Anda di halaman 1dari 31

KUMPULAN LAPORAN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI


DI RUANG MERAK
RSUD IDAMAN BANJARBARU

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Dasar Profesi


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Merry Lidya, S.Kep
NIM: 11194692110107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA AN. N DENGAN ASMA BRONKIAL


DI RUANG MERAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDAMAN BANJARBARU

Tanggal ..................................

Disusun oleh :
Merry Lidya
NIM : 111946921101107

Banjarmasin, …………………….
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Mohammad Basit, S.Kep.,Ns.,MM Veny Christianti,S.Kep.,Ns


NIK.1166102012053 NIP.19860424 200803 2
002
1. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem
a. Anatomi Sistem
Paru-paru adalah organ yang terdapat pada rongga thorax yang
menyediakan ruang untuk volume paru-paru selama bernafas, sehingga
thorax tidak terdesak oleh paru- paru yang mengembang saat
inspirasi dan ekspirasi (CARD, 2019). Paru-paru merupakan struktur
elastis yang dapat mengembang dan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan udara didalamnya melalui trakea ketika tidak ada gaya
untuk menjaganya tetap mengembang (Klepikov, 2021). Paru-paru
kanan memiliki tiga (3) lobus sedangkan paru-paru krii memiliki dua
(2) lobus. Paru-paru kiri lebih kecil karena jantung membutuhkan ruang
yang lebih pada sisi tubuh ini (Berkowitz & Aaron, 2013).

Lapisan disekitar paru-paru disebut pleura, membantu melindungi


paru-paru dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas.
Trakea membawa udara kedalam paru-paru (Berkowitz & Aaron,
2013). Trakea terbagi ke dalam tabung yang disebut bronkus yang
kemudian terbagi menjadi cabang lebih kecil yang disebut bronkiol
(Molenaar et al, 2014).

Pada akhir dari cabang-cabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil
yang disebut alveoli. Di bawah paru-paru, terdapat otot diafragma
yang memisahkan dada dari abdomen. secara umum, struktur
respirasi ditunjukan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Anatomi paru-paru

b. Fisiologis Sistem
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2
untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung
sternal kosta pertama, permukaan costovertebral yang melapisi dinding
dada, basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan mediastinal
yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di sebelahnya
(CARD, 2019). Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan
bawah oleh fissura obliqus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura
obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi
kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis
lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang masuk dan
keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh kantung pleura
yang longgar (Sodikin, 2017).

Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda


yang membrannya melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi
permukaan luar paru. Setiap pleura mengandung beberapa lapis jaringan
ikat elastik dan mengandung banyak kapiler. Diantara lapisan pleura
tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut
cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk
gerakan paru di dalam rongga (Sodikin, 2017).

Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari


arteri bronkialis cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena
bronkialis, yang juga berhubungan dengan vena pulmonalis, mengalirkan
darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli mendapat darah
deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah
yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang vena
pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap
paru ke atrium kiri jantung (Sodikin, 2017).

Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju


kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan selanjutnya
menuju trunkus limfatikus mediastinal, paru dipersyarafi oleh pleksus
pulmonalis yang terletak di pangkal paru. Pleksus ini terdiri dari serabut
simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri
vagus). Serabut eferen dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan
serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli
(Ngastiyah, 2016). Sistem respirasi terbagi menjadi 2 anatomi yang perlu
diingat yaitu (Ngastiyah, 2016):

1. Saluran Pernapasan
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi
dua bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bawah.9
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan
menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan
duktus alveolaris sampai alveolus.
2. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks
sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di
sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah diatas
hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai 7 cm saat inspirasi dalam.
c. Kebutuhan Dasar Manusia
1) Teori konsep kebutuhan dasar manusia
Menurut Abraham Maslow dalam (Mubarak & Cahyatin,2007),banyak
ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia
dan membahasnya dari berbagai segi. Sekitar tahun 1950, Abraham
Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang
kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki
Kebutuhan Dasar Maslow. Hierarki tersebut meliputi 5 kategori
kebutuhan dasar yakni:
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs). Kebutuhan ini
meliputi, kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas, kebutuhan
cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat
dan tidur, kebutuhan kesehatan temperature tubuh.
b) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security
Needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari
udara dingin, kerusakan integritas kulit, panas, penyebaran
infeksi, bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari
perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing.
c) Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan memiliki (Love and
Belonging Needs). Kebutuhan ini meliputi memberi dan
menerima kasih saying, perasaan dimiliki dan hubungan yang
berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan,
mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta
lingkungan social.
d) Kebutuhan harga diri ( Self-Esteem Needs). Kebutuhan ini
meliputi peraaan tidak bergantung pada orang lain, kompeten,
penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e) Kebutuhan aktualisasi diri (Needs for Self Actualization).
Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik
(mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi
kebutuhan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi
yang tinggi, kreatif, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi
2) Kebutuhan dasar pasien sesuai penyakit
Menurut Abraham Maslow, kebutuhan dasar manusiapada pasien
Asma terjadi saat reaksi antigen dan antibody sehingga substansi
vasoaktif histamine, bradikinin dan anafilatoksin dan terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan kontraksi otot
polos, edema mukosa dan hipersekresi dan terjadi obstruksi saluran
napas, sehingga pasien terganggu pada kebutuhan fisiologis

2. Konsep dasar penyakit


a. Definisi
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Asma berasal dari kata
“Asthma” diambil dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas”.
Proses inflamasi kronik yang terjadi pada asma menyebabkan saluran
napas menjadi hiperresponsif, sehingga memudahkan terjadinya
bronkokontriksi, edema dan hipersekresi kelenjar sehingga menghambat
aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinis yang
bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk–
batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini
berhubungan dengan luasnya inflamasi yang derajatnya bervariasi dan
bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan (Yuliasari & Aila, 2020).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(Muttaqin, 2018). Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif
terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap,
dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika
tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa
datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran
pernafasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan
lendir yang berlebih. (Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Etiologi
Etiologi Asma Bronkhial menurut Nurarif & Kusuma (2016)
adalah sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus, RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan
(debu, kapuk, sisa-sisa seranga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau
asap, uap cat), makanan, obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat,
kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi. Etiologi Asma Bronkial
menurut Muttaqin (2018) adalah sebagai berikut :
1) Alergen
Alergen adalah zat-zat yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur,
bulu kucing, beberapa makanan laut, dan sebagainya.
2) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu aktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan.
3) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asma bronkial, beberapa faktor ini mencetuskan serangan
asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini
lebih menonjol pada wanita dan anak.
4) Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan
asma yang bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani tejadi setelah olahraga atau aktivitas fisik
yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah
olahraga.
5) Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salsilat, beta bloker, kodein, dan
sebagainya.

6) Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik,
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran
dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam
7) Cuaca
Saat cuaca lebih dingin tubuh akan bereaksi memproduksi senyawa
histamin sehingga terjadi reaksi alergi yang dapat menyebabkan
asma
8) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5 % klien dengan asma bronkial.
c. Klasifikasi Asma Bronkial
Menurut Muttaqin & Kumala (2011).secara etiologis asma
bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1) Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah:
serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang
menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan,
ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan
psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma,
perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik
merupakan keadaan peka bagi penderita.
2) Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe
ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada
yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering
menderita rinitis. Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di
USA tepungsari bunga rumput.
3) Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor
intrinsik maupun ekstrinsik.
d. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma menurut Sudoyo
(2010) antara lain :
1) Pneumotoraks
2) Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3) Ateletaksis
4) Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5) Gagal napas
6) Bronkitis
7) Fraktur iga
e. Patofisiologi (Pathway)
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper-responsivitas
pada jalan napas setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan.
Stimulan yang diketahui memicu reaksi asmatik antara lain infeksi virus,
respon alergik terhadap debu, serbuk sari, tungau, atau bulu binatang,
latihan fisik, pajanan dingin, dan refluks saluran cerna. Karena jalan
napas yang rentan dan hiper-responsif, reaksi dan bronkokonstriksi,
keduanya dapat terjadi bersamaan. Meskipun bronkokonstriksi dan
perasaan saluran nafas menyempit merupakan gejala pertama dari
serangan asmatik, reaksi inflamasi yang lambat dapat memburuk asma
menjadi penyakit yang serius (Corwin, 2019).
Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil,
salah satu jenis sel darah putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan
melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel mast. Eosinofil
juga menarik jenis sel darah putih lainnya, termasuk basofil dan
neutrofil, menstimulasi produksi mukus, dan meningkatkan
pembengkakan serta edema jaringan. Respon inflamasi diawali oleh
stimulus, tetapi mungkin memerlukan waktu paling lama 12 jam untuk
memperlihatkan gejala (Corwin, 2019).
Asma yang lebih akut adalah efek dari histamin kimiawi pada otot
polos bronkus. Histamin dilepaskan bersamaan dengan IgE yang
memediasi degranulasi sel-mast dan dengan cepat menyebabkan
konstriksi dan spasme otot polos bronkiolus. Histamin juga menstimulasi
produksi mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya
menyebabkan kongesti dan pembengkakan ruang intertisial paru
(Corwin, 2019).
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak
bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada
volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu nafas. Penyempitan saluran napas dapat
terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil.
Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas yang
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan
sesak lebih dominan dibanding mengi. (Sudoyo, 2020).
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh
bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi,
sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami
hipoksia. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan
hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi (Sudoyo, 2020).
Dengan demikian adanya penyempitan jalan napas pada asma dapat
memunculkan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif,
pola napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, dan intoleransi
aktivitas.
Faktor penyebab Asma Bronkial

Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik Latihan Fisik

 Polen (tepung sari)  Iritan


 Bulu binatang  Stress emosi Peningkatan Metabolisme
 Debu rumah / kapang  Kelelahan
 Bantal kapuk atau bulu  Perubahan endokrin
 Zat adiktif pangan mengandung sulfit  Perubahan suhu Peningkatan kebutuhan O2
 Zat lain yang menimbulkan sensitisasi  Perubahan kelembaban
 Pajanan asap berbahaya  Faktor genetik
Peningkatan keluar masuk udara ke paru-
paru dalam junlah besar dan cepat
Merangsang eosinophil terkonsentrasi
Hipersensitivitas
pada area yang terpajan antigen
Udara belum mendapat pelembapan,
penghangatan dan pembersihan yang
Kemotaksis basofil dan netrofil Stimulasi IgE adekuat dari partikel debu

Stimulasi sel goblet Degranulasi (pemecahan) Sel Mast Melepaskan leukorein

Mukosa meningkatkan sekresi mucus Melepaskan histamin Leukotrein menyebabkan Leukotrein


berlebihan yang sangat lengket prostaglandin bermigrasi berikatan dengan
dari aliran darah ke paru- reseptor bronkus
Histamine berikatan dengan paru kecil
Sekret tidak bisa keluar reseptor bronkus besar

Meningkatkan kerja Pembengkakan


BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK Meningkatkan permeabilitas kaplier histamin otot polos
EFEKTIF
Pembengkakan otot polos

GANGGUAN RASA
Inflamasi membrane mukosa
NYAMAN

Penyempitan lumen/obstruksi lumen

Bernafas menjadi
ASMA Gelisah
Perubahan status kesehatan terganggu
ASMA
Perubahan status kesehatan
Pneumothoraks

Inspirasi/ekspirasi memanjang
Krisis situasional Penurunan ventilasi

c Lumen tertekan dan semakin sempit


ANSIENTAS Akses informasi Obstruksi tidak teratasi
rendah

Ekspirasi terhalang
Kurang terpapar Alveoli semakin banyak yang
informasi tersumbat
Udara terperangkap dalam rongga
paru
DEFISIT PENGETAHUAN Ventilasi tidak adekuat

Dada penderita mengembang


Pola nafas tidak teratur menyerupai tong (Barrel Chest) GANGGUAN VENTILASI
SPONTAN

POLA NAFAS TIDAK Tekanan gas intrapleural dan


EFEKTIF alveolar semakin meningkat

Hipoksia

Penurunan perfusi alveoli

GANGGUAN PERTUKARAN
GAS

Sumber : (Berkowitz & Aaron, 2013; Klepikov, 2021; Ngastiyah, 2016)


f. Manifestasi klinis
1) Terdengar bunyi nafas wheezing/mengi terutama saat mengeluarkan
nafas (exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan
yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar
wheezing adalah penderita asma).
2) Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
3) Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya
keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
4) Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena
kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
5) Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada
atau leher. Selama serangan asma, rasa cemas (sering menangis)
yang berlebihan, sehingga penderita dapat memperburuk keadaanya.
6) Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2020) :
1) Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis
asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator hirup (inhaler dan nebulizer) golongan adrenergik beta.
Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12 % atau (≥ 200 ml) menunjukkan
diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari ≥ 12 % atau (≥ 200
ml) tidak berarti bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting
untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan,
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini
mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma dan bahkan
bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit
paru obstruktif kronik.
2) Uji provokasi bronkus
Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan
histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20 %
atau lebih dianggap bermakna. Dianggap bermakna bila APE paling
sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi pada pasien alergi terhadap
alergen yang di uji.
3) Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil
sangat dominan pada bronkitis kronik.
4) Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma
dan hal ini dapat membantu dalam membedakan antar asma dan
bronchitis kronik. Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagai patokan
untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pasien asma.
5) Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE spesifik
dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena uji alergen
yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula
sebaliknya.
6) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya
atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit
tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
7) Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumodiastinum, atelektasis, dan lain-lain.
8) Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2, 35 mmHg)
kemudian pada stasium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati
normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat
berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipoksemia, dan
asidosis respiratorik.
h. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis (Muttaqin & Kumala, 2015).
1) Golongan adrenergik
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15
menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat
diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan
dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2) Golongan methylxanthine
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan
secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc.
Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan
pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
3) Golongan antikolinergik
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah
menghambat enzym Guanylcyclase.
4) Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat.
Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
5) Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta
Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek
bronkodilator.
6) Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
7) Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril
guaiacolat (ekspektorans).
b) Penatalaksanaan keperawatan di rumah
Menurut mutaqqin, (2018) jika pasien tidak mendapat serangan asma
maka perawatan dirumah ditujukan untuk mencegah timmbulnya
serangan asma dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga pasien. Mencegah serangan asma dengan menghilangkan
faktor pencetus timmbulnya serangan. Pendidikan kesehatan yang
diberikan tersebut antara lain :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau
yang merangsang, hawa dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan
asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila
dirasakan anak akan mengalami serangan asma serta wajib
mengetahui obat mana yang lebih efektif bila anak mendapat
serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup
bergizi tetapi menghindari makanan yang mengandung cukup
alergen bagi anaknya.
5) Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak
boleh sammpai habis. Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2 kali
pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter atau jika anak
batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak napas harus segera
dibawa berobat.
i. Pegkajian fokus keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), asuhan keperawatan dengan
asma meliputi:
a) Pengkajian
1) Biodata
Asma bronchial dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi
laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama
pada usia 30 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma dalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
b. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat
penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan eskrim).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
a. Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk.
b. Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang
lainnya.
c. Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d. Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis,
skoliosis, dan lordosis.
e. Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
f. Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g. Kelainan pada bentuk dada. Observasi kesemetrian pergerakan
dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi
dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
h. Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit,
dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara
c) Perkusi . Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas
bagian jantung, mamae, dan hati.
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara. Suara perkusi abnormal : a) Hiperrsonan
(hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah. b)
Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan.
d) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara.
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub,
dan crackles.
j. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi Mukus


2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernafasan
5. Ansietas b.d krisis situasional
6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
7. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
k. Tujuan Keperawatan (NOC/ SLKI)
No
SDKI SLKI
1 Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas L.01001
efektif b.d pengingkatan sekret Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapankan bersihan jalan napas meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Batuk efektif dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
2. Produksi sputum dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
3. Mengi dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
4. Wheezhing dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
5. Sianosis dari skala 3 (sedang ke skala 5
(menurun)

2 Pola napas tidak efektif b.d Pola Napas L.01004


depresi pusat pernafasan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pola napas membaik dengan kriteria hasil :
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)\
2. Penggunaan otot bant napas dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (menurun)
3. Pemanjangan fase ekspirasi dari skala 3 (sedang)
ke skala 5 (menurun)
4. Frekuensi napas dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik
5. Kedalaman napas dari skala 3 (sedang) ke skala
5 (membaik)
3 Gangguan pertukaran gas b.d Pertukaran gas L.01003
ketidakseimbangan ventilasi- Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
perfusi pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
2. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
3. Napas cuping hidung dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (menurun)
4. Takikardi dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
5. Warna kulit dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
4 Gangguan ventilasi spontan b.d Ventilasi spontan L.01007
kelelahan otot pernapasan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ventilasi spontan meningkat dengan kriteria hasil :
1. Volume tidal dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
2. Penggunaan otot bantu napas dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (menurun)
3. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
4. PO2 dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
5 Ansietas b.d krisis situasional Tingkat ansietas L09093
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil :
1. Perilaku gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
2. Perilaku tegang dari skala 3 (sedang ke skala 5
(menurun)
3. Pucat dari skal 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
4. Konsentrasi dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
5. Kontak mata dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
6 Gangguan rasa nyaman b.d Status kenyamanan L.08064
gejala penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
status kenyamanan menngkat dengan kriteria hasil :
1. Kesejahteraan fisik dari skala 3 (sedang) ke skala
5 (meningkat)
2. Kesejahteraan psikologis dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (meningkat)
3. Dukungan sosial dari keluarga dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
4. Menangis dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
5. Pola tidur dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
7 Defisit pengetahuan b.d kurang Tingkat pengetahuan L.12111
terpapar informasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat keperawatan meningkat dengan kriteria hasil :
1. Perilaku sesuai anjuran dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (meningkat)
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
asma dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
3. Perilaku sesuai dengan pengetahuan tentang
asma dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
4. Persepsi yang salah terhadap penyakit asma dari
skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
l. Rencana Tindakan Keperawatan (NIC/SIKI)

No
SDKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak Manajemen jalan napas I.0934
efektif b.d pengingkatan Observasi
sekret 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman
dan usaha napas
2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,
whezing da ronchi)
3. Monitor sputum (jumlah, warna)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan fowler atau semifowler
3. Berikan minum air hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan pengisapan lendir
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
2 Pola napas tidak efektif b.d Manajemen jalan napas I.0934
depresi pusat pernafasan Observasi
4. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman
dan usaha napas
5. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,
whezing da ronchi)
6. Monitor sputum (jumlah, warna)
Terapeutik
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
8. Posisikan fowler atau semifowler
9. Berikan minum air hangat
10. Lakukan fisioterapi dada
11. Lakukan pengisapan lendir
12. Berikan oksigen
Edukasi
3. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
4. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas b.d Terapi oksigen I.01026
ketidakseimbangan ventilasi- Observasi
perfusi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor efektifitas terapi oksigen (oksimetri,
analisa gas darah)
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksgien
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada jalan napas
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Tetap gunakan oksigen saat pasien
ditansportasi
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Klaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
atau tidur
4 Gangguan ventilasi spontan Dukungan ventilasi
b.d kelelahan otot pernapasan Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernafasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi fowler atau semi fowler
3. Berikan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan
4. Gunakan bag – valve mask jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkudilator,
ekspektoran atau mukolitik jika perlu
5 Ansietas b.d krisis situasional Terapi relaksasi I.09026
Observasi
1. Monitor penurunan tingkat energi
2. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot
4. Monitor terhadap relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Gunakan pakaian yang longgar
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi
6 Gangguan rasa nyaman b.d Terapi relaksasi I.09026
gejala penyakit Observasi
1. Monitor penurunan tingkat energi
2. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot
4. Monitor terhadap relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Gunakan pakaian yang longgar
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi
7 Defisit pengetahuan b.d Edukasi kesehatan I.12383
kurang terpapar informasi Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
DAFTAR PUSTAKA
Berkowitz & Aaron. (2013). Patofisiologi klinik. Tangerang Selatan: Binapura Aksara.

CARD. (2019). Anatomy and Physiology of the Lungs Your DLCO


__________________. Anatomy and Physiology of the Lungs, 3. Retrieved
from kaction.org/wp-content/uploads/Lung_Anatomy_Physiology.pdf

Klepikov, I. (2021). First aid for acute lung inflammation. 8(3), 132–135.
https://doi.org/10.15406/jlprr.2021.08.00264

Molenaar, R. E., Rampengan, J. J. V., & Marunduh, S. R. (2014). Forced Expiratory


Volume in One Second (Fev-1) Pada Penduduk Yang Tinggal Di Dataran
Tinggi. Jurnal E-Biomedik, 2(3), 1–4.
https://doi.org/10.35790/ebm.2.3.2014.6200

Ngastiyah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia : Sistem Respirasi. Semarang: ECG.

Sodikin. (2017). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Unisula repository.

Anda mungkin juga menyukai