Oleh :
Alip Nur Apriliyani
NIM. 131913143049
1. 1 Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang berarti
kepala. Hidrosefalus adalah sebuah kondisi saat terjadi gangguan cairan serebrospinal (CSS)
yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap keseimbangan produksi dan reabsorbsi sehingga
terjadi penumpukan di dalam kepala, menyebabkan tekanan meningkat dan tulang tengkorak
berkembang menajdi lebih besar dari ukuran normal sehingga membutuhkan perawatan dan
pengobatan khusus (Oktaviani dkk, 2016).
Meskipun hidrosefalus dikenal sebagai “air di otak”, “air" ini sebenarnya cairan
serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
Dari istilah medis, hidrosefalus dapat diartikan sebagai penumpukan cairan serebrospinal
(CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi
CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS.
Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut
higroma subdural atau koleksi cairan subdural (National Health Service UK, 2017).
1. 2 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus dibagi berdasarkan beberapa faktor, antara lain (Behrman dkk,
2009) :
1. Waktu pembentukan
1) Hidrosefalus kongenital : hidrosefalus yang dialami sejak dalam kandungan dan
berlanjut setelah dilahirkan
2) Hidrosefalus akuisita : hidrosefalus yang terjadi setelah bayi dilahirkan atau terjadi
karena faktor lain setelah bayi dilahirkan
2. Proses terbentuknya
1) Hidrosefalus akut : hidrosefalus yang terjadi secara mendadak yang diakibatkan oleh
gangguan absorbsi CSS.
2) Hidrosefalus kronik : hidrosefalus yang terjadi setelah CSS mengalami obstruksi
beberapa minggu
3. Tempat obstruksinya
1) Obstruksi / non komunikan : terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang
disebabkan oleh tumor, kista, cacat bawaan, dan yang paling umum yaitu stenosis
aueductus (penyumbatan saluran otak)
2) Non obstruksi / komunikan : terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan, misal perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan
radang meningeal.
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu secara patologi
dan secara etiologi (Sivagnanam & Jha, 2012) :
1. Hidrosefalus patologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Obstruktif (non-communicating) yaitu yang terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS
yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling
umum, stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non–obstruktif (communicating) yaitu disebabkan oleh gangguan keseimbangan
CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
2. Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai berikut
1) Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-
uterin.
2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau trauma
hebat di kepala.
1.3 Etiologi
Menurut Khalilullah (2011), pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Penyebab penyumbatan
aliran CSS yang sering pada kasus Hidrosefalus yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma
dan perdarahan. Berikut etiologi hidrosefalus (Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. Kelainan bawaan / kongenital
1) Stenosis akuaduktus Sylvius (penyebab terbanyak 60-90% pada bayi dan anak-anak).
Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir. Penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dan sylvii
(antara ventrikel ketiga dan ventrikel ke empat di otak).
2) Spina bifida dan cranium bifida
Berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis,
dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom Dandy-Walker
Atresiakongenital foramen Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang merupakan
suatu kista yang besar di daerah fossa posterior
4) Kista arachnoid
Kista arachnoid dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma sekunder
suatu hematoma.
5) Anomali pembuluh darah
Akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan
vena Galeni atau sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus
2. Didapat
1) Infeksi
Timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna
basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis
serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih tersebar.
2) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan
akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
3) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri.
1.4 Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada sistem ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar menyebabkan permukaan ventrikuler tersebut mengkerut dan
merobek garis ependymal. Whitemeter dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi
menjadi pita yang tipis. Pada graymeter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif,
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray meter tidak mengalami gangguan.
Proses dilatasi dapat merupakan proses yang tiba-tiba atau akut dan dapat juga selektif
tergantung pada kedudukan penyumbatan (Smeltzer, 2008).
Pada bayi dan anak kecil, sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan masa kranial. CSS melebihi kapasitas normal sistem ventrikel tiap 6 – 8 jam dan
ketiadaan absorbs total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikuler
menyebabkan robeknya garis ependymal normal pada dinding rongga kemungkinan kenaikan
absorbsi.
Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi cairan
yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan, peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel masih belum dipahami dengan jelas. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1) Kompensasi sistem serebrovaskular
2) Redistribusi dari liquor serebropinal atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam
susunan sistem saraf pusat.
3) Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas
otak,kelainan turgor otak)
4) Efek tekanan denyut liquor serebrospinal
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal
pada sutura cranial.
Produksi cairan yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus khoroid
(papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan
intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi
liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai
produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga
akibat hipervitaminosis. Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan
meningkatkan tekanan cairan secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang.
1.8 Komplikasi
1) Kerusakan pada otak
2) Retardasi mental
3) Meningitis
4) Ventrikularis
5) Kerusakan jaringan saraf, dll (Bal'afif, 2013)
1.9
WOC
HIDROSEFALUS
Vasokontriksi
Irama Desakan pada medulla oblongata Desakan Desakan
pembuluh darah otak
napas pada otak pada SSP
(arteri otak)
ireguler
Muntah proyektil
Nyeri
Suplay oksigen Gangguan
kepala
Hiperventilasi & nutrisi ke otak neurologis
Vomitting
terganggu
MK: Risiko MK:
MK: Pola Perfusi Anoreksia Nyeri
Napas Tidak Hipoksia cerebral Serebral Akut
Efektif Tidak
Efektif BB ↓
Pemasangan ventilator Gangguan Gangguan koordinasi
kecerdasan gerak otot
MK: Defisit & memori
Adanya benda asing Nutrisi
pada jalan napas Kejang
MK:
MK: Bersihan Gangguan
Akumulasi sekret Jalan Napas Memori MK: Risiko
meningkat Tidak Efektif Cedera
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
2.1 Pengkajian
1. Anamnesa:
1) Identitas klien: Umur (hidrosefalus banyak terjadi pada bayi dan anak yaitu
sebanyak 60% dibandingkan pada orang dewasa), jenis kelamin (insiden
hidrosefalus sama banyak antara laki-laki dan perempuan), suku bangsa (insiden
hidrosepalus sama banyak antara kulit putih dan kulit hitam), pekerjaan, agama,
alamat, dan sebagainya.
2) Keluhan utama: klien mengeluh nyeri kepala yang hebat, muntah, kepala
membesar, demam, gelisah, penurunan penglihatan, dan tidak dapat menahan
kepala atas.
3) Riwayat penyakit;
a. Riwayat penyakit sekarang: Klien mengeluh nyeri kepala yang hebat,
demam, mual, muntah, pembesaran lingkar kepala, mata mengarah ke
bawah, dan gangguan motorik.
b. Riwayat penyakit dahulu: Antenatal (perdarahan ketika hamil), prenatal
(bayi premature, perdarahan saat melahirkan dan trauma lahir), dan post
natal riwayat infeksi, meningitis, TBC, neoplasma).
c. Riwayat penyakit keluarga: Adanya keluarga yang memiliki riwayat
penyakit hidrosefalus.
2. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing): Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas, bunyi napas
stridor.
2) B2 (Blood): Pucat, peningkatan tekanan darah, dan penurunan nadi (bradikardi).
3) B3 (Brain): TIK> 20 mmHg, nyeri kepala, perubahan status kesadaran, dahi
menonjol, pembesaran pada kepala, strabismus, sunset eye (tidak dapat melihat
ke atas), dan kejang.
4) B4 (Bladder): Oliguria.
5) B5 (Bowel): Mual, muntah, nafsu makan menurun, sulit menelan.
6) B6 (Bone): Kelemahan pada ekstremitas.
2.2 Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan hidrosefalus ditandai
dengan TIK >20 mmHg (D.0066).
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan hidrosefalus (D.0017).
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas (ventilator) ditandai dengan sputum berlebih (D.0001).
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma) ditandai
dengan mengeluh nyeri (D.007).
Behrman, Richard E, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 3, Februari 2013; Korespondensi: Farhad Bal'afif.
Laboratorium Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Jl.
Jaksa Agung Suprapto No.2 Malang.
Lawrence, Rut Thakkar (2019). What is Hydrocephalus. American Association of
Neurological Surgeons World of Neurosurgery; Boston.
Milani Sivagnanam and Neilank K. Jha (2012). Hydrocephalus: An Overview,
Hydrocephalus.
National Health Service UK. (2017). Health A-Z. Hydrocephalus.
Nur Arif & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
NANDA NIC-NOC Jilid 1 & 2. Yogyakarta: Medication Publishing
Said Alfin Khalilullah (2011). Review Article Hidrosefalus. RSUD dr.Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 Vo. 1. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 st ed.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI