Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS


HIDROSEFALUS KOMUNIKAN
DI RUANG BEDAH ASTER
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
Alip Nur Apriliyani
NIM. 131913143049

STASE KEPERAWATAN KRITIS DAN GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
BAB I
KONSEP TEORI HIDROSEFALUS

1. 1 Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang berarti
kepala. Hidrosefalus adalah sebuah kondisi saat terjadi gangguan cairan serebrospinal (CSS)
yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap keseimbangan produksi dan reabsorbsi sehingga
terjadi penumpukan di dalam kepala, menyebabkan tekanan meningkat dan tulang tengkorak
berkembang menajdi lebih besar dari ukuran normal sehingga membutuhkan perawatan dan
pengobatan khusus (Oktaviani dkk, 2016).
Meskipun hidrosefalus dikenal sebagai “air di otak”, “air" ini sebenarnya cairan
serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
Dari istilah medis, hidrosefalus dapat diartikan sebagai penumpukan cairan serebrospinal
(CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi
CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS.
Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut
higroma subdural atau koleksi cairan subdural (National Health Service UK, 2017).

1. 2 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus dibagi berdasarkan beberapa faktor, antara lain (Behrman dkk,
2009) :
1. Waktu pembentukan
1) Hidrosefalus kongenital : hidrosefalus yang dialami sejak dalam kandungan dan
berlanjut setelah dilahirkan
2) Hidrosefalus akuisita : hidrosefalus yang terjadi setelah bayi dilahirkan atau terjadi
karena faktor lain setelah bayi dilahirkan
2. Proses terbentuknya
1) Hidrosefalus akut : hidrosefalus yang terjadi secara mendadak yang diakibatkan oleh
gangguan absorbsi CSS.
2) Hidrosefalus kronik : hidrosefalus yang terjadi setelah CSS mengalami obstruksi
beberapa minggu
3. Tempat obstruksinya
1) Obstruksi / non komunikan : terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang
disebabkan oleh tumor, kista, cacat bawaan, dan yang paling umum yaitu stenosis
aueductus (penyumbatan saluran otak)
2) Non obstruksi / komunikan : terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan, misal perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan
radang meningeal.

Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu secara patologi
dan secara etiologi (Sivagnanam & Jha, 2012) :
1. Hidrosefalus patologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Obstruktif (non-communicating) yaitu yang terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS
yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling
umum, stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non–obstruktif (communicating) yaitu disebabkan oleh gangguan keseimbangan
CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
2. Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai berikut
1) Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-
uterin.
2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau trauma
hebat di kepala.

1.3 Etiologi
Menurut Khalilullah (2011), pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Penyebab penyumbatan
aliran CSS yang sering pada kasus Hidrosefalus yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma
dan perdarahan. Berikut etiologi hidrosefalus (Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. Kelainan bawaan / kongenital
1) Stenosis akuaduktus Sylvius (penyebab terbanyak 60-90% pada bayi dan anak-anak).
Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir. Penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dan sylvii
(antara ventrikel ketiga dan ventrikel ke empat di otak).
2) Spina bifida dan cranium bifida
Berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis,
dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom Dandy-Walker
Atresiakongenital foramen Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang merupakan
suatu kista yang besar di daerah fossa posterior
4) Kista arachnoid
Kista arachnoid dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma sekunder
suatu hematoma.
5) Anomali pembuluh darah
Akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan
vena Galeni atau sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus
2. Didapat
1) Infeksi
Timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna
basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis
serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih tersebar.
2) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan
akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
3) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri.
1.4 Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada sistem ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar menyebabkan permukaan ventrikuler tersebut mengkerut dan
merobek garis ependymal. Whitemeter dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi
menjadi pita yang tipis. Pada graymeter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif,
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray meter tidak mengalami gangguan.
Proses dilatasi dapat merupakan proses yang tiba-tiba atau akut dan dapat juga selektif
tergantung pada kedudukan penyumbatan (Smeltzer, 2008).
Pada bayi dan anak kecil, sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan masa kranial. CSS melebihi kapasitas normal sistem ventrikel tiap 6 – 8 jam dan
ketiadaan absorbs total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikuler
menyebabkan robeknya garis ependymal normal pada dinding rongga kemungkinan kenaikan
absorbsi.
Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi cairan
yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan, peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel masih belum dipahami dengan jelas. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1) Kompensasi sistem serebrovaskular
2) Redistribusi dari liquor serebropinal atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam
susunan sistem saraf pusat.
3) Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas
otak,kelainan turgor otak)
4) Efek tekanan denyut liquor serebrospinal
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal
pada sutura cranial.
Produksi cairan yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus khoroid
(papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan
intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi
liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai
produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga
akibat hipervitaminosis. Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan
meningkatkan tekanan cairan secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang.

1.5 Manifetasi Klinis


Menurut National Health Service UK (2017) Gejala Hidrosefalus meliputi:
1. Gejala hidrosefalus kongenital yang terjadi saat bayi baru lahir, antara lain:
1) Bayi terlihat mengantuk terus atau kurang responsif terhadap lingkungan sekitarnya.
2) Kaki dan tangan berkontraksi terus, sehingga terlihat kaku dan sulit digerakkan.
3) Bayi mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya umur 6 bulan belum bisa
tengkurap, atau umur 9 bulan belum bisa duduk.
4) Kepala bayi terlihat lebih besar, juga bertambah besar jika dibandingkan dengan anak
seusianya.
5) Kulit kepala bayi tipis dan pembuluh darahnya dapat terlihat dengan jelas.
6) Napas tidak teratur.
7) Mengalami kejang berulang.
2. Gejala hidrosefalus didapat (acquired hydrocephalus), antara lain:
1) Pengidap tampak lemas.
2) Keluhan sakit kepala hebat.
3) Muntah proyektil.
4) Terlihat mengantuk, bingung, atau mengalami disorientasi.
5) Kejang berulang.
6) Mengalami gangguan penglihatan, berupa penglihatan kabur atau penglihatan ganda.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan funduskopi: didapatkan papilledema bilateral ketika tekanan
intracranial meningkat.
2) Foto polos kepala lateral: tampak kepala membesar dengan disporposi kraniofasial,
tulang menipis dan sutura melebar.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal: Dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen
frontanel mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan berdarahan baru atau
lama. Juga dapat menentukan tekanan ventrikel.
4) CT Scan kepala: CT scan kepala dapat memberi gambaran hidrosefalus, edema
serebral, atau lesi massa seperti kista koloid dari ventrikel ketiga atau thalamic atau
pontine tumor.
5) MRI: memberikan gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi.
6) USG : dilakukan apabila ubun – ubun besar belum menutup

1.7 Penatalaksanaan (Lawrence, 2019).


Penatalaksanaan hidrosefalus menurut Lawrence (2009) dan Nurarif & Kusuma (2013)
yaitu:
1. Terapi konservatif medikamentosa
Untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan
pleksus choroid atau upaya meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya
bersifat sementara sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan
kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak
efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan
metabolik. Obat yang sering diberikan adalah asetazolamid (per oral 2 – 3 x 125 mg/hari,
dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1200 mg/hari), dan furosemid (per oral 1,2
mg/kgBB 1 x per hari atau injeksi IV 0,6 mg/kgBB/hari).
2. Terapi etiologi
Strategi penanganan terbaik; seperti antara lain; pengontrolan kasus yang mengalami
intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran liquor,
pembersihan sisa darah dalam liquor atau perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa
kasus diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu sebelum diketahui
secara pasti lesi penyebab; atau masih memerlukan tindakan operasi shunting karena
kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran liquor
skunder
3. Lumbal pungsi berulang
Indikasi pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarachnoid,
periventrikuler-intraventrikuler dan meningitis.
4. Terapi operasi
1) Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum dengan
bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS bisa keluar dari ventrikel
III.
2) Ventriculoperitoneal shunting
Dalam ventriculoperitoneal (VP) shunting, tube dimasukkan melalui lubang kecil
di tengkorak ke dalam ruang (ventrikel) dari otak yang berisi cairan serebrospinal
(CSF). Tube ini terhubung ke tube lain yang berjalan di bawah kulit sampai ke perut,
di mana ia memasuki rongga perut (rongga peritoneal). Shunt memungkinkan CSS
mengalir keluar dari ventrikel dan ke rongga perut di mana ia diserap. Biasanya, katup
dalam sistem membantu mengatur aliran cairan.

1.8 Komplikasi
1) Kerusakan pada otak
2) Retardasi mental
3) Meningitis
4) Ventrikularis
5) Kerusakan jaringan saraf, dll (Bal'afif, 2013)
1.9
WOC

Infeksi Trauma Neoplasma Spina bifida,


1.10 (tumor, kista) sindrom Dandy
walker, penyempitan
Bakteri Perdarahan akuaduktus sylvi
menyerang serebral Proliferasi
meningen sel secara
abnormal Aliran CSS ventrikel
Fibrosis III dan IV terhambat
Meningitis Respon leptomeningen
bakterial inflamasi pada daerah Terbentuknya
basal otak massa di Penumpukan CSS
dalam otak pada ventrikel
Terbentuknya Suhu
tubuh ↑ Gangguan
jaringan parut aliran dan Obstruksi
di ruang absorbsi tempat
subarakhnoid CSS aliran CSS
MK :
Hipertermia
Gangguan HIDRO-
reabsorbsi CSS SEFALUS
KOMUNIKA
N
CSS
tertumpuk

HIDROSEFALUS

Menekan Penekanan jaringan MK: Penurunan Kapasitas Peningkatan TIK


saraf dalam otak Adaptif Kranial
pernapasan

Vasokontriksi
Irama Desakan pada medulla oblongata Desakan Desakan
pembuluh darah otak
napas pada otak pada SSP
(arteri otak)
ireguler
Muntah proyektil
Nyeri
Suplay oksigen Gangguan
kepala
Hiperventilasi & nutrisi ke otak neurologis
Vomitting
terganggu
MK: Risiko MK:
MK: Pola Perfusi Anoreksia Nyeri
Napas Tidak Hipoksia cerebral Serebral Akut
Efektif Tidak
Efektif BB ↓
Pemasangan ventilator Gangguan Gangguan koordinasi
kecerdasan gerak otot
MK: Defisit & memori
Adanya benda asing Nutrisi
pada jalan napas Kejang
MK:
MK: Bersihan Gangguan
Akumulasi sekret Jalan Napas Memori MK: Risiko
meningkat Tidak Efektif Cedera
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

2.1 Pengkajian
1. Anamnesa:
1) Identitas klien: Umur (hidrosefalus banyak terjadi pada bayi dan anak yaitu
sebanyak 60% dibandingkan pada orang dewasa), jenis kelamin (insiden
hidrosefalus sama banyak antara laki-laki dan perempuan), suku bangsa (insiden
hidrosepalus sama banyak antara kulit putih dan kulit hitam), pekerjaan, agama,
alamat, dan sebagainya.
2) Keluhan utama: klien mengeluh nyeri kepala yang hebat, muntah, kepala
membesar, demam, gelisah, penurunan penglihatan, dan tidak dapat menahan
kepala atas.
3) Riwayat penyakit;
a. Riwayat penyakit sekarang: Klien mengeluh nyeri kepala yang hebat,
demam, mual, muntah, pembesaran lingkar kepala, mata mengarah ke
bawah, dan gangguan motorik.
b. Riwayat penyakit dahulu: Antenatal (perdarahan ketika hamil), prenatal
(bayi premature, perdarahan saat melahirkan dan trauma lahir), dan post
natal riwayat infeksi, meningitis, TBC, neoplasma).
c. Riwayat penyakit keluarga: Adanya keluarga yang memiliki riwayat
penyakit hidrosefalus.
2. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing): Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas, bunyi napas
stridor.
2) B2 (Blood): Pucat, peningkatan tekanan darah, dan penurunan nadi (bradikardi).
3) B3 (Brain): TIK> 20 mmHg, nyeri kepala, perubahan status kesadaran, dahi
menonjol, pembesaran pada kepala, strabismus, sunset eye (tidak dapat melihat
ke atas), dan kejang.
4) B4 (Bladder): Oliguria.
5) B5 (Bowel): Mual, muntah, nafsu makan menurun, sulit menelan.
6) B6 (Bone): Kelemahan pada ekstremitas.
2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan hidrosefalus ditandai
dengan TIK >20 mmHg (D.0066).
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hidrosefalus (D.0017).
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas (ventilator) ditandai dengan sputum berlebih (D.0001).
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma) ditandai
dengan mengeluh nyeri (D.007).

2.3 Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
adaptif intracranial keperawatan selama 1x24 jam intracranial (I.06194)
b.d hidrosefalus diharapkan kapasitas adaptif 1) Identifikasi penyebab
(D.0066). intracranial meningkat dengan peningkatan TIK.
kriteria hasil : 2) Monitor tanda/ gejala
Kapasitas Adaptif Intrakranial peningkatan TIK.
(L.06049) 3) Monitor MAP (Mean Arteri
1) Tingkat kesadaran meningkat Pressure).
(5) 4) Monitor ICP (Intra Cranial
2) Fungsi kognitif meningkat (5) Pressure).
3) Sakit kepala menurun (5) 5) Monitor cairan serebro-
4) Gelisah menurun (5) spinalis.
5) Muntah menurun (5) 6) Berikan posisi semi fowler.
6) Papiledema menurun (5) 7) Hindari manuver valsava.
7) Tekanan intracranial membaik 8) Cegah terjadinya kejang.
(bayi 8-10 mmHg, anak & 9) Atur ventilator agar PaCO2
dewasa 7-15 mmHg) optimal
10) Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan.
11) Kolaborasi pemberian
diuretik.
Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Pemantauan tekanan intracranial
serebral tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam (I.06198)
d.d hidrosefalus diharapkan perfusi serebral 1) Monitor peningkatan TD.
(D.0017). meningkat dengan kriteria hasil: 2) Monitor respon pupil.
Perfusi serebral (L.02014) 3) Monitor irama napas.
1) Tingkat kesadaran meningkat 4) Ambil sampel drainase cairan
(5) serebrospinal
2) Tekanan intracranial menurun 5) Kalibrasi transduser.
(bayi 8-10 mmHg, anak & 6) Pertahankan posisi kepala dan
dewasa 7-15 mmHg) leher netral.
3) Sakit kepala menurun (5) 7) Dokumentasikan hasil
4) Tekanan darah membaik (5) pemantauan.
5) Refleks saraf membaik (5)
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b.d keperawatan selama 1x24 jam (I.010011)
benda asing dalam diharapkan bersihan jalan napas 1) Monitor pola napas
jalan napas meningkat dengan kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman, dan
(D.0001). Bersihan jalan napas (L.01001) usaha napas)
1) Produksi sputum menurun 2) Monitor bunyi napas
(5) tambahan.
2) Dispnea menurun (5) 3) Monitor sputum.
3) Sianosis membaik (5) 4) Posisikan semi fowler.
4) Frekuensi napas membaik 5) Lakukan penghisapan
(16-20x/menit) lendir/suctioning <15 detik.
5) Pola napas membaik (5) 6) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran dan
mukolitik.
Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis keperawatan selama 1x24 jam 1) Identifikasi lokasi,
(neoplasma) d.d diharapkan tidak terjadi nyeri karakteristik, durasi,
mengeluh nyeri dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
(D.007). Tingkat Nyeri (L.08066) intesitas nyeri.
1) Keluhan nyeri menurun (5) 2) Identifikasi skala nyeri.
2) Pola tidur membaik (5-8 3) Kontrol lingkungan yang
jam/hari) memperberat nyeri.
3) Sikap protektif menurun (5) 4) Fasilitasi istirahat dan tidur.
5) Kolaborasi penggunaan
analgesic.
Daftar Pustaka

Behrman, Richard E, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 3, Februari 2013; Korespondensi: Farhad Bal'afif.
Laboratorium Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Jl.
Jaksa Agung Suprapto No.2 Malang.
Lawrence, Rut Thakkar (2019). What is Hydrocephalus. American Association of
Neurological Surgeons World of Neurosurgery; Boston.
Milani Sivagnanam and Neilank K. Jha (2012). Hydrocephalus: An Overview,
Hydrocephalus.
National Health Service UK. (2017). Health A-Z. Hydrocephalus.
Nur Arif & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
NANDA NIC-NOC Jilid 1 & 2. Yogyakarta: Medication Publishing
Said Alfin Khalilullah (2011). Review Article Hidrosefalus. RSUD dr.Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 Vo. 1. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 st ed.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai