PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri adalah kekhawatiran terbesar pasien di unit perawatan intensif (ICU). Sebagian
besar pasien sakit kritis mengalami nyeri sedang sampai hebat. Penatalaksanaan nyeri
telah menjadi prioritas nasional dalam beberapa tahun terakhir, namun nyeri terus disalah
artikan, dikaji dengan buruk, dan tidak ditangani dengan adekuat di ICU dan banyak
tatanan perawatan kesehatan lainnya. Nyeri yang tidak terkontrol memicu respon stres
fisik dan emosional, menghambat penyembuhan, meningkatkan resiko komplikasi
lainnya dan meningkatkan masa rawat inap di ICU (Gonce P, Fontaine D, Hudak C, Gallo
B, 2012).
Banyak pasien sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU) menderita nyeri, terutama
yang menggunakan ventilasi mekanik. Dari 35% menjadi 55% perawat telah dilaporkan
meremehkan nyeri pasien, dan sebuah studi praktek saat mengungkapkan pada saat
diamati penilaian nyeri selama prosedural pada pasien ventilasi mekanik masih di bawah
40%. Para peneliti telah mengakui bahwa rasa sakit dan nyeri yang tidak memadai adalah
penyebab utama kesulitan fisiologis dan stres emosional. Oleh karena itu, tampaknya
penting untuk mencapai manajemen yang efektif dari analgesik, namun sebelumnya harus
mengukur rasa nyeri dengan cara yang valid dan reliabel (Ahlers S dkk, 2010).
Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki kemampuan verbal dan
dapat melaporkan sendiri rasa sakitnya (self reported) dan pasien dengan
ketidakmampuan verbal baik karena terganggu kognitifnya, dalam keadaan tersedasi,
ataupun berada dalam mesin ventilator. Salah satu alat yang paling umum digunakan di
ICU adalah Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT), yang telah terbukti dapat
diandalkan dan valid dalam berbagai populasi pasien sakit kritis (Gelinas C dkk, 2006).
Penilaian nyeri yang tepat merupakan bagian penting dari perawatan berkualitas bagi
pasien sakit kritis, dan penggunaan ukuran nyeri yang valid dapat membantu dalam
evaluasi teknik manajemen nyeri multidisiplin untuk pasien sakit kritis nonverbal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Nyeri
1. Definisi
International Society for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau digambarkan sebagai kerusakan itu
sendiri (Gonce P, Fontaine D, Hudak C, Gallo B, 2012)
Nyeri pada perawatan kritis merupakan sebuah pengalaman subjektif dan
multidimensi. Pengalaman nyeri pada pasien kritis adalah akut dan memiliki banyak
sebab, seperti dari proses penyakitnya, monitoring dan terapi (perangkat ventilasi,
intubasi endotrakheal), perawatan rutin (suction, perawatan luka, mobilisasi),
immobilitas berkepanjangan dan trauma. Nyeri dilaporkan nyeri sedang-berat. Nyeri
yang berkepanjangan dpt mengurangi mobilitas pasien shg bisa menimbulkan emboli
paru dan pneumonia.
2. Komponen nyeri
a. Komponen sensori
Persepsi tentang karakteristik nyeri seperti intensitas, lokasi dan kualitas nyeri
b. Komponen afektif
Termasuk emosi yang negatif seperti keadaan yang tidak menyenangkan,
kecemasan, ketakutan yang dihubungkan dengan pengalaman nyeri.
c. Komponen kognitif
Berkenaan dengan interpretasi nyeri oleh orang berdasarkan pengalamannya.
d. Komponen tingkah laku
Termasuk strategi yang digunakan oleh seseorang untuk mengekspresikan,
menghindari atau mengontrol nyeri.
e. Komponen fisiologis
Berkenaan dengan nociseptif dan respon stres (Urden L, Stacy K, 2010)
c. Antagonis opioid
Apabila terjadi depresi pernapasan serius, nalokson suatu antagonis opioid
murni yang membalik efek opioid dapat diberikan. Dosis nalokson dititrasi
hingga mencapai efeknya yang berarti membalik sedasi yang berlebihan dan
depresi pernapasan bukan membalik analgesia. Nalokson harus diencerkan (0,4
mg dalam 10 ml salin) dan diberika melalui IV secara perlahan. Pemberian obat
yang terlalu cepat atau terlalu banyak dapat menyebabkan nyeri hebat, gejala
putus zat, takikardi, disritmia, dan henti jantung. Setelah memberikan nalokson
terus lakukan pengamatan terhadap pasien dengan ketat untuk mengetahui apakah
terjadi sedasi yang berlebihan dan depresi pernapasan karena waktu paruh
nalokson lebih pendek dari kebanyakan opioid (1,5 sampai 2 jam).
d. Sedasi dan Ansiolisis
Nyeri akut sering kali disertai dengan kecemasan dan kecemasan dianggap
meningkatkan persepsi nyeri pasien. Ketika menangani nyeri akut ansiolitik dapat
digunakan untuk melengkapi analgesia dan meningkatkan kenyamanan pasien
secara menyeluruh. Hal ini merupakan pertimbangan penting khususnya sebelum
dan selama prosedur yang menimbulkan nyeri.
Tabel perbandingan sedatif yang umum digunakan pada perawatan kritis
Agens Anjuran pemakaian Awitan (IV) Efek merugikan yang khas
Diazepam Untuk sedasi cepat pada 2-5 menit Flebitis
pasien agitasi akut
Lorazepam Untuk sedasi jangka 5-20 menit Asidosis atau gagal ginjal
panjang pada kebanyakan pada dosis tinggi
pasien melalui infus
interniten atau kontinu
Midazolam Untuk sedasi sadar atau 2-5 menit Terjaga lama dan
sedasi cepat pada pasien penundaan penyapihan dari
agitasi akut hanya untuk ventilator, apabila
pemakaian jangka pendek digunakan jangka panjang
Propofol Sedatif pilihan apabila 1-2 menit Nyeri pada tempat injeksi
pasien perlu terjaga dan peningkatan trigliserida
dengan cepat
Sumber : Gonce P, Fontaine D, Hudak C, Gallo B, 2012
Gélinas, C., L. Fillion, et al. (2006). "Validation of the Critical-Care Pain Observation Tool
in Adult Patients." American Association of Critical-Care Nurses.
Gonce, P.M., Fontaine, D., Hudak, M.c., & Gallo, M.B. (2012). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta. EGC
Urden, L. and Stacy K. (2010). Critical Care Nursing Diagnosis ang Management. Canada,
Mosby Elsevier.