Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, atau

minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Hidayat, 2008, hal:120).

Demam thypoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang terutama terletak di

daerah tropis dan subtropis dengan angka kejadian masih sangat tinggi yaitu 500 per 100.000

(Widagdo,2011, hal: 218).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus

demam thypoid di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 kasus. Secara

keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500

kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per100.000 populasi

per tahun) dicatat di AsiaTengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika

Selatanyang tergolongsedang (10 – 100 kasus per 100.000 populasi pertahun) di Asia

lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru), serta

yang termasuk rendah (<10 kasus per100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.

Kejadian demam thypoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan terbanyak di Asia, Afrika dan

Amerika Latin dengan angka kematian sebesar 200.000. Setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi

di Asia Tenggara, dengan angka kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit demam

tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia

dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun, dan angka kematian 3,1
sampai 10,4% (WHO, 2004).Sedangkan data World Health Organization (WHO) tahun

(2009), memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam thypoid di seluruh dunia

dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.

Demam thypoid dan demam para thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan

pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular

endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di

daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang (Maharani, 2012).

Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid. Diperkirakan terdapat 800 penderita

per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar di

seluruh wilayah dengan insiden yang tidak berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit

lebih bersifat sporadis dan bukan epidemik. Dalam suatu daerah terjadi kasus yang

berpencar-pencar dan tidak mengelompok. Sangat jarang ditemukan beberapa kasus pada

satu keluarga pada saat yang bersamaan (Widoyono,2011, hal: 144).

Komplikasi yang dapat muncul akibat demam thypoid tidak segera ditangani adalah dapat

terjadi perdarahan dan perforasi usus, yaitu sebanyak 0,5 – 3% yang terjadi setelah minggu

pertama sakit. Komplikasi tersebut dapat ditengarai apabila suhu badan dan tekanan darah

mendadak turun dan kecepatan nadi meningkat. Perforasi dapat ditunjukkan lokasinya dengan

jelas, yaitu di daerah distal ileum disertai dengan nyeri perut, tumpah-tumpah dan adanya gejala

peritonitis. Selanjutnya gejala sepsis sering kali timbul. Sekitar 10% pneumonia dan bronchitis

ditemukan pada anak-anak dan komplikasi yang lebih berat dengan akibat fatal adalah apabila

mengenai jantung (myocarditis) dengan arrhytmiasis, blok sinoarterial, perubahan ST-T pada

elektrokardiogram atau cardiogenic shock. Prognosa tergantung dari pengobatan yang tepat dan

cepat (Ranuh, 2013, hal: 184).


1.2 Rumusan Masalah

1.Apa definisi Demam typoid?

2.Bagaimana etiologi Demam typoid?

3.Bagaimana manifestasi klinis Demam typoid?

4.Bagaimana patofisiologi Demam typoid?

5.Bagaimana WOC Demam typoid?

6.Bagaimana pemeriksaan penunjang Demam typoid?

7.Apa komplikasi dari Demam typoid?

8.Bagaimana penatalaksanaan dari Demam typoid?

9.Bagaimana konsep dasar ASKEP dari Demam typoid?

1.3 Tujuan Penulisan

1.Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Demam typoid,
mengetahui konsep medis dari penyakit Demam typoid.
2.Tujuan Khusus
Secara khusus “Konsep keperawatan klien dengan Demam Typoid”, ini disusun supaya
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan
gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta proses
keperawatan yang akan dijalankan.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Asuhan Keperawatan pada klien dengan Demam
typoid.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang diperlukan pada pasien
yang dirawat dengan Demam typoid.
d. Agar makalah ini dapat menjadi bahan ajar bagi mahasiswa lainnya tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan Demam typoid.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Akademik
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan
mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2. Rumah Sakit
Dapat menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu
pelayanan dalam penerapan asuhan keperawatan.
3. Klien dan Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana
penanganan terhadap trauma toraks khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Tenaga Kesehatan
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
pendidikan dalam penerapan asuhan keperawatan Demam typoid dengan gangguan
Kedaruratan system I.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DEMAM TYPOID

Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama

disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari

salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh

S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S.

Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik

yang lain (Widagdo, 2011, hal: 197). Menurut Ngastiyah (2005, hal: 236) Tifus abdominalis

(demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

pencernaan dengan demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,dan gangguan

kesadaran.

Menurut Soedarto (2009, hal: 128) Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus

abdominalis atau Typhoid Fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella typhiatauSalmonella

paratyphi A, B, dan C. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di

Indonesia maupun di daerah-daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit demam tifoid atau tifus

abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada

saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi

yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam

berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih

diperburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.


2.2 ETIOLOGI

Menurut Widagdo (2011, hal: 197) Etiologi dari demam Thypoid adalah Salmonella typhi,

termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat

bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan

beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi,

dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella

mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil

pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga

pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) Gambaran klinik demam tifoid pada anak biasanya

lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari

jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.

Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan,

lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang. Gambaran klinik

yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) adalah:

1. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu

tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari.

Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga,

suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah (ragaden),

lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang

disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus),

hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi

tetapi juga dapat terjadi diare atau normal

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai

samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali penyakitnya berat dan terlambat

mendapatkan pengobatan. Di samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.

Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama yaitu

demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak dewasa

4. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi

berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan

normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena

terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun

oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan

dengan pembentukan jaringan fibrosis.

2.4 PATOFISIOLOGI

Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh

asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan

berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ

lainnya.Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal

melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua

kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus,

dan kandung empedu (Suriadi &Yuliani, 2006, hal: 254).

Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar

limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi

plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan

sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu

hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh

endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus

halus (Suriadi &Yuliani, 2006, hal: 254).

2.5 WOC

Skema 2.1
Pathway Teori
Salmonella typhi
Saluran pencernaan
Usus halus
Jaringan limfoid
Lamina frofia
Kelenjar limfa mesontreia
Aliran darah
Organ res (hati & limfa)
Tidak difagosit Imflamasi
Hati & limfa Endotoksin
Hepatomegali penurunan napsu lemah proses infeksi
Solenomegali makan lesu demam
Merasangsang ujung saraf mual intoleransi hippertermi
Muntah aktivitas
Nyeri perabaan
Nutrisi kurang
Nyeri akut dari kebutuhan
tubuh
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006, hal: 256) pemeriksaan penunjang demam tifoid adalah:

1. Pemeriksaan darah tepi

Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia

2. Pemeriksaan sumsum tulang

Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

3. Biakan empedu

Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama

dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typhosa pada urin dan tinja,

maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh

4. Pemeriksaan widal

Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap

antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis

karema titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah

lama sembuh.

2.7 Komplikasi

Menurut Widagdo (2011, hal: 220-221) Komplikasi dari demam tifoid dapat digolongkan

dalam intra dan ekstra intestinal.

1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

a. Perdarahan

Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan ditandai

antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.
b. Perforasi usus

Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan

berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen

yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis.

2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :

a. Sepsis

Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik

b. Hepatitis dan kholesistitis

Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amilase serum

menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi pankreatitis

c. Pneumonia atau bronkhitis

Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya disebabkan karena

adanya superinfeksi selain oleh salmonella

d. Miokarditis toksik

Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST dan

gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis

e. Trombosis dan flebitis

Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala residual yaitu

termasuk tekanan intrakranial meningkat, trombosis serebrum, ataksia serebelum akut,

tuna wicara, tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosis

f. Komplikasi lain

Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom nefrotik,

meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan artritis.


2.8 Penatalaksanaan

Menurut Ngastiyah (2005, hal: 239) & Ranuh (2013, hal: 184-185) pasien yang dirawat

dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung

sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah,

anoreksia, dan lain-lain

3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat

total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di

ruangan

4. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan

tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.

Susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui

sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan

lunak.

5. Pemberian antibiotik

Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang

sering digunakan adalah :

a. Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau dengan dosis 75

mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Chloramphenicol dapat

menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut

dapat memberikan efek samping yang serius


b. Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6 dosis.

Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

chloramphenicol

c. Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3 dosis

d. Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan dosis 50 mg SMX/kg/24 jam

per os dalam 2 dosis, merupakan pengobatan klinik yang efisien

e. Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg

sulfamethoxazole dan 800 mg trimethroprim. Efektivitas obat ini hampir sama dengan

chloramphenicol.
2.9 Konsep Dasar ASKEP

2.9.1 Pengkajian

Menurut Nursalam (2008, hal: 154-155) adalah sebagai berikut:

a. Identitas klien

b. Keluhan utama

Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat

serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).

c. Suhu tubuh

Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris

remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik tiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat

lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam

keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal

kembali pada akhir minggu ketiga.

d. Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa dalam, yaitu apatis sampai

samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat

dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin

terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak terdapat reseola, yaitu

bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan

dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan

epitaksis pada anak besar.


e. Pemeriksaan fisik

1) Mulut

Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden), lidah tertutup selaput putih, sementara ujung dan tepinya bewarna

kemerahan, dan jarang disertai tremor

2) Abdomen

Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi

konstipasi atau mungkin diare atau normal

3) Hati dan Limfe

Membesar disertai nyeri pada perabaan

f. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pada pameriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis, relatif

pada permukaan sakit

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal

3) Biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah pasien pada

minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering ditemukan dalam feces dan urine

g. Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti

terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang

progresif.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut Nnda NIC-NOC

(2014) adalah sebagai berikut:


a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi nutrien

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

2.9.3 Intervensi Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan denganproses infeksi salmonella typhi

Tujuan: suhu tubuh kembali normal

Hasil yang diharapkan: Pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC-37ºC

dan bebas dari demam.

Intervensi:

1) Pantau suhu tubuh klien tiap 3 jam sekali

Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit infeksi akut

2) Beri kompres hangat

Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam

3) Anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan menyerap

keringat

Rasional: memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu mengurangi penguapan

tubuh

4) Beri banyak minum 1.500-2.000 cc/hari

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko

dehidrasi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik

Rasional: antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk membunuh

kuman infeksi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Tujuan: volume cairan terpenuhi

Hasil yang diharapkan: status cairan tubuh adekuat, ditandai dengan membran

mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital normal

Intervensi:

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan

2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasonal: mengontrol keseimbangan cairan

3) Kaji status dehidrasi

Rasional: mengetahui derajat status dehidrasi

4) Beri banyak minum

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko

dehidrasi

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

Tujuan: menunjukkan nyeri berkurang atau hilang

Hasil yang diharapkan: terlihat tenang dan rileks dan tidak ada keluhan nyeri

Intervensi:
1) Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri

Rasional: suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan

untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan

2) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam

Rasional: menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan oksigenasi darah, dan

menurunkan inflamasi.

3) Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri dengan memberikan kompres hangat

Rasional: menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, membuat otot tubuh lebih

rileks, dan memperlancar aliran darah.

4) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien

Rasional: posisi yang nyaman membuat klien melupakan rasa nyerinya.

5) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi

Rasional: untuk membantu mengurangi rasa nyeri dan mempercepat proses

penyembuhan.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganmalabsorbsi nutrien

Tujuan: tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Hasil yang diharapkan: nafsu makan meningkat, makan habis satu porsi, berat badan

klien meningkat

Intervensi:

1) Kaji status nutrisi anak

Rasional: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi

2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil

tapi sering
Rasional: meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual dan muntah

3) Timbang berat badan klien setiap 3 hari

Rasional: mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan

4) Pertahankan kebersihan mulut anak

Rasional: menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah dan dapat

meningkatkan nafsu makan

5) Beri makanan lunak

Rasional: mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang tinggi pada

usus

6) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat

Rasional: memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan makanan sesuai

kebutuhan.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengankelemahan

Tujuan: dapat beraktivitas secara mandiri

Hasil yang diharapkan: memperlihatkan kemajuan khusus tingkat aktivitas yang

lebih tinggi dari mobilitas yang mugkin

Intervensi:

1) Kaji toleransi terhadap aktivitas

Rasional: menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktivitas

2) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas

Rasional: stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkay

aktivitas individual
3) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjuran menggunakan kursi mandi,

menyikat gigi atau rambut

Rasional: teknik penggunaan energi menurunkan penggunaan energi

4) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki periode aktivitas

Rasional: seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan

mencegah kelemahan.

2.9.4 Implementasi Keperawatan

Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat

intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respons klien. Hal ini dilakukan karena

pencatatan akan lebih akurat bila dilakukan saat intervensi masih segar dalam ingatan.

Tulislah apa yang diobservasi dan apa yang dilakukan (Deswani, 2009).

Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan adalah kategori

dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter &

Perry, 2005).

2.9.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat

dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian,

tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu

proses keperawatan dapat berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani,

2009).

Pada tahap evaluasi, perawat dapat menemukan reaksi klien terhadap intervensi

keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari rencana
keperawatan dasar mendukung proses evaluasi. Selain itu juga dapat menetapkan

kembali informasi baru yang ditunjukkan oleh klien untuk mengganti atau menghapus

diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan (Yura dan Walsh, 1988

dalam Deswani, 2009).


BAB III

TINJAUAN KASUS

Ruang : Lambu Barakati Anak

Tanggal masuk : 10 Juli 2018

Jam : 12.30

No.RM : 48 05 36

Identitas Pasien

Nama : An. S

Tgl Lahir : 25 Maret 2006

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : -

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat :BTN Tawang Alun

Diagnosa Medis : Demam Thypoid

Tanggal pengkajian : 12 Juli 2018

Jam : 7.45

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. L

Umur : 45 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA
3.1 Pengkajian

a. Alasan utama masuk RS

Klien mengatakan nyeri perut sejak 2 hari sebelum masuk RS, demam sejak 3 hari

sebelum masuk RS. Nafsu makan hilang, lemah. Kien tidak berobat sebelum dibawa ke

RS dan tidak minum obat apapun, kemudian klien dibawa ke RSU Bahteramas masuk

IGD jam 07.10, TD : 110/70 mmHg, N: 90x/ menit, RR 15x/menit, S: 38 C, diberikan

terapi IVFD Ringer Lactat 12 tpm, inj.ranitidine 50mg, inj.ondansentron ,ketorolac 30 mg.

b. Keluhan utama

Pasien demam

c. Riwayat kesehatan lalu

Klien belum pernah di rawat di RS sebelumnya, klien mempunyai riwayat maag sejak 2

tahun yang lalu,dan melakukan rawat jalan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien tidak ada yang menpunyai riwayat pennyakit keturunan seperti

hipertensi,diabetes militus,penyakit jantung,Asma,TBC.

e. Riwayat penyakit sekarang : Nyeri perut bagian atas ,kuadran I sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit, nyeri terus menerus, demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, di

rumah sudah di minum obat beli di warung karena belum ada perubahan lalu di bawa ke

RSU Baheteramas , di IGD dilakukan tindakan infus ringer lactat dan inj.ketorolac dan

inj.ranitidin jam 07.10, lalu pasien dipindahkan di ruang rawat inap yakni di ruang Lambu

Barakati Anak RSU Bahteramas.

f. Riwayat pengobatan/alergi : Klien tidak mempunyai riwayat pengobatan, klien juga tidak

mempunyai riwayat alergi baik makanan, minuman, maupun obat


g. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Sakit/nyeri :

P : Klien merasakan nyeri perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Q :nyeri seperti ditusuk – tusuk

R :perut bagian kanan atas kuadran 1

S :nyeri skala 5

T :nyeri terus menerus

2. Sikap : Gelisah Kesadaran CM GCS = 15 E3 M6 V5

3. Pendengaran

Klien dapat mendengar dengan normal,fungsi telinga kiri dan kanan baik,tidak

memakai alat bantu pendengaran,tidak ada gangguan pendengaran

4. Penglihatan

Klien dapat melihat dengan normal, tidak memakai alat bantu penglihatan,

konjungtiva ananemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor 2/2mm, tidak ada kebutaan

dan tidak ada katarak

5. Pengecapan

Klien mengatakan pengecapannya terasa pahit, lidah kotor, tampak putih.

6. Penghidu

Sistem presepsi sensori penghidu klien baik dan normal,tidak terdapat gangguan

penghidu
7. Peraba

sistem presepsi sensori perabaan klien baik dan normal,tidak terdapat gangguan

sistem presepsi sensori perabaan.

8. Sistem Pernafasan

Klien tidak mempunyai riwayat bronkitis, asma, tuberkolusis, emfisema,

pneumonia, tidak merokok, terpasang alat bantu oksigen nasal kanul 3 ml. Frekuensi 15

x/m, kedalaman: tidak normal (lambat dan dangkal), pengembangan dada simetris

antara kanan dan kiri, suara nafas bersih, menggunakan otot asesoris, tidak ada nafas

cuping hidung, fremitus teraba simetris antara kanan dan kiri, tidak sianosis.

Pengembangan paru simetris, irama tidak teratur

9. Sistem Kardiovaskuler

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 90 x/m

Suhu : 38,04 C

Irama : teratur

Kekuatan : kuat

Akral : hangat

Pengisian kapiler : < 2 detik

Edema : Tidak ada

10. Sistem Saraf Pusat

Kesadaran :Composmetis

GCS :15 E3 M6 V5

Bicara : normal
Pupil : isokor ukuran kanan/kiri :2/2

Orientasi waktu ; Klien dapat menyebutkan waktu dengan baik yaitu saat pengkajian

waktu pagi.

Orientasi orang : Klien dapat menyebutkan nama diri sendiri dan mengenali orang-

orang di sekelilingnya.

Orientasi tempat : Klien mengetahui bahwa dia berada di rumah sakit.

11. Sistem Gastrointestinal

Kehilangan selera makan : klien mengatakan selera makan berkurang.

Mual/Muntah: klien tidak mual muntah

Alergi :tidak ada alergi makanan

Masalah mengunyah atau menelan : tidak ada

Berat badan biasa sebelum sakit :41 kg

Berat badan setelah sakit :40 kg

perubahan berat badan : -Berat badan sekarang : 40 kg

Tinggi badan : 140 m

Bentuk badan : normal

Turgor kulit : lembab

Mukosa : sianosis

12. Sistem Moskuloskeletal

Rentang gerak : terbatas

Keseimbangan cara berjalan : tegap

Kemampuan memenuhi ADL :dibantu


Kekuatan otot :

55

55

13. Sistem Intergumen

Warna kulit : putih

Turgor kulit : Baik/ lembab

Memar : Tidak ada

Lain : -

14. Riwayat Immunisasi

a. BCG: tuntas

b. DPT: tuntas
c. Polio: tuntas

d. Campak: tuntas

e. Hepatitis: tidak pernah

15. Riwayat Tumbuh Kembang

a. Pertumbuhan Fisik

- Berat badan : Tidak tahu

- Tinggi badan : Tidak tahu

- Waktu tumbuh gigi : Lupa, bulan, Tanggal gigi: Belum

b. Perkembangan Tiap tahap

- Berguling : Ibu klien mengatakan lupa

- Duduk: Ibu klien mengatakan lupa

- Merangkap: Ibu klien mengatakan lupa


- Berdiri Ibu klien mengatakan lupa

- berjalan 1 Tahun

- Senyum kepada orang lain pertama kali : Ibu klien mengatakan lupa

- bicara pertama kali: Ibu klien mengatakan lupa

- Berpakaian tanpa bantuan: Ibu klien mengatakan lupa


h. Data Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.1
Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi
Paket Darah Hasil Satuan Nilai Normal
Otomatis
Hemoglobin L 11.5 g/dL 11.3-15.5
Leukosit 5.1 10^3/uL 3.6- 11.0
Hematokrit 35 % 35-47
Eritrosit 4.6 10^6/uL 3.80-5.20
Trombosit 300 10^3/uL 150-400
MCH L 25 Pg 26-34
MCHC 33 g/dL 32-36
MCV L 76 Fl 4-8
DIFF COUNT
Eosinofil 1.80 % 1-6
Basofil 0.20 % 0-1
Netrofil 54.30 % 50-70
Limfosit 36.00 % 22-40
Monosit 7.70 % 4-8
Golongan Darah O
Imunologi
TYPHI O POS 1/400
TYPHI H Negatif
PARATYPHI Negatif
O-A
PARATYPHI Negatif
O-B
i.Terapi Yang Diberikan

Tabel 3.2
Terapi

Terapi Yang Jam Pemberian


Diberikan
IVFD Ringer Lactat 12 Tpm
Inj.ceftriaxone 1 x 08.00
1000 mg
Inj.ranitidhin 08.00 20.00
2 x 50 mg
Inj.Hexilo 08.00 16.00 24.00
n 3 x 20
mg
Sukralfat 08.00 16.00 20.00
3x 1 cth
Paraseta 08.00 16.00 20.00
mol 3 x
500 mg
Curcuma 08.00 16.00 20.00
3 x 200
mg

Tabei 3.3
Klasifikasi Data

Data Subyektif Data Obyektif

1. Klien mengatakan nyeri di perut kanan 1. Kesadaran Composmetis


bagian atas.
GCS:14 E3 M6 V5
P : Klien merasakan nyeri perut sejak 2 2. wajah tampak menahan sakit
hari sebelum masuk rumah sakit. 3. Klien tampak lemas, pucat, tidak nafsu
R : perut bagian kanan atas kuadran 1 makan.
S : nyeri skala 5 4. klien tampak gelisah
T : nyeri terus-menerus 5. Akral hangat
2. Klien mengatakan lemas 6. Membran mukosa kering
3. Klien mengatakan lidah terasa pahit, 7. BAK 70-80cc, 2-3x/hari
nafsu makan berkurang 8. klien tampak lemah
9. TD :110/70 mmHg

RR : 15 x/menit
N : 88x/menit
S : 38 oC
CRT: < 2 detik
BB sebelum masuk 41 kg
BB Sesudah masuk 40 kg
THYPI POST 1/400
IMT 17,9kg/m2
Hb L11,5 g/dL
Limfosit 36%
10. Diit BK, habis ¼ porsi 250cc, minum
1 gelas 300cc

3.2 Analisa Data

Nama Klien : An.S Hari / Tgl : Kamis, 12 Juli 2018

No. RM : 48 05 36 Ruang Rawat : Lambu barakati Anak

Tabel 3.4
Analisa Data

SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


DS : bakteri masuk ke aliran Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri di darah
perut kanan bagian atas ↓
inflamasi hati & limfa
P : Klien merasakan nyeri ↓
perut sejak 2 hari sebelum Mengaktifkan mediator
masuk rumah sakit. kimia (Histamin dan
R : perut bagian kanan atas bradikinin)
kuadran 1 ↓
S : nyeri skala 5 Menstimulasi pelepasan
T : nyeri terus-menerus prostaglandin di
DO : hipotalamus
- Composmetis (GCS:14 E3 ↓
M6 V5) Nyeri dipersepsikan(nyeri
- wajah tampak menahan kolik)
sakit ↓
- TD :110/70 mmHg Nyeri Akut

RR : 15 x/menit
N : 88x/menit
S : 38 oC
CRT: < 2 detik
- lab THYPI POST 1/400

DS : Bakteri masuk kedalam Hipertermia


- Klien mengatakan lemas aliran darah

DO: Bakteri mengeluarkan
- klien tampak gelisah endotoksin
- Akral hangat ↓
- Membran mukosa kering Hipotalamus
- BAK 70-80cc, 2-3x/hari ↓
- TD :110/70 mmHg Hipertermi
RR : 15x/menit
N :88x/menit
S : 38 oC
DS: Bakteri salmonella thypi Nutrisi kurang dari
- Klien mengatakan lidah ↓ kebutuhan
terasa

SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


Masuk lewat makanan tubuh
pahit, nafsu makan ↓
berkurang Saluran pencernaan

DO: Lambung
- klien tampak lemah ↓
- Klien tampak lemas, pucat, Nafsu makan menurun
tidak nafsu makan. ↓
- BB sebelum masuk 41 kg Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
BB Sesudah masuk 40 kg
- Diit BK, habis ¼ porsi
250cc, minum 1 gelas
300cc
- IMT 17,9kg/m2
- Hb L11,5 g/dL
- Limfosit 36%
3.3 Diagnosa Keperawatan

Tabel 3.5
Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)

Tanggal No Diagnosa Kode


Kepeawatan
12/7/2018 1 Nyeri akut 00132
berhubungan
dengan agen
cedera biologis
(imflamsi hati)
ditandai dengan:
DS :
- Klien
mengatakan nyeri
di perut kanan
bagian atas

P : Klien
merasakan nyeri
perut sejak 2 hari
sebelum masuk
rumah sakit.
R : perut bagian
kanan atas
kuadran 1
S : nyeri skala 5
T : nyeri terus-
menerus
DO :
- Composmentis
(GCS:14 E3 M6
V5)
- wajah tampak
menahan sakit
- TD :110/70
mmHg

RR : 15 x/menit
N : 88x/menit
S : 38 oC
CRT: < 2 detik
- lab THYPI
POST 1/400
12/7/2018 2 Hippertermia 00007
berhubungan
proses infeksi
DS :
- Klien
mengatakan
lemes

DO:
- klien tampak
gelisah
- Akral hangat
- Membran
mukosa kering
- BAK 70-80cc, 2-
3x/hari
- TD :110/70
mmHg

RR : 15x/menit
N :88x/menit
S : 38 oC
12/7/2018 3 Nutrisi kurang 00002
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
penurunan napsu
makan
DS:
- Klien
mengatakan lidah
terasa pahit,
nafsu makan
berkurang

Tanggal No Diagnosa Kode


Kepeawatan
DO:
- klien tampak lemah
- Klien tampak lemas, pucat, tidak nafsu makan.
- BB sebelum masuk 41 kg

BB Sesudah masuk 40 kg
- Diit BK, habis ¼ porsi 250cc, minum 1 gelas 300cc
- IMT 17,9kg/m2
- Hb L11,5 g/dL
- Limfosit 36%

3.4 Intervensi Keperawatan

Nama Klien : An. S Hari / Tgl : Kamis, 12 Juli 2018

No. RM : 48 05 36 Ruang Rawat : Lambu Barakati Anak

Tabel 3.6
Intevensi Keperawatan

Hr/Tgl Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keper


Tujuan/Kriteria Hasil (NOC) Tindakan
(NIC)
Kamis Nyeri akut berhubungan NOC: NIC:
12/7/2018 dengan agen cedera biologis Pain Control Manajemen N
(imflamsi hati) ditandai 1. Klien melaporkan nyeri 1. Lakukan pe
dengan: berkurang secara kompe
DS : 2. Klien dapat mengenal lokasi, karakte
- Klien mengatakan nyeri di lamanya (onset) nyeri frekuensi, kua
perut kanan bagian atas 3. Klien dapat menggambarkan presipitasi.
faktor penyebab 2. Observasi a
P : Klien merasakan nyeri perut 4. Klien dapat menggunakan nonverbal me
sejak 2 hari sebelum masuk teknik non farmakologis ketidaknyama
rumah sakit. 5. Klien menggunakan analgesic 3. Kendalikan
R : perut bagian kanan atas sesuai yang dapat me
kuadran 1 respon pasien
S : nyeri skala 5 ketidaknyama
T : nyeri terus-menerus suhu ruangan
DO :
- Composmentis (GCS:14 E3
M6 V5)
- wajah tampak menahan sakit
- TD :110/70 mmHg

RR : 15 x/menit
N : 88x/menit
S : 38 oC

Anda mungkin juga menyukai