Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Fraktur Radius


2.1.1 Definisi
Fraktur adalah patahnya tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh trauma
atau penyakit (Erwin et al., 2019). Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (CA et al., 2008).
Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh trauma, baik langsung maupun tidak
langsung, akibat tekanan berlebihan pada tulang. Trauma langsung berarti benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada area tersebut. Trauma tidak langsung
jika jauh dari titik tumpu benturan fraktur (Helmi, 2014).
Menurut (Sudrajat et al., 2019) Fraktur ekstremitas atas, biasanya melibatkan
tulang panjang termasuk jari-jari dan jari-jari. Sedangkan untuk ekstremitas bawah
tibia, fibula hingga phalanx. Fraktur radius adalah pemisahan tulang karpal dan
navicular karena trauma sendi.

2.1.2 Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Menurut (Apley & Solomon,
2018), Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat
tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu 14
fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu
sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah
benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang. Fraktur batang
radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan
ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga
tengah tulang (Hartanto, 2013).
7

2.1.3 Patofisiologi
Trauma langsung dan tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang
dapat menyebabkan patah tulang. Fraktur adalah diskontinuitas atau pemisahan
tulang menjadi beberapa fragmen tulang yang menyebabkan perubahan jaringan
di sekitar fraktur, termasuk laserasi kulit akibat fragmen tulang tersebut,
kerusakan jaringan kulit ini dapat memicu perawatan berupa gangguan integritas
kulit. Kerusakan kulit akibat pecahan tulang dapat menyebabkan terputusnya
pembuluh darah vena dan arteri di daerah yang retak, yang dapat menyebabkan
perdarahan. Perdarahan vena dan arteri yang menetap dan cukup lama
mengakibatkan penurunan volume darah dan aliran cairan dalam pembuluh
darah, yang dapat menimbulkan komplikasi syok hipovolemik jika perdarahan
tidak segera dihentikan (Joyce Hawks, 2014).
Perubahan jaringan di sekitarnya yang disebabkan oleh fragmen tulang
dapat menyebabkan kelainan bentuk pada daerah fraktur akibat pergerakan
fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area ekstremitas dan bagian tubuh
lainnya menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan mobilitas akibat
perubahan dan disfungsi pada area deformitas tersebut, sehingga menimbulkan
masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen
tulang itu sendiri dapat menyebabkan masalah perawatan berupa rasa sakit.
Setelah fraktur terjadi, otot-otot di lokasi fraktur akan melindungi lokasi
fraktur melalui spasme otot. Spasme otot adalah splint alami yang mencegah
perpindahan fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan
histamin, yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan memungkinkan
cairan intravaskular berpindah ke ruang interstisial. Pergerakan cairan
intravaskular ke dalam ruang interstisial juga membawa protein plasma (Noor Z,
2016). Pemindahan cairan intravaskuler ke interstitium dalam jangka waktu
tertentu akan menyebabkan edema jaringan perifer atau interstisial akibat
penimbunan cairan, menyebabkan pembuluh darah perifer terkompresi atau
terhambat, dan perfusi jaringan perifer berkurang.
Penurunan perfusi jaringan akibat edema dapat menimbulkan masalah
keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah dengan gangguan
perfusi
8

jaringan juga dapat disebabkan oleh kerusakan pada fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang adalah pemecahan fragmen tulang yang meningkatkan
tekanan sistem tulang melebihi tekanan kapiler, dan tubuh melepaskan
katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stres. Katekolamin berperan dalam
memobilisasi asam lemak di pembuluh darah, memungkinkan asam lemak ini
berikatan dengan trombosit dan membentuk emboli di pembuluh darah,
menyumbat pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan (Noor Z, 2016).
2.1.4 Pathway

9
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala umum fraktur menurut (Lukman, 2013), adalah sebagai berikut:
1) Rasa sakit yang menetap dan bertambah parah sampai fragmen tulang
bergerak. Kejang otot yang menyertai patah tulang adalah bentuk alami
belat yang dirancang untuk meminimalkan gerakan di antara fragmen.
2) Setelah patah, bagian yang patah tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak wajar (gerakan tidak normal) bukannya stabil seperti biasa.
Perpindahan fragmen pada fraktur lengan dan tungkai mengakibatkan
deformitas ekstremitas (terlihat atau teraba) yang dapat diidentifikasi
dengan membandingkan tungkai normal. Anggota badan tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi otot yang normal tergantung pada
integritas tulang tempat otot tersebut melekat.
3) Pada fraktur tulang panjang, tulang justru memendek karena kontraksi otot-
otot di atas dan di bawah tempat fraktur. Potongan biasanya saling tumpang
tindih dengan 2,5-5 cm (1-2 inci).
4) Saat memeriksa lokasi fraktur, dapat teraba bunyi derik tulang yang disebut
krepitus karena gesekan antar fragmen.
5) Pembengkakan lokal dan perubahan warna kulit akibat trauma dan
perdarahan setelah patah tulang. Tanda-tanda ini mungkin muncul beberapa
jam atau hari setelah cedera (Kusumayanti, 2015).

2.1.6 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a. Syok: Mungkin fatal dalam beberapa jam setelah edema. Syok disebabkan
oleh penurunan oksigenasi karena kehilangan darah yang masif dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Ini biasanya terjadi pada patah tulang
(Smeltzer bare, 2019).
b. Emboli lemak: Dapat terjadi 24-72 jam. Fat embolism syndrome (FES)
merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada patah tulang
panjang. FES terjadi ketika sumsum tulang kuning menghasilkan sel-sel
lemak yang masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen darah
rendah, yang ditandai dengan masalah pernapasan, takikardia, tekanan
darah tinggi, sesak napas, dan demam..

10
1

c. Sindrom kompartemen: Perfusi jaringan otot yang tidak memadai. Sindrom


kompartemen adalah komplikasi serius yang terjadi ketika otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah terperangkap dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau pendarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu, karena tekanan eksternal yang berlebihan,
seperti gips dan ibabatan. Gejala klinis yang terlihat pada sindrom
kompartemen disebut 5P, yaitu::
- Pain (nyeri)
Ketika ada trauma langsung, peregangan pasif dari otot yang
terkena dapat menghasilkan rasa sakit yang parah. Nyeri adalah gejala
awal yang paling penting. Terutama jika rasa sakit muncul di luar proporsi
situasi klinis (anak tampak lebih gelisah atau membutuhkan lebih banyak
obat pereda nyeri daripada biasanya). Ketegangan otot di kompartemen
adalah gejala spesifik dan umum.
- Pallor (pucat)
Disebabkan oleh penurunan perfusi di area tersebut.
- Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
- Parestesia (rasa kesemutan)
- Paralysis
Ini adalah tanda lambat karena kehilangan neurosensori yang persisten
karena hilangnya sebagian fungsi yang dipengaruhi oleh sindrom
kompartemen.
d. Infeksi dan tromboemboli
Ketika jaringan mengalami trauma, sistem pertahanan tubuh
terganggu. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai di kulit (dangkal) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada fraktur terbuka, tetapi juga dapat
disebabkan oleh penggunaan bahan bedah lainnya seperti peniti dan pelat.
e. Koagulopati intravaskuler diseminata (Smeltzer bare, 2019).
2) Komplikasi Lanjut
a. Malunion: Tulang patah sembuh di tempat yang salah.
b. Delayed union: Proses penyembuhan berlanjut, tetapi pada tingkat yang
lebih lambat dari biasanya.
1

c. Non-union: tulang yang tidak akan terhubung kembali


d. Nekrosis avascular tulang: Nekrosis avaskular (AVN) terjadi ketika aliran
darah ke tulang terganggu atau terganggu, yang dapat menyebabkan
osteonekrosis dan dimulai dengan iskemia Volkman.
e.Reaksi terhadap alat fiksasi interna (Wahid, 2013).
2.1.7 Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang perlu diperhatikan dalam menangani patah
tulang, yaitu: (Istianah, 2017):
1. Rekoknisi, yaitu mendiagnosis patah tulang di tempat kejadian dan
selanjutnya di rumah sakit dengan menilai riwayat kecelakaan, tingkat
keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dalam kejadian tersebut, dan
kemungkinan mengidentifikasi patah tulang melalui pemeriksaan dan
keluhan. dari klien.
2. Reduksi fraktur (tulang kembali ke posisi anatomisnya)
a. Reduksi terbuka. Pembedahan, pemasangan perangkat fiksasi internal
(seperti pena, kabel, sekrup, pelat, paku, dan batang logam)
b. Reduksi tertutup. Pertahankan ekstremitas dengan gips, traksi,
penyangga, bidai, dan fiksator eksternal.
1. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

Merupakan bantuan imobilisasi fraktur dengan cara pembedahan


guna memasukkan pen, scrup, paku ke bagian dalam fraktur dan difiksasi
secara bersamaan. Kemudian, di fiksasi internal juga sering dipakai
untuk memelihara fraktur di tulang pinggul kepada orang tua.

2. Open Reduction and External Fixation (OREF)

Reduksi ini juga merupakan lain dari pembedahan fraktur.


Fiksasi ini dapat memakai konselosacrew (akrilik gigi) atau seperti
fiksasi luar dengan jenis yang lain, salah satunya adalah dengan gips.

3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus difiksasi atau


dipertahankan pada posisi dan keselarasan yang benar sampai terjadi fusi.
Metode fiksasi menggunakan fiksasi eksternal dan internal untuk
mempertahankan dan memulihkan fungsi:
1

a. Mempertahankan reduksi atau imoblisisasi


b. Tinggikan area yang retak untuk mengurangi pembengkakan
c. Memantau status neuromuskular
d. Mengontrol kecemasan dan rasa sakit
e. Latihan isometrik dan pengaturan otot
f. Secara bertahap kembali ke aktivitas normal (Istianah, 2017).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Wijaya & Putri, 2013), Untuk memperjelas dan memastikan
diagnosis, tes yang dapat dilakukan adalah:
1) Rontgen untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
2) Scan tulang, tomografi, CT/MRI scan menunjukkan fraktur. Investigasi ini
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera jaringan lunak.
3) Arteriografi, dilakukan bila dicurigai adanya cedera vaskuler.
4) Hitung darah lengkap
5) Hematokrit (Ht) dapat meningkat (konsentrasi darah) atau menurun
(perdarahan masif dari tempat fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stres normal setelah trauma.
6) Kreatinin (kerusakan otot meningkatkan beban kreatinin yang dibersihkan
oleh ginjal).
7) Kurva koagulasi
Perubahan dapat terjadi dengan kehilangan darah, beberapa transfusi darah, atau
kerusakan hati.
2.1.9 Proses Penyembuhan Tulang
Penyembuhan patah tulang adalah proses biologis yang luar biasa. Tidak
seperti 10 jaringan lainnya, patah tulang dapat sembuh tanpa jaringan parut
(Dian Novita, 2020). Memahami respons tulang hidup dan periosteum terhadap
penyembuhan patah tulang merupakan hal mendasar untuk pengobatan fragmen
patah tulang. Jika lingkungan penyembuhan cukup untuk terjadinya konsolidasi,
proses penyembuhan fraktur dimulai ketika tulang mengalami kerusakan. Selain
faktor biologis, faktor mekanis penting seperti fiksasi fisik fragmen fraktur juga
penting untuk penyembuhan (Rasjad, 2009):
1) Fase Hematoma
1

Ekstravasasi jaringan lunak terjadi karena robeknya pembuluh darah


kecil yang melewati pembuluh darah kecil sistem Haversi, mengakibatkan
pembentukan cincin sequestrum avaskular pada sisi fraktur segera setelah
trauma.

Gambar 2.1 Fase Hematoma


2) Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal Dan Andosteal
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara radio

Gambar 2.2 Fase Proliferasi


3) Fase Pembentukan Kalus
Women bone atau kalus terbentuk yang sudah mengandungi tulang. Peringkat ini adalah petunjuk

Gambar 2.3 Fase Kalus


1

4) Fase Konsolidasi
Women bone untuk membentuk kalus primer

Gambar 2.4 Fase Konsolidasi

5) Fase Remodeling
Penyatuannya utuh, membentuk tulang padat yang mengandung sistem Havers, dan membentuk ron

Gambar 2.5 Fase Hemato

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi proses pemulihan:


a.Usia klien b.Immobilisasi
c.Komplikasi atau tidak, seperti infeksi umum, dapat menyebabkan waktu

penyembuhan yang lebih lama. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik,


dan kortikosteroid (Damanik et al., 2016).
1

2.1.10 Efek Nyeri Pasca Pembedahan


Gangguan kenyamanan yang paling sering terjadi pada pasien post
operasi yaitu nyeri. Sehingga, gejala-gejala yang berupa kenaikan tekanan darah,
kenaikan laju jantung, dan mengerang kesakitan dipakai untuk indikator nyeri.
Cara penilaian nyeri secara subyektif umumnya memakai Visual Analog Scale,
walaupun ada beberapa cara lain dan terapi yang harus diberikan bila perlu
sebelum nyeri bertambah parah. Apabila nyeri bertambah parah lebih banyak
obat dan waktu yang dibutuhkan agar efek obat dirasakan. Perawat juga
mencatat deskripsi nyeri yang diraskan pasien dan efektivitas obat yang
diberikan untuk mengontrol nyeri (Black dan Hawls, 2014).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah nyeri. Nyeri
bisa akut atau kronis, tergantung pada durasi serangan. Untuk
mendapatkan penilaian lengkap nyeri klien, menggunakan:
- Triggering event: Ada atau tidaknya suatu event yang memicu nyeri.
- Kualitas nyeri: nyeri seperti apa yang dirasakan atau dijelaskan klien.
Seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Area: Radiasi, Relief: Apakah nyeri dapat mereda, apakah nyeri
menjalar atau menjalar, dimana nyeri tersebut terjadi.
- Keparahan nyeri (skala): Tingkat nyeri yang dirasakan klien, yang
dapat didasarkan pada skala nyeri, atau sejauh mana klien
menginterpretasikan dampak nyeri terhadap kemampuan fungsional.
- Waktu: Berapa lama rasa sakit itu bertahan dan kapan bertambah?
- Tidak baik di malam hari atau siang hari.
1

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Lakukan pengumpulan data untuk menentukan penyebab fraktur, yang
akan membantu mengembangkan rencana tindakan untuk klien. Ini dapat
berupa urutan kronologis terjadinya penyakit, sehingga dapat ditentukan
intensitas kejadiannya dan bagian tubuh mana yang terkena nanti. Selain itu,
dengan memahami mekanisme kecelakaan, cedera kecelakaan lainnya dapat
diidentifikasi.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Evaluasi ini mengidentifikasi kemungkinan penyebab patah tulang dan
menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Penyakit tertentu, seperti kanker tulang, dapat menyebabkan
patah tulang patologis yang seringkali sulit dihubungkan. Selain itu, pasien
diabetes dengan luka di kaki sangat rentan terhadap osteomielitis akut dan
kronis, dan diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya patah tulang, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa generasi, dan kanker tulang yang
diturunkan.
6) Riwayat Psikososial
Ini adalah respons emosional klien terhadap penyakitnya, serta peran
klien dalam keluarga dan masyarakat, dan bagaimana respons atau
pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari, baik di keluarga maupun di
masyarakat..
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Dalam kasus patah tulang, ia tidak perlu khawatir akan cacat, dan
ia harus menjalani manajemen kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulang. Selain itu, pengkajian meliputi kebiasaan gaya hidup klien,
seperti penggunaan obat steroid yang mengganggu metabolisme kalsium,
minum alkohol yang mengganggu keseimbangan, dan apakah klien
melakukan aktivitas fisik.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
1

Pasien patah tulang harus mengkonsumsi nutrisi di luar


kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin. C dan
lain-lain membantu proses penyembuhan tulang. Mengkaji pola nutrisi
klien dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan memprediksi komplikasi dari defisiensi nutrisi, terutama kalsium
atau protein dan paparan sinar matahari yang lebih sedikit, yang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal, terutama pada
usia yang lebih tua di antara orang-orang. Selain itu, obesitas
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Pada kasus fraktur humerus, pola defekasi tidak terganggu,
namun demikian perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, dan bau feses
pada pola defekasi pervaginam. Pada saat yang sama, dalam mode
eliminasi urin, frekuensi, konsentrasi, warna, bau dan kuantitas
dievaluasi. Dalam kedua mode, juga diselidiki apakah ada kesulitan.
(d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur mengalami nyeri dan keterbatasan gerak,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu,
durasi tidur, kondisi lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan
penggunaan obat tidur juga dinilai..
(e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, gerakan terbatas, segala bentuk aktivitas
berkurang, dan kebutuhan klien memerlukan banyak bantuan dari orang
lain. Hal lain yang perlu dipelajari adalah bentuk aktivitas klien,
khususnya pekerjaan klien. Karena beberapa bentuk pekerjaan memiliki
risiko patah tulang dibandingkan dengan pekerjaan lain.
(f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peranan mereka dalam keluarga dan
masyarakat. Karena klien harus menjaga di rumah sakit.
(g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak bagi penderita patah tulang adalah tidak perlu lagi
khawatir akan kecacatan, kecemasan, perasaan tidak bisa bergerak
dengan
1

maksimal, dan pandangan yang salah terhadap diri sendiri (gangguan


citra tubuh akibat patah tulang).
(h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien, palpasi berkurang, terutama distal fraktur, sedangkan
aspek lain tidak terpengaruh. dan kognitif tidak terpengaruh. Selain itu,
ada rasa sakit patah tulang.
(i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur adalah klien tidak dapat melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan
keterbatasan gerak serta nyeri yang dialami klien. Selain itu, status
perkawinan perlu dipelajari, termasuk jumlah anak, lama perkawinan.
8) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua jenis, generalized status untuk mendapatkan
gambaran umum dan localis. Hal ini diperlukan untuk dapat melakukan
perawatan yang komprehensif, karena ada kecenderungan spesialisasi
hanya menunjukkan area yang lebih sempit tetapi lebih dalam.
1) Gambaran Umum
Keadaan umum: Hal baik atau buruk yang perlu diperhatikan adalah
tanda-tanda seperti:
a) Kesadaran pasien : apatis, letargi, koma, gelisah, sedasi, tergantung
keadaan klien.
b) Nyeri, keadaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat, dalam
kasus patah tulang, biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital abnormal karena gangguan fungsi dan bentuk.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
b. Nyeri Akut
c. Perfusi Perifer Tidak Efektif
d. Resiko Infeksi
e. Syok hipovolemik
f. Hambatan mobilitas fisik
g. Ansietas
2

h. Resiko cidera
2

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana Keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan asuha keperawatan Perawatan integritas kulit
selama 3x24 jam, maka Integritas Observasi
Kulit dan Jaringan meningkat Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
dengan kriteria hasil : (misalnya perubahan sirkulasi, perubahan status
a. Kerusakan integritas kulit menurun nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
b. Nyeri menurun
ekstrim, penurunan mobilitas)
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan c. Perdarahan menurun
Terapeutik
d/d d. Kemerahan menurun
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
(1) Adanya kerusakan jaringan / lapisan e. Hematoma menurun
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika
kulit, perlu
(2) Nyeri, (3) Perdarahan, (4) Kemerahan, c) Gunakan produk berbahan petroleum atau
(5)Hematoma minyak padakulit kering
d) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab (misalnya
lotionserum)
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
d) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
e) Anjurkan mandi dan menggunakn sabun secukupnya
Nyeri Akut b/d Agen pencedera Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
fisiologis, Agen pencedera fisik d/d keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
1. Tampak meringis diharapkan Tingkat Nyeri menurun a) Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
2. Bersikap protektif dengan kriteri hasil: intensitasnyeri
3. Gelisah a. Nyeri menurun b) Identifikasi skala nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat b. Meringis menurun c) Identifikasi respon nyeri non verbal
5. Sulit tidur c. Bersikap protektif menurun d) Identifikasi faktor yang memperberat
d. Gelisah menurun dan memperingannyeri
e. Kesulitan tidur menurun
2

6. Tekanan darah meningkat f. Frekuensi nadi membaik e)


Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7. pola napas berubah f)
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8. nafsu makan berubah g)
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
9. proses berpikir terganggu h)
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
10. Menarik diri sudahdiberikan
11. Berfokus pada diri sendiri i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Diaforesis Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
b) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihanstrategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasanyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi
1) Penurunan aliran arteri dan/atau vena keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan Perfusi Perifer meningkat a) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
dengan kriteri hasil: edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle
a. Denyut nadi perifer meningkat brachial index)
2

b. Penyembuhan luka meningkat


c. Sensasi meningkat
2

d. Warna kulit pucat menurun b) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi


e. Edema perifer menurun (mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
f. Nyeri ekstremitas menurun dan kadarkolesterol tinggi)
g. Parastesia menurun c) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
h. Kelemahan otot menurun
padaekstremitas
i. Kram otot menurun
j. Bruit femoralis menurun Terapeutik
k. Nekrosis menurun a) Hindari pemasangan infus atau pengambilan
l. Pengisian kapiler membaik darah diarea keterbatasan perfusi
m. Tekanan darah sistolik membaik b) Hindari pengukuran tekanan darah pada
n. Tekanan diastolik membaik ekstremitaspada keterbatasan perfusi
o. Tekanan arteri rata-rata membaik c) Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada
p. Indeks ankle brachial membaik areayang cidera
d) Lakukan pencegahan infeksi
e) Lakukan perawatan kaki dan kuku
f) Lakukan hidrasi
Edukasi
a) Anjurkan berhenti merokok
b) Anjurkan berolahraga rutin
c) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
kulitterbakar
d) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah,antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
e) Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah
secarateratur
f) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat
beta
g) Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat
(mis.Melembabkan kulit kering pada kaki)
h) Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
i) Anjurkan program diet untuk memperbaiki
2

sirkulasi(mis. Rendah lemak jenuh, minyak


ikan, omega3)
2

j) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus


dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
Resiko Infeksi dengan faktor resiko keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
1. Efek prosedur Infasif diharapkan Tingkat Infeksi menurun Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.
dengan kriteri hasil: Terapeutik
a. Kebersihan tangan meningkat 1. Berikan perawatan kulit pada area luka dan edema
b. Kebersihan badan meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
c. Demam menurun dengan pasiendan lingkungan pasien.
d. Kemerahan menurun Edukasi
e. Nyeri menurun a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
f. Bengkak menurun b) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi.
g. Kadar sel darah putih membaik c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
d) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Perawatan Luka
Observasi
Monitor karakteristik luka
Terapeutik
a) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b) Bersihkan dengan cairan NaCl
c) Bersihkan lesi, darah dan jaringan nekrotik
d) Berikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi
e) Pasang balutan sesuai jenis luka
f) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatn
luka
g) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Edukasi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Setelah dilakukan asuha Dukungan Ambulasi
Hambatan mobilitas fisik b/d keperawatan Observasi
1. Kerusakan integritas struktur selama 3x24 jam, maka Mobilitas a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2

tulang Fisik
meningkat dengan kriteria hasil :
28

2. Program pembatasan gerak h. Pergerakan ekstremitas meningkat b) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Nyeri i. Kekuatan otot meningkat c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
d/d j. Rentang gerak meningkat sebelummemulai ambulasi
1. Mengeluh sulit menggerakkan k. Nyeri menurun d) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
ekstremitas l. Kecemasan menurun Terapeutik
2. Kekuatan otot menurun m. Gerakan terbatas menurun a) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
3. Rentang gerak (ROM) menurun n. Kelemahan fisik menurun (mis.tongkat, kruk)
4. Nyeri saat bergerak b) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
5. Enggan melakukan pergerakan c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
6. Merasa cemas saat bergerak dalammeningkatkan ambulasi
7. Sendi kaku Edukasi
8. Gerakan tidak terkoordinasi a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
9. Gerakan terbatas b) Anjurkan melakukan ambulasi dini
10. Fisik lemah c) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis.berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Anda mungkin juga menyukai