Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS FRAKTUR

DI RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD I. A. MOEIS SAMARINDA

DI SUSUN OLEH :

TRI WULANDARI

2011102411189

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

SAMARINDA

2022/2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien (Rosyani, 2019).
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan
juga disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma (Mahartha et al., 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Kesimpulan, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan trauma langsung ataupun tidak langsung (Parahita et al., 2013).

2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Mahartha et
al., 2017).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dalam
(Parahita et al., 2013) dapat dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.

b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3. Tanda Gejala
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Tanda dan gejala terjadinya fraktur
antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme Otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan Fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan Abnormal dan Krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan Neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

4. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis
cedera, usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara
lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolic jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara
progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor
internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan
menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob
dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan
jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan
kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi
paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan
sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh
jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas,
disfungsional, dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.

Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:

a. Kaku Sendi atau artritis


Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat
terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen,
atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya
klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis Avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di
proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi
lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular
dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan tulang setelah
terjadinya fraktur.
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak
tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.
Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang
sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan
digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan Terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak
benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen
fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah
cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.
Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan
yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan Fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan
tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien
terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma Nyeri Regional Kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi
dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan
tungkai yang sakit.

5. Patofisiologi
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh trauma, stress,
gangguan fisik, gangguan metabolik, dan proses patologis. Kerusakan
pembuluh darah pada fraktur mengakibatkan perdarahan sehingga volume
darah menurun dan terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma yang
terjadi mengeksudasi plasma dan berpoleferasi menjadi edema lokal sehingga
terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta serta saraf dalam
korteks, sumsum, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuk hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respons inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Rosyani, 2019).
6. Pathway

(Hendra, 2019)
7. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014 dalam Rosyani, 2019) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan
derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Mahartha et al. (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara
lain:

a. Fraktur Tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya
luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan
udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang
yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak
semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit Lainnya.
c. Fraktur Kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas
terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Menurut Mahartha et al. (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara
lain:

a. Fraktur transversal
Fraktur Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang
patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-
segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur Kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari
dua fragmen tulang.
c. Fraktur Oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
d. Fraktur Segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur
jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur Impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur Spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi.

8. Pelaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis


a. Non Farmakologi
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
1) Pembidaian
Menggunakan benda keras (spalak) yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang
2) Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh
sesuaidengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips
adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah :
a) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
b) Gips patah tidak bisa digunakan
c) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
d) Jangan merusak / menekan gips
e) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
f) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

b. Farmakologi

Untuk Menghilangkan Rasa Nyeri

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,namun


karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilangrasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur)
(Hayati, 2022).
c. Pembedahan
1) ORIF
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang
yang mengalami fraktur. Tujuan dari operasi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa
Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang
panjang dengan tipe fraktur tranvers .

2) OREF
OREF (Open Reduction External Fixation) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dimana prinsipnya tulang ditransfiksasikan
di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dandistal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan
suatubatang lain Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau
remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya,
kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa
nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis
b. Keluhan Utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien
juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien :
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang .

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
2. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang
keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis
atau batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri
tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis
g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku,
dan tingkat kesadaran
h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan
frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat
penyakit paru, dan jantung sebelumnya
i) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.

2) Secara sistemik menurut (Hayati, 2022) antara lain:


a) Sistem Integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
n) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
merembes atau tidak.

3. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


Menurut Parahita et al. (2013) Pemeriksan Diagnostik antara lain:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi
sebagai respon terhadap peradangan.

4. Diagnosa Keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan :
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan). D.0077
b. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan faktor
mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan). D.0129
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer : Kerusakan integritas kulit. D.0142
d. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang. D.0054

5. Intervensi Keperawatan Berdasarkan (SDKI, SLKI, SIKI)


No SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.


berhubungan dengan tindakan keperawatan 08238)
agen pencedera fisik selama 1x6 jam Observasi :
(mis. Abses, amputasi, diharapkan Kontrol 1.1 Identifikasi lokasi,
terbakar, terpotong, Nyeri (L.08063) karakteristik, durasi,
mengangkat berat, meningkat dengan frekuensi, kualitas,
prosedur operasi, kriteria hasil : intensitas nyeri.
trauma, latihan fisik  Kemampuan 1.2 Identifikasi skala
berlebihan). D.0077 mengenali penyebab nyeri
nyeri (5) 1.3 Identifikasi respon
 Kemampuan nyeri non verbal
menggunakan teknik 1.4 Identifikasi faktor
non-farmakologis (5) yang memperberat
Ket : dan memperingan
(1) : Menurun nyeri
(2) : Cukup Menurun Terapeutik :
(3) : Sedang 1.5 Berikan teknik non-
(4) : Cukup farmakologis untuk
Meningkat mengurangi rasa nyeri
(5) : Meningkat 1.6 Kontrol lingkungan
 Keluhan Nyeri (5) yang memperberat

 Penggunaan analgesik rasa nyeri


(5) 1.7 Fasilitasi istirahat dan
Ket : tidur
(1) : Meningkat Edukasi :
(2) : Cukup 1.8 Ajarkan teknik non
Meningkat farmakologis untuk
(3) : Sedang mengurangi rasa nyeri
(4) : Cukup Menurun Kolaborasi :
(5) : Menurun 1.9 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka
Kulit/Jaringan tindakan keperawatan (I.14564)
berhubungan dengan selama 1x6 jam Observasi :
faktor mekanis (mis. diharapkan kerusakan 2.1 Monitor karakteristik
Penekanan pada Integritas Kulit dan luka
tonjolan tulang, Jaringan (L.14125) 2.2 Monitor tanda-tanda
gesekan). D.0129 menurun dengan kriteria infeksi
hasil : Terapeutik :
 Kerusakan Jaringan 2.3 Bersihkan dengan
(5) cairan NaCl atau
 Kerusakan Lapisan pembersih nontoksin,
Kulit (5) sesuai kebutuhan
Ket : 2.4 Bersihkan jaringan
(1) : Meningkat nekrotik
(2) : Cukup Meningkat 2.5 Pasang balutan sesuai
(3) : Sedang jenis luka
(4) : Cukup Menurun 2.6 Pertahankan teknik
(5) : Menurun steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi :
2.7 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
Kolaborasi :
2.8 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.
berhubungan dengan tindakan keperawatan 14539)
ketidakadekuatan selama 1x6 jam Observasi :
pertahanan tubuh diharapkan Tingkat 3.1 Monitor tanda dan
primer : Kerusakan Infeksi (L.14137) gejala infeksi lokal
integritas kulit. menurun dengan kriteria dan sistemik
D.0142 hasil : Terapeutik :
 Demam (5) 3.2 Batasi jumlah
 Nyeri (5) pengunjung
Ket : 3.3 Cuci tangan sebelum
(1) : Meningkat dan sesudah kontakl
(2) : Cukup Meningkat dengan pasien dan
(3) : Sedang lingkungan pasien
(4) : Cukup Menurun 3.4 Pertahankan teknik
(5) : Menurun aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi :
3.5 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi

4 Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


Fisik berhubungan tindakan keperawatan (I. 05173)
dengan kerusakan selama 1x6 jam Observasi :
integritas struktur diharapkan kemampuan 4.1 Identifikasi adanya
tulang. D.0054 Mobilitas Fisik nyeri atau keluhan
(L.05042) meningkat fisik lainnya
dengan kriteria hasil : 4.2 Indentifikasi toleransi
 Pergerakan fisik melakikan
ekstremitas (5) pergerakan
 Rentang gerak 4.3 Monitor kondisi
(ROM) (5) umum selama
Ket : melakukan mobilisasi
(1) : Menurun 4.4 Fasilitasi aktivitas
(2) : Cukup Menurun mobilisasi dengan alat
(3) : Sedang bantu
(4) : Cukup Meningkat 4.5 Fasilitasi melakukan
(5) : Meningkat pergerakkan, jika
 Kecemasan (5) perlu

 Gerakan terbatas (5) 4.6 Libatkan keluarga


Ket : untuk membantu

(1) : Meningkat pasien dalam

(2) : Cukup Meningkat meningkatkan

(3) : Sedang pergerakkan

(4) : Cukup Menurun 4.7 Jelaskan tujuan dan

(5) : Menurun prosedur mobilisasi

(PPNI, 2018) 4.8 Anjurkan melakukan


mobilisasi dini
4.9 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
(PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Hayati, A. (2022). Fraktur Antebrachi. Studocu.


https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-
purwokerto/bimo-ambar-kusumo/lp-fraktur-antebrachii-atika-nur-rachma-
hayati/27055862

Hendra. (2019). Pathway Fraktur. Scribd.


https://www.scribd.com/document/425675482/244576755-Pathway-Fraktur-
docx

Mahartha, G. R. A., Maliawan, S., & Kawiyana, K. S. (2017). Manajemen Fraktur


Pada Trauma Muskuloskeletal. E-Jurnal Medika Udayana, 2(3), 548–560.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4939/3729

Parahita, P. S., Kurniyanta, P., Sakit, R., Pusat, U., & Denpasar, S. (2013).
Management of Extrimity Fracture in Emergency Department. E-Jurnal
Medika Udayana, 2(9), 1597–1615.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (D. PPNI (ed.); 1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Tindakan Keperawatan (DPP PPNI (ed.); 1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil (DPP PPNI (ed.); 1st ed.). DPP PPNI.

Rosyani, A. Y. U. (2019). LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) UNTUK


PENINGKATAN VASKULARISASI PERFUSI JARINGAN PERIFER
PASIEN PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) DI
RSUD dr. R GOETHENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA. Diploma
Thesis, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERT, 5–26.
Bagian Revisi/ditambahkan

Jenis-jenisFraktur
Ada banyak jenis patah tulang. Tenaga medis akan mendiagnosis jenis patah tulang
tertentu tergantung pada beberapa kriteria, seperti:

1. Pola fraktur adalah istilah medis untuk bentuk patahan atau tampilannya.
2. Beberapa patah tulang diklasifikasikan berdasarkan penyebab terjadinya.
3. Patah tulang diklasifikasikan berdasar bagian tubuh yang mengalami patah tulang.

Proses Penyembuhan Pada Fraktur

Pada saat terjadi patah tulang, terjadi juga kerusakan pada pembuluh darah yang
terletak pada canaliculi dari sistem haversian, yang menyeberangi tempat patahan tulang.
Kerusakan pembuluh darah ini menyebabkan osteosit yang terdapat dalam lakuna
kehilangan supalai nutrisinya dan kemudian menjadi mati.

Dampak selanjutnya adalah terjadinya reabsorpsi dari ujung-ujung patahan tulang


sehingga terjadi pemendekan dari tulang. Pada patah tulang diantara kedua ujung tulang
ini akan diisi oleh hematom. Proses penyatuan ujung-ujung tulang adalah merupakan
proses penyembuhan tulang. Penyembuhan patah tulang bertujuan untuk mengembalikan
jaringan tulang seperti sifat-sifat fisik dan mekanik sebelum terjadi patah tulang dan
melibatkan faktor lokal dan sistemik. Proses penyembuhan tulang terjadi melalui
beberapa fase dimana masingmasing fase saling tumpang tindih, fase-fase tersebut di
antaranya adalah : 1) fase inflamasi, 2) fase perbaikan dan 3) fase remodeling. (Robert B.
Salter, 1999.

Hematom pada tempat patahan tulang merupakan media yang terjadi pertama
sebagai reaksi dari jaringan terhadap trauma. Pada fase inflamasi akut yang terjadi dalam
beberapa jam sampai beberapa hari setelah patah tulang. Selama fase inflamasi terbentuk
hematom, terjadi nekrosis dari tulang, dan sel yang mati melepas mediator-mediator aktif,
faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin lainnya ke lokasi patah tulang. Sitokin-sitokin ini
akan mempengaruhi perpindahan sel, proliferasi, diferensiasi dan sintesis matriks tulang.
Faktor pertumbuhan akan menarik sel fibroblast, sel mesenkimal dan sel osteoprogenitor
ke lokasi patah tulang. Inflamasi akan mengaktifkan mekanisme seluler yang dibutuhkan
untuk perbaikan. Jaringan seluler berusaha membuat jembatan yang menghubungkan
segmen patah tulang. Secara perlahan hematom diserap dan tumbuh kapiler-kapiler baru
memasuki area tersebut.

Fase perbaikan terjadi dalam 2 hari sampai 2 minggu. Pada fase ini, celah patah
tulang menjadi hiperseluler, terutama sel kondrogenik dan osteogenik. Bersaman dengan
meningkatnya pembuluh darah ke tempat patah tulang , juga terjadi timbunan kolagen
yang berada di segitar osteoid yang mengalami mineralisasi. Osteoid yang mengalami
mineralisasi kemudian membentuk kalus disegitar tempat patahan tulang. Proses ini
ditandai dengan tampak gambaran kalus halus di sekitar patah tulang (soft callus ). Kalus
yang terbentuk ini sangat lemah pada minggu ke 4-6 dari proses penyembuhan tulang,
sehingga diperlukan proteksi / internal fiksasi untuk menjamin stabilitas segmen patah
tulang. Selanjutnya soft callus diubah melalui proses ossifikasi endokondral menjadi
tulang woven yang membentuk jembatan yang menghubungkan kedua ujung segmen
tulang.

Fase terakhir adalah fase remodeling dimana tulang akan kembali ke kondisi
sebelum terjadi patah tulang. Remodeling terjadi secara perlahan dari beberapa bulan
sampai beberapa tahun, proese ini dipengaruhi oleh terjadinya gaya regangan / tekanan
pada tempat patah tulang. Kekuatan optimal pada fase remodeling terjadi pada bulan ke
3-6. Pada fase remodeling tulang immature diubah bentuknya menjadi tulang mature
dengan proses pengaturan matriks kolagen. Selama proses ini, bentuk tulang
dikembalikan dan kanal medula diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai