BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 KONSEP DASAR MALUNION SUPRAKONDILER HUMERUS
I.1.1 DEFINISI
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner and Suddarth, 2002).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Sylvia A. Price, 2006)
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Fraktur
suprakondiler humerus adalah fraktur 1/3 distal humerus tepat proksimal troklea
dan capitulum humeri.
1.1.2
ETIOLOGI
Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah:
1.1.2.1 Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain:
1) Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda
paksa,
misalnya:
benturan
atau
pukulan
pada
tulang
yang
mengakibatkan fraktur.
2) Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
3) Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain
itu fraktur juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi,
osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat.
1.1.2.2 Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
1.1.2.3 Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
1.1.3
pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya
(otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan
pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan
yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera
yang apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang
mengakibatkan syok neurogenik. Sedangkan kerusakan pada system persarafan,
akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang
menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada
daerah yang cidera. Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh
karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robek an
luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat mengakibatkan
kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. (Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
(Carpenito, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya (Black, 1993).
1.1.4
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Corwin: 2009) juga menyebutkan dan menjelaskan bahwa
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hipertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
1.1.6.2 Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan pasien dengan fraktur suprakondiler humerus yaitu sebagai
berikut:
1. Reposisi, mengembalikan allgment dapat dicapai dengan manipulasi tertutup
atau operasi terbuka.
2. Mobilisasi, mempertahankan posisi dengan
- Fiksasi eksterna (gips dan traksi)
Fiksasi interna (orif), dengan lempeng logam (plate) dan nail yang
melintang pada cavum medularis tulang.
sesegera
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilaugan
lunak
sekitar
dalam
masa
penyembuhan
fraktur. Penanganan
berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama
penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara
sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik,
proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan
lain dalam melakukan gerakan).
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and
external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak, atau
debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada
anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur
dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang
disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan
malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan berupa
pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian
dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu
monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame),
dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi yang
rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat
dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan
pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas
flap dalam masa penyembuhan fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah
terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari
segi estetik. Penanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk
mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang
dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk menunjang proses penyembuhan.
Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan
nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up
ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia
sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk
pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris
setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil
10
Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk
analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
11
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan kilen (Iyer
et al (1996), dari buku Nursalam, 2001).
1.2.1.1 Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Pada umumnya umur rentan pada penderita fraktur terjadi pada usia anak
sampai dengan usia remaja sekitar 17 ke atas. Dan menurut data yang
tertera penderita sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri dan
imobilisasi. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
12
13
pengkajian
dilaksanakan
pada
lamanya
tidur,
suasana
14
mobilitas.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
15
invasif
dan
jalur
penusukan,
luka/kerusakan
kulit,
insisi
pembedahan.
5) Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak
adekuatan oksigenisasi.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan,
ancaman kehilangan organ dan fungsi tubuh setelag pembedahan.
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan kurangnya informasi
8) Gangguan pemenuhan eliminasi uri (Retensi Urin) berhubungan dengan
Penurunan aktivitas dan menurunnya kontrol kemampuan miksi.
9) Gangguan pemenuhan eliminasi Alvi (Konstipasi) berhubungan dengan
10)
11)
interpretasi informasi.
Resiko tinggi terhadap penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan
Intervensi
Rasional
1. Lakukan pendekatan pada klien 1. Hubungan yang baik membuat klien
dan keluarga.
dan keluarga kooperatif
2. Kaji tingkat intensitas dan 2. Tingkat
intensitas
nyeri
dan
frekwensi nyeri.
frekwensi menunjukkan skala nyeri.
3. Jelaskan pada klien penyebab 3. Memberikan
penjelasan
akan
nyeri.
menambah pengetahuan klien akan
16
pada
nyeri.
4. Untuk mengetahui perkembangan
klien.
5. Mengalihkan perhatian terhadap
nyeri,
meningkatkan
kontrol
terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
6. Mengurangi keluhan nyeri dan
mencegah perubahan tentang atau
perlakuan jaringan oleh tulang.
7. Merupakan
tindakan
dependen
perawat, dimana analgesic berfungsi
untuk memblok stimulasi nyeri.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kulit dan identifikasi pada 1. Mengetahui
sejauh
mana
tahap perkembangan luka.
perkembangan luka mempermudah
dalam meltindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, 2. Mengidentifikasi tingkat keparahan
serta jumlah dan tipe cairan luka.
akan mempermudah intervensi
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
3. Suhu tubuh yang meningkat dapat
diidentifikasi
sebagai
adanya
proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan
4. Tehnik
aseptik
membantu
tehnik aseptik. Balut luka dengan
mempercepat penyembuhan luka
kassa kering dan steril, gunakan
dan mencegah terjadinya infeksi.
plester kertas.
5. Anjurkan pasien dan keluarga 5. Untuk mencegah terjadi infeksi
untuk
menjaga
kebersihan
lingkungan
6. Anjurkan
pasien
untuk 6. Makanan yang mengandung tinggi
memperhatikan makanan untuk
protein
dapat
membantu
lebih
banyak
mengkonsumsi
mempercepat penyembuhan luka
makanan tinggi protein.
7. Antibiotik
berguna
untuk
7. Kolaborasi pemberian antibiotic.
memetikan
mikroorganisme
17
Diagnosa
III:
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
1.
2.
3.
4.
5.
Intervensi
Kaji kebutuhan akan pelayanan1.
kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
2.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam
melakukan aktivitas.
Ajarkan dan pantau dalam hal
pengguanaan alat bantu.
3.
Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif.
4.
Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik.
5.
Rasional
Mengidentifikasi
masalah,
memudahkan intervensi.
Mempengaruhi penilaian terhadap
kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan.
Menilai
batasan
kemempuan
aktivitas optimal.
Mempertahankan/keningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot.
Sebagai
suatu
sumber
untuk
mengembangkan
perencanaan
dan
mempertahankan/
meningkatkan mobilitas pasien.
Diagnosa IV: Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon
inflamasi tertekan, prosedur invasif.
18
4.
5.
Diagnosa
V:
Intoleran
aktivitas
Rasional
1. Mengidentifikasi
tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2. Mengendalikan
penyebaran
mikroorganisme pathogen.
3. Untuk
mengurangi
resiko
infeksi nasokomial.
4. Penurunan Hb dan peningkatan
leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
5. Antibiotik
mencegah
perkembangan mikroorganisme
pathogen
berhubungan
dengan
dispnea,
dibantu
Koordinasi otot,tulang dan anggota gerak lainya baik
Intervensi
Rasional
1. Rencanakan periode istirahat yang 1. Mengurangi aktivitas yang tidak
cukup.
diperlukan,
dan
energi
terkumpul dapat digunakan
untuk
aktivitas
seperlunya
secara optimal.
2. Berikan latihan aktivitas secara
2. Tahapan-tahapan yang diberikan
bertahap.
membantu proses aktivitas secar
perlahan dapat menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mbilisasi dini.
3. Bantu pasien dalam memenuhi
3.
Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan.
sampai kekuatan pasien pulih
4. Setelah latihan dan aktivitas kaji
kembali.
19
respon pasien.
berhubungan
dengan
keterbatasan
kognitif,
kurang
Rasional
20
1.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada klien fraktur femur dilakukan
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi yang diharapkan pada pasien adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
21
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. (et,al) Editor
bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit
edsi 4. Jakarta: EGC
Drug Information Handbook 17th ed. (2008),Lexi-Comp Inc. Ohio. 2. Martindale:
The Complete Drug Reference 24th ed. 2005, Pharmaceutical Press great
22