Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TANGGUNG JAWAB ILMUWAN MUSLIM DALAM BERBANGSA DAN


BERNEGARA

Disusun Oleh :

Nama : Tisan Ilham Pribadi

Nim : 18.1506.S

Kelas 3B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AKADEMIK 2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, dan tidak lupa kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad
SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam.
Dalam mata kuliah “Al-Islam Kemuhammadiyahan” ini, kami mendapatkan tugas untuk
membuat makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan
Bernegara”.
Saya harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam
hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai tanggung jawab ilmuwan dalam berbangsa dan
bernegara, khususnya bagi penulis. Makalah ini memang masih jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekalongan, 28 Desember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………………………………………………...1
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………....2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………......3
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang …………………………………………………………………………….…..…4
B. Rumusan Masalah …….…………………………………………………………………..…..…4
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………..…….4
D. Manfaat Penulisan ………………………………………………………………………….…....5
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Ilmuwan dan Kedudukan Ilmuwan dalam Al-qur’an ……………….…………........6
B. Tanggung Jawab Ilmuwan ………………………………………………………………..……..8
C. Konstribusi Bagi Kemajuan Bangsa ………………………………………………………...…12
D. Kewajiban Ilmuwan ……………………………………………………………………………13
E. Tokoh Ilmuwan Muslim …………………………………………………………………….....18
Bab III Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………19
B. Saran …………………..……………………………………………………………………....19
Daftar Pustaka …………………..…………………………………………………………………..….20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT berfirman dalam QS. Al- Mudattsir ayat 38 yang artinya :

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya”.

Dari kontek ayat ini, kita mengetahui bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan
segala potensinya memiliki “tugas” untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah SWT
dan suatu saat nanti pada saat yang ditentukan oleh Allah semua manusia akan diminta
pertanggung jawabannya sebagai bukti bahwa manusia sebagai pengemban amanah Allah SWT.

Dalam melakukan misinya, manusia diberi petunjuk bahwa dalam hidup ada dua jalan
yaitu, jalan baik dan jalan yang buruk. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Balad ayat 10 yang
artinya :

“ Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan ( kebaikan dan keburukan)”

Proses menerima petunjuk ini adalah bagaimana manusia mengembangkan kemampuan


potensi akal ( ratio ) nya dalam memahami “alam” yang telah diciptakan dan disediakan oleh
Allah SWT sebagai saran dan sumber belajar, kemudian ketika “ilmu” sudah dimiliki diharapkan
manusia dapat berkarya (beramal) dengan ilmunya untuk terus membina hubungan vertical dan
horizontal.

Manusia yang mau mengembangkan potensi akalnya dapat memanfaatkan


pengetahuannya tersebut untuk pencerahan dirinya dan memiliki tanggung jawab moral dan
menyebarkan kepada sesama, mereka biasa disebut ilmuwan, cendikiawan atau intelektual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis mengangkat masalah yaitu “Bagaimana
tanggung jawab berupa kedudukan dan kewajiban ilmuwan muslim dalam berbangsa dan
bernegara?”

C. Tujuan Penulisan

4
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai tugas mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan IV untuk mendeskripsikan tanggung jawab berupa kedudukan dan
kewajiban ilmuwan muslim dalam berbangsa dan bernegara.

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai tanggung jawab
berupa kedudukan dan kewajiban ilmuwan muslim dalam berbangsa dan bernegara.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmuwan dan Kedudukan Ilmuwan dalam Al-Quran


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah :
 orang yang ahli,
 orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu,
 orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan
 orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-
sungguh.
Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang terlibat dalam
kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu )
Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak
pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu.
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat
kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena
fisika, matematis dan kehidupan social.

Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali


permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah
sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut
kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya.

Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta
dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi.
Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu
merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan
tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa
terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi
lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan
kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama.

6
Banyak yang mengartikan ilmuwan sama dengan intelektual, namun pada dasarnya
berbeda. Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap
masalah tertentu.
Kemajuan ilmu pengetahuan ternyata telah banyak membawa perubahan kepada
kehidupan manusia, baik dalam cara berfikir, sikap, gaya hidup, atau tingkah laku. Dari sudut
dimensi yang lainnya, kemajuan ilmu pengetahuan telah membuat kehidupan manusia lebih
sempurna dalam menguasai, mengolah, dan mengelola alam untuk kepentingan dan
kesejahteraan hidupnya.
1. Ilmu pengetahuan atau biasa saja disebut dengan sains, secara singkat dan sederhana
dapat didefinisikan sebagai “Himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui
suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio”
2. Ilmu , yaitu sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Banyak istilah yang digunakan di dalam al-Quran
untuk menyebut ilmuwan atau cendekiawan antara lainnya ialah Ulama, Ulu al-Nuha, Ulu al-
Ilmi, Ulu Al-Abshar, dan Ulu Al-Albab. Secara umumnya, keberadaan mereka dalam Islam
adalah sebagai orang yang memiliki ilmu dan dapat berbuat  atau beramal lebih daripada yang
lainnya. Kedudukan mereka dan karakternya banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran antara
lainnya ialah :

‫يرفع هللا الذين امنوا والذين أوتوا العلم درجات‬


Artinya: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan”
                                                                        Al-Mujadalah : 11
‫إنّما يخشى هللا من عباده العلماء‬

7
Artinya : “sesungguhnya yang takut (bertanggungjawab) kepada Allah dari kalangan hamba-Nya
ialah kaum Alim Ulama (Ilmuwan dan Intelektual)”

                                                                                                       Al-Fatir : 28
‫و تلك األمثال نضربهالنّاس وما يعقلها االّ العالمون‬
Artinya : “Dan perumpamaan itulah Kami berikan kepada seluruh umat manusia, tetapi tidaklah
dapat memahami melainkan orang-orang yang berilmu pengetahuan”
                                                                        Al-Ankabut : 43
            Dalam ayat terakhir ini, Allah menegaskan bahawa hamba yang mampu membuka
rahasia alam semesta hanyalah Alim Ulama atau ilmuwan muslim. Selain mereka, tidaklah akan
dapat memahami semua itu secara tuntas dan utuh.  Memahami secara utuh dan tuntas di sini,
bahwa penemuan-penemuan dari hasil renungan, penyelidikan dan pengamatan terhadap tanda-
tanda kekuasaan Allah berupa realitas objektif yang terdapat di seluruh kosmos dan ditujukan
untuk menambah kebenaran dan iman kepada Allah yang menciptakannya. Betapa tingginya
kedudukan para ulama atau ilmuwan muslim dalam pandangan Islam. Bahkan dalam hadis nabi
disebutkan bahwa mereka disamakan dengan derajat nabi atau minimalnya dijadikan sebagai ahli
warisnya.
)‫العلماء ورثه األنبياء (رواه أبو داود و الترمذى‬
Artinya: “Para alim ulama (ilmuwan) itu adalah waris Nabi.”

                                                            Hadis Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi

            Bagaimana perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan diperintahkan
oleh Rasulullah SAW. Untuk dicari, tanpa mengenal batas waktu sejak lahir sehingga mati. Di
mana saja, sekalipun sampai di negeri Cina bahwa mencari ilmu wajib bagi setiap peribadi
muslim. Selain Kedudukan Ulama sebagaimana penjelasan ayat dan hadis di atas, kedudukan
mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian
dari agama. Mereka adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya,
agama dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang yang akan
menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang

8
lurus. Oleh karena itu, ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia telah melepaskan
dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya.

B. Tanggung Jawab Ilmuwan


Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi
religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan
hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika
keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan
berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain,
menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau
mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk
mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-
benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan
dari orang lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab
ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi
tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.
“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh
Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “
1. Banyak ilmuwan muslim (terutama dalam hal ini yang akan dibahas adalah berkaitan
dengan ilmuwan muslim di bidang sosial) yang tidak memiliki komitmen terhadap agama
Islam.

Ilmuwan tersebut menghabiskan hari-harinya dan bahkan hidupnya untuk mempelajari dan
mengkaji ilmu yang disenangi, menarik hati dan mungkin pula memperoleh ketenaran serta
mendapatkan banyak uang, tapi tidak berminat atau kurang sekali minatnya untuk mengkaji
Islam (Al-Quran dan Sunnah) yang berkaitan dengan ilmu yang digelutinya. Dalam sepekan
belum tentu ada satu atau dua jam waktunya diperuntukkan untuk menelaah Islam, yang
seharusnya menjadi pedoman hidupnya.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika mendapati ayat-ayat Al-Quran atau Hadits
yang tidak sesuai dengan jalan pikiran atau ilmu yang dikuasai, maka ayat dan hadits tersebut
ditolak atau paling tidak diragukan kebenarannya. Sebaliknya, paham atau konsep yang jelas-
jelas bertentangan dan tidak dapat dibandingkan dengan Islam seperti feminisme, sekularisme,

9
humanisme, liberalisme, postmodernisme, pluralisme dsb. malah dicari-carikan pembenaran dan
dukungan dari agama Islam.

2. Banyak ilmuwan muslim yang berpikir dengan metode/cara berpikir orang barat yang
kafir.

Mereka memisahkan antara agama dan akhirat, antara ilmu dan perilaku, antara ilmu dan
etika, antara agama dan ilmu, antara individu dan masyarakat nantara agama dengan sosial atau
negara. Hal ini disebabkan karena mereka asal ikut saja terhadap pendapat yang dikatakan oleh
pakar dari barat. Akibatnya mereka tidak akan dapat melebihi orang barat. Mereka akan selalu
tergantung dengan barat serta pola berpikirnya. Apa-apa yang tidak sesuai dengan cara berpikir
orang barat akan dikritik, diragukan atau bahkan ditolak.

3. Banyak ilmuwan yang tidak paham sejarah barat dan sejarah pemikiran orang-orang
besar.

Semestinya orang yang belajar sains sosial memahami mengapa timbul teori atau ide dari
para ahli sosial zaman dahulu sejak zaman Yunani, sampai sekarang. Ingat bahwa pendapat
sesorang pasti berkaitan dengan:
 Teologi agama Kristen di Barat
 Peran gereja di masyarakat pada masa itu
 Perang antar negara
 Kolonialisme
 Kebutuhan sosial masyarakat pada masa itu.

4. Karena tidak paham sejarah barat, banyak ilmuwan yang terjebak cara berpikir orang
barat.
Misalnya, banyak orang amat menyukai atau positivisme, reduksionisme, behaviorisme.
Sebaliknya ada juga yang amat tidak suka dengan positivisme, sebagai gantinya mereka
menganut hermeneutika atau kontruktivisme dll, sehingga semuanya dianggap relatif, tidak ada
kebenaran absolut, bahkan manusia tidak mungkin memahami kebenaran atau kebenaran itu
sendiri tidak ada. Namun mereka tidak paham mengapa timbul aliran-aliran tersebut dan latar
belakang aliran pemikiran tersebut. Paham seperti humanisme, relativisme, dsb. telah menjadi
anutan dan patokan mereka. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, sebagian ilmuwan muslim

10
tidak menyadari pola pikirnya telah terjebak dan tersumbat dengan paham-paham sesat dari barat
tersebut.
5. Banyak ilmuwan muslim tidak paham konsep pandangan dunia (worldview), asumsi
hakikat  manusia maupun nilai-nilai sosial budaya barat.
Nilai-nilai sosial budaya barat itu sendiri meliputi: tujuan hidup manusia, apa yang disebut
manusia sukses, berguna dan baik, apa yang disebut masyarakat yang baik, dsb. Hal ini
menyebabkan mereka hanya mengekor saja apa yang dikatakan atau ditulis orang barat. Banyak
orang terpesona dan terkagum-kagum dengan "kemajuan" barat. Barat dianggap identik dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, pendidikan, kesehatran, kebebasan dan
demokrasi.
Namun jangan lupa, untuk meraih itu semua, barat harus menguras habis sumber daya yang
dimiliki masyarakat lain sejak zaman dulu (kolonial) hingga sekarang, dengan perusahaan multi
nasional (MNC) nya. Disamping itu, problem internal masyarakat barat semakin akut dan kronis.
Meningkatnya jumlah orang yang depresi, stres, bunuh diri, pembunuhan, perampokan,
pnyalahgunaan obat-obatan, pemerkosaan, perceraian, anak lahir di luar nikah, gay, lesbian dan
semua penyakit sosial lain yang mengarah pada kehancuran peradaban dan masyarakat baat itu
sendiri. Gereja-gereja semakin ditinggalkan, beralih pada fan lun gong, new age, spiritualisme,
aliran pemuja setan, sinkretisme serta menciptakan agama-agama baru sesuai selera mereka
sendiri.
6. Akhirnya banyak ilmuwan muslim yang tidak peduli apakah ilmu yang digelutinya ini
benar/salah, sesuai dengan ajaran Islam/tidak.
Menurut metode pendidikan model barat, tidak layak seorang ilmuwan memberikan
penilaian benar atau salah terhadap apa yang dipelajarinya. Ilmuwan hanya menjelaskan
fenomena yang terjadi atau konsep dan teori yang ada atau melakukan tinjauan kritis
terhadapnya dan kemudian bila mampu, membangun pendapatnya sendiri. Namun tentang
standar mana yang benar atau salah tergantung darimana menentukannya. Tidak ada kebenaran
absolut. Apa yang dianggap benar dan baik pada suatu saat, dapat dianggap salah dan tidak baik
di saat yang lain. Oleh karena itu, ilmuwan muslim yang mengikuti pola pikir ilmuwan barat
tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa seharusnya mereka memberikan penilaian
dengan menggunakan standar atau patokan agama Islam, mana yang benar dan yang mana yang

11
salah. Ilmuwan muslim harusnya memberikan penerangan kepada semua orang tentang apa yang
benar dan apa yang salah dan selalu berusaha melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam
penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi
bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan
sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.
Adapun salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknlogi. Kaum ilmuwan tidak
boleh picik dan menganggap ilmu ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari segala-galanya,
masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia yang baik.
Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain di samping kebenaran kebenaran
keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Namun bila kaum ilmuwan
konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelaktual maupun secara moral, maka
salah satu penyangga masyarakat modern itu kan berdiri dengan kukuh. Berdirinya piral
penyangga keilmuan ini merupakan tanggung jawab social seorang ilmuan. Kita tidak bisa lari
padanya sebab hal ini merupakan bagian dari hakikat ilmu itu sendiri. Biar bagaimanapun kita
tidak akan pernah bisa melarikan diri dari diri kita sendiri.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab,
dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW
bersabda:

ِ L‫أ َ َل ع َْن ُع ُم‬L‫ ِة َحتَّى ي ُْس‬L‫وْ َم القِيَا َم‬LLَ‫ ٍد ي‬L‫ َد َما َع ْب‬Lَ‫ ُزو ُل ق‬Lَ‫ «اَل ت‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ا‬LL‫ر ِه فِي َم‬L َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ قَا َل‬،‫ع َْن أَبِي بَرْ زَ ةَ األَ ْسلَ ِم ِّي‬
ٌ ‫ ِد‬L‫ هَ َذا َح‬: ‫ وقال‬،‫ َوع َْن ِج ْس ِم ِه فِي َم أَ ْباَل هُ» (رواه الترمذي‬،ُ‫ َوع َْن َمالِ ِه ِم ْن أَ ْينَ ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم أَ ْنفَقَه‬،‫ َوع َْن ِع ْل ِم ِه فِي َم فَ َع َل‬،ُ‫أَ ْفنَاه‬
‫ ٌن‬L‫يث َح َس‬
)]2417[ ‫ص ِحي ٌح‬
َ

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua
telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam hal
apa ia menghabiskannya,  tentang ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari
mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya;
dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan
shahih”, hadits no. 2417).

Bagaimana cara mempertanggung jawabkan ilmu?

12
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim,
yaitu:
1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak
hilang),
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu
menjadi meningkat,
3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya, agar ilmu itu
menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu
itu semakin luas,
6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan
agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar ilmu
itu diterima oleh Allah SWT.
C. Kontribusi bagi kemajuan bangsa
Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :

a. Aspek Idiologi
o Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa
o Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk
akibat globalisasi
o Memberikan pemahaman
b. Aspek politik
Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya pemikiran-
pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak terjadi instabilitasi politik
sehingga dalam bernegara para ilmuwan dapat memberikan solusi terhadap problem-problem
yang terjadi.
c. Aspek ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi yang adil
dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup bangsa. Maka para
ilmuwan merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan dapat memberikan solusi agar

13
pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta kesetiakawanan agar terhindar dari
kecemburuan.
D. Kewajiban ilmuwan
1. Kewajiban ilmuwan terhadap masyarakat

Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji secara luas oleh
masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu,
akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah jika
ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja karena ia adalah warga masyarakat,
tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan,
tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil
penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal
hasil penelitiannya agar tidak disalah gunakan.
Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang belum
diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang, dengan daya
analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah tersebut. Seorang ilmuwan
dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu
masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam
bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan
perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif
dapat dimungkinkan.
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang etika. Dalam
bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi contoh. Seorang ilmuwan
haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam
pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya,
merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada
hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak
menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Disinilah
kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Kelebihan seorang
ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia mempunyai
tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa
berpikir mereka keliru, dan apa yang membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga

14
apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang
ilmuwan sebagai suri tauladan dalam masyarakat.
Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini
masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda
dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan
bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan
pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.
Dibidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi
namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar
dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya
sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.
2. Kewajiban ilmuwan terhadap umat
Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru ke jalan Allah
SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).
Allah berfiraman dalam QS. Al-Ahzab : 46
“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang
menerangi”

3. Kewajiban Ilmuan Muslim Dalam Berbangsa Dan Bernegara

Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji secara luas oleh
masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu,
akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah jika
ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja karena ia adalah warga masyarakat,
tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan,
tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil
penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal
hasil penelitiannya agar tidak disalah gunakan.

Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang belum
diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang, dengan daya
15
analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah tersebut. Seorang ilmuwan
dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu
masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam
bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan
perspektif yang benar, untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif
dapat dimungkinkan.

Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang etika. Dalam
bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi contoh. Seorang ilmuwan
haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam
pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya,
merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada
hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak
menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Disinilah
kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Kelebihan seorang
ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia mempunyai
tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa
berpikir mereka keliru, dan apa yang membuat mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga
apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu. Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang
ilmuwan sebagai suri tauladan dalam masyarakat.

Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini


masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda
dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan
bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan
pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.

Dibidang etika tanggung jawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi
namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar
dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya
sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.

4. Kewajiban menuntut ilmu

16
Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”
(HR. Ibn Majah)
Pesan terkandung:

 Setiap orang Islam wajib menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua
ataupun anak muda.
 Ilmu yang harus dituntut adalah semua ilmu yang berguna, yang mengajarkan kebaikan,
baik itu ilmu-ilmu agama atau ilmu pengetahuan umum.
 Orang Islam harus menjadi orang pandai, bukan orang yang bodoh.
 Dengan ilmu orang akan mampu meraih cita-citanya, baik di dunia sampai di
akhirat.Sumber: Seri Hadis Rasulullah Untuk Anak 3, DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

a. Hadis-Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu


“Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur.”
“segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju surga adalah ilmu”(hr.dailany)
“orang yang paling utama diantara manusia adalah orang mukmin yang mempunyai ilmu,dimana
kalau dibutuhkan(orang)dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak
dibutuhkan dia memperkaya /menambah sendiri pengetahuannya”.(HR.baihaqi)
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri cina”.
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa
suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut
ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan
kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan
menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist
Nabi Muhammad saw
“Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan”. (HR.
Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar
menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan
kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman

17
yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan ‘aqaid dan ibadat, baik yang
berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda :

‫ َو َم ْن أَ َرا َدهُ َما فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬,‫ َو َم ْن أَ َرا َد األَ ِخ َرةَ فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬,‫َم ْن أَ َرا َد ال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬

Artinya : “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia
mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia
memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna
untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-
tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang
diridhai Allah swt.
Rasulullah Saw., bersabda:
َ ‫“ ٍمطَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬
‫ْضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬

Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam” (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu
Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa ‘arab, ilmu sains
seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah termasuk dalam ilmu
yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah dikatakan tidak perlu kerana ia adalah
daripada ilmu fardhu kifayah. Begitu juga dengan ilmu berkaitan tarekat ia adalah sunat
dipelajari tetapi perlu difahami bahawa yg paling aula (utama) ialah mempelajari ilmu fardhu
‘ain terlebih dahulu. Tidak mempelajari ilmu fardhu ‘ain adalah suatu dosa kerana ia adalah
perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan dan mempelajari ilmu selainnya tiadalah menjadi
dosa jika tidak dituntuti, walau bagaimanapun mempelajarinya amat digalakka Ilmu yang
diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara’. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu
adakalanya wajib ‘ain dan adakalnya wajib kifayah. Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum
mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu

18
hadist dan sebagainya. Ilmu yang wajib ‘ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui
untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di
ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat,
puasa, zakat dan haji. 
b. Tujuan Menuntut Ilmu
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah
rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani).
Dilihat dari segi ibadat, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, Nabi
Muhammad SAW bersabda ; Artinya : “Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di
waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran),
maka pahalanya lebih baik daripada ibadat satu tahun”.
Dalam hadist lain dinyatakan :
“Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”.
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadat?. Karena amal ibadat
yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan : Artinya : “Siapa saja yang beramal
(melaksanakan amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima

E. Tokoh Ilmuwan Muslim


N NAMA NAMA LATIN KARYANYA DAN
O TERJEMAHAN
1 Abu Abas Alfarghani Alfraganus Pengantar Kepada
Ilmu Bintang
2 Abu Ali Al Haitsam Alchazen Kamus Optika
3 Jabir Ibn Hayyan Geber Ilmu Kimia
4 Ali ibn Isa Jeru Haly Catatan Bagi Dokter
Mata
5 Al Uqlidisi Ahli Matematika
6 Abbas Az-zahrawi Abulcasis Ilmu Bedah
7 Dst.

BAB III
PENUTUP

19
A.            Kesimpulan
Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, begitupun seorang ilmuwan.
Seorang ilmuwan memiliki komitmen yang tinggi untuk membina dan membangun masyarakat.
Sebagian tanggung jawab moralnya terhadap keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab
perannya sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu
pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab
sebagai penyeru ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi
mungkar).
Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di bumi. Karena
sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang ilmuwan harus bertanggung
jawab atas amanat yang dipikulnya.
B.            Saran
Penulis berharap pembaca lebih mendalami lagi mengenai tanggung jawab ilmuwan dalam
berbangsa dan bernegara karena ilmuwan mempunyai peran yang penting dalam membentuk
opini dan moral masyarakat, umat, serta proses pembangunan bangsa supaya maju dan
bermartabat

20
DAFTAR PUSTAKA

https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/04/tanggung-jawab-ilmuwan-muslim-dalam.

http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/tanggung-jawab-ilmuwan-muslim-dalam

http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/1445

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjQkqi12
u_tAhXd6XMBHRDKBJAQFjABegQIARAC&url=https%3A%2F
%2Fasbarsalim009.blogspot.com%2F2015%2F04%2Ftanggung-jawab-ilmuwan-
muslim-dalam.html&usg=AOvVaw1Iym7bimCACKHZ5OgkqxGy

21

Anda mungkin juga menyukai