DISUSUN OLEH :
ii
PENDAHULUAN
1
seperti kehilangan kebebasan dan kasih sayang dari pasangan, anak, maupun orang
tuanya. Frank (Siahaan, 2008) menambhakan bahwa dampak fisik dan psikologis yang
dialami narapidana dapat membuat narapidana merasakan perasaan tidak bermakna
yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, bosan dan penuh dengan
keputusasaan.
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkanmengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dankeseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2014 tentangkesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi dimanaseorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerjasecara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk kelompoknya
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi dari Narapidana.
2. Mahasiswa mengetahui penyebab dari Narapidana.
3. Mahasiswa mampu menguraikan asuhan keperawatan jiwa pada Narapidana.
2
TELAAH
PUSTAKA
A. Definisi Narapidana
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau saksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman
karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12
Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.
Selanjutnya Dirjosworo (dalam Lubis dkk, 2014) narapidana adalah manusia
biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka
dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman. Berdasarkan Pasal 1 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (dalam Lubis dkk, 2014) tentang
Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 (dalam Soraya, 2013) tentang Pemasyarakatan, terpidana
adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan
tindak kejahatan dan telah dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan serta dijatuhi
hukuman penjara.
B. Penggolongan Narapidana
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menentukan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar:
a. Umur
b. jenis kelamin
c. lama pidana yang dijatuhkan
d. jenis kejahatan.
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
f. Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.
3
Dalam standar registrasi dan klasifikasi narapidana dan tahanan yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor: Pas- 170.Pk.01.01.02 Tahun 2015 tentang Standar
Registrasi dan Klasifikasi Narapidana dan Tahanan.
4
Di Indonesia terdapat penggolongan lembaga pemasyarakatan, yaitu lapas umum
dan lapas khusus seperti Lapas Perempuan, Lapas Anak, Lapas Narkotika dan Lapas
untuk tindak pidana berat seperti yang ada di Nusakambangan Cilacap. Namun tidak
di semua daerah di Indonesia memunyai lapas-lapas khusus. Biasanya daerah yang
tidak memunyai lapas khusus contohnya untuk narapidana anak, maka akan dititipkan
di lapas anak di daerah lain yang paling dekat.
Jadi seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas daras
umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya
sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Artinya, seorang narapidana
herus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama sebagaimana
yang telah ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis kejahatan berbeda
tidak ditempatkan dalam satu sel secara bersamaan.
5
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra Tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.Termasuk persepsi masa lalu
dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi.Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri
sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998).Pembentukan identitas
dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja.
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.Peran
yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai
pilihan.Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu (Stuart & Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri.Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart
& Sundeen, 1998).
6
B. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan
awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu
tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan
peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menurun.
7
- Merusak diri: harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhiri
hidupnya
- Merusak/melukai orang lain
- Perasaan tidak mampu
- Pandangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penurunan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memerhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada suara lemah
8
2. Risiko Bunuh Diri
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian.Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri.Jadi
bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang merusak diri sendiri
denganmengemukakanrentangharapan-harapanputusasa,sehingga menimbukan
tindakan yang mengarah pada kematian.
A. Rentang Respon
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat.Respon maladaptif antara lain:
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis: Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak
ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu:Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi
dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi: Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
9
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri
antara lain:
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian.Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan
depresi.
c. Lingkungan psikososial.Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya
dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
d. Riwayat keluarga/faktor genetic. Factor genetik mempengaruhi
terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya
penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi
terjadinya resiko buuh diri.
e. Faktor biokimia. Data menunjukkan bahwa secara serotogenik,
apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat
menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
Selain itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, motif bunuh
diri ada banyak macamnya, yaitu:
1. Dilanda keputusasaan dan depresi.
10
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan/tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta/Iman/Ilmu).
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
C. Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya.Orang yang
siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori:
1. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya.Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbalbahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ancaman menunjukkan ambivalensi
seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan
seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi
keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.Secara aktif
pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
3. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini
pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
11
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi
yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
4. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan.Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
12
bisa tertolong untuk mendapatkan kesembuhan. Pelayanan kesehatan di rumah
tahanan teluk kuantan kabupaten kuantan singingi merupakan bentuk pelayanan
yang di berikan oleh pihak rumah tahanan kepada narapidana. Berikut adalah
hasil wawancara peliti dengan kepala rumah tahanan teluk kuantan yang mana
peneliti menanyakan apa saja bentuk pelayanan kesehatan di dalam rumah
tahanan dan kepala rumah tahanan menjawab sebagai berikut: “Bentuk
pelayanan kesehatan yang kami sediakaan adalah 1 ruangan kesehatan,2 ranjang
tidur,1 lemari untuk alat medis,2 lemari untuk obatobatan,1 ruangan tenaga
medis,1 kamar mandi”.Dari kutipan diatas dapat dilihat bawa peihak rumah
tahanan menyediakan pelayanan kesehatan bagi narapidana yaitu 1 ruangan
klinik yang terdiri dari Dengan 2 ranjang tidur, 1 lemari untuk alat medis dan
lemari untuk obat-oabatan 1 ruangan tenaga medis dan 1 kamar mandi, fasilitas
ini dapat digunakan oleh narapidana untuk berobat atau jika narapidana ingin
cek kesehatan, dengan menyediakan sarana kesehatan maka narapidana dapat
lebih mudah untuk mendapatkan pertolongan pertama jika mengalami gangguan
kesehatan, jika penyakit narapidana tidak dapat ditangani oleh tenaga medis
maka narapidana akan dirujuk ke rumah sakit umum daerah teluk kuantan
dengan pengawalan dari pihak rutan.
2. Pelayanan Konsumsi
Konsumsi adalah sutu kebutuhan makanan dan minuman yang dibutuhkan
oleh seseorang pada setiap harinya untuk menjaga kesehatan tubuh seseorang
maka harus mendapatkan atau mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang
sehat agar terhindar dari segala penyakit yang bisa menyerang tubuh
seseorang.Pelayanan konsumsi adalah bentuk pelayanan yang sangat penting
dan sangat di butuhkan oleh narapidana yang sedang menjalani hukuman.
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan kepala rutan tentang apa saja
bentuk pelayanan konsumsi dari rumah tahanan untuk narapidana dan kepala
rutan menjawab seagai berikut: Dari kutipan diatas dapat dilihat bentuk
pelayanan konsumsi oleh pihan rutan dapat berupa peralatan dapur, dan nada
juga terdapat 1 kantin untuk narapidana membeli kebutuhan mereka, narapidana
tidak bisa bebas kapanpun mereka mau ke kantin, tetapi ada waktuwaktu
tertentu jika narapidana ingin kekantin. Pelayanan konsumsi sangat dibutuhkan
oleh narapidana yang sedang menjalani hukuman di dalam rumah tahanan
13
meskipun narapidana sedang dalam menjalani hukuman tetapi mereka berhak
untuk mendapatkan pelayanan konsumsi daripihak rumah tahanan agar
narapidana hidup sehat.
3. Pelayanan Penjagaan
Pelayanan penjagaan narapidana adalah bentuk kegiatan dalam
melindungi,menjaga serta memperhatikan narapidana di rumah tahanan agar
terhindar dari kekerasan ataupun kerusuhan antar sesama narapidana.
4. Pelayanan Kunjungan
Pelayanan kunjungan narapidana adalah suatu bentuk pelayanan dari pihak
keluarga maupun kerabat untuk dapat mengunjungi narapidana yang sedang
menjalani hukuman di rumah tahanan.berikut adalah hasil wawancara peneliti
dengan kepala rutan yang mana meneliti menanyakan bentuk pelayanan ataupun
waktu kunjungan yang di berikan oleh pihak rutan dan kepala rutan menjawab
sebagai berikut: “bentuk pelayanan kungjungan dari kami yaitu mengizinkan
keluarga ataupun kerabar narapidana untuk menjenguk narapidana dengan
waktu setiap hari dari jam 09.00- 10.00 dan 15.30-16.30,setiap hari kecuali
tanggal merah.kami mengizinkan keluarga untuk membawakan makanan
ataupun minuman kepada napi.
14
3. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) supaya pengetahuan
serta kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin
meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang
diperlukan selama masa pembinaan;
4. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberikan
penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran
hukum yang tinggi baik saat berada di dalam lingkungan pembinaan
maupun setelah berada kembali di tengah-tengah masyarakat; dan
5. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat yang bertujuan
supaya mantan narapidana dapat diterima kembali oleh masyarakat
lingkungannya;
15
balik untuk perbaikan, dan keterlibatan masyarakat atau layanan. Target dari
tahapan tindak lanjut adalah narapidana yang mendukung etika dan norma
sosial, menunjukkan sikap positif, dan menunjukkan kesiapan untuk
bergabung kembali dengan komunitas yang lebih luas. Hal ini bertujuan
untuk mempertahankan perbaikan yang telah diraih oleh narapidana atau
mantan aktivis terorisme (Sukabdi, 2015).
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan
pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual.
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive.
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
16
MASALAH YANG PERLU DIKAJI
17
(ya/tidak)
Menghindar ketika
didekati
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan jenis masalah jiwa pada narapidana yaitu
harga diri rendah dan risiko bunuh diri, sebagai berikut:
A. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif (Keliat,
1999).
Tujuan umum:Klien dapat memiliki koping yang efektif.
Tujuan khusus:
1). Klien dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Kriteria evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.
Intervensi:
- Ijinkan klien untuk menangis.
- Sediakan kertas dan alat tulis jika klien belum mau bicara.
- Nyatakan kepada klien bahwa perawat dapat mengerti apabila klien
belum siap membicarakan permasalahannya.
2). Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan
kejadian yang dihadapi.
Kriteria evaluasi:Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang
berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Intervensi:
- Tanyakan kepada klien apakah pernah mengalami hal yang sama.
18
- Tanyakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi perasaan
dan masalah.
- Identifikasi koping yang pernah dipakai.
- Diskusikan dengan klien alternatif koping yang tepat bagi klien.
3). Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Kriteria evaluasi: Klien memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Intervensi:
- Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien.
- Identifikasi pemikiran negatif dan bantu untuk menurunkan melalui
interupsi atau substitusi.
- Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
- Identifikasi ketetapan persepsi klien yang tepat tentang penyimpangan
dan pendapatnya yang tidak rasional.
- Kurangi penilaian klien yang negatif terhadap dirinya.
- Evaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat
klien.
- Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya dan perubahan
yang terjadi.
4). Klien dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan dirinya.
Kriteria evaluasi: Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berkenaan dengan perawatan dirinya.
Intervensi:
- Libatkan klien dalam menetapkan tujuan perawatan yang ingin
dicapai.
- Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan diri.
- Berikan klien privasi sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
- Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat.
- Berikan pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau
penampilannya bagus.
- Motivasi klien untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
5). Klien dapat memotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.
Kriteria evaluasi: Klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang
realistik.
19
Intervensi:
- Bantu klien untuk menetapkan tujuan yang realistik. Fokuskan
kegiatan pada saat sekarang bukan pada masa lalu.
- Bantu klien untuk mengidentifikasi area situasi kehidupan yang dapat
dikontrolnya.
- Identifikasi cita-cita yang ingin dicapai oleh klien.
- Dorong untuk berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dan berikan
penguatan positif untuk berpartisipasi dan pencapaiannya.
- Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien
menurunkan perasaan tidak bersalah.
20
- Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis
5) SP 1 Keluaga
- Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
- Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis
prilaku yang di alami pasien beserta proses terjadinya
- Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
6) SP II Keluarga
- Melatih keluargamempraktekan cara merawat pasien dengan resiko
bunuh diri
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri.
7) SP III Keluarga
- Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat.
- Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga.
4. Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan perencanaan tindakan keperawatan, maka selanjutnya
dilakukan implementasi sesuai waktu dan urutan perencanaan tindakan
keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap selesai tindakan asuhan keperawatan jiwa pada klien
untuk mengetahui perubahan kondisi yang baik dirasakan oleh klien.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt598d737413c6a/penggolongan-
penempatan-narapidana-dalam-satu-sel-lapas/dikutip pada 25 november 2022
22