Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

MANAJEMEN ANESTESI UMUM PADA PASIEN


PEDIATRI DENGAN HIDROSEFALUS

Oleh :

Isina Gustri, S.Ked

NIM :712021098

Pembimbing :

dr. Rizky Noviyanti Dani, Sp. An

DEPARTEMEN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUD


PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:

MANAJEMEN ANESTESI UMUM PADA PASIEN


PEDIATRI DENGAN HIDROSEFALUS

Oleh:

Ahmad Winarto, S.Ked

NIM : 71 2021 052

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan


klinik senior di bagian ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Palembang, Juni 2022

Pembimbing

ii
dr. Rizky Noviyanti Dani, Sp. An

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Manajemen Anestesi Umum Pada Pasien Pediatri dengan
Hidrosefalus”.
Sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
bagian ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad S.AW. beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian tugas ini, penulis
banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran, sehingga pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. dr. Rizky Noviyanti Dani, Sp. An selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
menyelesaikan laporan kasus.
2. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah membantu
dalam usaha memperoleh data yang saya butuhkan.
Akhir kata, semoga Allah S.W.T memberikan balasan femurla atas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran.

Palembang, Juni 2022

iv
Penulis

v
DAFTAR ISI

JUDUL..........................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................6

BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................................39

BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................40

BAB V KESIMPULAN.............................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................52

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anestesiologi merupakan ilmu dibidang kedokteran khusus sebagai
praktik dokter yang bertujuan untuk pemberian anestesi, perawatan pada
pasien sebelum, selama dan setelah operasi atau pembedahan, dan
memberi bantuan hidup dasar pada pasien gawat darurat.
Anestesi umum adalah tindakan anestesi dengan kondisi diinduksi
obat, yang disertai hilangnya kesadaran, amnesia, analgesia dan bersifat
pulih kembali atau reversible dengan stabilitas sistem saraf otonom,
kardiovaskular, respirasi dan termoregulasi secara bersamaan.
Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila
dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan mendasar antara anak dan dewasa, meliputi perbedaan anatomi,
fisiologi, respon farmakologi dan psikologi disamping prosedur
pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang
mendasar, tetapi prinsip utama anestesi yaitu: kewaspadaan, keamanan,
kenyamanan, dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa
adalah sama.
Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang melibatkan ketidakcocokan
produksi CSF dan absorpsi yang mengakibatkan peningkatan volume
intracranial CSF. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai proses patologis,
termasuk kista arachnoid, kecuali jarang pada kasus produksi CSF
berlebih, seperti pada papiloma pleksus koroid, sebagian besar kasus
hidrosefalus adalah sekunder untuk beberapa jenis obstruksi atau ketidak
mampuan untuk menyerap CSF dengan baik.2
Perawatan awal hidrosefalus diarahkan ke etiologi. Dalam kasus
perdarahan intraparenkim atau tumor, evakuasi bedah dapat mengatasi
hidrosefalus. Ketika hidrosefalus berlanjut, pengobatan adalah
pembedahan dengan penyisipan shunt ventrikel. Ventrikuloperitoneal (VP)
shunt adalah jenis shunt yang paling umum. 3 Shunt ini mengalirkan CSF

7
ke dalam rongga peritoneum, atrium, atau pleura; dengan demikian, tepat
disebut pirau ventrikuloperitoneal, ventrikuloatrial, dan ventrikulopleural.4
Anestesi pediatrik melibatkan lebih dari sekadar menyesuaikan
dosis obat dan peralatan untuk pasien kecil. Neonatus (0-1 bulan), bayi (1-
12 bulan), balita (12–24 bulan), dan anak kecil (2–12 tahun) memiliki
perbedaan persyaratan anestesi. Anestesi yang aman memerlukan
perhatian pada fisiologis, anatomi, dan karakteristik farmakologis dari
masing-masing kelompok.5
Pada kasus ini telah dilakukan adalah tindakan anestesi secara
umum atau general anestesi dengan teknik intubasi. Tindakan yang
dilakukan pada pasien adalah tindakan berupa VP Shunt. Pembedahan
merupakan terapi definitif hidrosefalus “gold standar” yaitu pemasangan
VP shunt menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke
peritonium. Kateter dilengkapi katup pengatur tekanan dan mengalirkan
CSS satu arah yang kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran
darah.
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai tindakan
anestesi umum pada pasien anak dengan hidrosefalus.

8
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hidrosefalus
2.2.1. Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang melibatkan ketidakcocokan produksi CSF
dan absorpsi yang mengakibatkan peningkatan volume intracranial CSF. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai proses patologis, termasuk kista arachnoid, kecuali jarang
pada kasus produksi CSF berlebih, seperti pada papiloma pleksus koroid, sebagian
besar kasus hidrosefalus adalah sekunder untuk beberapa jenis obstruksi atau ketidak
mampuan untuk menyerap CSF dengan baik.2

2.2.2. Etiologi
Hidrosefalus obstruktif berkembang dari blok di jalur CSF. Obstruksi paling
sering terjadi pada foramen Monro, saluran air Sylvius, ventrikel keempat, dan
foramen magnum, tetapi sebagian besar tumor dengan ukuran yang signifikan dapat
menyumbat pada setiap titik jalur CSF. Beberapa tumor yang paling sering terkait
dengan hidrosefalus adalah ependymoma, astrositoma subependymal giant cell,
papiloma pleksus koroid, craniopharyngioma, adenoma hipofisis, glioma
hipotalamus atau saraf optik, hamartoma, dan tumor metastasis. Tumor fossa
posterior biasanya berhubungan dengan perkembangan hidrosefalus.3
Hidrosefalus komunikans disebabkan oleh gangguan penyerapan cairan
serebrospinal. Penyebab paling umum adalah perubahan pasca hemoragik atau pasca
inflamasi. Perdarahan subarachnoid menyumbang sepertiga dari kasus ini dengan
menghalangi penyerapan CSF pada granulasi arachnoid. Meningitis, terutama bakteri,
dapat menjadi komplikasi dengan hidrosefalus. Trauma kepala di dunia industri
merupakan penyumbang yang signifikan terhadap hidrosefalus di masa dewasa.3
Hidrosefalus hipersekresi disebabkan oleh kelebihan produksi CSF,
kemungkinan besar karena papiloma pleksus atau jarang karsinoma. Tumor ini lebih
sering terjadi pada anak-anak. Hidrosefalus tekanan normal (Normal Pressure
Hydrocephalus/NPH) adalah jenis hidrosefalus komunikans dengan insiden yang
meningkat pada usia yang lebih tua dengan patogenesis yang belum sepenuhnya
dipahami. Dinamika CSF yang terganggu menyebabkannya dengan sedikit atau tanpa
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).3
10
Perdarahan atau infeksi prenatal dapat menyebabkan hidrosefalus. Beberapa
bentuk genetik hidrosefalus mungkin tidak terlihat saat lahir. Hampir 10% dari semua
kasus hidrosefalus pada bayi baru lahir disebabkan oleh malformasi batang otak
dengan stenosis saluran air otak. Malformasi Dandy-Walker akan menjadi penyebab
2-4% hidrosefalus pada kelompok usia ini. Arnold-Chiari tipe 1 dan tipe 2, agenesis
foramen Monro, sindrom Bickers-Adams adalah sindrom umum pada bayi baru lahir
dengan hidrosefalus.3

2.2.3. Patofisiologi
CSF terutama diproduksi oleh pleksus koroid, yang terletak di dalam ventrikel
lateral, ketiga, dan keempat. CSF berjalan melalui sistem ventrikel dari ventrikel
lateral ke ventrikel ketiga melalui foramen Monro, dari ketiga ke ventrikel keempat
melalui saluran air otak atau saluran air Sylvius. Ia meninggalkan ventrikel keempat
melalui dua foramen lateral Luschka dan foramen median Magendie untuk memasuki
sisterna basal, dan sebagian darinya terus mengalir di sekitar medula spinalis dan di
kanalis sentralis medula spinalis.3
Tempat utama absorpsi CSF adalah granulasi arachnoid yang menonjol ke dalam
sinus venosus dural, terutama sinus sagitalis superior. CSF diserap ke dalam sinus
vena dan memasuki sirkulasi sistemik. Volume CSF rata-rata adalah sekitar 150 ml,
dan produksi harian sekitar 500 ml. Ini berarti total volume cairan serebrospinal
diganti tiga kali per 24 jam.3
CFS mengalir perlahan dari tempat produksi ke tempat penyerapan menurut
model "aliran massal". Setiap obstruksi fisik atau fungsional dalam sistem ventrikel,
ruang subarachnoid, atau sinus vena dapat menjadi alasan untuk mengembangkan
hidrosefalus. Lesi obstruktif atau gliosis dapat memblokir aliran CSF dalam sistem
ventrikel. Peradangan atau jaringan parut pada ruang subarachnoid atau peningkatan
tekanan vena di dalam sinus vena dapat mengganggu absorpsi CSF ke dalam sirkulasi
sistemik.3
Menurut doktrin Monro-Kellie, volume total otak, CSF, dan darah di dalam
tengkorak adalah konstan. Peningkatan dalam satu kompartemen harus menyertai
penurunan volume di kompartemen lain; jika tidak, tekanan di dalam kepala akan
meningkat, seperti yang terjadi pada hidrosefalus. Peningkatan ICP menghasilkan
ekstravasasi transependimal dari CSF ke dalam jaringan otak yang menyebabkan
kerusakan otak dan atrofi akibat tekanan.3
11
2.2.4. Manifestasi Klinis
Hipertensi intrakranial atau penurunan intracranial compliance hampir selalu
menyertai hidrosefalus yang tidak diobati pada anak-anak. Berapa banyak
intrakranial compliance yang ada dan bagaimana hidrosefalus akut berkembang
keduanya merupakan faktor seberapa parah tanda dan gejala hidrosefalus akan di
masa bayi, jika hidrosefalus berkembang perlahan, tengkorak akan mengembang dan
mantel korteks serebral akan meregang sampai kraniomegali massif (sering dengan
kerusakan neurologis ireversibel) terjadi. Namun, jika tulang tengkorak menyatu atau
tengkorak tidak bisa berkembang cukup cepat, tanda dan gejala neurologis dengan
cepat menjadi jelas. Penderita mungkin menjadi lebih progresif lesu dan muntah,
disfungsi saraf kranial (Seting sun phenomenon), bradikardia, dan, akhirnya, herniasi
otak dan kematian.2
Hidrosefalus didapat dapat terjadi pada semua usia. Gejala termasuk sakit kepala,
sakit leher, mual, muntah eksplosif, kantuk, lesu, lekas marah, kejang, kebingungan,
disorientasi, penglihatan kabur, diplopia, inkontinensia urin dan usus, ketidakstabilan
gaya berjalan, masalah keseimbangan, kurang nafsu makan, perubahan kepribadian,
dan masalah memori.3

2.2.5. Tatalaksana
Perawatan awal hidrosefalus diarahkan ke etiologi. Dalam kasus perdarahan
intraparenkim atau tumor, evakuasi bedah dapat mengatasi hidrosefalus. Ketika
hidrosefalus berlanjut, pengobatan adalah pembedahan dengan penyisipan shunt
ventrikel. Shunt memindahkan CSF ke bagian lain dari tubuh di mana ia dapat
diserap. Dengan pengobatan, banyak pasien memiliki hidup sehat dengan sedikit
keterbatasan.3
Ventrikuloperitoneal (VP) shunt adalah jenis shunt yang paling umum. Biasanya
mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke rongga peritoneum; pada
anak-anak, keuntungannya adalah bagian peritoneum distal dapat dibiarkan lama dan
tidak perlu diubah selama pertumbuhan anak. Tipe umum lainnya adalah shunt
ventriculoatrial (VA). Metode VA ini mengalirkan CSF melalui vena jugularis dan
vena cava superior ke atrium kanan. Hal ini sebagian besar digunakan pada pasien
dengan kelainan perut seperti peritonitis, setelah operasi perut yang luas, atau obesitas
yang tidak sehat. Shunt ventrikulo-pleura adalah pilihan lini kedua hanya jika
12
perawatan yang disebutkan di atas gagal. Sebuah lumboperitoneal shunt
dipertimbangkan dalam kasus pseudotumor cerebri. Secara historis, dalam kasus
hidrosefalus obstruktif didapat, shunt pilihan adalah shunt Torkildsen. Hal ini
mengarahkan ventrikel ke ruang cisternal posterior basal.3
Ada alternatif untuk shunting yang dapat dipertimbangkan. Ventrikulostomi
ketiga endoskopi (ETV) membuka dasar ventrikel ketiga untuk memungkinkan CSF
di ventrikel ketiga memasuki tangki basal prepontine. ETV biasanya digunakan
dalam kasus stenosis saluran air untuk mencegah pintasan permanen; namun, hasilnya
pada bayi yang sangat muda tidak baik. Juga, hasilnya tidak baik pada pasien dengan
hidrosefalus obstruksi shunted yang berlangsung lama karena granulasi arachnoid
telah kehilangan kapasitas penyerapan. Koagulasi pleksus koroid dapat digunakan
untuk kasus produksi CSF yang berlebihan. Pungsi lumbal berulang dapat dilakukan
pada kasus hidrosefalus komunikans jika resorpsi spontan dianggap mungkin terjadi.3
Hidrosefalus akut adalah keadaan darurat medis. Untuk kasus-kasus di mana
shunt tidak dapat ditempatkan segera, ketukan ventrikel fontanel anterior dapat
dilakukan pada bayi. Pada orang dewasa dan anak-anak, penempatan drainase
ventrikel eksternal adalah prosedur yang paling umum dilakukan dalam kasus ini.
Pungsi lumbal pada hidrosefalus post-hemorrhagic dan post-meningitic adalah
pilihan.3
Bayi prematur dengan hidrosefalus post-hemorrhagic dapat membaik dengan
keran fontanel serial. Mayoritas pasien dengan tumor fossa posterior yang datang
dengan hidrosefalus tidak memerlukan shunt permanen. Ventrikulostomi dapat
ditempatkan sementara sebelum operasi atau intraoperatif untuk membantu reseksi
tumor dan diangkat jika tidak diperlukan. Acetazolamide, inhibitor karbonat
anhidrase, menurunkan sekresi CSF oleh pleksus koroid dan karenanya digunakan
dalam pengobatan hidrosefalus. Hal ini sebagian besar digunakan dalam pseudotumor
cerebri.3

2.2. Manajemen Ventriculoperitoneal Shunt untuk Hidrosefalus


2.3.1. Definisi
Ventriculoperitoneal (VP) shunt adalah shunt serebral yang mengalirkan cairan
serebrospinal (CSF) berlebih ketika ada obstruksi pada aliran keluar normal atau ada
penurunan penyerapan cairan. Shunt serebral digunakan untuk mengobati
hidrosefalus. Pada pasien anak, hidrosefalus yang tidak diobati dapat menyebabkan
13
banyak efek samping termasuk peningkatan iritabilitas, sakit kepala kronis, kesulitan
belajar, gangguan penglihatan, dan pada kasus yang lebih lanjut keterbelakangan
mental yang parah. Setelah penempatan, jika terjadi malfungsi, kelebihan CSF
terakumulasi yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang mengakibatkan
edema serebral dan akhirnya herniasi. Shunt ini mengalirkan CSF ke dalam rongga
peritoneum, atrium, atau pleura; dengan demikian, tepat disebut pirau
ventrikuloperitoneal, ventrikuloatrial, dan ventrikulopleural.4
Shunt terdiri dari kateter ventrikel yang dihubungkan ke katup dan kemudian
dihubungkan ke kateter distal. Ujung distal VP shunt ditempatkan di rongga
peritoneum. Perbedaan utama antara shunt adalah jenis katup yang digunakan, dan
apakah katup dapat diprogram atau tidak. Kemajuan dalam bioteknologi mengarah
pada perubahan progresif dalam komponen shunt. Komponen canggih ini diharapkan
dapat mengurangi malfungsi shunt dan mengoptimalkan perawatan pasien bedah
saraf.4
Penempatan shunt serebral dan lokasinya ditentukan berdasarkan preferensi ahli
bedah. Ini dapat ditempatkan melalui pendekatan frontal ke dalam tanduk anterior
dari ventrikel lateral atau melalui pendekatan parieto-oksipital ke dalam trigonum
atau tanduk oksipital dari ventrikel lateral. Kateter ditempatkan ke dalam ventrikel
serebral disebut shunt proksimal (kateter ventrikel) menyiratkan kedekatan ke otak.
Lokasi shunt proksimal yang paling disukai adalah pada ventrikel lateral kanan
karena komplikasi apapun tidak akan berhubungan dengan hemisfer dominan. Jika
ada asimetri, maka ventrikel yang lebih besar digunakan. Kateter distal dapat
ditempatkan di perut (rongga peritoneum), jantung melalui akses vena serviks, rongga
dada (pleura), atau jarang ke dalam ureter atau kandung kemih jika semua situs
sebelumnya telah digunakan. Namun, dalam semua kasus, ujung distal kateter dapat
ditempatkan di jaringan mana pun dengan sel yang mampu menyerap CSF yang
masuk.4

2.3.2. Indikasi dan Kontraindikasi


Kebanyakan VP shunt dipasang untuk mengobati hidrosefalus. Gangguan yang
biasanya membutuhkan shunting meliputi:4
a. Hidrosefalus kongenital, setelah aqueductal stenosis adalah kelainan genetik
yang dapat menyebabkan deformasi sistem saraf dan berhubungan dengan
keterbelakangan mental, abduksi ibu jari, dan paraplegia spastik.
14
b. Tumor yang menyebabkan penyumbatan CSF pada ventrikel lateral, ventrikel
ketiga, dan pada fossa posterior yang menghalangi saluran air serebral atau
ventrikel keempat.
c. Hidrosefalus komunikans sekunder akibat meningitis atau perdarahan
subarachnoid.
d. Myelomeningocele, menyebabkan perkembangan hidrosefalus karena aliran CSF
diubah karena malformasi otak belakang.
e. Craniosynostosis terjadi ketika jahitan tengkorak menutup terlalu dini dengan
jahitan sekering sebelum otak berhenti tumbuh dan dalam kesempatan yang
jarang dapat menyebabkan hidrosefalus.
f. Sindrom Dandy-Walker muncul dengan deformitas kistik dari ventrikel keempat,
hipoplasia dari vermis serebelum, dan fossa posterior yang membesar.
g. Kista arachnoid adalah cacat yang disebabkan ketika CSF membentuk kumpulan
yang terperangkap di membran arachnoid yang mengakibatkan terhambatnya
aliran normal CSF yang mengakibatkan hidrosefalus.
h. Hipertensi intrakranial idiopatik adalah gangguan neurologis langka yang
mempengaruhi sekitar 1 dari 100.000 orang, biasanya wanita usia subur,
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat mengakibatkan
kehilangan penglihatan permanen.
i. Hidrosefalus tekanan normal menyebabkan trias klasik masalah
memori/demensia, disfungsi gaya berjalan, dan inkontinensia urin.

Kontraindikasi absolut meliputi:3


a. Infeksi di entry site
b. Infeksi CSF
c. Alergi terhadap salah satu komponen kateter (silikon).

Kontraindikasi relatif meliputi:3


a. perubahan fungsi koagulasi
b. protein CSF tinggi
c. CSF dengan darah

2.3.3. Signifikansi Klinis


Ventrikuloperitoneal shunt digunakan untuk mengobati hidrosefalus dan
mengalihkan CSF dari ventrikel lateral ke peritoneum. Mengetuk shunt dilakukan
15
untuk alasan diagnostik dan terapeutik (mengevaluasi infeksi atau malfungsi). VP
shunt adalah salah satu kemajuan berdampak tinggi yang dibuat dalam perawatan
pasien bedah saraf.2

Evaluasi
Pasien dengan shunt dievaluasi untuk bukti tanda atau gejala yang berhubungan
dengan komplikasi atau malfungsi. Gejala akut malfungsi/infeksi adalah sakit kepala,
lesu, diplopia, mual dan muntah, kejang, iritabilitas, makan buruk, pembesaran kepala
saat jahitan terbuka, ubun-ubun tegang, demam, leher kaku. Sistem shunt harus
dinilai secara manual untuk fungsi yang tepat dan terlihat untuk bukti kemerahan atau
pembengkakan di sepanjang pipa shunt. Sinar X shunt dilakukan untuk mengevaluasi
integritas sistem. CT scan atau MRI dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ventrikel.2

Hasil
VP shunt dapat menyelamatkan nyawa, tetapi hasil akhirnya tergantung pada
alasan pemasangan shunt. Untuk gangguan jinak, kebanyakan pasien memiliki hasil
yang baik. Namun, untuk tumor ganas, hasilnya biasanya buruk; seringkali pasien ini
meninggal karena penyebab lain yang tidak terkait dengan shunt. Tingkat komplikasi
VP shunt berkisar antara 2-20%. Selain itu, revisi shunt diperlukan pada sekitar 5-
10% neonatus dan anak kecil.2

2.3. Anestesi pada Hidrosefalus


Rencana anestesi pada anak dengan hidrosefalus harus diarahkan untuk
mengendalikan ICP dan menghilangkan obstruksi segera mungkin. Dengan adanya
peningkatan ICP, anak-anak ini sering berisiko muntah dan aspirasi paru, di
mana:kasus induksi urutan cepat dan intubasi trakea dengan tekanan krikoid harus
dilakukan. Ketamin khususnya anestesi berbahaya untuk digunakan dalam situasi ini
karena dapat menyebabkan hipertensi intrakranial masif mendadak. Karena itu,
barbiturat umumnya digunakan untuk induksi.2
Hidrosefalus sering menghasilkan pelebaran vena kulit kepala yang besar pada
bayi, dan ini dapat digunakan untuk induksi anestesi jika diperlukan. Jika intravena
akses tidak dapat ditetapkan, maka induksi inhalasi dengan sevoflurane dan tekanan
krikoid yang lembut dapat menjadi alternatif, meskipun kurang direkomendasikan,
metode induksi ini menghasilkan venodilatasi dan umumnya memfasilitasi
16
pembentukan akses intravena. Setelah kateter intravena dimasukkan, anak mungkin
lumpuh, paru-paru mengalami hiperventilasi, trakea diintubasi, agen inhalasi
dikurangi atau dihentikan, dan sisa anestesi dipertahankan dengan keseimbangan
teknik nitrous oxide/opioid atau isoflurane konsentrasi rendah.2
Ahli anestesi juga harus mewaspadai kondisi khusus dikenal sebagai slit ventrikel
sindrom. Situasi ini berkembang pada 5% hingga 10% anak-anak dengan shunt CSF
dan terkait dengan drainase CSF yang berlebihan dan ventrikel lateral yang kecil,
“seperti celah” spasi. Anak-anak dengan kondisi ini tidak memiliki jumlah normal
CSF intrakranial untuk mengkompensasi perubahan dalam otak atau volume darah
intrakranial. Demikian, perhatian khusus harus diberikan kepada anak-anak di mana
CT scan menunjukkan adanya dari kondisi ini. Secara khusus, mungkin paling aman
untuk dihindari pemberian larutan intravena yang berlebihan atau hipotonik dalam
situasi ini di intraoperatif dan pascaoperasi periode untuk meminimalkan potensi
pembengkakan otak.2

2.4. Manajemen Anestesi pada Pediatri


Anestesi pediatrik melibatkan lebih dari sekadar menyesuaikan dosis obat dan
peralatan untuk pasien kecil. Neonatus (0-1 bulan), bayi (1-12 bulan), balita (12–24
bulan), dan anak kecil (2–12 tahun) memiliki perbedaan persyaratan anestesi. Anestesi
yang aman memerlukan perhatian pada fisiologis, anatomi, dan karakteristik farmakologis
dari masing-masing kelompok.5

Gambar 2.2 Gambar sagittal jalan nafas dewasa (A) dan bayi (B)5

17
2.5.1. Perkembangan Anatomi dan Fisiologi
a. Sistem respirasi
Dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, neonatus
dan bayi memiliki kelemahan otot interkostal dan diafragma yang lebih lemah
(karena kekurangan kolagen tipe I) dan ventilasi yang kurang efisien, rusuk yang
lebih horizontal dan lentur, dan perut menonjol. Alveoli sepenuhnya matang pada
usia sekitar 8 tahun. Tingkat pernapasan meningkat pada neonatus dan secara
bertahap turun ke nilai dewasa pada masa remaja.5
Neonatus dan bayi memiliki alveoli lebih sedikit dan lebih kecil, mengurangi
fungsi paru-paru; sebaliknya, tulang rusuk tulang rawan mereka membuat dinding
dada mereka sangat sesuai. Kombinasi dari kedua karakteristik ini menyebabkan
kolaps dinding dada selama inspirasi dan volume residu paru yang relatif rendah
saat ekspirasi, mengakibatkan penurunan fungsional residual capacity (FRC)
membatasi cadangan oksigen selama periode apnea (misalnya, upaya intubasi) dan
predisposisi neonatus dan bayi untuk atelektasis dan hipoksemia. Efek pengurangan
FRC ini mungkin dibesar-besarkan oleh tingkat konsumsi oksigen neonatus yang
relatif lebih tinggi, 6 sampai 8 mL/kg/menit dibandingkan 3 sampai 4 mL/kg/menit
pada orang dewasa.5

b. Sistem kardiovaskular
Cardiac stroke volume relatif tetap oleh ventrikel kiri yang belum matang dan
tidak patuh pada neonatus dan bayi. Oleh karena itu, curah jantung sangat sensitif
terhadap perubahan denyut jantung. Meskipun denyut jantung basal lebih besar pada
neonatus dan bayi dibandingkan pada orang dewasa, pada anak-anak ini aktivasi
sistem saraf parasimpatis, overdosis anestesi atau hipoksia dapat cepat memicu
bradikardia dan penurunan besar pada curah jantung.5

c. Metabolisme dan regulasi temperature


Pasien anak memiliki luas permukaan per kilogram yang lebih besar daripada
orang dewasa (lebih kecil Indeks massa tubuh). Metabolisme dan parameter
terkaitnya (oksigen konsumsi, produksi CO2, curah jantung, dan ventilasi alveolar)
berkorelasi lebih baik dengan luas permukaan daripada dengan berat.5
Bahkan hipotermia derajat ringan pun bisa menyebabkan keterlambatan bangun
dari anestesi, aritmia jantung, gangguan pernapasan, depresi, peningkatan resistensi
18
pembuluh darah paru, dan peningkatan kerentanan anestesi, penghambat
neuromuskular, dan agen lainnya. Neonatus menghasilkan panas oleh metabolisme
brown fat (nonshivering thermogenesis) dan dengan pergeseran fosforilasi oksidatif
hati ke jalur yang lebih termogenik.5

d. Fungsi ginjal dan gastrointestinal


Fungsi ginjal biasanya mendekati nilai normal (dikoreksi untuk ukuran) sebesar
6 bulan, tetapi ini dapat ditunda sampai anak berusia 2 tahun. Prematur neonatus
sering menunjukkan ketidakmatangan ginjal dengan satu atau lebih hal berikut:
penurunan klirens kreatinin, gangguan retensi natrium, gangguan glukosa ekskresi,
gangguan reabsorpsi bikarbonat, penurunan kemampuan pengenceran dan
kemampuan berkonsentrasi berkurang. Kelainan ini menggaris bawahi pentingnya
pemberian cairan yang tepat pada neonatus.5

e. Homeostasis glukosa
Neonatus memiliki simpanan glikogen yang relatif berkurang, membuat mereka
rentan terhadap hipoglikemia. Secara umum, neonatus yang paling berisiko
mengalami hipoglikemia adalah baik prematur atau kecil untuk usia kehamilan,
menerima nutrisi parenteral total, atau memiliki ibu diabetes.5

2.5.2. Jenis Anestesi Umum pada Pediatri


A. Anestesi Inhalasi (Volatile)
Neonatus, bayi, dan anak kecil memiliki ventilasi alveolar yang relatif lebih
besar dan mengurangi kapasitas residu fungsional (FRC) dibandingkan dengan anak
yang lebih besar dan dewasa. Rasio ventilasi ke FRC yang lebih besar berkontribusi
terhadap peningkatan cepat dalam konsentrasi anestesi alveolar yang
dikombinasikan dengan aliran darah yang relatif lebih besar ke otak, sehingga
mempercepat induksi inhalasi. Selain itu, koefisien darah atau gas anestesi volatil
berkurang pada neonatus dibandingkan dengan orang dewasa, berkontribusi
terhadap waktu induksi yang lebih cepat dan berpotensi meningkatkan risiko
overdosis.5

19
Tabel 2.2 Dosis Anestesi Inhalasi.5

Tekanan darah pada neonatus dan bayi tampaknya sangat sensitif terhadap
anestesi volatil. Secara umum, anestesi volatil nampaknya menekan ventilasi lebih
banyak pada bayi daripada pada anak yang lebih besar. Pengamatan klinis ini dapat
dikaitkan dengan mekanisme kompensasi yang kurang berkembang dengan baik
(misalnya, vasokonstriksi, takikardia) dan sensitivitas yang lebih besar dari miokard
imatur terhadap depresan miokard.5
Sevoflurane adalah agen yang disukai untuk induksi inhalasi dalam anestesi
anak. Sevoflurane tampaknya menghasilkan efek yang paling sedikit untuk depresi
pernafasan. Depresi kardiovaskular, bradikardia, dan aritmia jarang terjadi pada
sevofluran dibandingkan dengan halothan. Sevofluran dan halotan memiliki
kemungkinan yang kecil untuk mengiritasi jalan napas atau menyebabkan nafas
tertahan atau laringospasme selama induksi. Tidak ada contoh toksisitas ginjal yang
dilaporkan terkait dengan produksi flouride selama anestesi sevoflurane pada anak-
anak.5

B. Anestesi Intravena
1. Propofol
Setelah penyesuaian dosis pada berat badan, bayi dan anak kecil
memerlukan dosis propofol yang lebih besar karena volume distribusi yang lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-anak juga memiliki waktu paruh
eliminasi yang lebih pendek dan plasma clearance yang lebih tinggi untuk
propofol. Pemulihan dari bolus tunggal tidak jauh berbeda dari pada orang
dewasa; Namun, pemulihan setelah infus terus menerus mungkin lebih cepat.
Untuk alasan yang sama, anak-anak mungkin memerlukan peningkatan angka
20
infus yang disesuaikan untuk pemeliharaan anestesi (hingga 250 mcg/kg/menit).
Propofol tidak direkomendasikan untuk sedasi jangka panjang pada pasien anak
yang sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU) karena hubungan dengan
mortalitas yang lebih besar daripada agen lain.5

2. Opioid
Opioid tampaknya lebih kuat pada neonatus daripada pada anak-anak yang lebih tua
dan orang dewasa. Pasien anak yang lebih tua memiliki tingkat biotransformasi
dan eliminasi yang relatif lebih besar sebagai akibat dari aliran darah hati yang
tinggi. Jarak bebas remifentanil meningkat pada neonatus dan bayi tetapi
eliminasi waktu paruh tidak berubah dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi
baru lahir dan bayi mungkin memerlukan dosis ketamin yang sedikit lebih besar
daripada orang dewasa, tetapi perbedaan sebenarnya, jika ada, sangat kecil. Nilai
farmakokinetik tampaknya tidak berbeda secara signifikan dari orang dewasa.
Midazolam memiliki pembersihan tercepat dari semua benzodiazepin, tetapi
pembersihannya secara signifikan berkurang pada neonatus dibandingkan dengan
anak yang lebih tua.5

C. Relaksan Otot
Karena berbagai alasan (termasuk perbedaan farmakodinamik dan case mix),
pelemas otot lebih jarang digunakan selama induksi anestesi pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa. Di Amerika Utara banyak anak menggunakan
laryngeal mask airway (LMA) atau pipa endotrakeal yang dipasang setelah
menerima induksi inhalasi, pemasangan kateter intravena, dan pemberian berbagai
kombinasi propofol, opioid, atau lidokain.5

Tabel 2.3 Relaksan Otot.5

Semua pelemas otot umumnya memiliki onset yang lebih cepat (penundaan
hingga 50% lebih sedikit) pada pasien anak-anak karena waktu sirkulasi yang lebih
pendek dibandingkan pada orang dewasa. Tabel 2.3 daftar relaksan otot yang umum
digunakan dan ED95 mereka (dosis yang menghasilkan depresi 95% dari kedutan
yang ditimbulkan). Bayi membutuhkan dosis relaksan otot nondepolarisasi yang
21
jauh lebih kecil daripada anak-anak yang lebih tua (cisatracurium mungkin
merupakan pengecualian). Selain itu, berdasarkan berat badan, anak-anak yang lebih
tua memerlukan dosis yang lebih besar daripada orang dewasa untuk beberapa agen
penghambat neuromuskuler.1 Atracurium atau cisatracurium mungkin lebih disukai
pada bayi muda, terutama untuk prosedur pendek, karena obat ini secara konsisten
menunjukkan durasi pendek hingga menengah.5
Seperti pada orang dewasa, efek pelemas otot harus dipantau dengan stimulator
saraf tepi. Sensitivitas dapat bervariasi secara signifikan di antara pasien. Blokade
nondepolarisasi dapat dibalik dengan neostigmin (0,03-0,07 mg/kg) atau
edrofonium (0,5-1 mg/kg) bersama dengan agen antikolinergik (glikopirolat, 0,01
mg/kg, atau atropin, 0,01-0,02 mg/kg).5

2.5.3. Risiko Anestesi pada Pediatri


Pediatric Perioperative Cardiac Arrest (POCA) menyediakan basis data yang
berguna untuk menilai risiko anestesi anak. Catatan kasus anak-anak yang mengalami
serangan jantung atau kematian selama pemberian atau pemulihan dari anestesi
diselidiki terkait kemungkinan hubungan dengan anestesi. Hampir semua pasien
menerima anestesi umum saja atau dikombinasikan dengan anestesi regional. Dalam
analisis awal yang mencakup 289 kasus henti jantung, perawatan anestesi dinilai telah
berkontribusi terhadap 150 penangkapan. Tiga puluh tiga persen pasien yainng
menderita henti jantung diklasifikasikan sebagai status fisik American Society of
Anesthesiologists (ASA) 1 atau 2. Bayi menyumbang 55% dari semua penangkapan
terkait anestesi pada anak-anak, dengan mereka yang lebih muda dari 1 bulan ( yaitu,
neonatus) memiliki risiko terbesar. Setelah henti jantung, mortalitas adalah 26%.
Enam persen menderita cedera permanen, tetapi mayoritas (68%) tidak memiliki atau
hanya mengalami cedera sementara. Mortalitas 4% pada pasien yang diklasifikasikan
sebagai status fisik ASA 1 dan 2 dibandingkan dengan 37% pada mereka dengan
status fisik ASA 3 sampai 5. Seperti pada orang dewasa, dua prediktor utama
kematian adalah status fisik ASA 3 sampai 5 dan operasi darurat.5
Sebagian besar serangan jantung terjadi selama induksi anestesi; bradikardia,
hipotensi, dan SpO2 rendah sering mendahului penangkapan. Mekanisme
penangkapan yang paling umum dinilai terkait dengan pengobatan. Depresi
kardiovaskular dari halotan, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat lain, diyakini
bertanggung jawab dalam dua pertiga dari semua penangkapan terkait obat. 9%
22
lainnya adalah karena injeksi anestesi lokal intravaskular, paling sering mengikuti tes
aspirasi negatif selama percobaan injeksi caudal. Mekanisme kardiovaskular yang
diduga paling sering tidak memiliki etiologi yang jelas; pada lebih dari 50% kasus
tersebut, pasien memiliki penyakit jantung bawaan. Di mana mekanisme
kardiovaskular dapat diidentifikasi, itu paling sering terkait dengan perdarahan,
transfusi, atau terapi cairan yang tidak memadai atau tidak tepat.5

2.5.4. Teknik Anestesi pada Pediatri


A. Preoperative
Wawancara Preoperatif
Tergantung pada usia, pengalaman masa lalu dan kematangan, setiap anak
memiliki beragam tingkat ketakutan (bahkan teror) ketika dihadapkan dengan
prosedur operasi atau prosedur lainnya yang membutuhkan anestesi. Tidak seperti
orang dewasa, yang biasanya paling peduli mengenai cedera atau kematian, anak-
anak, ketika mereka mengucapkan secara lisan mengenai kekhawatiran, yaitu
khawatir mengenai rasa sakit dan pisah dari orang tua.5

Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Anak-anak sering hadir untuk operasi dengan tanda dan gejala hidung berair,
demam, batuk atau sakit tenggorokan yang berasal dari infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA). Upaya harus dilakukan untuk membedakan antara penyebab infeksi dari
rinorea dan penyebab alergi atau vasomotor. Infeksi virus dalam 2 sampai 4 minggu
sebelum anestesi umum dan intubasi trakea muncul dapat meningkatkan risiko
komplikasi paru perioperatif, seperti wheezing, laringoskopi, hipoksemia dan
atelektasis. Terutama kemungkinan pada anak yang memiliki batuk berat, demam
tinggi atau riwayat penyakit saluran pernapasan reaktif.5

Tes Laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak
dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan akan
ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit sistemik dan
penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar elektrolit dapat dilakukan bila
terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi dehidrasi.
Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila terdapat penyakit paru-paru, scoliosis
23
ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai
penyakit pasien yang ditemukan.5

Puasa
Karena anak-anak lebih rentan terhadap dehidrasi daripada dewasa,
pembatasan cairan pra operasi selalu lebih rentan. Beberapa penelitian,
bagaimanapun, telah mendokumentasikan pH lambung yang rendah (<2.5) dan
volume residu yang relatif tinggi pada pasien anak yang dijadwalkan untuk operasi,
menunjukkan bahwa anak-anak mungkin memiliki risiko aspirasi yang lebih besar
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Insiden aspirasi dilaporkan sekitar 1:1000.
Tidak ada bukti bahwa puasa yang berkepanjangan mengurangi risiko aspirasi.
Pedoman puasa pra operasi yang diproduksi oleh American Society of
Anesthesiology menetapkan bahwa bayi dapat cairan dan makanan ringan dapat
diberikan hingga 6 jam sebelum induksi.5

Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik yang dilakukan head to toe seperti tanda-tanda vital,
data antropometrik (berat badan dan tinggi badan), gigi lepas atau goyang.
Dilakukan juga pemeriksaan pre anestesi seperti evaluasi LEMON dan status
anestesi ASA (The American Society of Anesthesiologist).5
- ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
- ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan
hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan
febris.
- ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan
septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
- ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi
kordis.
- ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau
tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena rupture hepatik.
24
- ASA VI : Pasien yang dinyatakan brain dead, namun organnya akan didonorkan.

Premedikasi
Ada berbagai macam variasi dalam premedikasi pasien anak. Premedikasi
obat penenang biasanya tidak digunakan untuk neonatus dan bayi yang sakit. Anak-
anak yang nampaknya menunjukkan kecemasan pemisahan yang tidak terkontrol
dapat diberikan obat penenang, seperti midazolam (0,3-0,5 mg/kg, maksimum 15
mg). Rute oral umumnya lebih disukai karena kurang traumatis daripada injeksi
intramuskuler, tetapi membutuhkan 20 hingga 45 menit untuk efek.5

25
B. Intraoperative
Induksi
Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan tipe
operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri
dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang adekuat dari
pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis
pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental
(kooperatif/tidak) pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan
seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi,
dan perawatan intensif yang memadai.5
Urutan induksi yang sama dapat digunakan seperti pada orang dewasa:
propofol (2–3 mg/kg) diikuti oleh relaksan otot nondepolarisasi (misalnya,
rocuronium, cisatracurium, atracurium), atau suksinilkolin. Kami merekomendasikan
agar atropin diberikan secara rutin sebelum suksinilkolin. Keuntungan dari teknik
intravena termasuk ketersediaan akses intravena jika obat darurat perlu diberikan dan
kecepatan induksi pada anak yang berisiko aspirasi. Sebagai alternatif (dan sangat
umum dalam praktik pediatrik), intubasi dapat dilakukan setelah kombinasi propofol,
lidokain, dan opiat, dengan atau tanpa agen inhalasi, menghindari kebutuhan akan
agen paralitik. Akhirnya, agen paralitik tidak diperlukan untuk penempatan LMA,
yang biasanya digunakan dalam anestesi pediatrik.5
Biasanya, anak dapat dibujuk untuk menghirup campuran nitrous oxide (70%)
dan oksigen (30%) yang tidak berbau. Sevoflurane (atau halothane) dapat
ditambahkan ke campuran gas dengan peningkatan 0,5% setiap beberapa tarikan
napas. Setelah kedalaman anestesi yang memadai tercapai, jalur intravena dapat
dimulai dan propofol dan opioid (atau pelemas otot) diberikan untuk memfasilitasi
intubasi.5
Sebagai alternatif, ahli anestesi dapat memperdalam tingkat anestesi, dengan
meningkatkan konsentrasi anestesi volatil, dan menempatkan LMA atau intubasi
pasien di bawah anestesi sevofluran "dalam". Karena kedalaman anestesi yang lebih
besar diperlukan untuk intubasi trakea, risiko depresi jantung, bradikardia, atau
spasme laring yang terjadi tanpa akses intravena mengurangi teknik yang terakhir
ini. Suksinilkolin intramuskular (4 mg/kg, tidak melebihi 150 mg) dan atropin (0,02
mg/kg, tidak melebihi 0,4 mg) harus tersedia jika spasme laring atau bradikardia
terjadi sebelum jalur intravena dibuat.5
26
Intubasi
Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan
sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan
dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru
lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi prematur.5
Seratus persen oksigen harus diberikan sebelum intubasi untuk meningkatkan
keselamatan selama intubasi. Untuk intubasi yang terjaga pada neonatus atau bayi,
preoksigenasi yang memadai dan insuflasi oksigen berkelanjutan selama
laringoskopi dapat membantu mencegah hipoksemia.5
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada
bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang
dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25
cm H2O masih sedikit bocor. Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi
disarankan menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff
pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada
ETT.5

Tabel 2.4 Ukuran alat jalan nafas pada pediatri5

27
Oksiput bayi yang menonjol cenderung menempatkan kepala dalam posisi
tertekuk sebelum intubasi. Ini mudah diperbaiki dengan sedikit mengangkat bahu di
atas handuk dan meletakkan kepala di atas bantal berbentuk donat. Pada anak yang
lebih besar, jaringan tonsil yang menonjol dapat menghalangi visualisasi laring.
Pisau laringoskop lurus membantu intubasi laring anterior pada neonatus, bayi, dan
anak kecil. Pipa endotrakeal yang melewati glotis mungkin masih mengenai
kartilago krikoid, yang merupakan titik tersempit jalan napas pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun. Trauma mukosa karena mencoba memasukkan selang melalui
kartilago krikoid dapat menyebabkan edema pascaoperasi, stridor, croup, dan
obstruksi jalan napas.5
Diameter yang sesuai di dalam pipa endotrakeal dapat diperkirakan dengan
rumus berdasarkan usia:5

Maintenance
Ventilasi hampir selalu dikontrol selama anestesi neonatus dan bayi saat
menggunakan sistem lingkaran setengah tertutup konvensional. Pemantauan tekanan
jalan napas dapat memberikan bukti awal adanya obstruksi dari pipa endotrakeal
yang tertekuk atau masuknya pipa secara tidak sengaja ke bronkus utama.5
Banyak ventilator anestesi pada mesin yang lebih tua dirancang untuk pasien
dewasa dan tidak dapat diandalkan untuk memberikan volume tidal yang berkurang
dan kecepatan yang cepat yang dibutuhkan oleh neonatus dan bayi. Pengiriman
volume tidal besar yang tidak disengaja kepada anak kecil dapat menghasilkan
tekanan puncak jalan napas yang berlebihan dan menyebabkan barotrauma. Ventilasi
kontrol tekanan, yang ditemukan di hampir semua ventilator anestesi baru, harus
digunakan untuk neonatus, bayi, dan balita. 5
Anestesi dapat dipertahankan pada pasien anak dengan agen yang sama
seperti pada orang dewasa. Beberapa dokter beralih ke isoflurane setelah induksi
sevofluran dengan harapan mengurangi kemungkinan munculnya agitasi atau
delirium pasca operasi (lihat diskusi sebelumnya). Pemberian opioid (misalnya,
fentanil, 1-1,5 mcg/kg) atau dexmedetomidine (0,5 mcg/kg, diberikan perlahan
dengan pemantauan denyut jantung) 15 sampai 20 menit sebelum akhir prosedur

28
dapat mengurangi kejadian delirium dan agitasi. jika prosedur pembedahan
cenderung menghasilkan nyeri pasca operasi. Meskipun MAC lebih besar pada anak-
anak daripada orang dewasa, neonatus mungkin sangat rentan terhadap efek depresi
jantung dari anestesi umum dan mungkin tidak mentolerir konsentrasi agen volatil
yang diperlukan ketika agen volatil saja digunakan untuk mempertahankan kondisi
operasi bedah yang baik.5

Kebutuhan Cairan Perioperatif


Perhatian yang cermat terhadap asupan dan kehilangan cairan diperlukan pada
pasien anak-anak yang lebih muda karena pasien ini memiliki batas kesalahan yang
terbatas. Pompa infus yang dapat diprogram atau buret dengan ruang mikrodrip
berguna untuk pengukuran yang akurat. Obat dapat dibilas melalui pipa ruang mati
yang rendah untuk meminimalkan pemberian cairan yang tidak perlu. Kelebihan
cairan didiagnosis oleh vena yang menonjol, kulit memerah, peningkatan tekanan
darah, penurunan natrium serum, dan hilangnya lipatan di kelopak mata bagian atas.5

C. Postoperative
Nyeri pada pasien anak telah mendapat perhatian yang cukup besar dalam
beberapa tahun terakhir, dan selama waktu itu penggunaan anestesi regional dan
teknik analgesik (seperti sebelumnya di atas) telah sangat meningkat. Opioid
parenteral yang umum digunakan termasuk fentanil (1–2 mcg/kg), morfin (0,05–0,1
mg/kg), dan hidromorfon (15 mcg/kg). Sebuah teknik multimodal menggabungkan
ketorolak (0,5-0,75 mg/kg) dan dexmedetomidine intravena akan mengurangi
kebutuhan opioid. Asetaminofen oral, rektal, atau intravena juga akan mengurangi
kebutuhan opioid dan dapat menjadi pengganti ketorolak yang bermanfaat.5
Seperti pada orang dewasa, infus epidural untuk analgesia pascaoperasi sering
terdiri dari anestesi lokal yang dikombinasikan dengan opioid. Bupivakain, 0,1%
hingga 0,125%, atau ropivakain, 0,1% hingga 0,2%, sering dikombinasikan dengan
fentanil, 2 hingga 2,5 mcg/mL (atau konsentrasi morfin atau hidromorfon yang
setara). Kecepatan infus yang direkomendasikan tergantung pada ukuran pasien,
konsentrasi obat akhir, dan lokasi kateter epidural, dan berkisar dari 0,1 hingga 0,4
mL/kg/jam. Infus anestesi lokal juga dapat digunakan dengan teknik blok saraf terus
menerus, tetapi ini kurang umum dibandingkan pada orang dewasa.5
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat sudah pulih dari anestesi adalah
29
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik
mudah mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang
dewasa nyeri post operatif pada anak juga harus dikelola dengan baik.5
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identifikasi

Nama : An. Muhammad Alexa

No. RM : 62.50.21

Tanggal Lahir : 17 Maret 2008

Umur : 12 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal MRS : 12 Juli 2022

Spesialis Anestesi : dr. Rizky Noviyanti Dani, Sp.An


Spesialis Bedah : dr. Iwan, Sp.BS
Diagnosis Prabedah : Hidrosefalus

Jenis Pembedahan : Shunt Ventrikuloperitoneal (VP)


Diagnosis Pascabedah : Post Shunt Ventrikuloperitoneal (VP)

II. Anamnesis (Alloanamnesis)


A. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama:

An. Muhammad Alexa dibawa ke IGD dengan sakit kepala terus-menerus.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Os dibawa ke RSUD Palembang BARI untuk direncanakan operasi. Ibu os
mengatakan bawa os sering mengeluh sakit kepala terus menerus selama kurang lebih 1
tahun yang lalu. Nyeri terasa sampai mata. Mual (+), muntah (+), batuk(-), demam (-),
pingsan (-).
Tanggal 12 juli 2022 os masuk RSUD Palembang Bari untuk dilakukan operasi.
30
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit sebelumnya disangkal
Riwayat kejang demam (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat alergi makanan (-)

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit serupa pada keluarga (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat alergi makanan (-)

III. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
BB : 20 kg
Tekanan darah : 108/61 mmHg
Pernafasan : 24 x/menit, reguler
Nadi : 100 x/m (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 36,8 0C

Airway
- Clear, tidak ada sumbatan jalan nafas.
- Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
- Respiratory Rate (RR): 30 kali/menit.

31
- Penilaian LEMON
L (Look) : Macrocephaly, tidak terdapat trauma facialis
E (Evaluation) : -
M (mallampati Score): 1
O (Obstruction) : tidak ada sumbatan.
N (Neck Mobility) : Tidak ada keterbatasan gerakan kepala.
Breathing
- Suara napas vesikuler
- Tidak ada retraksi iga
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Circulation
- Akral hangat, tidak pucat, kering.
- Heart Rate (HR) 134 kali/menit, tegangan volume kuat dan cepat.
- Capillarity refill time (CRT) < 2 detik
- Konjungtiva tidak anemis.
Disability : GCS 15 (E: 4 V: 5 M: 6).
Exposure : Pasien diselimuti

2. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Isokor (-/-), Refleks
cahaya (+/+)
Hidung : Sekret, bau, darah (-)
Mulut : Mukosa bibir pucat (-) sianosis (-) tidak ada pigmentasi.
Leher : Deformitas (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru : Statis dan dinamis simetris, stem fremitus kanan=kiri,
sonor, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal. Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (12 juliu 2022, 18:41 wib)
32
Hematologi Hasil Rujukan
Hemoglobin 13.9 12-14 gr/dl
Eritrosit 5.47 4.0-4.5 x10*6 /Ul
Leukosit 9.300 5000-10.000/Ul
Trombosit 441.000 150.000-400.000/Ul
Hematokrit 42 % 37-43%
Hitung jenis 0/0/0/66/30/4 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8
ABO group type in A/Rh+
blood
Rh (type) in blood +/positif

Laboratorium (12 juli 2022)


Hemoglobin post operasi: 12 gr/dl

Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks (12 Juli 2022, 18.37 WIB RSUD Palembang Bari)

Interpretasi:
- CRT <50 % , cor tidak membesar
- Corakan bronkovaskuler normal
- Tidak tampak infiltrat
- Diafragma kanan dan kiri licin
33
- Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
- Tulang-tulang intake
- Soft tissue baik
Kesan:
Radiologis tak tampak kelainan Thoraks

CT scan kepala (12 Juli 2022, 18.37 WIB RSUD Palembang Bari)

Interpretasi:
- Tak tampak lesi hipodens pada parenkim otak
- Tak tampak lesi hiperdens densitas perrdarahan pada intre-extraaxial
- Differensiasi substansia alba dan substansia grisea tampak normal
- Sulkus kortikalis dan fissure sylvii tampak sempit
- Ventrikel lateral kanan-kiri dan III melebar, IV tampak normal
- Tak tampak midline shifting
- Batang otak dan cerebellum baik

Kesan:
Gambaran hydrocephalus non komunikan, curiga stenosis pada aquaductus sylvii
tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

V. Diagnosis Kerja
Cephalgia ec Hidrocephalus

34
VI. Terapi
- IVFD KA-EN 3A gtt 30cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gram (max. 2 gr/hari selama 7 hari)
- Paracetamol 3x500 mg jika demam/ nyeri
- Monitoring dan evaluasi obat
- Monitoring vital sign

VII. Rencana Anestesi


a. Jenis pembedahan : VP Shunt (Ventricular Peritoneal Shunt)
b. Jenis anestesi : General anestesi
c. Lama anestesi: : 1 jam 30 menit
d. Lama tindakan : 1 jam
e. Tehnik anestesi :
- Induksi dengan Propopol 2,0 mg, Fentanyl 20 mcg,
- Induksi inhalasi dengan Sevofluran 2%
- Intubasi dengan 02, ETT No. 5.0
f. Premedikasi : Tidak ada
g. Medikasi tambahan :
- Ondansetron 1,5 mg
- Dexamethasone 0,2 mg
- Inj. Paracetamol 15 mg/kgBB
- Atracurium 0,5 mg

VIII. Durante Operasi (Catatan Anestesi)


Mulai anestesi : 13 juli 2022 , pukul 15.00 WIB
Lama anestesi : 1 jam 30 menit
Lama operasi : 1 jam

1. Status Fisik ASA


ASA I
2. Penyulit Praanestesi
Tidak ada penyulit
3. Check list Sebelum Induksi
- Izin operasi :+
35
- Cek mesin anestesi :+
- Check suction unit :+
- Persiapan obat-obatan :+
4. Teknik Anestesi
General Anestesi dengan pemasangan Intubasi ETT
5. Monitoring
 SpO2 :+
 HR :+
 Temp :+
6. Posisi Pasien
Posisi supine / telentang
7. Premedikasi
Tidak ada
8. Induksi
- Intravena : Propofol 2,0 mg, Fentanyl 20 mcg,
- Inhalasi : Sevoflurane 2%, O2.
9. Observasi Tanda Vital

Pukul Tekanan Darah Nadi SpO2 Cairan Infus

15:00 - 100 100 KA-EN


15:15 - 120 100 Paracetamol
15:30 - 110 100 KA-EN
15:45 - 100 100 KA-EN
16:00 - 100 100 KA-EN
16:00 - 104 100 KA-EN
16:15 - 104 100 KA-EN
16:30 - 100 100 KA-EN

Lama Tindakan
 Lama pembiusan : 1 jam 30 menit
 Lama pembedahan : 1 jam

IX. Post Operasi


a. Operasi berakhir pukul 18:30 WIB.

36
Selesai operasi pasien sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan
(Recovery Room).

b. Observasi tanda-tanda vital:


 Keadaan umum : tampak sakit berat
 Kesadaran : Composmentis
 Nadi : 100x/menit
 Respirasi : 24 x/menit
 Jalan Napas: Clear
 Pernafasan: Spontan
Skor ALDRETTE :9
- Aktivitas :1
- Sirkulasi :2
- Pernafasan :2
- Kesadaran :2
- Warna Kulit :2
Pindahke Ruang Rawat Inap pukul 17.00 WIB

37
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini An. Muhammad Alexa datang ke Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari pada tanggal 12 juli 2022 dengan Cephalgia ec
Hidrocephalus dan memasuki ruang operasi untuk menjalani operasi
pembedahan VP Shunt pada tanggal 13 juli 2022 pukul 15:00 WIB. Pasien
datang dengan keluhan sakit kepala sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu
secara terus-menerus. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien dinyatakan mengalami Hidrosefalus kemudian
dokter menganjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan VP shunt.
Tindakan Preoperative pada pasien ini meliputi alloanamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari alloanamnesis didapatkan
awalnya ibu os mengeluh kepala anaknya sakit kepala sejak kurang leih 1
tahun yang lalu. Dimana nyeri menjalar sampai ke mata. Ibu os membawa
anaknya ke RSUD Prabumulih kemudian dirujuk ke RSUD Palembang Bari.
Ibu os memeberitahukan bahwa os sering mengeluh sakit kepala terus
menerus selama kurang lebih 1 tahun yang lalu. Nyeri terasa sampai mata.
Mual (+), muntah (+), batuk(-), demam (-), pingsan (-)
. Tanggal 12 juli 2022 os masuk RSUD Palembang Bariuntuk
dilakukan operasi.
Pada pasien juga telah dilakukan pemeriksaan darah berupa
hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, hitung jenis, waktu
perdarahan, waktu pembekuan dan golongan darah. Sedangkan skor
Mallampati untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan
intubasi dilakukan dengan pemeriksaan jalan nafas dimana pasien diminta
untuk membuka mulut dengan lebar maksimal dan posisi protusi lidah.
Berdasarkan klasifikasi mallampati tersebut, mallampati I dan II
dikategorikan mudah intubasi, sedangkan mallampati III dan IV terkadang
sulit. Namun pada pasien ini skor Mallampati sulit dinilai.
38
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien, pasien ini
termasuk ke dalam klasifikasi ASA I dinyatakan dengan status anestesi
menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA). Dimana klasisikasi
ASA ada VI, yaitu:
- ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
- ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lain.
- ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab.
- ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya.
- ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi
atau tidak.
- ASA VI : Pasien yang dinyatakan brain dead, namun organnya akan
didonorkan.
Penatalaksanaan pada Hidrosefalus meliputi tindakan operatif VP shunt
dilakukan sesegera mungkin untuk mengurangi cairan di otak. Pembedahan
merupakan terapi definitif hidrosefalus “gold standar” yaitu pemasangan VP
shunting menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke
peritonium. Kateter dilengkapi katup pengatur tekanan dan mengalirkan CSS
satu arah yang kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah.
Operasi dilakukan pada tanggal 13 juli 2022. Setelah dilakukan pemasangan
Non invasive blood pressure (NIBP) dan O2 didapati hasil Nadi 108 x/menit,
dan SpO2 100%.
Pada kasus ini, pasien tidak diberikan premedikasi. Premedikasi
diberikan dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anestesi. Premedikasi seharusnya diberikan 1-2 jam sebelum dimulainya
operasi.
Pada tahap awal induksi anestesi, pasien diberi injeksi IV Fentanyl
20mcg secara perlahan. Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan
analgesik opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis
2mcg/kgBB IV. Opioid dosis tinggi yang deberikan selama operasi dapat
menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan demikian dapat
mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya kebutuhan
39
opioid potoprasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut.
Pemberian fentanyl bertujuan untuk memberikan efek analgesia pada pasien.
Kemudian dilakukan induksi anestesi yaitu tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
tindakan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,
intramuscular atau rektal. Pada kasus ini dilakukan induksi dengan injeksi
intravena menggunakan Propofol 2,0 mg.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan
intubasi pada pasien dengan pemasangan ETT no. 5.0 tanpa cuff. Dipilih
manajemen jalan nafas dengan ETT karena sesuai anatomi jalan napas pasien
anak, pada saat intubasi disarankan menggunakan blade lurus, namun blade
bengkok dapat digunakan bila pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan
ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun,
serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada ETT. Ukuran ETT pada anak-
anak dapat menggunakan rumus Modified Cole formula dan Khine Formula:
[(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)].
Medikasi tambahan yang diberikan adalah ondansetron 1,5 mg,
dexamethasone 0,2mg, inj. Paracetamol 20cc, Atracurium 0,5 mg, Sevofluran
2%, Intubasi dengan 02, ETT No. 5.0
Ondansetron merupakan antimietik yang diberikan saat pasien sudah
berada diruang operasi. Pemberian ondansetron bertujuan untuk mencegah
mual dan muntah selama operasi maupun postoperasi. Dosis ondansetron
untuk deasa dan anak-anak diatas 6 bulan adalah 0,15 mg/kgBB.
Paracetamol yang diberikan pada pasien ini bersifat sebagai analgetik.
Paracetamo juga bertindak pada hipotamlamus untuk menghasilkan
antipyresis. Dapat bekerja secara peripheral untuk memblokir pembentukan
impuls nyeri; juga dapat menghambat sintesis prostaglandin pada SSP.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan
saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat
bekerja. Asetilkolinesterase yang paling sering digunakan ialah atracurium .
Saat tahap operatif berlangsung, dilakukan vital sign pasien dengan
tujuan mendapatkan informasi fungsi organ vital selama peri anesthesia.
Monitoring dilakukan dengan menilai fungsi kardiovaskular (nadi, banyaknya
perdarahan), monitoring respirasi tanpa alat (gerakan dada-perut, warna
40
mukosa bibir, kuku, ujung jari), dan oksimetri.
Ekstubasi pada pasien ini dilakukan saat pasien bernapas spontan,
kemudian membersihkan ludah dan sekret dari jalan napas dengan suction.
Ekstubasi umumnya dilakukan pada keadaan anestesi sudah ringan dan pasien
sudah mulai bernapas spontan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme
laring.
Setelah tindakan operatif dilakukan penilaian pulih sadar menurut
Aldrete Score ditemukan tingkat kesadaran dengan nilai 2, pernafasan dengan
nilai 2, tekanan darah dengan nilai 2, aktivitas dengan nilai 1, warna kulit
dengan nilai 2 dan total nilai keseluruhan 10 yang menandakan pasien dapat
dipindahkan keruang rawat inap. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Aldrete
score ≥ 9, tanpa nilai 0, maka pasien dapat dipindah ke ruang perawatan.

Terapi Cairan
a. IWL = 120 6cc
b. Cairan maintanance= 62 cc
c. Cairan puasa: 248 cc
d. Kebutuhan cairan intra operatif:
1 jam pertama: 308 cc
1 jam selanjutnya: 244 cc

41
BAB V
KESIMPULAN
An. MA 13 tahu dengan berat badan 20kg. Dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien pada kasus ini didiagnosis Hidrosefalus dengan ASA I. Untuk rencana
penatalaksanaan pasien ini dengan tindakan operatif VP shunt dengan general
anastesi dan teknik intubasi dengan ETT.
Pada pasien tidak diberikan premedikasi. Dan diberikan induksi secara
intravena dengan propofol 1,5 mg , Fentanil 20mcg, , serta induksi inhalasi dengan
Sevofluran 2%. Pada pasien ini juga dilakukan intubasi dengan ETT no. 5.0 (tanpa
cuff). Medikasi tambahan yang diberikan adalah berupa ondansentron 1,5 mg,
dexamethasone 0,2 mg, Inj. Paracetamol 20cc,
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di
ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudhir Singh Pal & Saurabh Dubey. A study of VP shunt in management of


hydrocephalus. Department of Surgery, Gandhi Medical College, Bhopal, Madhya
Pradesh, India. International Surgery Journal: 2017.
2. Koleva, M., & De Jesus, O. Hydrocephalus. [Updated 2021 Aug 30]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560875/
3. Morgan & Mikhail’s 2018. Clinical Anesthesiology 6th ed. Lange Medical Books/
McGraw Hill, New York.

4. Sudhir Singh Pal & Saurabh Dubey. A study of VP shunt in management of


hydrocephalus. Department of Surgery, Gandhi Medical College, Bhopal, Madhya
Pradesh, India. International Surgery Journal: 2017.

43

Anda mungkin juga menyukai