Anda di halaman 1dari 6

Narapidana

 Pengertian

Warga negara yang bersalah dan menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan
dinamakan narapidana (Sudirohusodo, 2002,h.13). Narapidana merupakan anggota dari
masyarakat umum yang memiliki hak dan kewajiban sebagaimana warga negara lainnya,
dikarenakan perlakuannya dalam kehidupan sehari-hari telah melakukan kesalahan yaitu
melanggar hukum yang berlaku, maka untuk sementara waktu dimasukkan ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan dan akan kehilangan kemerdekaannya dalam waktu tertentu
(Sudirohusodo, 2002, h.14)

Menurut Poernomo (1985, h.70 ) narapidana adalah individu yang telah terbukti
melakukan tindak pidana dan kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukuman atau pidana.
Pengadilan mengirimkan narapidana tersebut ke Rumah Tahanan atau Lembaga
Pemasyarakatan untuk menjalani hukuman sampai habis masa pidananya.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi tindak pidana:


a) Sigmund freud dalam perspektif psikoanalisa memiliki pandangan sendiri
tentang apa yang menjadi seseorang kriminal. Ketidakseimbangan hubungan
id,ego, dan superego membuat manusialemah dan akibatnya lebih mungkin
melakukan perilaku menyimpang atau kejahatan.
b) Dari perspektif belajar sosial albert bandura menjelaskan bahwa perilaku
kejahatan adalah hasil proses belajar psikologis yang mekanismenya diperoleh
melalui pemaparan pada perilaku kejahatan yang dilakukan oleh orang
disekitarnya , lalu terjadi pengulangan.
c) Teori sosial menjelaskan bahwa perilaku kejahatan adalah hasil kerusakan
sistem dan stuktur sosial, mengalami masa kecil yang sulit , hidup
dilingkungan yang miskin dan banyak terjadi pelanggaran hukum, tidak
memiliki pendidikan yang baik, memiliki gangguan fisik dan mental dan
berbagai kesuitan psikosoial lainnya.

Menjalani kehidupan sebagai narapidana di Lembaga Pemasyarakatan bukan merupakan


sesuatu yang menyenangkan. Individu dituntut melakukan penyesuaian terhadap kehidupan
di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Penyesuaian yang dilakukan terhadap kehidupan
narapidana membutuhkan variabel waktu. Situasi lingkungan yang terpaksa harus didapat,
dibedakan atas lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan fisik adalah semua benda mati
yang ada di sekeliling narapidana, misalnya ruangan sel, bangunan penjara dan pagar penjara.
Sedangkan lingkungan sosial terdiri dari teman satu sel, sipir, tukang kebun, tim medis
penjara, juru masak, dan rohaniawan. Rasa trauma, cemas, hidup tidak tenang, kebebasan
terenggut karena kesalahan yang telah dibuat, itu tidak bisa terlepas dari dalam narapidana
tersebut.

Narapidana juga mengalami kehidupan yang lain dengan kehidupan yang sebelumnya antara
lain kehilangan hubungan dengan lawan jenis, kehilangan hak untuk menentukan segala
sesuatunya sendiri, kehilangan hak memiliki barang, kehilangan kontrol diri, kehilangan
model, kehilangan dukungan orang-orang terdekat, kehilangan mendapat pelayanan dan
kehilangan rasa aman selama menjadi napi atau bahkan sudah keluar menjadi mantan napi.
Berbagi permasalahan tersebut merupakan gangguan yang akan mempengaruhi narapidana
secara fisik maupun psikologis.

Tahanan wanita di penjara memiliki gangguan kesehatan jiwa dengan tingkat paling tinggi,
hampir dua kali lipat dari tahanan laki-laki (Steadman et al, 2009). Banyak dari narapidana
wanita telah memiliki anak, yang paling sering berusia kurang dari lima tahun dan telah
mengalami pelecehan dari pasangannya. Kebanyakan narapidana wanita ini juga tertangkap
dalam beberapa kasus dan mengalami kekerasan yang memiliki dampak signifikan terhap
anak-anak mereka (Kelly et al, 2010).

Dampak dari pengaruh kehidupan narapidana di penjara adalah tingginya angka bunuh diri.
Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian di kalangan narapidana, terhitung lebih dari
setengah kematian terjadi ketika narapidana berada dalam tahanan. Hamper semua
narapidana yang mencoba bunuh diri memiliki gangguan kesehatan jiwa utama sedangkan
setengah lainnya mengalami halusinasi ketika berupaya bunuh diri.

Narapidana dengan gangguan jiwa berat di penjara merupakan masalah yang mendesak. Para
tawanan biasanya kurang mampu, tidak memiliki asuransi, merupakan bagian yang tidak
sebanding dengan kelompok minoritas, dan hidup dengan penyalahgunaan zat terlarang
berulang kali serta mengalami gangguan jiwa. Sumber daya perawatan ekstra diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan mereka (National Leadership Forum on Behavioral
Health/Criminal Justice Srvices, 2009; Bradley-Engen et al, 2010).
Beberapa program berusaha mengatasi masalah ini (Ryan et al, 2010). Sebagai contoh,
mengintegrasikan perencanaan pulang, penyedia layanan kesehatan jiwa komunitas dan
penjara memfasilitasi keterlibatan narapidana dalam treatment, membatasi masa penahanan,
dan meningkatkan kesejahteraan (Kubiak et al, 2011).

Sebuah model pelayanan komunitas telah dikembangkan yang mencakup metode untuk
mencegah penahanan orang-orang dengan gangguan jiwa dan tindakan efektif yang dilakukan
bila orang harus di penjara. Model ini didasarkan pada pembentukan dewan komunitas dan
termasuk tindakan pencegahan dan tindakan setelah dibebaskan dari penjara.

Pengadilan yang berhubungan dengan narapidana gangguan jiwa mengidentifikasi minimal


mempunyai enam komponen program perawatan kesehatan jiwa yang adekuat :

1. Prosedur penapisan yang sistematis


2. Perawatan yang memerlukan lebih dari sekedar segresi dan pengawasan
3. Perawatan yang melibatkan sejumlah tenaga kesehatan jiwa professional untuk
memberikan pelayanan yang adekuat kepada semua narapidana dengan gangguan
jiwa serius
4. Penyimpanan catatan klinis yang adekuat dan rahasia
5. Program untuk mengidentifikasi dan mengobati narapidana dengan risiko bunuh diri
6. Larangan reserp obat yang berpotensi membahayakan tanpa adanya pengawasan yang
memadai

Program yang dirancang untuk memenuhi kriteria tersebut di atas akan membantu dan
memastikan narapodanan yang berada dalam system peradilan pidana menerima
bantuan yang mereka butuhkan. Namun, sumber daya tambahan kembali harus
disediakan pada pelayanan kesehatan jiwa komunitas sehingga orang dengan
gangguan jiwa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

 Upaya penanggulangan yang dilakukan lembaga pemasyarakatan untuk mengatasi


dampak psikologis bagi narapidana :
1. Pembinaan kemandirian
Pembinaan kemandirian lebih mengarahkan kepada tujuan agar narapidana siap
mandiri dengan bekal keterampilan hasil dari pembinaan, seperti;
a) Pembinaan keterampilan:pembinaan ini bersifat manual atau
keterampilan tangan, contohnya merajut, menjahit, bordir, batik, merenda.
Bentuk pembinaan keterampilan yang diterapkandisesuaikan denagn bakat
dan pendidikan masing-masing narapidana.dan pembinaan ini sebagai
bekal narapidana untuk bisa hidup mandiri
b) Pembinaan pendidikan : Untuk menambah pengetahuan narapidana
menyediakan ruang pendidikan dan ruang perpustakaan , bagi narapidana
yang putus sekolah dapat meneruskan sekolah dan jika sudah selesai bisa
langsung mengikuti ujian persamaan sekolah-sekolah umum yang sudah
ditentukan
2. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian lebih diarahkan kepada perbaikan sikap dan perilaku yang
sebelumnya buruk akan menjadi lebih baik,seperti
a) Pembinaan Agama : Adalah pembinaan agama yang meliputi pembinaan
mental spiritual melaluipembinaan rohani baik secara umum maupun
konseling, pembinaan agama ini disesuaikan agama masing-masing
narapidana dan saran di lembaga permasyarakatan tersedia masjid atau
gereja.
b) Penyuluhan tentang Hukum: Diberikan kepada narapidana dengan tujuan
agar narapidana mempunyai kesadaran hukum yang tinggi dan membentuk
keluarga yang sadar hukum , diharapkan setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan, para narapidana menyadari akan pentingnya hukum dan
mengerti hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
c) Psikologis : Yang dimaksud psikologis ini adalah bagi narapidana yang
mempunyai masalah psikologis yang serius atau hal-hal yang tidak dapat
diselesaikan menyangkut kejiwaan seseorang
3. Pendidikan Jasmani
Didalam lembaga pemasyarakatan menyediakan poliklinik, saran olahraga seperti
menyediakan lapangan bola volly, tenis meja dan bulu tangkis serta setiap hari
dilaksanakan senam kesegaran jasmani
4. Pembinaan Sosial
Pembinaan sosial ini meliputi, surat menyurat denagn keluarga adanya wartel di
dala lembaga permasyarakatan sehingga narapidaan yang ingin menelpon
keluarganya bisamenggunakan fasilitas tersebut, adanya kunjungan dari institusi
dan organisasi-organisasi, adanya rekreasi atau hiburan.

 Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis

 Diagnosa yang mungkin muncul :


 Harga diri rendah dan Konsep diri yang negatif
 Risiko bunuh diri

Anda mungkin juga menyukai