Disusun Oleh:
Merry Lidya, S.Kep
NIM: 11194692110107
Tanggal ..................................
Disusun oleh :
Merry Lidya
NIM : 111946921101107
Banjarmasin, …………………….
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,
Pada akhir dari cabang-cabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil
yang disebut alveoli. Di bawah paru-paru, terdapat otot diafragma
yang memisahkan dada dari abdomen. secara umum, struktur
respirasi ditunjukan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Anatomi paru-paru
b. Fisiologis Sistem
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2
untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung
sternal kosta pertama, permukaan costovertebral yang melapisi dinding
dada, basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan mediastinal
yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di sebelahnya
(CARD, 2019). Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan
bawah oleh fissura obliqus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura
obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi
kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis
lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang masuk dan
keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh kantung pleura
yang longgar (Sodikin, 2017).
1. Saluran Pernapasan
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi
dua bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bawah.9
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan
menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan
duktus alveolaris sampai alveolus.
2. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks
sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di
sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah diatas
hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai 7 cm saat inspirasi dalam.
c. Kebutuhan Dasar Manusia
1) Teori konsep kebutuhan dasar manusia
Menurut Abraham Maslow dalam (Mubarak & Cahyatin,2007),banyak
ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia
dan membahasnya dari berbagai segi. Sekitar tahun 1950, Abraham
Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang
kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki
Kebutuhan Dasar Maslow. Hierarki tersebut meliputi 5 kategori
kebutuhan dasar yakni:
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs). Kebutuhan ini
meliputi, kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas, kebutuhan
cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat
dan tidur, kebutuhan kesehatan temperature tubuh.
b) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security
Needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari
udara dingin, kerusakan integritas kulit, panas, penyebaran
infeksi, bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari
perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing.
c) Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan memiliki (Love and
Belonging Needs). Kebutuhan ini meliputi memberi dan
menerima kasih saying, perasaan dimiliki dan hubungan yang
berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan,
mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta
lingkungan social.
d) Kebutuhan harga diri ( Self-Esteem Needs). Kebutuhan ini
meliputi peraaan tidak bergantung pada orang lain, kompeten,
penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e) Kebutuhan aktualisasi diri (Needs for Self Actualization).
Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik
(mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi
kebutuhan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi
yang tinggi, kreatif, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi
2) Kebutuhan dasar pasien sesuai penyakit
Menurut Abraham Maslow, kebutuhan dasar manusiapada pasien
Asma terjadi saat reaksi antigen dan antibody sehingga substansi
vasoaktif histamine, bradikinin dan anafilatoksin dan terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan kontraksi otot
polos, edema mukosa dan hipersekresi dan terjadi obstruksi saluran
napas, sehingga pasien terganggu pada kebutuhan fisiologis
6) Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik,
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran
dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam
7) Cuaca
Saat cuaca lebih dingin tubuh akan bereaksi memproduksi senyawa
histamin sehingga terjadi reaksi alergi yang dapat menyebabkan
asma
8) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5 % klien dengan asma bronkial.
c. Klasifikasi Asma Bronkial
Menurut Muttaqin & Kumala (2011).secara etiologis asma
bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1) Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah:
serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang
menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan,
ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan
psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma,
perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik
merupakan keadaan peka bagi penderita.
2) Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe
ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada
yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering
menderita rinitis. Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di
USA tepungsari bunga rumput.
3) Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor
intrinsik maupun ekstrinsik.
d. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma menurut Sudoyo
(2010) antara lain :
1) Pneumotoraks
2) Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3) Ateletaksis
4) Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5) Gagal napas
6) Bronkitis
7) Fraktur iga
e. Patofisiologi (Pathway)
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper-responsivitas
pada jalan napas setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan.
Stimulan yang diketahui memicu reaksi asmatik antara lain infeksi virus,
respon alergik terhadap debu, serbuk sari, tungau, atau bulu binatang,
latihan fisik, pajanan dingin, dan refluks saluran cerna. Karena jalan
napas yang rentan dan hiper-responsif, reaksi dan bronkokonstriksi,
keduanya dapat terjadi bersamaan. Meskipun bronkokonstriksi dan
perasaan saluran nafas menyempit merupakan gejala pertama dari
serangan asmatik, reaksi inflamasi yang lambat dapat memburuk asma
menjadi penyakit yang serius (Corwin, 2019).
Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil,
salah satu jenis sel darah putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan
melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel mast. Eosinofil
juga menarik jenis sel darah putih lainnya, termasuk basofil dan
neutrofil, menstimulasi produksi mukus, dan meningkatkan
pembengkakan serta edema jaringan. Respon inflamasi diawali oleh
stimulus, tetapi mungkin memerlukan waktu paling lama 12 jam untuk
memperlihatkan gejala (Corwin, 2019).
Asma yang lebih akut adalah efek dari histamin kimiawi pada otot
polos bronkus. Histamin dilepaskan bersamaan dengan IgE yang
memediasi degranulasi sel-mast dan dengan cepat menyebabkan
konstriksi dan spasme otot polos bronkiolus. Histamin juga menstimulasi
produksi mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya
menyebabkan kongesti dan pembengkakan ruang intertisial paru
(Corwin, 2019).
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak
bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada
volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu nafas. Penyempitan saluran napas dapat
terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil.
Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas yang
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan
sesak lebih dominan dibanding mengi. (Sudoyo, 2020).
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh
bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi,
sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami
hipoksia. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan
hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi (Sudoyo, 2020).
Dengan demikian adanya penyempitan jalan napas pada asma dapat
memunculkan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif,
pola napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, dan intoleransi
aktivitas.
Faktor penyebab Asma Bronkial
GANGGUAN RASA
Inflamasi membrane mukosa
NYAMAN
Bernafas menjadi
ASMA Gelisah
Perubahan status kesehatan terganggu
ASMA
Perubahan status kesehatan
Pneumothoraks
Inspirasi/ekspirasi memanjang
Krisis situasional Penurunan ventilasi
Ekspirasi terhalang
Kurang terpapar Alveoli semakin banyak yang
informasi tersumbat
Udara terperangkap dalam rongga
paru
DEFISIT PENGETAHUAN Ventilasi tidak adekuat
Hipoksia
GANGGUAN PERTUKARAN
GAS
No
SDKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak Manajemen jalan napas I.0934
efektif b.d pengingkatan Observasi
sekret 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman
dan usaha napas
2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,
whezing da ronchi)
3. Monitor sputum (jumlah, warna)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan fowler atau semifowler
3. Berikan minum air hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan pengisapan lendir
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
2 Pola napas tidak efektif b.d Manajemen jalan napas I.0934
depresi pusat pernafasan Observasi
4. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman
dan usaha napas
5. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,
whezing da ronchi)
6. Monitor sputum (jumlah, warna)
Terapeutik
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
8. Posisikan fowler atau semifowler
9. Berikan minum air hangat
10. Lakukan fisioterapi dada
11. Lakukan pengisapan lendir
12. Berikan oksigen
Edukasi
3. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
4. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas b.d Terapi oksigen I.01026
ketidakseimbangan ventilasi- Observasi
perfusi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor efektifitas terapi oksigen (oksimetri,
analisa gas darah)
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksgien
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada jalan napas
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Tetap gunakan oksigen saat pasien
ditansportasi
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Klaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
atau tidur
4 Gangguan ventilasi spontan Dukungan ventilasi
b.d kelelahan otot pernapasan Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernafasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi fowler atau semi fowler
3. Berikan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan
4. Gunakan bag – valve mask jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
5 Ansietas b.d krisis situasional Terapi relaksasi I.09026
Observasi
1. Monitor penurunan tingkat energi
2. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot
4. Monitor terhadap relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Gunakan pakaian yang longgar
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi
6 Gangguan rasa nyaman b.d Terapi relaksasi I.09026
gejala penyakit Observasi
1. Monitor penurunan tingkat energi
2. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot
4. Monitor terhadap relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Gunakan pakaian yang longgar
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi
7 Defisit pengetahuan b.d Edukasi kesehatan I.12383
kurang terpapar informasi Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
DAFTAR PUSTAKA
Berkowitz & Aaron. (2013). Patofisiologi klinik. Tangerang Selatan: Binapura Aksara.
Klepikov, I. (2021). First aid for acute lung inflammation. 8(3), 132–135.
https://doi.org/10.15406/jlprr.2021.08.00264