Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hidrosefalus merupakan masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap system


persarafan (neurobehaviour) yang menuntut asuhan keperawatan yang serius.
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan
tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan
kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus terpenuhi.
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI,
1989).
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perawat maupun
dokter serta tenaga medis lainnya perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab
serta permasalahan dari hidrosefalus itu sendiri.. Kita ketahui bahwa peran
perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya
gangguan pada system pernafasan, sehingga dalam hal ini masyarakat perlu
diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI,
1989).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat
penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito
EE et al, 2007:328).

B. Anatomi dan Fisiologi


Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari
system ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan
ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.
Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.
CSS yang berada di ruang subarakhnoid, merupakan cairan yang bersih dan tidak
berwarna. Merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan
medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa
volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume
cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
C. Klasifikasi/ Macam-Macam Hidrosefalus

1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil. Terdesak oleh banyaknya cairan
didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah
sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak
pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi
dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus Komunikans
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara ventrikel
dengan ruang subarakhnoidal di daerah lumbal. Hidrocefalus komunikan dapat
disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus yang berkembang berlebihan
sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada yang direabsorbsi oleh vili
subarachnoidalis.
2. Hidrosefalus Nonkomunikans/ obstruktif.
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif, yang jelas menunjukkan tidak
adanya hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoidal di lumbal.
Penyebab hidrocefalus nonkomunikan ini adalah penyempitan pada akuaduktus
Sylvii congenital; oleh karena cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua
ventrikel dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga ventrikel tersebut menjadi
membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga
otak menjadi tipis.
Suatu cara untuk membedakan hidrocefalus komunikan dengan nonkomunikan
adalah dengan jalan mengukur tekanan likuor dalam ventrikulus lateralis dan
tekanan likuor di kantong lumbal secara bersamaan
D. Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di
atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen
Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis.
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan meyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan (Kongenital)
Disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi
aqrnold-Chiari atau infeksi intrauterinea.
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60% -
90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau
progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-
Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan sereblum
letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat
hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa posterior.
d. Kista arakroid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
e. Anomali pembuluh darah
Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidosefalus akibat areurisma-arterio-
vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus
transversus akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subaraknoid. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater
dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih besar.

3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran
CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari sereblum, sedangkan penyumbatan
bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam
otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat orgisasi dari darah itu sendiri.

B. Path-- way
C. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu:
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul
Rickham, 2003).
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.

1. Bayi
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial: muntah, gelisah, menangis
dengan suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
- Peningkatan tonus otot ekstrimitas
- Tanda – tanda fisik lainnya ;
• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas.
•Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
• Strabismus, nystagmus, atropi optik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

2. Anak yang telah menutup suturanya:


Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- Nyeri kepala
- Muntah
- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
- Strabismus
- Perubahan pupil..

D. Therapi/Tindakan Penanganan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan
tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan
kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)
mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar
laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
7. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.

E. Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu

F. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan
intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak
mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang,
muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara disproposional, anak menjadi
lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya
liquor dari hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga
umum terjadi.
Riwaya penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus
sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan
riwayat infeksi.
Riwayat perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras
atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan
penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.
Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua)
untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-
hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang
diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis
didalam system dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15)
dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada
beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka hal-
hal sebagai berikut:
Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi
dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal
pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada.
Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada
klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan
tingkat kessadaran.
B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam
upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan
tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda
penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha
perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada keadaan lain akibat
dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik hormone yang
berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran
garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi
elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada system kardiovaskuler.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
disbanding pengkajian pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan
berbagai deficit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan
intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi
dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus disbanding dengan
lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran
berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan
lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada
waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala
tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked
pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola
mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang subraorbita. Sclera
tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau
sunset sign.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Gejala khas pada hidrosefalus tahap
lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai
koma.
Pengkajian fungi serebral, meliputi:

Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan
statuss mental tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan penurunan dalam
perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal
sesuai tingkat usia.
Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik didapatkan jika
jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal
kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi.
Disfungsi ini dapat ditunjukka pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anak-
anak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

Pengkajin saraf cranial, meliputi:

Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan


fissiologis ssaraf ini klien akan mengalami kelainan padda fungsi penciuman/
anosmia lateral atau bilateral.
Saraf II (Optikus): pada nak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf
otak II pada pemeriksaan funduskopi.
Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini herniasi
tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran . paralisis otot-
otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis
mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus,
atrofi optic sering di dapatkan pada nanak dengan hidrosefalus.
Saraf V (Trigeminius): karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.
Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi
pendengaran.
Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang baik,
kesulitan membuka mulut
Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala
menghambat mobilitas leher klien
Saraf XII (Hipoglosus): indra pengecapan mengalaami perubahan.
Pengkajian system motorik.
Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan pusat
pengatur motorik.
Tonus otot. Didapatkan menurun sampai hilang
Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas.
Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena
kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.

Pengkajian ferleks.
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendo, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada rrespon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus
yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat
refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
Pengkajian system sensorik.
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien
mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius
eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising
usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya
udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi
disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum.
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna
kulit; warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan
membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau
syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi.
Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istiraha.

Pemeriksaan diagnostic
CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu
protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa
menurun atau tetap
Pengkajian Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK,
untuk mencegah resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai berat
ringannya truma.
Pengobatan antii edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10%.
Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi penurunan
produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus (koroidalis).

c. Diagnose keperawatan

1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan


serebrospinal.
2. Bersihan jalan nafar tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan sekresi
secret dan penurunan volume batuk sekunder akibat adanya nyeri dan keletiha,
ketidak mampuan batuk/batuk produktif.
3. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial.
4. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan
mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan misinterpretasi informasi,
ttidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional
7. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisas, tiak adekuatnya sirkulasi
perifer.
8. Resiko deficit cairan dan elektrolit b. dmuntah, asupan cairan kurang,
peningkatan metabolise.
9. Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada klien.
10. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat truma.
d. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien
tidak mengalami peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS
4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam


R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral.
Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.
3. Evaluasi pupil
R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.
5. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala
R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena
serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK
6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
komulatif.
7. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan
yang tidak gaduh.
R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.
8. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
9. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK
11. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine
secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan TIK
12. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat
TIK meningkat.
R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m
engurangi kecemasan
13. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
R/: perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
14. Kolaborasi :
Pemberian oksigen sesuai indikasi
R/: Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral
dan volume darah dan menaikkan TIK
Berikan cairan intravena sesuai dengan yang di indikasikan
R/: Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral,
meningkatkan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK.
Berikan obat osmotic diuretic, conytohnya manitol, furosid.
R/: diuretik mungkin digunakan pada vase akut untuk mengalirkan air dari brain
cells, dan mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan sterioid, contohnya deksametason, metal prednisolon
R/: untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothombin, LED.
R/: membantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.

Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan


intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah,
kepala membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala
klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri
0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan
menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri
sekali)
R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak
untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk
mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya
dengan baik.
3. Pantau dan catat TTV.
R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
4. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka
ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus
didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
5. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng
menggunakan boneka, nafas dalam, dll.
R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang
dirasakan.
Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal,
tidak adanya mual-muntah.
Intervensi :
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah
makanan.
R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan
mual.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang
pada lambung.
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat
hidrocefalus.
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.
R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.
R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk
mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis
dan adekuat.
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan
kebutuhan kalorinya.
6. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5%
2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
e. Pelaksanaan /implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada
rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat .
Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

f. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu
pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa
keperawatan sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang
& intervensi dirubah).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di
atasnya.

Klasifikasi/ Macam-Macam Hidrosefalus


1. Kongenital
2. Di dapat
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi
dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus obstruktif/non komunikans
2. Hidrosefalus Komunikans

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk
menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. EGC: Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Buku kuliah
2 Ilmu kedokteran: EGC
Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai