersendiri, namun yang satu lebih maju dari yang lain, karena perbedaan elemen-
elemen tersebut.

Nabi saw. Merubah Peradaban Jahiliyyah ke Peradaban Islam

             Sebenarnya peradaban merupakan bagian dari fitrah manusia. Artinya setiap manusia
ingin maju dan berkembang demi kenyamanan dan kesejahteraan hidup mereka, baik dalam
kehidupannya yang bersifat individual maupun sosial. Para Nabi as. berperan meluruskan arah
kemajuan yang diinginkan manusia agar tidak menyimpang ke arah yang membahayakan
kehidupan mereka. Berkenaan dengan ini, Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, “
“ Lalu (Allah) mengutus di tengah mereka rasul-rasulNya dan nabi-nabiNya dari satu zaman ke
zaman yang lain untuk menagih janji fitrahNya, mengingatkan nikmat-nikmatNya tang
terlupakan, menyempurnakan tabligh dan membangkitkan kekuatan-kekuatan akal yang
terpendam “ 
             Ketika Nabi saw. lahir dan sebelum diangkat menjadi Nabi, bangsa Arab sudah
mempunyai peradaban, demikian pula bangsa di sekitar semenanjung Arabia; Byzantium Timur
dan Persia. Tetapi pada saat yang sama, beliau menyaksikan prilaku bangsa Arab yang tidak
sesuai dengan akal sehat dan hati nurani. Dekadensi Moral dan kedzaliman meraja lela di mana-
mana. Sehingga beliau sering menyendiri di gua Hira’. Kebiasaan menyendiri itu dilakukan
beliau bertahun-tahun sampai beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya lima ayat pertama
dari surat al ‘Alaq. Setelah itu, beliau diperintahkan untuk memperbaiki dan meluruskan
kaumnya.
             Dalam pandangan Nabi saw. kehidupan yang maju dan nyaman tidak mungkin 
ditegakan di atas pengetahuan santis-empiris belaka, tetapi juga di atas moral dan iman.
Peradaban yang berlandaskan kemajuan pengetahuan santis-empirisi tidak akan membawa ke
kehidupan yang nyaman dan bahagia. Kaum Tsamud, ‘Âd dan raja Fir’aun dari sisi pengetahuan
saintis-empiris pada masa mereka sangat maju dan mengundang decak kagum manusia modern
sekarang ini. Demikian pula Byzantium dan Persia telah membangun peradaban berlandaskan
pengetahuan saintis-empiris begitu maju pada masanya.Namun peradaban mereka itu dibangun
di atas penderitaan orang-orang lemah dan memakan ratusan ribu nyawa yang tidak berdosa.
              Nabi saw. memahami kenyataan itu dan meresapi kehidupan yang tidak adil itu.
Peradaban seperti itu dianggap sebagai peradaban jahiliyyah. Untuk itu, beliau ingin
merekonstruksi peradaban menjadi peradaban yang memberikan rasa keadilan dan kenyamanan.

Pilar-Pilar Peradaban Islam

               Sebelum membahas pilar-pilar peradaban Islam, perlu dijelaskan bahwa harus
dibedakan antara peradaban Islam dengan peradaban Arab. Arab sebagai bangsa, baik bangsa
Arab klasik, seperti Tsamud, ‘Ad dan Quraisy, atau bangsa Arab setelah Islam, mempunyai
peradaban tersendiri. Seperti halnya, barat sebagai bangsa, baik Barat pada masa Romawi kuno,
atau Barat modern, mempunyai peradaban tersendiri, mekipun agama terkadang memberikan
pengaruh terhadap peradaban mereka. Peradaban mereka, Arab, Barat dan bangsa lain,
mengalami jatuh-bangun dan jaya-surut. Jatuh-bangun peradaban mereka tergantung sejauh
mana mereka menjaga empat elemen peradaban, yang telah disebutkan oleh Kâdzim Makki;
peradaban mereka dibangun berdasarkan khazanah kamanusiaan, pengetahuan, pengalaman, dan
struktur geografis mereka.
               Sementara peradaban Islam dibangun di atas nilai-nilai yang turun dari Allah swt.
Ketika sebuah bangsa dapat menyerap dan melaksanakan nilai-nilai itu, maka bangsa itu
membangun peradaban Islam. Peradaban yang dibangun tidak di atas nilai-nilai Ilâhi dianggap
sebagai peradaban jahiliyyah, meskipun maju dalam hal pengetahuan saintis-empirisnya.
               Dengan demikian, adalah salah kaprah jika peradaban Islam dibandingkan dengan
perdaban Barat, sehingga muncul penilaian, Manakah di antara keduanya yang lebih tinggi ?,
karena perbedaan antara keduanya bersifat vertikal. Yang satu berlandaskan nilai-nilai Ilâhi dan
yang lain berlandaskan empat elemen tersebut. Menjadi tepat jika perbandingan itu antara
peradaban Barat dengan peradaban Arab atau negara Islam, yang perbedaannya bersifat
horisontal. Oleh karena sumber utama Islam adalah Qur’an dan Hadis, maka untuk mengetahui
apa saja nilai-nilai yang menjadi pilar peradaban Islam, kita harus kembali ke dua sumber itu.

1. Ilmu Pengetahuan.
               Sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah syarat
pertama dan utama bagi majunya sebuah bangsa. Tanpa pengetahuan sebuah bangsa akan
tertinggal, bahkan akan binasa. Menurut Muhammad Taqi Misbah dan Muhammad Baqir Shadr
bahwa berpengetahuan merupakan sesuatu yang aksioma (badîhî) dan tidak perlu dipertanyakan
lagi, apalagi diperdebatkan, karena ia bagian dari ciri yang paling utama bagi manusia, atau
menurut Muthahhari, berpengetahuan adalah bagian dari fitrah manusia.
               Qur’an banyak mengajak manusia agar merenungi benda-benda yang ada di jagat raya
dan menantang manusia untuk menyibak rahasia-rahasia alam semesta. Misalnya ayat yang
berbunyi,” Hai kelompok jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus lorong-lorong langit
dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak dapat menembusnya kecuali dengan sulthan “.Sebagian
ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘sulthan ‘ dalam ayat ini adalah ilmu
pengetahuan.
               Meskipun Nabi saw., menurut sebagian, seorang yang ummi (buta huruf), tetapi beliau
menyuruh para sahabatnya agar belajar baca-tulis, karena kemampuan membaca dan menulis
adalah syarat bagi majunya seseorang dan sebuah masyarakat. Setelah perang Badar berakhir,
dan kaum Muslimin menahan sejumlah orang Musyrik Mekkah, beliau bersabda, “ Barangsiapa
dari para tahanan ada yang mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh pemuda dan anak-anak
Anshar, maka dia dibebaskan tanpa diminta uang tebusan “.
              Pada masa beliau, para sahabat menjadi orang-orang yang pandai membaca dan
menulis. Itu merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa Arab yang tidak begitu memperhatikan
masalah baca-tulis.
               Beliau juga sangat apresiatif terhadap pengalaman dan eksperimen orang dan bangsa
lain. Beliau mempraktekkan usulan Salman al Farisi untuk membuat parit besar dalam perang
Khandaq, sesuatu yang lazim dilakukan oleh pasukan Persia ketika perang menghadapi musuh.
Lebih dari itu, beliau menekankan pentingnya belajar dari usia dini sampai akhir hayat, meski
dengan menempuh jarak yang sangat jauh.
              Perhatian terhadap pengetahuan dan penekanan yang kuat terhadap belajar merupakan
ciri yang paling menonjol dalam ajaran Islam. Hal itu menunjukkan betapa Nabi saw. ingin
membangun masyarakat yang cerdas dan pandai.
Sejak memeluk Islam, bangsa Arab berubah jati dirinya dari sebuah bangsa yang terbelakang dan
tidak dipertimbangkan oleh Romawi dan Persia menjadi bangsa yang disegani dan dihormati
karena ilmu pengetahuan.

2. Tauhid dan Iman


              Pilar peradaban Islam yang lain adalah tawhid dan iman. Dalam Qur’an disebutkan,
“ Jika penduduk kota itu beriman dan betaqwa, niscaya Kami buka di atas mereka berkat dari
langit dan bumi “.
             Hakikat tauhid dan iman kepada Allah swt. adalah membebaskan manusia dari
belenggu-belenggu penghambaan kepada selain Allah. Dalam ucapan “ Tiada tuhan selain Allah
“ terdapat pesan yang jelas bahwa ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah swt. Dalam
pandangan orang yang beriman, selain Allah swt. tidak punya hak untuk disembah dan
ditunduki, dan ia memandang seluruh keberadaan selainNya sama seperti dirinya sebagai hamba.

            Diriwayatkan bahwa Dihyah al Kalbi, seorang sahabat Nabi, diperintahkan oleh Nabi
saw.untuk membawa surat kepada Kaisar Romawi. Pada waktu itu, setiap orang yang akan
menghadapi Kaisar diharuskan sujud dihadapannya. Dihyah dengan tegas menolak itu dan
berkata,”Aku datang kepadamu untuk membebaskan manusia dari menyembah selain Allah dan
hanya menyembah Tuhan segala tuhan”.
             Islam tidak hanya membebaskan manusia dari segala kekuatan eksternal saja, selain
Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari kekuatan internal, yaitu hawa nafsu.Karena dalam
banyak ayat dan hadis diterangkan bahwa hawa nafsu cenderung ke keburukan dan kehancuran.
            Disinilah letak perbedaan antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya, termasuk
peradaban Barat. Peradaban Barat secara khsusus dibangun di atas pilar ilmu pengetahuan
rasional-empiris yang notabene materialistik, sama dengan peradaban yang pernah ada
sebelumnya. Tidak terpikirkan dalam benak mereka, jika mereka tidak bersentuhan dengan
agama apapun, bahwa peradaban yang dibangun tanpa tawhid dan iman, sehingga mengikuti
hawa nafsu, justru akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Peradaban demikian biasanya
tidak lepas dari kerakusan, kebebasan tanpa kendali dan dekadensi moral. Dan pada akhirnya ia
menuju ke kehancuran.
             Pada dasarnya, Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt. merubah peradaban
yang bersifat jahiliyyah menjadi peradaban Islam yang tegak di atas ilmu pengetahuan dan iman.
Qur’an sendiri mengumpamakan,” orang-orang beriman seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya, dan tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, kemudian besar dan tegak lurus di atas
pokoknya, sehingga menyenangkan hati para penanamnya”.
            Muthahhari dalam mengomentari ayat ini berkata, “Sungguh betapa agung contoh yang
digambarkan Allah tentang kaum Muslimin pada masa permulaan Islam. Inilah contoh yang
mengarah kepada perkembangan dan kesempurnaan. Inilah contoh bagi orang-orang Mukmin
yang senantiasa bergerak menuju kemajuan dan kesempurnaan”.
              Sejarah Islam pada masa itu adalah saksi akan kehebatan peradaban Islam. Will Durant,
seperti yang dikutip oleh Muthahhari, berkata dalam bukunya, The Story of Civilization, “ Tidak
ada peradaban yang lebih mengagumkan seperti perdaban Islam”.
BAB III
PENUTUP

  Kesimpulan

Berdasar penjabaran yang telah disampaikan, bahwa keimanan manusia telah Allah tulisakan
dalam Al-Quran dan telah disebutkan pula As-Sunnah. Tingkat keimanan seseorang berbeda-
beda. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keimanan seorang dapat berubah menjadi lebih
baik melalui beberapa tingkat, mulai dari dasar hingga tingkatan yang lebih tinggi. Namun
karena keimanan seseorang dari hati, terkadang iman ini dapat naik ataupun turun. Tetapi,
apabila masing-masing dari kita dapat beristiqomah insyallah iman kita akan tetap terjaga.

  Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan terutama mengenai
tata bahasa dan juga refrensi. Juga kita sebagai mahasiswa semester awal menyadari akan
kekurangan itu. Maka, penulis berharap apabila terdapat kesalahan mohon dimaklumi dan
dimaafkan karena keterbatasan penulis. Juga kritik ataupun saran, sangat diharapkan agar di
kemudian hari dapat menghasilkan makalah maupun karya tulis yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai