KONSEP DASAR
2.1 Definisi
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 :
202).
Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal
dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk
terjadinya peristaltik atau karena adanya blockage (Barbara C. Long, 1996 :
242).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah
penyumbatan yang terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau
fungsional, yang terjadi bisa diusus halus ataupun diusus besar, dapat
mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan makanan.
2.2 Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998),
Christian Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa
penyebab dari ileus obstruktif adalah :
a. Mekanis
1. Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di
antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum
viseral maupun antara peritoneum viseral dengan parietal.
2. Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3. Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus,
atau tumor diluar usus mendesak dinding usus.
4. Massa makanan yang tidak dicerna.
5. Sekumpulan cacing
6. Tinja yang keras.
7. Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8. Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.
1
2.3 Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C
Long (1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah
a. Obstruksi Usus Halus
1. Mual
2. Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya
muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3. Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat
dan menetap.
4. Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi.
Perforasi dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi
yang berat serta menyebabkan syok.
5. Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6. Abdominal distention
7. Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1. Distensi berat
2. Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3. Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4. Muntah fekal laten
5. Dehidrasi laten
6. Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara
penyumbatan sebagian menyebabkan diare.
2.4 Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan
dan gas (70 % dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8
liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, karena tidak adanya
absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
2
ekstra sel yang mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung,
pengurangan perfusi jaringan dan asidosis metabolic. Efek local peregangan
usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum
dan sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan
keluarnya potassium dari sel, mengakibatkan alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus,
cairan, dan gas terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi.
Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih
banyak sekresi cairan lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan darah
lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan
arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti,
nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat terjadi
akibat distensi abdomen.
3
2.5 Pathway
2.6 Penatalaksanaan
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi
muntah, dan mencegah aspirasi.
c. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan.
4
e. Analgetik
f. Therapy oksigen.
2.7 Komplikasi
b. Asidosis metabolic
5
BAB 3
3.1 Pengkajian
a. Identitas
1. Identitas klien
b. Riwayat keperawatan
1. Keluhan utama
6
benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih
dari 5 (0-10).
6. Riwayat geografi
7. Riwayat social
7
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
4) Sistem pencernaan(bawel)
8) Sosial
9) Spiritual
d. Pemeriksaan penunjang
8
3.2 Diagnosa keperawatan
Criteria hasil :
Intervensi:
9
5. Posisikan pasien dengan semi fowler
8. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan
napas dalam setiap jam.
Rasional:
5. Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas oleh lidah, bila
dimiringkan maka pasien akan mengalami aspirasi. Semi fowler adalah pilihan
yang tepat untuk kenyamanan, pengembangan ekspansi paru yang optimal,
menghindari aspirasi.
10
Criteria hasil :
Intervensi:
1. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan.
Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4jam. Laporkan sebagai berikut :
Perhatikan adanya :
11
4. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan
potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi
peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
8. Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek,kulit dan
membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada lansia.
9. Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot dan
koordinasi.
Rasional
12
3. Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila
terjadi kondisi yang fatal.
13
10. Pembedahan dapat dindikasikan bila obstruksi berkelanjutan. Persiapan
pembedahan melingkupi pasien, peralatan, anastesi dan tenaga medis.
Criteria hasil:
(skala 0-10)
- Menunjukan rileks
mencapai kenyamanan
Intervensi
14
6. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat
9. Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4
jam. Dorong ambulasi dini.
10. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan
kulit
Rasional
5. Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang
dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
15
7. Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu
mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres
akibat nyeri
Criteria hasil :
Intervensi
Rasional
16
2. Tipe antibiotic spectrum luas seperti sulfasalazine (azulfidine) sesuai
indikasi yang dibutuhkan.
3. Kultur dan tes sensitivitas menjadi tidak akurat apabila setelah pemberian
antibiotic
17
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan prilaku atau status kesehatan klien.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. (Nursalam, 2001).
18
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC.
Jakarta.
Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
19