Oleh:
Berlian
102119087
Pembimbing:
dr. M. Winardi S. Lesmana, M.Ked(An)., Sp.An
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat yang
dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan judul “
Penanganan kegawatdaruratan non operatif pasien preeklamsia” Penyusunan tugas
ini di maksudkan untuk mengembangkan wawasan serta melengkapi tugas yang di
berikan pembimbing.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. M. Winardi S.
Lesmana, M.Ked(An)., Sp.An selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik
senior smf ilmu anestesi serta dalam penyelesaian paper ini. Dalam penulisan makalah
ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi
penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan di masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Hal
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian..............................................................................................2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklamsi menjadi faktor risiko terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi.
juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklamsia, seperti
(POGI, 2016).
Salah satu faktor yang menyebabkan asfiksia adalah faktor keadaan ibu
yaitu hipertensi dalam kehamilan. Pada kasus preeklamsi tekanan darah yang
janin akan kekurangan oksigen dan nutrisi hal ini dapat menyebabkan
(SDKI, 2012).
1
2
morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau
pada saat dewasa. Preeklamsi juga merupakan faktor risiko untuk penyakit
kardiovaskuler dan penyakit metabolik pada wanita di masa depan. Selain itu ibu
preeklamsi merupakan ancaman besar bagi ibu maupun janin yang dikandungnya
(POGI, 2016; Prawirohardjo, 2014; Roberts, dkk., 2012; de Souza, dkk., 2011;
Uzan, dkk., 2011). Oleh karena itu, sebagai dokter umum yang merupakan salah
preeklamsia.
preeklamsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umunya terjadi dalam
hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda – tanda lain.
mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140
mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastole sebenarnya lebih dapat dipercaya
apabila tekanan diastole naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg
atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat
(Prawirohardjo, 2014).
2.2 Etiologi
3
4
lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding pada negara maju. Hal ini
Kejadian preeklamsi dipengaruhi oleh paritas, ras, faktor genetik dan lingkungan
(Situmorang, 2016).
2.3 Epidemiologi
(Ertiana, 2019).
kehamilan seperti diabetes mellitus, jumlah usia ibu >35 tahun dan preeklamsi
memadai, kematian maternal akibat preeklamsi dapat mencapai lebih dari 25%.
Beberapa hal yang yang sering ditemukan pada bayi hasil persalinan dengan
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami pre-
eklamsi berat yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik >110 mmHg,
terjadi peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus, trombosit <100.000/mm 3,
terkadang disertai oliguria <400ml/24 jam, protein urine >2-3 gr/liter, ibu hamil
mengeluh nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal
yang berat, perdarahan retina dan edem pulmonal. Terdapat beberapa penyulit
juga yang dapat terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal ginjal,
gagal jantung, gangguan fungsi hati, pembekuan darah, sindrom HELLP, bahkan
dapat terjadi kematian pada bayi, ibu dan atau keduanya bila preeklamsi tidak
meningkatkan insiden preeklamsi antara lain paritas, usia yang ekstrim, riwayat
2014)
faktor risiko spesifik untuk preeklamsi terdiri atas nuliparitas, usia yang lebih tua,
indeks massa tubuh, riwayat keluarga preeklamsi, riwayat penyakit ginjal atau
hipertensi kronis, kehamilan ganda, interval kehamilan lebih dari 10 tahun, dan
adalah riwayat keluarga, sel telur donor, diabetes, obesitas (English et al., 2015).
6
2.6 Diagnosis
masif (lebih dari 5g) telah dieliminasi dari kriteria preeklamsi berat. Kriteria
Preeklamsi mendiagnosis pasien hanya ada dua kriteria yaitu preeklamsia dan
1. Preeklamsia
kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal dan ada
b. Gangguan ginjal: kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya.
c. Edema Paru
penglihatan.
7
2. Preeklamsia Berat
karena gangguan ekskresi dan reabsorbsi tubulus tetapi juga protein dengan
hipoproteinemia.
c. Gangguan ginjal: kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya.
d. Edema Paru
penglihatan
8
(POGI, 2016).
2.7 Patofisiologi
kehamilan.
Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis
(Prawirohardjo, 2014).
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklamsi rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
(Prawirohardjo, 2014).
toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak selain akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Produksi oksidan atau radikal bebas dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan
(Prawirohardjo, 2014).
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte
HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi
imun pada preeklamsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
(Prawirohardjo, 2014).
12
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
anak dari ibu yang pernah mengalami preeklamsi, 11-37% pada saudara
perempuan seorang penderita preeklamsi dan 22- 47% pada kembar. Pada
suatu penelitian yang dilakukan Nilson, dkk pada hampir 1,2 juta kelahiran di
13
gen yang diwariskan baik dari ayah maupun ibu yang mengendalikan sejumlah
besar fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ. Karena itu,
akan menempati suatu titik pada spectrum. Berkaitan, dengan hal ini, ekspresi
sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress
juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta
besar pada hamil ganda, maka stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga
jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding
1. Usia
yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun.
Preeklamsi lebih sering didapatkan pada masa awal dan akhir usia produktif
yaitu usia remaja atau di atas 35 tahun. Umur berisiko (35 tahun) lebih besar
Pada usia 35 tahun menurunnya fungsi organ tubuh salah satunya ginjal,
sehingga menyebabkan protein dalam urin. Ibu hamil dengan usia sangat muda
sedang tubuh ibu belum siap untuk terjadinya kehamilan (Cunningham, 2018;
2. Status Gravida
yang hamil untuk pertama kali. Angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh
15
multigravida karena preeklamsi biasanya timbul pada wanita yang pertama kali
terpapar virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme
jantung dan tekanan darah juga akan meningkat (Grum, dkk., 2017).
eklamsi pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan pada ibu
hamil dari pasangan yang baru (materi genetik yang berbeda) (Cunningham,
2018).
4. Riwayat Preeklamsi
16
respon imun maternal. Risiko ibu hamil yang ibunya mengalami preeklamsi,
penelitian Mahran et al, preeklamsi 3,07 kali berisiko terjadi pada ibu yang ibu
dkk., 2017).
5. Hipertensi Kronik
diastolik. Hipertensi kronis terjadi sebelum kehamilan atau dapat terlihat pada
selama kehamilan dan dapat menurunkan angka harapan hidup. Hal ini
tersebut lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua (Cunningham, 2018;
minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang
lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklamsi atau lebih, seperti
mempunyai risiko lebih dari 10 kali lipat untuk mengalami preeklamsi pada
usia kehamilan ≤ 33 minggu dan sekitar 5 kali lipat lebih tinggi pada usia
kehamilan ≥34 minggu (Manuaba, dkk., 2013; Lisonkova, dkk., 2013; Bilano,
dkk., 2014).
6. Diabetes Melitus
defisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah
18
2013).
terjadi pada wanita hamil berkembang menjadi preeklamsi. Hal ini terjadi
karena saat hamil, plasenta berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin.
progesterone di darah plasma dan meningkat tajam selama trimester ketiga. Ibu
risiko diabetes tipe II di kemudian hari. Hipertensi sering dijumpai dari wanita
7. Kehamilan Ganda
preeklamsi hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan
8. Penyakit Jantung
(Cunningham, 2018).
9. Penyakit Ginjal
cairan dan darah yang jumlahnya sangat besar. Pembesaran atau pelebaran
ginjal dan pembuluh darah akan membuat ginjal mampu bekerja ekstra. Pada
wanita hamil, ginjal dipaksa bekerja keras sampai ke titik di mana ginjal tak
dengan gagal ginjal kronik memiliki ginjal yang semakin memperburuk status
antara lain hipertensi yang semakin tinggi dan terjadi peningkatan jumlah
produk buangan yang sudah disaring oleh ginjal di dalam darah (seperti
potassium, urea, dan keratin). Ibu hamil yang menderita sakit ginjal dalam
jangka waktu lama biasanya juga menderita tekanan darah tinggi. Ibu hamil
dengan riwayat ginjal atau tekanan darah tinggi memiliki risiko lebih besar
10. Obesitas
kesehatan. Body Mass Index (BMI) adalah rumus sederhana yang digunakan
30. Obesitas sangat berkaitan erat dengan berbagai macam komplikasi penyakit
terlebih jika dialami oleh wanita hamil yang mana akan berdampak buruk baik
terhadap ibu maupun janin yang dikandung. Menurut penelitian ada hubungan
kehamilan dan Indeks Massa Tubuh saat pertama kali Antenatal Care (ANC)
merupakan faktor risiko preeklamsi dan risiko ini semakin besar dengan
semakin besarnya IMT pada wanita hamil karena obesitas berhubungan dengan
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi berikut
1. Komplikasi Maternal
a. Eklamsi
(Cunningham, 2018).
c. Ablasi retina
(Cunningham, 2018).
edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa
retina akan melekat kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah
d. Gagal ginjal
kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibanding kadar normal selama
berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air. Pada
23
filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga terjadi
retensi air. Filtrasi glomerulus pada preeklamsi dapat menurun sampai 50%
dari normal sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan yang lanjut
e. Edema Paru
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
f. Kerusakan hati
aspartat dalam darah. Kerusakan sel endotelial pembuluh darah dalam hati
menyebabkan nyeri karena hati membesar dalam kapsul hati. Hal ini
g. Penyakit kardiovaskuler
24
atau justru meningkat secara iatrogenik akibat infus larutan kristaloid atau
h. Gangguan Saraf
yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi dan gangguan
(Cunningham, 2018).
b. Prematuritas
25
plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk usia
c. Fetal Distress
distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang merupakan
2.10 Skrining
fisik. Dari anamnesis harus dicari adanya faktor-faktor risiko seperti yang
tercantum di atas. Adanya 2 faktor risiko atau 1 faktor risiko kuat, maka dikatakan
Tubuh/Body Mass Index (BMI), Mean Arterial Pressure (MAP), dan juga Roll
Over Test (ROT). Ketiga pemeriksaan dapat dikerjakan di faskes primer. Kriteria
3. ROT, peningkatan tekanan darah > 15 mmHg antara posisi terlentang dan tidur
miring kiri.
cermat, stabilisasi kondisi ibu, monitoring ketat, dan melakukan persalinan dalam
waktu dan kondisi yang tepat. Beberapa hal yang harus dikerjakan dalam
b. Tekanan darah > 140/90 mmHg dengan komorbiditas (gangguan organ lain)
Pada ibu dengan hipertensi berat (> 160/110 mmHg), obat penurun
tekanan darah diberikan dengan target menurunkan tekanan darah < 160/110
mmHg. Pada ibu dengan peningkatan tekanan darah 140–159/90- 109 mmHg,
target penurunan tekanan darah tergantung ada tidaknya komorbiditas. Jika ibu
memiliki komorbiditas maka tekanan darah harus diturunkan < 140/90 mm Hg,
Pada hipertensi berat, obat pilihan utama: kapsul nifedipine short acting,
methyldopa oral, labetolol oral, atau clonidine oral (SOGC, 2014). Nifedipine
dapat diberikan dengan dosis awal 3 × 10 mg per oral, dengan dosis maksimal
2. Pencegahan Kejang
pertama dalam mencegah kejang pada kasus preeklampsia berat. Diazepam dan
Phenitoin tidak lagi menjadi obat pilihan utama dalam pencegahan kejang
nafas.
3. Pemberian MgSO4
4–5 gram/intra vena pelan dengan MgSO4 20%, dilanjutkan dengan 10 gram
MgSO4 40% intra muskular disuntikkan ke bokong kiri dan kanan dan diulang
tiap 6 jam sebanyak 5 gram MgSO4 40%. Pemberian ini juga dapat dilakukan
dilihat pada Gambar 15.2 Angsar (2005) menyatakan bahwa pemberian sulfas
tetesan syringe pump sampai 1.5-2.0 gram/jam. Jika setelah tatalaksana ini
masih terjadi kejang, maka obat alternatif seperti Diazepam atau Thiopentone
Tabel 2 Tata Cara pemberian MgSO4 untuk mencegah kejang pada Preeklampsia
diatasi.
ke dalam otak.
b. Untuk berkhasiat sebagai obat anti kejang dibutuhkan dosis yang lebih
tinggi.
c. Diazepine melewati plasenta dan berada dalam janin relatif lama, sehingga
5. Keseimbangan Cairan
meningkatnya risiko overload cairan pada intra atau postpartum. Total cairan
Diuretikum tidak boleh diberikan, kecuali jika ada gejala edema paru, gagal
mendapat terapi steroid memiliki risiko lebih rendah dalam hal berikut:
janin:
b. Tirah baring
b. Pastikan ibu tidak mengalami cedera saat kejang (akibat benturan dengan
c. Setelah selesai kejang, taruh ibu pada posisi miring kiri, posisi kepala
oksigen.
Breathing Circulation).
oksigenasi jaringan.
f. Berikan MgSO4 sesuai dosis awal jika ibu belum pernah menerima MgSO4
i. Jika kondisi ibu sudah stabil, harus disiapkan perawatan lanjutan di faskes
yang lebih tinggi (sekunder–tersier) yang memiliki fasilitas ICU dan NICU.
BAB III
KESIMPULAN
dunia, dimana kasus hipertensi pada kehamilan termasuk preeklamsi ditemukan dalam
kehamilan.
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami pre-eklamsi
berat yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik >110 mmHg, terjadi
peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus, trombosit <100.000/mm3, terkadang
disertai oliguria <400ml/24 jam, protein urine >2-3 gr/liter, ibu hamil mengeluh nyeri
epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan
Faktor risiko spesifik untuk preeklamsi terdiri atas nuliparitas, usia yang lebih tua,
indeks massa tubuh, riwayat keluarga preeklamsi, riwayat penyakit ginjal atau
hipertensi kronis, kehamilan ganda, interval kehamilan lebih dari 10 tahun, dan riwayat
Skrining preeklampsia wajib dikerjakan pada semua ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan antenatal. Dari anamnesis harus dicari adanya faktor-faktor risiko seperti
yang tercantum di atas. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pengukuran Indeks
Massa Tubuh/Body Mass Index (BMI), Mean Arterial Pressure (MAP), dan juga Roll
33
34
cermat, stabilisasi kondisi ibu, monitoring ketat, dan melakukan persalinan dalam waktu
dan kondisi yang tepat. Penanganan hipertensi akut dapat mencegah risiko komplikasi
penyebab terbanyak mortalitas dan morbiditas maternal. Pada ibu dengan hipertensi
berat (> 160/110 mmHg), obat penurun tekanan darah diberikan dengan target
menurunkan tekanan darah < 160/110 mmHg. Pada ibu dengan peningkatan tekanan
darah 140–159/90- 109 mmHg, target penurunan tekanan darah tergantung ada tidaknya
komorbiditas. Pada hipertensi berat, obat pilihan utama: kapsul nifedipine short acting,
Diazepam dan Phenitoin tidak lagi menjadi obat pilihan utama dalam pencegahan
kejang (RCOG, 2010). MGSO4 diberikan sebagai antikejang dengan dosis awal
(loading dose) 4–5 gram/intra vena pelan dengan MgSO4 20%, dilanjutkan dengan 10
gram MgSO4 40% intra muskular disuntikkan ke bokong kiri dan kanan dan diulang
tiap 6 jam sebanyak 5 gram MgSO4 40%. Pemberian ini juga dapat dilakukan dengan
2016).
Kejang ulangan pada wanita yang telah mendapatkan MgSO4 dapat diterapi
dengan injeksi bolus MgSO4 2 gram, atau peningkatan kecepatan tetesan syringe pump
sampai 1.5-2.0 gram/jam. MgSO4 menambah aliran darah ke rahim dan menambah
preeklampsia berat, disebabkan meningkatnya risiko overload cairan pada intra atau
35
postpartum. Pemberian steroid pada wanita yang terancam persalinan prematur (spontan
(ACOG, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Aditiawarman, dan Akbar, MIA. 2016. Buku Ajar Departemen Obgyn RSUD Dr.
Soetomo. Belum diterbitkan.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). 2016. Antenatal
Corticosteroid Therapy for Fetal Maturation. Committee Opinion, no. 677.
Angsar, MD. 2005. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan, Edisi IV tahun 2005.
Belum diterbitkan.
Aviram, A., Hod, M., dan Yogev, Y. 2011. Maternal Obesity: Implications for
Pregnancy Outcome and Long-Term Risks-A Link To Maternal Nutrition. Int J
Gynecol Obstet. 115(Suppl.1): S6–10. Available From:
Http://Dx.Doi.Org/10.1016/S0020-7292(11)60004-0
Bilano, V.L., Ota, E., Ganchimeg, T., Mori, R., Souza J.P. 2014. Risk Factors Of
Preeclampsia/Eclampsia And Its Adverse Outcomes In Low- And Middle-Income
Countries: A Who Secondary Analysis. Plos One. 9(3):1–9.
Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., et al. 2018. Williams Obstetrics. 25st Ed.
E-Book: McGraw-Hill. Hal:28/68
De Souza Rugolo, L.M.S., Bentlin, M.R., Trindade, C.E.P. 2011. Preeclampsia: Effect
On The Fetus And Newborn. . 12(4): E198–206. Available From:
Http://Neoreviews.Aappublications.Org/Lookup/Doi/10.1542/N Eo.12-4-E198
English FA, Kenny LC, McCarthy FP. 2015. Risk factors and effective management of
preeclampsia. Integr Blood Press Control. 3(8):7-12. doi: 10.2147/IBPC.S50641.
PMID: 25767405; PMCID: PMC4354613.
Ertiana, D., Wulan, S.R. 2019. Hubungan Usia dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu
Hamil di RSUD Kabupaten Kediri Tahun 2018. Midwiferia Jurnal Kebidanan.
5(2): 1-7.
Grum T, Seifu A, Abay M, Et al. 2017. Determinants of preeclampsia/Eclampsia among
women attending delivery Services in Selected Public Hospitals of Addis Ababa,
Ethiopia: a case control study. BMC Pregnancy and Childbirth. 17:307.
Kurniasari, D., dan Arifandini, F. 2015. Hubungan Usia, Paritas Dan Diabetes Mellitus
Pada Kehamilan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rumbia Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2014. Jurnal
Kesehatan Holistik 9(3): 142-150.
Kusumastuti, D.A., Rusnoto, dan Siti, A. 2019. Hubungan Paritas, Riwayat Kehamilan
Preeklampsia dan Asupan Kalsium dengan Kejadian Preeklampsia Berat.
Proceeding of the 10th University Research Colloquium 2019: Bidang MIPA dan
Kesehatan. Hal. 637-644.
Kusumawati, W., Wijayanti, A.R., dan Wahyuningtyas. 2017. Gambaran Faktor-Faktor
Risiko Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Bersalin Dengan Preeklampsia (Di RS
Aura Syifa Kabupaten Kediri Bulan Februari–April Tahun 2016). Jurnal
Kebidanan Dharma Husada. 6:(2): 139-146.
Lisonkova, S., Joseph, K.S. 2013. Incidence Of Preeclampsia: Risk Factors And
Outcomes Associated With Early-Versus Late-Onset Disease. Am J Obstet
Gynecol. 209(6):1–12. Available From: Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Ajog.
Magee, L. A., Pels, A., Helewa, M., Et all. 2014. Hypertension Guideline C, Et Al.
Diagnosis, Evaluation, And Management of The Hypertensive Disorders of
Pregnancy: Executive Summary. J Obs Gynaecol Can. 36(5):416–38. Available
From: Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/24927294
Mahran A, Fares H, Elkhateeb R, Et Al. 2017. Risk Factors and Outcome of Patients
with Eclampsia at A Tertiary Hospital in Egypt. 1–7.
Manuaba, I.B.G. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Hal.183
North RA, McCowan LM, Dekker GA, Et al. 2011. Clinical risk prediction for pre-
eclampsia in nulliparous women: development of model in international
prospective cohort. BMJ. doi: 10.1136/bmj.d1875. PMID: 21474517; PMCID:
PMC3072235.
Nursal, Dien Ga, Pratiwi Tamela, Fitrayeni. 2015. Faktor Risiko Kejadian Preeklamsia
Pada Ibu Hamil Di Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014. Andalas Journal of
Public Health. 10(1): 38–44.
Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal
(POGI). 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis Dan Tata
Laksana Preeklamsia. Jakarta: POGI. Hal. 1-46.
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Editor: Mochamad Anwar, Edi,3
Roberts, J.M., Druzin, M., August, P.A., et al. 2012. Acog Guidelines: Hypertension In
Pregnancy. American College Of Obstetricians And Gynecologists. 1-100 P.
Vol.122 Hal. 1127-1130
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). 2010. Management of
Severe Preeclampsia/Eclampsia. RCOG Guideline, no. 10(A).
Situmorang, T.H., Yuhana, D., Afrina J. 2016. Faktor - Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli KIA RSU Anutapura
Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako. 2(1): 34-44.
SOGC Guidelines. 2014. Diagnosis, evaluation and Management of The Hypertensive
Disorders of Pregnancy: Executive Summary. J Obstet Gynaecol Can, vol. 36, no.
5, pp. 416–438.
Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI). 2012. Survei Demografi Dan
Kesehatan Indonesia. Jakarta. Hal. 110.
Thangaratinam S, Tan A, Knox E, Et al. 2011. Association between thyroid
autoantibodies and miscarriage and preterm birth: meta-analysis of evidence.
BMJ. 342:d2616. doi: 10.1136/bmj.d2616. PMID: 21558126; PMCID:
PMC3089879.
The International Society for The Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP). 2014.
The Classification, diagnosis and management of the hypertensive disorders of
pregnancy: A revised statement from the ISSHP. Pregnancy Hypertension. An
International Journal of Womens Cardiovascular Health, vol. 4, pp. 97–104.
UNICEF, WHO, The World Bank, Un Pop Div. 2013. Levels And Trends In Child
Mortality, Report 2013. United Nations: America.
Uzan, J., Carbonnel, M., Piconne, O., Et al. 2011. Pre-Eclampsia: Pathophysiology,
Diagnosis, And Management. Vasc Health Risk Manag. 7(1):467–74.
World Health Organization (WHO). 2013. Meeting To Develop A Global Consensus
On Preconception Care To Reduce Maternal And Childhood Mortality And
Morbidity. Meeting Report. Geneva: Who. Hal.33
Yao, R.; Ananth, C.V.; Park, B.Y.; Et al. 2014. Obesity and the risk of stillbirth: a
population-based cohort study. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
210(457): e1-9.
Yolanda, G.S.F., Putri Mirani, Swany. 2015. Angka Kejadian Persalinan Preterm pada
Ibu dengan Preeklampsia Berat dan Eklampsia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2013. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 47(1): 31-34.