Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan baik. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

  Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Terima kasih

Singaraja, 03 November 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Prematuritas

2.2 Etiologi Prematuritas

2.3 Patofisiologi Prematuritas

2.4 Penatalaksanaan Prematuritas

2.5 Asuhan Keperawatan Prematuritas

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran premature adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan


20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Periode
segera setelah lahir merupakan awal dari kehidupan yang tidak menyenangkan
bagi bayi. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan antara lingkungan kehidupan
sebelumnya dan sekarang. Bagi bayi premature, tentunya proses adaptasi ini akan
menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan seringkali menjadi pemicu timbulnya
komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan
kehidupan ke fase lanjut (meninggal).
Bayi premature mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit
atau kematian daripada bayi lain. Oleh karenanya, diperlukan pengawasan ekstra
yang dilakukan beberapa jam sampai beberapa hari setelah bayi itu dilahirkan.
Kelahiran premature merupakan masalah penting dibidang reproduksi manusia
baik di Negara maju maupun Negara berkembang seperti di Indonesia. Sebesar
70% penyebab tingginya kematian perinatal disebabkan oleh persalinan
premature, sedangkan kematian perinatal sendiri merupakan tolak ukur
kemampuan suatu Negara dalam upaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan menyeluruh. Kelahiran premature dapat disebabkan karena
adanya masalah kesehatan pada ibu hamil maupun pada janin itu sendiri yang
merupakan factor risiko terjadinya kelahiran premature. Ibu dan anak yang
dilahirkan dapat dapat mengalami berbagai masalah kesehatan dikarenakan ibu
belum siap secara mental dan fisik untuk melakukan persalinan, sedangkan pada
bayi belum terjadi kematangan organ janin ketika dilahirkan yang mengakibatkan
banyaknya organ tubuh yang belum dapat bekerja secara sempurna. Hal ini
mengakibatkan bayi premature sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan luar
rahim, sehingga mengalami banyak gangguan kesehatan.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa definisi dari prematuritas?

1.2.2 Apa saja etiologi prematuritas?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari prematuritas?

1
1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan dari prematuritas?

1.2.5 Bagaimana asuhan keperawatan dari prematuritas?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
asuhan keperawatan dari prematuritas.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mengetahui definisi dari prematuritas

2. Mahasiswa mengetahui apa saja etiologi dari prematuritas

3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi prematuritas

4. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan prematuritas

5. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan dari prematuritas

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi penulis

Manfaat yang bisa didapatkan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah
penulis mendapat wawasan pengetahuan tentang prematuritas.

1.4.2 Bagi pembaca

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami dan


mengetahui tentang prematuritas.

1.4.3 Bagi instansi

Bagi instansi bisa menjadikan makalah ini sebagai referensi dan untuk
menambah wawasan tentang prematuritas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Menurut definisi WHO, bayi premature adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi
premature atau bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu
tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi premature lahir dengan
berat badan kurang daari 2500 gram (Surasmi,dkk,2003).

Premature juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas. Bayi dengan


berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga
disebut sebagai neonatus imatur. Secara historis, premature didefinisikan dengan
berat badan lahir 2500 gram atau kurang, tetapi sekarang bayi yang beratnya
2500 gram atau kurang pada saat lahir dianggap sebagai bayi premature yang
mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri (IUGR) dan disebut sebagai kecil
untuk masa kehamilan atau KMK (Behrman, dkk, 2000). Umumnya kehamilan
disebut cukup bulan bila berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari
pertama siklus haid terakhir (HPHT) pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan
yang terjadi sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu disebut dengan
persalinan premature (Sulistiarini & Berliana, 2016)

2.2 Etiologi

2.2.1 Faktor dari ibu

1. Umur ibu

Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu faktor resiko kematian
perinatal, dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 - 35 tahun (Depkes RI, 2009).
Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan. Anak perempuan berusia
kurang dari 20 dan rentan terhadap terjadinya preeklamsi (suatu keadaan
yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan berat badan, edema dan
terdapat proteinuria) dan eklamsi (kejang akibat preeklamsi). Mereka juga
lebih mungkin melahirkan prematur atau bayi dengan berat badan rendah
atau bayi kurang gizi. Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, rentan
terhadap tekanan darah tinggi, preeklamsi dan eklamsia, perdarahan
antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) diabetes atau fibroid di dalam

1
rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan sehingga mudah
terjadi partus prematur (Dardiantoro, 2007).

Kurun waktu reproduksi sehat adalah usia 20 - 35 tahun usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
dalam kehamilan salah satunya solusio plasenta. Pada solusio plasenta
komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas
dan lama berlangsungnya, komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan,
kelainan pembekuan darah, oliguria dan gawat janin sampai kematiannya
sehingga pada solusio plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan
prematur, perdarahan antepartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera (Wiknjosastro,
2007).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu


dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau ≥ 35 tahun resiko
terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat.
Hal ini disebabkan karena pada usia< 20 tahun kondisi ibu masih dalam
masa pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu
yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007). Secara
fisik alat reproduksi pada umur < 20 tahun juga belum terbentuk sempurna.
Pada umumnya rahim masih relatif kecil karena pembentukan belum
sempurna dan pertumbuhan tulang panggul belum cukup lebar. Rahim
merupakan tempat pertumbuhan bayi, rahim yang masih relatif kecil dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).

2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Ibu yang jarak kehamilannya saat ini dengan sebelumnya antara 18-24 bulan
berisiko 3,07 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan ibu yang jarak
kehamilannya >24 bulan. Pada ibu yang jarak kehamilan saat ini dengan
sebelumnya<18 bulan berisiko 2,56 kali untuk melahirkan prematur
dibandingkan dengan ibu yang jarak kehamilannya >24 bulan.(Irmawati,
2010).

3. Preklamsia atau Hipertensi pada ibu hamil

Aggressive management dengan mengakhiri persalinan bahkan sebelum usia


kehamilan aterm dilakukan jika upaya konservatif yang dilakukan untuk
menangani preeklamsia mengalami kegagalan yang ditandai dengan keadaan
klinik dan laboratorik baik ibu maupun janin memburuk. Terdapat

2
kecenderungan dari tenaga kesehatan yang menolong persalinan untuk
segera mengakhiri kehamilan jika seorang ibu hamil mengalami preeklamsia
walaupun usia kehamilan ibu belum memasuki usia aterm dalam upaya
untuk menyelamatkan ibu (Saifuddin, 2009).

4. Kurang Gizi

Selama proses kehamilan bayi sangat membutuhkan zat zat penting yang
hanya dapat dipenuhi dari ibu. Kurang gizi akan menimbulkan banyak
komplikasi yang dapat berakibat fatal pada kehamilan (Sulistyawati, 2009).
Zat gizi yang tidak mencukupi diyakini dapat mengganggu pertumbuhan
janin. Ibu dan janin dengan gizi kurang dapat mengalami stres dan berakhir
dengan persalinan prematur (Krisnadi et al, 2009).

5. Anemia

Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi


dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Selama masih mempunyai cukup
persediaan besi Hb tidak akan turun dan jika persediaan ini habis Hb akan
turun ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu janin
membutuhkan banyak zat besi, anemia akan mengurangi kemampuan
metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim, bila terjadi anemia pengaruhnya terhadap hasil konsepsi
adalah terjadinya prematur, cacat bawaan, cadangan besi kurang, kematian
janin dalam kandungan, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini dan
mudah terjadi infeksi (Mochtar, 2007).

6. Infeksi

Infeksi malaria dalam kehamilan dapat mengubah jalannya kehamilan


dengan memperburuk keadaan ibu dan berakhirnya kehamilan dan dapat
menyebabkan partus prematurus karena pireksia atau akibat kematian janin,
plasenta wanita hamil menderita malaria bekerja seperti limpa. Ruang-ruang
intervilus dapat penuh dengan makrofag dan parasit. Ini terutama khas bagi
infeksi plasmodium falciparum (malaria tertiana) dan dijumpai dalam
pertengahan kedua kehamilan. Apabila hal itu jelas menghambat
pertumbuhan janin, maka sudah dipahami bahwa oksigenasi juga terganggu,
yang menyebabkan insufisiensi plasenta dengan akibat angka kematian
perinatal tinggi (Wiknjosastro, 2007).

3
2.2.2 Faktor Kehamilan

1. Pendarahan Antepartum

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan


plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta
umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa bahaya. Pada setiap
perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta. Pada plasenta previa sering kali
berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus dilakukan tindakan
pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan banyak maka
kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia, dengan bertambah
tua kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks
mulai membuka nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan
tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahann mungkin masih dapat
diatasi dengan tranfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa
diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat
dihindarkan. Pada solusio plasenta komplikasi pada ibu dan janin tergantung
dari luasnya plasenta yang terlepas dan lama berlangsungnya, komplikasi
yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria dan
gawat janin sampai kematiannya sehingga pada solusio plasenta akan
merangsang untuk terjadi persalinan prematur, perdarahan antepartum pada
solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera (Wiknjosastro, 2007).

2. Hidroamnion

Pada hidramnion sering ditemukan plasenta yang besar, gejalanya terjadi


sebagai akibat penekanan uterus yang besar kepada organ-organ seputarnya.
Hidramnion menyebabkan uterus meregang sehingga dapat menyebabkan
partus prematur. Hidramnion akut biasanya terjadi pada trimester kedua dan
kehamilan sering berakhir pada kehamilan 28 minggu. Hidramnion kronis
terjadinya perlahan-lahan pada kehamilan yang lebih tua. Keluhannya tidak
hebat. Hidramnion harus dianggap sebagai kehamilan dengan resiko tinggi
karena dapat membahayakan ibu dan anak. Prognosis anak kurang baik
karena adanya kelainan congenital dan prematur (Wiknjosastro, 2007).

3. Preeklamsi dan Eklamsi

Preeklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang


berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Diagnosis ditetapkan dengan dua

4
dari trias preeklamsia yaitu kenaikan berat badan sampai oedema, kenaikan
tekanan darah dan terdapat proteinuria, kelanjutan preeklamsia berat menjadi
eklamsia dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma. Diagnosis
preeklamsia dan eklamsia penyebab kematian bayi antara 45% sampai 50%
adalah asfiksia dan persalinan prematur (Wiknjosastro, 2007).

4. Ketuban Pecah Dini

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Pecahnya


selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan prematur sebelum kehamilan
37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifuddin, 2009). Terdapat beberapa
penyebab terjadinya KPD, diantaranya faktor sosial: perokok, peminum,
keadaan sosial ekonomi rendah, overdistensi uterus dan servik inkompeten
(Manuaba et al., 2012). Risiko persalinan prematur pada ibu dengan riwayat
KPD saat kehamilan kurang dari 37 minggu adalah 34-44%, sedangkan
risiko untuk mengalami KPD kembali sekitar 16-32% (Krisnadi et al., 2009).

2.2.3 Gaya Hidup

1. Konsumsi Obat Narkotik

Penyalahgunaan obat narkotik saat hamil dapat mempengaruhi


perkembangan janin baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
langsung dari obat melalui plasenta dapat menimbulkan efek pada sel
embrio, sedangkan pengaruh tidak langsung dengan mempengaruhi perfusi
plasenta dan oksigenasi janin. Konsumsi heroin selama kehamilan dapat
menimbulkan risiko perinatal salah satunya berupa persalinan premature
(Saifuddin, 2009).

2. Merokok

Ibu hamil yang merokok akan mengakibatkan bayi kekurangan oksigen dan
racun yang dihisap melalui rokok dapat ditransfer melalui plasenta ke dalam
tubuh bayi. Proses tersebut dapat menyebabkan gangguan pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi janin dalam kandungan. Salah satu akibat yang
ditimbulkan dari kondisi tersebut adalah risiko terjadinya persalinan
prematur yang meningkat (Sulistyawati, 2009).

3. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil

Pekerjaan yang terlalu berat pada ibu hamil akan dapat menimbulkan
kontraksi rahim yang dapat memicu terjadinya persalinan (Sulistyawati,

5
2009). Jika usia kehamilan belum mencapai usia aterm, maka dapat
berakibat pada terjadinya persalinan prematur. Jam kerja yang panjang dan
kerja fisik yang berat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran
kurang bulan (Cunningham et al, 2013). Kejadian persalinan prematur lebih
rendah pada ibu hamil yang bukan pekerja dibandingkan dengan ibu pekerja
yang hamil. Pekerjaan ibu dapat meningkatkan kejadian persalina prematur
baik melalui kelelahan fisik atau stres yang timbul akibat pekerjaannya
(Krisnadi et al, 2009).

2.2.4 Faktor Janin

1. Gemelli

Proses persalinan pada kehamilan ganda bukan multiplikasi proses kelahiran


bayi, melainkan multiplikasi dari resiko kehamilan dan persalinan
(Saifuddin, 2009). Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan
terjadi masalah seperti resusitasi neonatus, prematuritas, perdarahan
postpartum, malpresentasi kembar kedua, atau perlunya seksio sesaria
(Varney, 2007). Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama,
dapat berbeda 50 - 1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada
plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi
(peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering
terjadi persalinan prematur. Kematian bayi pada anak kembar lebih tinggi
dari pada anak kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab
utama (Wiknjosastro, 2007).

2.3 Patofisiologi

1. Manuaba (2008: 264) menjelaskan bahwa stress dapat terjadi pada ibu dan
janin. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stress pada ibu yaitu tingkat
sosial ekonomi yang rendah, anemia, gizi kurang, hamil tua tetap kerja,
infeksi, grandemultipara, atau jarak hamil yang pendek yang dapat
meningkatkan stress pada ibu sehingga meningkatkan hormon prostaglandin
yang dapat menyebabkan uterus mudah terangsang untuk berkontraksi
(irritable) dan menyebabkan perubahan serviks (serviks menjadi lunak)
sehingga meningkatkan hormon oksitosin yang akhirnya menyebabkan
kontraksi uterus dan mengakibatkan ketuban pecah spontan sehingga terjadi
persalinan prematur.

2. Norwitz (2007: 54) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi


stress pada janin yaitu hipoksia karena insufisiensi plasenta, infeksi, atau

6
perdarahan. Beberapa faktor tersebut menyebabkan stress pada janin yang
merangsang hipotalamus melepas hormon Corticotropin Releasing Hormone
(CRH) yang kemudian CRH akan merangsang hipofisis anterior melepas
hormon 21adrenokortikotropin (ACTH). ACTH akan bersekresi menjadi
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) dan kortisol. DHEAS kemudian
masuk ke hati, sedangkan kortisol akan merangsang CRH plasenta. CRH
plasenta ada dan ditambah dengan adanya CRH janin, maka akan merangsang
hormon prostaglandin E (PGE2/ PGF2a) yang menyebabkan kotraksi uterus
sehingga mengakibatkan ketuban pecahspontan dan terjadi persalinan
prematur.

3. Faktor kedua prematuritas menurut Norwitz (2007: 54) yaitu infeksi. Infeksi
bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya ketuban pecah dini (KPD), ibu
hamil dengan penyakit akut (tifus abdominalis atau malaria), ibu dengan
infeksi (rubeolla, toksoplasmosis), ibu yang mempunyai tumor (mioma uteri,
sistoma). Faktor-faktor tersebut dapat merangsang hormon sitokin sebagai
respon terhadap stimulus sistem imun yang kemudian merangsang CRH
plasenta dan mengakibatkan timbulnya hormon PGE2 yang kemudian
mengakibatkan kontraksi uterus, lalu menyebabkan ketuban pecah spontan
dan terjadi persalinan prematur.

4. Norwitz (2007: 54) menyebutkan faktor ketiga dari prematuritas yaitu


perdarahan. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi sebab terjadinya
perdarahan yaitu trauma masa kehamilan (jatuh), atau solusio plasenta
(lepasnya plasenta sebelum waktunya). Hal tersebut dapat merangsang
protrombin menjadi thrombin yang dapat mengakibatkan kontraksi uterus,
lalu terjadi ketuban pecah 22spontan dan terjadi persalinan prematur.
Perdarahan juga bisa merangsang PGE2 dan menyebabkan kontraksi
sehingga terjadi ketuban pecah dan terjadi persalina prematur.

5. Faktor keempat yang menyebabkan prematuritas menurut Norwitz (2007: 54)


yaitu regangan. Regangan yang dimaksud adalah regangan uterus. Hal
tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu grandemultipara, hamil <20
tahun >35 tahun, uterus bikornis, polihidramnion dan hamil kembar. Hal-hal
tersebut dapat merangsang oksitosin dan meningkatkan oksitosin yang
kemudian menyebabkan kontraksi dan mengakibatkan ketuban pecah
sehingga terjadi persalinan premature.

7
Factor yang mempengaruhi: Factor yang Factor yang Factor yang
Factor yang mempengaruhi:
mempengaruhi: mempengaruhi: mempengaruhi:
1. Social ekonomi rendah
1. Grande multipara
1.Hipoksia karena 1.Ketuban pecah 1.Trauma masa
2. Anemia insufiensi plasenta kehamilan 2. Hamil<20 tahun
2.Ibu hamil dengan
atau >35 tahun
3. Gizi kurang 2.Infeksi penyakit akut 2.Solusio
plasenta 3. Uterus bikornis
4. infeksi 3.perdarahan 3.Ibu dengan
infeksi 4. Polihidramnion
5. hamil tua tetap kerja
5. Hamil kembar
6. grande multipara Stress janin perdarahan
infeksi
7. jarak hamil pendek

regangan
Hipotalamus
thrombin PGE2 (PGF2a)
melepas CRH sitokin
Stress ibu

Oksitosin meningkat
CRH masuk ke
hipofisis interior CRH
prostaglandin plasenta

Melepas ACTH
Uterus irritable PGE2 (PGF2a)

ACTH masuk ke
Oksitosin intern kelenjar adrenal
meningkat

DHEAS kortisol

CRH plasenta

PGE2 (PGF2a)

kontraksi

Ketuban pecah
spontan

Persalinan premature
(bayi premature) 8
2.4 Penatalaksanaan

2.4.1 Penatalaksanaan pada Bayi Prematur Menurut Rukiyah & Yulianti (2012),
beberapa penatalaksanaan atau penanganan yang dapat diberikan pada bayi
prematur adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah mengalami


hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.

2. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan
sebelum memegang bayi.

3. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh


sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.

4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi


bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.

5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih serta
pertahankan suhu tetap hangat.

6. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.

7. Tali pusat dalam keadaan bersih.

8. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

2.4.2 Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada beberapa


penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur dan berat
badan lahir rendah, yaitu sebagai berikut:

1) Mempertahankan suhu tubuh bayi. Bayi prematur akan cepat mengalami


kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan
panas badannya belum berfungsi dengan baik, metabolismenya juga masih
rendah, dan permukaan badan yang relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematur
9
harus dirawat dalam inkubator sehingga panas tubuhnya dapat sama atau
mendekati dengan panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas
atau menggunakan metode kangguru.

2) Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi. Pengaturan dan pengawasan intake


nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian, dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi.

3) Pencegahan infeksi. Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama


disebabkan oleh infeksi nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin
serum 27 bayi prematur masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek
sitotoksik limfosit juga masih rendah serta fungsi imun yang belum
berpengalaman. Oleh karena itu bayi prematur tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun.

4) Penimbangan berat badan. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi


atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

5) Pemberian oksigen. Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius


bagi bayi prematur dan BBLR akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.
Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30%-35% dengan menggunakan head
box, karena konsentrasi O2 yang tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan kebutaan.

6) Pengawasan jalan nafas. Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan


asfiksia dan hipoksia yang akan berakhir dengan kematian. Bayi prematur
dapat berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga
tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Oleh karena itu, perlu pembersihan jalan nafas segera setelah bayi
lahir.

10
2.5 Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian pada Bayi Prematur

1. Pengkajian umum pada bayi

1) Penimbangan berat badan.

2) Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.

3) Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat istirahat,


kelancaran pernapasan, edema dan lokasinya.

4) Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.

5) Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat, mulut


yang terbuka, menyeringai, dan lain-lain.

2. Kardiovaskular

Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada bagian


apikal dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung
terdengar pada seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran
darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis paru.

Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat dilakukan dengan cara berikut:

1) Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.

2) Mendengarkan suara jantung.

3) Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan, dengan


palpasi akan diketahui perubahan intensitas suara jantung.

4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora,


atau ikterus.

5) Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.

6) Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian kapiler


perifer (2-3 detik) dan perfusi perifer.

3. Gastrointestinal

Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran


mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan
11
mengisap yang lemah, tidak ada anus dan ketidaknormalan kongenital
lain.

Pengkajian sistem gastrointestinal pada bayi dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran


abdomen, kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen,
terlihat gerakan peristaltik dan kondisi umbilikus.

2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan


dengan pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan lambung.

3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang


pengisap dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).

4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.

5) Palpasi batas hati.

6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya


darah sesuai dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan
feses.

7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah


mendapatkan makanan.

4. Integumen

Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-
kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernix
caseosa dengan rambut lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak
transparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh atau pada
bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek belum
melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada sama sekali,
terdapat petekie atau ekimosis.

Pengkajian sistem integumen pada bayi dapat dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan,


iritasi,abrasi.

12
2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau
bernoda.

3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda


lahir, ruam, dan lain-lain.

4) Mengukur suhu kulit dan aksila.

5. Muskuloskeletal

Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan


sempurna yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang
rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif atau letargik.

Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan,


menghentak, tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan
usia kehamilan.

2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.

3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau ada indikasi)


ukuran tegangan fontanel dan garis sutura.

6. Neurologis

Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak
resisten dan gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan,
mengisap dan batuk masih lemah atau tidak efektif, tidak ada atau
menurunnya tanda neurologis, mata biasanya tertutup atau mengatup
apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26 minggu, suhu tubuh
tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata
berputarputar yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya
kelainan neurologis.

Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai


berikut:

1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting, babinski,


plantar, dan refleks lainnya.

2) Menentukan respon pupil bayi.

13
7. Pernapasan

Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit


dan diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring
nasal melebar (nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi
(interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik saat
bernapas.

Pengkajian sistem pernapasan pada bayi dapat dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka dan


penyimpangan yang lain.

2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan


otototot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau subternal,
retraksi interkostal atau subklavikular.

3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.

4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi,


ronki basah, pernapasan mendengkur dan keimbangan suara
pernapasan.

5) Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau merintih.

6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode, tipe


ventilator, dan ukuran tabung yang digunakan.

7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan


oksimetri nadi dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida
melalui oksigen transkutan (tcPO2) dan karbondioksida transkutan
(tcPCO2).

8. Perkemihan

Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara


mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium
yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah
kelahiran dan belum mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine.

9. Reproduksi

14
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang
belum berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada bayi
lakilaki skrotum belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil
dan testis belum turun ke dalam skrotum.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Terjadi pada Bayi Prematur

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot


pernafasan dan penurunan ekspansi paru.

2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan


jaringan lemak subkutan.

2.5.3 Intervensi Keperawatan pada Bayi Prematur

1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas


otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam jalan nafas


dalam kondisi bebas atau paten dan pola nafas mejadi efektif.

Kriteria Hasil :

1) Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, tidak ada dispneu, bayi
mampu bernapas dengan mudah.

2) Irama nafas teratur, frekuensi pernafasan dalam batas normal (30-40


kali/menit pada bayi), tidak ada suara nafas abnormal.

3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Nadi : 120-130 kali/menit

Tekanan darah : 70-90/50 mmHg

Suhu : 36,6˚C-37,2˚C

Pernafasan : 30-40 kali/menit

Intervensi :

1. Airway Management

1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


15
2) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan.

3) Lakukan suction bila perlu.

4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.

5) Monitor respirasi dan status O2.

2. Oxygen Therapy

1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.

2) Pertahankan jalan nafas yang paten.

3) Atur peralatan oksigenasi.

4) Monitor aliran oksigen.

5) Pertahankan posisi pasien.

6) Observasi adanya tanda-tanda distres respirasi seperti retraksi,


takipneu, apneu, sianosis.

3. Vital Sign Monitoring

1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.

2) Monitor frekuensi dan kualitas nadi.

3) Monitor frekuensi dan irama pernafasan.

4) Monitor suara paru.

5) Monitor pola pernapasan abnormal.

6) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.

7) Monitor adanya sianosis perifer.

8) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

2. Diagnosa : Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan


penurunan jaringan lemak subkutan.

Tujuan :

16
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi
bayi menjadi seimbang.

Kriteria Hasil:

1) Suhu badan dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Nadi : 120-130 kali/menit

Tekanan darah : 70-90/50 mmHg

Suhu : 36,6˚C-37,2˚C

Pernafasan : 30-40 kali/menit

3) Hidrasi adekuat.56

4) Tidak menggigil.

5) Gula darah dalam batas normal (> 45 mg/dL).

6) Kadar bilirubin dalam batas normal (0,3-1,0 mg/dL).

Intervensi :

1) Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).

2) Pantau suhu tubuh bayi sampai stabil.

3) Pantau tanda-tanda vital dengan tepat.

4) Pantau warna dan suhu kulit.

5) Pantau dan laporkan adanya tanda hipotermi dan hipertermi.

6) Tingkatkan keadekuatan masukan cairan dan nutrisi.

7) Tempatkan bayi pada inkubator atau infant warmer.

8) Gunakan matras panas dan selimut hangat yang disesuaikan dengan


kebutuhan.

9) Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

17
10) Gunakan matras sejuk dan mandikan bayi dengan air hangat untuk
menyesuaikan dengan suhu tubuh dengan tepat.

2.5.4 Implementasi Keperawatan pada Bayi Prematur

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan dimana


tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada
klien. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali klien,
memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali hasil yang
diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005).

Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan terhadap bayi prematur


dan bayi berisiko tinggi lainnya:

1. Bantuan penapasan.

2. Mengupayakan suhu lingkungan yang netral.

3. Pencegahan infeksi.

4. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi.

5. Penghematan energi.

6. Perawatan kulit.

7. Pemberian obat.

8. Pemantauan data fisiologis.

2.5.5 Evaluasi Keperawatan

Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang
dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung

18
(evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan (evaluasi hasil).

1. Evaluasi proses (evalusi formatif)

Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi
tersebut.

2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)

Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan


perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efisien.

BAB III

PENUTUP

19
3.1 Simpulan

Menurut definisi WHO, bayi premature adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Etiologi dari bayi
lahir premature ada 4 faktor antara lain, yang pertama factor ibu yang meliputi: umur
ibu, jarak hamil pendek, hipertensi, kurang gizi, anemia, dan infeksi. Factor yang
kedua ada factor kehamilan yang meliputi: perdarahan antepartum, hidroamnion,
preeklamsi dan eklamsi, ketuban pecah dini. Factor yang ketiga ada factor hidup yang
meliputi: konsumsi obat narkotik, merokok, pekerjaan yang terlalu berat saat hamil.
Factor yang keempat ada factor janin yang meliputi gemelli.

Bayi premature adalah bayi yang lahir karena persalinan premature. Persalinan
premature menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan kondisi uterus selama kehamilan atau disebabkan karena
adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan. Kondisi tersebut
memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur penyebab prematuritas
terpisah yaitu stress, infeksi, perdarahan dan regangan (Norwitz dan John, 2007 : 54)

3.2 Saran

Semoga dengan penulisan makalah ini masyarakat umumnya dan kita sebagai tenaga
medis khususnya lebih memahami tentang hal-hal yang berhubungan dengan
prematuritas, dan menyadari betapa pentingnya penanganan bayi premature untuk
menghindari bahaya yang bisa mengancam keselamatan bayi premature. Berbagai
upaya pencegahan prematuritas dan penanganan bayi premature secara intensif secara
langsung bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi di Indonesia.

Saran penulis dalam upaya menurunkan angka prematuritas antara lain:

1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya dan kerugian dari


prematuritas.

2. Mengoptimalkan antenatal dan prenatal cure yang baik dan teratur

3. Mengembangkan penelitian terhadap prematuritas, sehingga diagnosis


prematuritas dapat ditegakkan lebih dini untuk selanjutnya dilakukan tindakan
preventif.

4. Meningkatkan persediaan dan penggunaan yang tepat sarana-sarana kesehatan


untuk menangani bayi premature.

20
5. Meningkatkan pengetahuan mengenai baham-bahan makanan /zat-zat tertentu
yang bisa meningkatkan akualitas bayi premature sehingga bisa tumbuh dan
berkembang seperti layaknya bayi normal yang dilahirkan matur.

DAFTAR PUSTAKA

21
Wening,Dl.2018. Etiologi
Prematuritas.http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/23313/6.
%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y . Diakses Pada Tanggal 4
november 2019,Pukul 13.00 WITA
Rizkia,Devi.Tt.Patofisiologi Prematuritas.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-devirizkia-7507-2-
11.babii.pdf. Diakses Pada Tanggal 4 november 2019,Pukul 14.00 WITA.
Wening,Dl.2018.Penatalaksanaan
Prematuritas.http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/23313/6.
%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y .Diakses Pada Tanggal 4
november 2019,Pukul 14.30 WITA.
Supimantari,Cahya.Tt. Definisi
Prematuritas.http://eprints.undip.ac.id/44517/3/Cahya_Suspimantari_22010110
120024_BAB_2_KTI.pdf . Diakses Pada Tanggal 4 november 2019,Pukul
15.00 WITA.
Jasmine,Kamila.2017.Asuhan Keperawatan Bayi premature.
http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1401100050/13._BAB_2_.pdf. Diakses pada 4
november 2019. Pukul 16.00 WITA

22

Anda mungkin juga menyukai