Fasilitator
Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun oleh:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 3
2.1 Inkontinensia Urin .............................................................................................................. 3
2.1.1 Definisi Inkontinensia Urin ........................................................................................... 3
2.1.2 Klasifikasi Inkontinensia Urin ..................................................................................... 3
2.1.3 Etiologi Inkontinensia Urin ........................................................................................... 4
2.1.4 Patofisiologi Inkontinensia Urin ................................................................................... 5
2.1.5 WOC Kanker Kandung Kemih ..................................................................................... 6
2.1.6 Manifestasi Klinis Inkontinensia Urin .......................................................................... 7
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urin ................................................................. 7
2.1.8 Penatalaksanaan Inkontinensia Urine............................................................................ 9
2.1.9 Komplikasi Inkontinensia Urin ................................................................................... 10
BAB 3 ...................................................................................................................................... 11
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ............................................................................... 11
3.1 Pengkajian ......................................................................................................................... 11
3.1.1 Anamnesa .................................................................................................................... 11
3.1.2 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................... 11
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................... 12
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................... 13
3.4 Evaluasi ............................................................................................................................. 16
BAB IV .................................................................................................................................... 18
PENUTUP................................................................................................................................ 18
iii
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 189
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2.7 Bagaimanakah asuhan keperawatan teoritis pada klien dengan inkontinensia urin?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.4.1 Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan inkontinensia urin.
1.4.2 Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para
pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan inkontinensia
urin.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
3. Inkontinensia urin tipe overflow
Ditandai oleh elimnasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi
hampir terus-menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat
mengosongkan isinya secara normal dan mengalami distensi yang
berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan sering, kandung kemih
tidak pernah kosong. Inkontinensia ini disebabkan oleh kelainan neurologi
(tumor, hiperplasi prostat)
4. Inkontinensia urin fungsional
Fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor yang
menyebabkan inkonensia, seperti gangguan kognitif berat yang membuat
pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya alzheimer)
atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien kesulitan melakukan urinasi
5. Inkontinensia tipe campuran (mixed)
Merupakan kombinasi dari setiap jenis inkontinensia
4
2.1.4 Patofisiologi Inkontinensia Urin
Proses berkemih yang normal ialah proses dinamik yang secara fisiologik
berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistems saraf pusat dan sistem saraf
tepi di daerah sacrum. Sensasi timbul pada saat volume volume kandung kemih
mencapai 300-600 ml. faktor yang mempengaruhi produksi urin adalah jumlah
cairan yang masuk ke tubuh, kondisi hormon, saraf sensori perkemihan, kondisi
sehat sakit, tingkat aktivitas (Ganong W, 2003).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih
yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot
dasar panggul (Guyton, 1995).
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih
berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang
timbulnya berkemih. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa penuaan,
pembesara kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik
atau sedatif. Perubahan juga dapat disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,
terjadi kontraksi yang abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan
rangsangan berkemih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa, pada pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna dapat mengakibatkan urine dalam kandung
kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit dapat merangsang
untuk berkemih. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapapun
walau kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia (Setiati, 2000).
Inkontinensia urin yang dialami pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan, resiko dekubitus (luka pada
daerah yang tertekan), dan adapat menimbulkan rasa rendah diri pasien.
Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi
pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
5
2.1.5 WOC Kanker Kandung Kemih
MK: Gangguan
Inkontinensia Inkontinensia Rasa Nyaman
Inkontinensia stress urgensi/dorongan overflow
6
2.1.6 Manifestasi Klinis Inkontinensia Urin
Tanda dan gejala pada pasien dengan inkontinensia urine menurut Uliyah (2008)
yaitu:
1. Ketidak nyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine (20-50 ml)
5. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
6. Meningkatkan keresahan dan keinginanan berkemih
7. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
8. Tidak merasakan urine keluar
9. Kandung kemih terasa penuh walaupun telah buang air kecil.
7
c) Obstruksi yang dapat dikoreksi (diduga terjadi pada pasien dengan
overflow incontinence)
d) Pada pasien yang berusia lebih dari 70-75 tahun, uji urodinamik ini
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis sebelum dilakukan
terapi invasif.(Vitriana. 2002)
2. Q-tip test
Tes ini dilakukan dengan menginsersikan sebuah cotton swab (Q-tip)
yang steril kedalam uretra wanita lalu kekandung kemih. Secara perlahan tarik
kembali hingga leher dari Q-tip berada di leher kandung kemih. Pasien lalu
diminta untuk melakukan Valsavamanuver atau mengkontraksikan otot
abdominalnya. Perubahan sudut Q-tip diukur dan dipergunakan sebagai
ukuran laksiti dasar panggul. Bila sudut yang terjadi lebih dari 35 derajat
dengan melakukan hal tersebut maka hal tersebut mengindikasikan adanya
hipermobilitas uretra (tipe II stress incontinence). Akan tetapi karena laksiti
mempunyai nilai yang kecil dalam menentukan penyebab inkontinensia, maka
kegunaan tes ini untuk diagnostic menjadi sangat terbatas. (Vitriana. 2002)
3. Marshall test (Marshall -Bonney test)
Jika pemeriksa mendeteksi keluarnya urin bersamaan dengan adanya
kontraksi otot abdomen, maka uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui
apakah kebocoran dapat dicegah dengan cara menstabilisasi dasar kandung
kemih sehingga mencegah herniasime lalu diafragma urogenital atau tidak.
Dilakukan dengan meletakkan dua jari (jari ke dua dan ketiga) di fornices
lateral vagina (leher kandung kemih) dan meminta pasien untuk batuk.
Kandung kemih saat itu haruslah penuh. Dua jari pada leher kandung kemih
itu bertindak sebagai penyokong uretra proksimal selama Valsavamanuver.
4. Pad test
Merupakan penilaian semi objektif untuk mengetahui apakah cairan
yang keluar adalah urin, seberapa banyak keluarnya urin dan dapat digunakan
untuk memantau keberhasilan terapi inkontinensia. Bermanfaat sebagai
tambah anamnesa pasien dan pemeriksaan fisik. Intravesical methylene blue,
oral Pyridium, atau Urised dapat dipergunakan sebagai zat pewarna. Jika
pembalut mengalami perubahan warna maka cairan yang keluar adalah urin.
Pad test ini dapat dilakukan selama 1 jam atau 24 jam. Pad kemudian
8
ditimbang (1g=1ml) untuk menilai berapa banyak urin yang keluar. (Vitriana.
2002)
5. Standing pelvic examination
Pemeriksaan ini dilakukan jika pemeriksaan pelvis gagal untuk
menampakkan keluarnya urin atau jika diduga terdapat prolaps organ. Jika
tampak prolaps pelvis, dorong organ yang prolapse ke atas dengan pessary
atau gauze kemudian ulangi cough stress test dalam posisi berdiri. (Vitriana.
2002)
9
Terapi ini dapat dipertimbagkan pada inkontinnsia tipe stress dan urgensi, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensiurin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, diverticulum, hyperplasia
prostat, dan prolapse pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter.
6. Pemantauan asupan cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan rentan
yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada
kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan
secara tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian yang memalukan.
Pengurangan asupan cairan sebelum waktu tidur daoat mengurangi
inkontinensia pada malam hari, tetapi cairan harus diminum lebih banyak
selama siang hari sehingga total asupan cairan setiap harinya tetap sama.
10
BAB 3
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, nomor registrasi, dan diagnosa medis
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu
yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan
cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan
dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih
sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
b) Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan
apakah dirawat dirumah sakit.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan,
penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
11
1) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
2) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4(bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena
adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi:
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di
urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
5) B5(bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi
pada ginjal.
6) B6(bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
12
Kelas 1. Infeksi
Risiko Infeksi (00004)
13
5. Berikan privasi pada klien saat
berkemih
6. Berikan umpan balik positif
jika inkontinensia membaik
2 Domain 4: Aktivitas/ Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur (1850)
Istirahat keperawatan selama 3x24
a. Monitor pola tidur klien dan
jam, diharapkan pola tidur
Kelas 1. Tidur/ Istirahat catat frekuensi berkemih
klien mulai normal. Dengan
b. Batasi intake cairan sebelum
Gangguan Pola Tidur kriteria hasil:
tidur
Tidur (00004) c. Anjurkan tidur di siang hari
a. Jam tidur cukup (7-8 jam) untuk memenuhi kebutuhan
b. Kualitas tidur baik tidur
c. Merasa segar setelah
bangun
Manajemen lingkungan:
kenyamanan (6482)
14
yang diungkapkan secara 4) Identifikasi saat tingkat
lisan kecemasan berubah
3) Tidak ada rasa takut yang 5) Bantu pasien mengidentifikasi
diungkapkan secara lisan situasi yang memicu kecemasan
4) Tidak ada tanda-tanda
klien menarik diri dari
Peningkatan koping (5230)
lingkungan
1.5 Berikan penilaian pada
kemampuan klien dalam
penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan dalam
citra tubuh
1.6 Berikan penilaian mengenai
pemahaman klien terhadap
poses penyakit
1.7 Dukung sikap klien terkait
dengan harapan yang realistis,
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
1.8 Dukung aktivitas-aktivitas social
dan komunitas
4 Domain 11. Setelah dilakukan tindakan Perawatan inkontinensia urin
Keamanan/Perlindungan keperawatan selama 3x24 jam (0610)
Kelas 1. Infeksi diharapkan : 3. Identi$fikasi faktor apa saja
Risiko Infeksi (00004) Keparahan infeksi (0703) penyebab inkontinensia pada
1) Tidak ada kemerahan pasien
2) Tidak ada demam 4. Jaga privasi pasien saat
3) Tidak ada nyeri berkemih
Kontrol risiko : proses 5. Jelaskan penyebab terjadinya
infeksi (1924) inkontinensia dan rasionalisasi
2) Klien dapat mencari setiap tindakan yang dilakukan
informasi terkait 6. Monitor eliminasi urin ,
kontrol infeksi meliputi frekuensi ,konsistensi,
15
3) Klien dapat bau, volume dan warna urin
mengidentifikasi 7. Berikan obat-obatan diuretik
faktor risiko infeksi sesuai jadwal minimal untuk
4) Klien dapat mengenali mempengaruhi irama
faktor risiko individu sirkandian tubuh
terkait infeksi 8. Instruksikan pasien dan
5) Klien dapat keluarga untuk mencatat pola
mengidentifikasi tanda dan jumlah urin output
dan gejala infeksi
Kontrol infeksi (6540)
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
7. Lakukan tindakan-tindakan
pencegahan yang bersifat
universal
8. Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal
9. Gunakan kateterisasi intermiten
untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih
10. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi
3.4 Evaluasi
1. Gangguan Eliminasi Urine b.d infeksi saluran kemih (00016)
1.5 Klien dapat berkemih pada tempat yang tepat
1.6 Tidak ada gangguan (nyeri, rasa terbakar) saat berkemih
2. Gangguan Pola Tidur b.d kegelisahan dan sering bangun saat malam (00198)
2.5 Jam tidur klien cukup (7-8 jam)
2.6 Kualitas tidur klien baik
16
2.7 Klien merasa segar setelah bangun
1) Ansietas b.d perubahan status kesehatan (00146)
a. Klien tidak merasa gelisah, takut, dan cemas
b. Klien tidak menunjukkan tanda-tanda menarik diri dari lingkungan
2) Risiko Infeksi (00004)
c. Klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensa urin terjadi akibat kelainan
inflamasi (sistisis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul
karena neurologi yang serius (paraplegi), kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Penyebab inkontinensia urin antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek obat-obatan, serta produksi urin yang meningkat (keinginan sering
ke kamar mandi). Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi, jika
terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika.
18