Pengertian
Warga negara yang bersalah dan menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan
dinamakan narapidana (Sudirohusodo, 2002,h.13). Narapidana merupakan anggota dari
masyarakat umum yang memiliki hak dan kewajiban sebagaimana warga negara lainnya,
dikarenakan perlakuannya dalam kehidupan sehari-hari telah melakukan kesalahan yaitu
melanggar hukum yang berlaku, maka untuk sementara waktu dimasukkan ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan dan akan kehilangan kemerdekaannya dalam waktu tertentu
(Sudirohusodo, 2002, h.14)
Menurut Poernomo (1985, h.70 ) narapidana adalah individu yang telah terbukti
melakukan tindak pidana dan kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukuman atau pidana.
Pengadilan mengirimkan narapidana tersebut ke Rumah Tahanan atau Lembaga
Pemasyarakatan untuk menjalani hukuman sampai habis masa pidananya.
Narapidana juga mengalami kehidupan yang lain dengan kehidupan yang sebelumnya antara
lain kehilangan hubungan dengan lawan jenis, kehilangan hak untuk menentukan segala
sesuatunya sendiri, kehilangan hak memiliki barang, kehilangan kontrol diri, kehilangan
model, kehilangan dukungan orang-orang terdekat, kehilangan mendapat pelayanan dan
kehilangan rasa aman selama menjadi napi atau bahkan sudah keluar menjadi mantan napi.
Berbagi permasalahan tersebut merupakan gangguan yang akan mempengaruhi narapidana
secara fisik maupun psikologis.
Tahanan wanita di penjara memiliki gangguan kesehatan jiwa dengan tingkat paling tinggi,
hampir dua kali lipat dari tahanan laki-laki (Steadman et al, 2009). Banyak dari narapidana
wanita telah memiliki anak, yang paling sering berusia kurang dari lima tahun dan telah
mengalami pelecehan dari pasangannya. Kebanyakan narapidana wanita ini juga tertangkap
dalam beberapa kasus dan mengalami kekerasan yang memiliki dampak signifikan terhap
anak-anak mereka (Kelly et al, 2010).
Dampak dari pengaruh kehidupan narapidana di penjara adalah tingginya angka bunuh diri.
Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian di kalangan narapidana, terhitung lebih dari
setengah kematian terjadi ketika narapidana berada dalam tahanan. Hamper semua
narapidana yang mencoba bunuh diri memiliki gangguan kesehatan jiwa utama sedangkan
setengah lainnya mengalami halusinasi ketika berupaya bunuh diri.
Narapidana dengan gangguan jiwa berat di penjara merupakan masalah yang mendesak. Para
tawanan biasanya kurang mampu, tidak memiliki asuransi, merupakan bagian yang tidak
sebanding dengan kelompok minoritas, dan hidup dengan penyalahgunaan zat terlarang
berulang kali serta mengalami gangguan jiwa. Sumber daya perawatan ekstra diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan mereka (National Leadership Forum on Behavioral
Health/Criminal Justice Srvices, 2009; Bradley-Engen et al, 2010).
Beberapa program berusaha mengatasi masalah ini (Ryan et al, 2010). Sebagai contoh,
mengintegrasikan perencanaan pulang, penyedia layanan kesehatan jiwa komunitas dan
penjara memfasilitasi keterlibatan narapidana dalam treatment, membatasi masa penahanan,
dan meningkatkan kesejahteraan (Kubiak et al, 2011).
Sebuah model pelayanan komunitas telah dikembangkan yang mencakup metode untuk
mencegah penahanan orang-orang dengan gangguan jiwa dan tindakan efektif yang dilakukan
bila orang harus di penjara. Model ini didasarkan pada pembentukan dewan komunitas dan
termasuk tindakan pencegahan dan tindakan setelah dibebaskan dari penjara.
Program yang dirancang untuk memenuhi kriteria tersebut di atas akan membantu dan
memastikan narapodanan yang berada dalam system peradilan pidana menerima
bantuan yang mereka butuhkan. Namun, sumber daya tambahan kembali harus
disediakan pada pelayanan kesehatan jiwa komunitas sehingga orang dengan
gangguan jiwa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis