Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RHEUMATIC HEART DISEASE

(RHD)
DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT JANTUNG JAKARTA

Disusun oleh:
Semuel Djadjawa, S.Kep, Ners
Lintang Puspa Anggraeni, A.Md.Kep
Ns. Detta Rahmatien, S.Kep

IKATAN NERS KARDIOVASKULAR INDONESIA (INKAVIN)

2022
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II: TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Rheumatic Heart Disease
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.1.6 Penatalaksanaan Medik
2.2 Asuhan Keperawatan Rheumatic Heart Disease
2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.3 Perencanaan

BAB III : TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Perencanaan dan Implementasi
3.4 Evaluasi

BAB IV : PEMBAHASAN

BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rheumatic Heart Disease (RHD) atau Penyakit Jantung Rematik masih tetap
menjadi masalah penyakit jantung terutama di negara industri dan negara
berkembang hingga permulaan abad ke-21 dengan efek yang buruk mengenai
anak-anak dan dewasa muda pada usia produktif (Hasnul,Najirman&Yanwirasti,
2015). Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung akibat demam
reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup
pulmonal. Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik
akut (DRA) dan PJR (Julius, 2016).
Penyakit jantung rematik merupakan penyebab kecacatan pada jantung yang
terbanyak. Kecacatan pada katup jantung tidak dapat terlihat secara kasat mata
seperti cacat fisik lainnya, tetapi menyebabkan gangguan kardiovaskular mulai dari
bentuk ringan sampai berat sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas hidup.
DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung rematik, didapat pada anak
usia
5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio-
ekonomi rendah dan lingkungan buruk. Keterlibatan jantung menjadi komplikasi
terberat dari DRA dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Dengan 60% dari 470.000 kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian
PJR. Penderita PJR akan berisiko untuk terjadi kerusakan jantung akibat infeksi
berulang dari DRA sehingga memerlukan tindakan pencegahan (Julius, 2016).
Prevalensi panyakit jantung semua umur di Indonesia 1,5%, berdasakan
tingkatan umur kejadian terbanyak terjadi pada usia >75 tahun yaitu sebanyak
4,7%, dan paling sedikit terjadi pada usia <1 tahun sekitar 0,1%. Berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 1,6% dan pada laki-
laki sebanyak 1,3%. Penyakit jantung reumatik merupakan bentuk penyakit yang
jarang ditemukan tetapi jika sudah terdiagnosa sangat susah untuk ditangani
(Riskesdas, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam asuhan keperawatan pasien dengan
Rheumatic Heart Disease ini yaitu :
1.2.1 Apa pengertian dari Rheumatic Heart Disease?
1.2.2 Apa Etiologi dari Rheumatic Heart Disease?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Rheumatic Heart Disease?
1.2.4 Apa yg menjadi Pemeriksaan Diagnostic pasien dengan Rheumatic
Heart Disease?
1.2.5 Bagaimana Penatalaksanaan Medic Pada pasien dengan Rheumatic
Heart Disease?
1.2.6 Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien dengan Rheumatic Heart
Disease?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan
komprehensif pada pasien dengan RHD yg meliputi aspek biologis-
psikologi-sosial- spiritual melalui pendekatan standar proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu memahami pengertian dari Rheumatic Heart Disease
b. Mampu memahami etiologi dari Rheumatic Heart Disease
c. Mengetahui dan memahami patofisiologi Rheumatic Heart Disease
d. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pasien dengan Rheumatic Heart
Disease
e. Mengetahui penatalaksanaan medik pada pasien dengan Rheumatic
Heart Disease
f. Mengetahui dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pasien
dengan Rheumatic Heart Disease
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari asuhan keperawatan ini di harapkan dapat menjadi salah satu
sumber informasi bagi para perawat dalam melakukan perawatan pada pasien
dengan Rheumatic Heart Disease, sehingga intervensi dan implementasi yg di
lakukan dapat lebih optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Rheumatic Heart Disease


2.1.1 Pengertian
Demam rematik adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh respons
imunologis lambat yang terjadi setelah infeksi kuman Streptococus β
hemolyticus grup A. Penyakit jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung
sebagai akibat gejala sisa dari demam rematik, yang ditandai dengan terjadinya
cacat katup jantung. Penyakit ini merupakan penyebab kelainan katup yang
terbanyak terutama pada anak sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas
hidup (NK et al., 2016)
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung
reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam
reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%),
jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.
Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau
keduanya (Pande, Made, I, 2018)
2.1.2 Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan . Infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan
ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial.
Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi
Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak
berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit(Fitriany & Annisa, 2019)
Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam
reumatik diketahui dari data sebagai berikut:
a. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian
kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya.
b. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan
insidens oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula.
Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita
demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis
Streptococcus yang tidak diobati.
c. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita
mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

2.1.3 Patofisiologi
Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat menyebabkan penyakit
supuratif misalnya faringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas
dan penyakit non supuratif misalnya demam rematik, glomerulonefritis akut.
Setelah inkubasi 2-4 hari, invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
faring menghasilkan respon inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai
dengan demam, nyeri tenggorok, malaise, pusing dan leukositosis. Pasien
masih tetap terinfeksi selama berminggu-minggu setelah gejala faringitis
menghilang, sehingga menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak
langsung per oral atau melalui sekret pernafasan dapat menjadi media
trasnmisi penyakit. Hanya faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A saja
yang dapat mengakibatkan atau mengaktifkan kembali demam rematik.
Penyakit jantung rematik merupakan manifestasi demam rematik
berkelanjutan yang melibatkan kelainan pada katup dan endokardium. Lebih
dari 60% penyakit rheumatic fever akan berkembang menjadi rheumatic heart
disease. Adapun kerusakan yang ditimbulkan pada rheumatic heart disease
yakni kerusakan katup jantung akan menyebabkan timbulnya regurgitasi.
Episode yang sering dan berulang penyakit ini akan menyebabkan penebalan
pada katup, pembentukan skar (jaringan parut), kalsifikasi dan dapat
berkembang menjadi valvular stenosis (Pande, Made, I, 2018)
Sebagai dasar dari rheumatic heart disease, penyakit rheumatic fever
dalam patogenesisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa
faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit rheumatic fever antara lain
faktor organisme, faktor host dan faktor sistem imun.
Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan
terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respons auto
immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan.
Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh
kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif.
Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran
antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan
antibody yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti
sebagai faktor resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini.
Terbukti sel limfosit T memegang peranan dalam patogenesis penyakit
ini dan ternyata tipe M dari Streptokkokus grup A mempunyai potensi
rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk
besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-protein. M-protein adalah salah satu
determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan
molecul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin.
Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel
endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih
dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24
berhubungan dengan terjadinya DR.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh
bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex
molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus
streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-
like activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin,
dalam patogenesis DR. Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune
terhadap antigen streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan
PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan
terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data terakhir
menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons antigen
streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA.
Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor
spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi
dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah
kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh
streptococcal fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi
kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan
yang kurang
merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi
cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi
streptokokkus untuk terjadi DR. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat skema
patogenesis DR dan PJR (Fitriany & Annisa, 2019).
2.1.4 memanjPathway RHD
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Fitriany & Annisa, (2019) perjalanan klinis penyakit demam
reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:
a. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam,
batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah danbahkan
pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering
didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan
lainnya.Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.Infeksi
ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas
bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik,
yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam
reumatik/penyakit jantung reumatik
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanyaperiode
ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian
c. Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai
manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi
klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradanganumum (gejala
minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif.Pada stadium ini penderita demam
reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik
tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa- apa. Pada penderita
penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase
ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya
Manifestasi Klinis Mayor (Jones)
a. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada
anak anak.Karditis adalah satu satunya komplikasi.Demam reumatik yang
bisa menimbulkan efek jangka panjang.Kelainannya berupa pankarditis,
yaitu mengenai perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium.Pada Demam reumatik sering terjadipankarditis yang ditandai
dengan perikarditis, myokarditis dan endokarditis. Perikarditis ditandai
dengan pericardial friction rub. Pada efusi perikard bisa didengar adanya
muffled sound, dan pulsus paradoks (penurunan tekanan sistolik yang
besar di saat inspirasi). Karakterisitik miokarditis adalah infiltrasi sel
mononuklear, vaskulitis dan perubahan degeneratif pada interstisial
conective tissue.Bentuk endokarditis tersering adalah insufisiensi katub
mitral.Katub yang sering terkena adalah katub mitral (65- 70%) dan katub
aorta (25%).Katub trikuspid hanya terganggu pada 10% dan hampir selalu
berhubungan lesi pada katub mitral dan aorta.Sedangkan katub pulmonal
sangat jarang terlibat.Insufisiensi katub yang berat pada fase akut dapat
menyebabkan gagal jantung dan kematian (pada 1% penderita).
Perlengketan pada jaringan penunjang katub akan menghasilkan stenosis
atau kombinasi antara stenosis dan insufisiensi yang muncul dalam 2-10
tahun setelah episode demam reumatik akut. Perlengketan bisa terjadi
pada tingkatan ujung bilah katub, bilah katub dan chorda atau kombinasi
dari ketiga tingkatan tersebut.
Bising jantung yang sering pada demam rematik:
1. Bising mitral regurgitasi berupa bising pansistolik, high pitch, yang
radiasi ke axilla. Tidak dipengaruhi oleh posisi dan respirasi.
2. Carey coombs bising : bising diastolik di apeks pada karditis yang aktif
dan menyertai mitral insufisiensi berat. Mekanismenya berupa relatif
mitral stenosis yang diakibatkan dari volume yang besar yang melalui
katub mitral saat pengisian ventrikel.
3. Bising aorta regurgitasi : bising awal diastolik yang terdapat dibasal,
dan terbaikdidengar pada sisi atas kanan dan kiri sternum saat
penderita duduk miring kedepan.
b. Artritis
Artritis ARF paling sering menyerang sendi-sendi besar, terutama
lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Banyak sendi yang
sering terlibat, dengan timbulnya artritis pada sendi yang berbeda baik
dipisahkan dalam waktu atau tumpang tindih, sehingga memunculkan
deskripsi "polyratritis" migrasi "atau" aditif " . Setiap sendi terpengaruh
selama beberapa hari hingga satuminggu, dengan seluruh episode sembuh
tanpa pengobatan dalam waktu satu bulan. Nyeri sendi bisa sangat parah,
terutama pada anak-anak yang lebih tua dan remaja, dan sering tidak
sesuai dengan tanda-tanda klinis peradangan Atralgia yang merupakan
suatu kriteria minor, juga sering menyebabkan seorang dokter
mendiagnosa sebagai Demam reumatik terutama jika terdapat kriteria
minor yang lain, seperti febris dan bukti adanya infeksi streptokukkus
seperti ASTO.
c. Chorea Sydenham
Insidensi sydenham chorea muncul dalam 1-6 bulan setelah infeksi
streptokokus, progresif secara perlahan dan memberat dalam 1-2
bulan.Kelainan neurologis berupa gerakan involunter yang tidak
terkoordinasi (choreiform), pada muka, leher, tangan dan kaki. Disertai
dengan gangguan kontraksi tetanik dimana penderita tidak bisa
menggenggam tangan pemeriksa secara kuat terus menerus (milk sign).
Chorea dapat muncul dengan sendirinya, tanpa ciri-ciri ARF lainnya dan
tanpa bukti infeksi streptokokus, karena chorea dapat terjadi berbulan-
bulan setelah infeksi streptokokus. Jika chorea memiliki presentasi yang
terisolasi, penting untuk mengecualikan penyebab lain dari chorea, seperti
systemic lupus erythematosus, penyakit Wilson, dan reaksi. Dalam semua
kasus yang dicurigai chorea reumatik, pemeriksaan jantung dan
ekokardiogram harus dilakukan, karena chorea sangat terkait dengan
carditis
d. Eritema Marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama Demam reumatik biasanya
pada anak anak, jarang pada dewasa.Lesi berwarna merah, tidak nyeri dan
tidak gatal dan biasanya pada batang tubuh, lesi berupa cincin yang
meluas secara sentrifugal sementara bagian tengahcincin akan kembali
normal.
e. Nodulus Subkutan
Nodul subkutan muncul beberapa minggu setelah onset demam
rematik, dan biasanya tidak disadari penderita karena tidak nyeri.Biasanya
berkaitan dengan karditis berat, lokasinya dipermukaan tulang dan tendon,
serta menghilang setelah 1-2 minggu.

Manifestasi Minor
a. Demam
Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik, ia sering ada
pada karditis yang tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis
demamnya adalah remiten, tanpa variasi diurnal yang lebar, gejala khas
biasanya kembali normal atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu,
walau tanpa pengobatan.Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif
pada sendi.Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya
terasa sangat berat sehingga pasien tidak mampu lagi menggerakkan
tungkainya.Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium.
Reaktan fase akut seperti LED atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini
dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-
bulan).Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk
kriteria minor.
b. Nyeri
Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal
jantung oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam
reumatik tanpa gagal jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain
muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat sekali pada daerah
sekitar umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis
sehingga dilakukan operasi.
c. Anoreksia, nausea, dan muntah
Seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau
keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi
d. Kelelahan
Merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal
jantung.Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan pada
demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria diagnosis. (Fitriany &
Annisa, 2019).
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium : Dari pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan anti steptolisin (ASTO) positif, kenaikan laju endap darah
(LED), terjadi leukositosis.
b. Radiologi : Pada pemeriksaan foto toraks menunjukkan adanya
corakan bronkovaskuler pada paru bertambah dan terjadinya
pembesaran pada jantung/ kardiomegali.
c. Pemeriksaan elektrokardiogram : Menunjukkan interval PR
memanjang (Shiba & Rukmi, 2017).
d. Pemeriksaan ekokardiogram : Menunjukan pembesaran padajantung
dan terdapat lesi, mengidentifikasi dan menilai derajat
insufisiensi/stenosis katup, efusi perikardium, dan disfungsi ventrikel.
Pada pasien rheumatic fever dengan karditis ringan, regurgitasi mitral
akan menghilang beberapa bulan. Sedangkan pada rheumatic fever
dengan karditis sedang dan berat memiliki regurgitasi mitral/aorta
yang menetap. Gambaran ekokardiografi terpenting adalah dilatasi
annulus, elongasi chordae mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke
postero- lateral.
e. Apus tenggorokan ditemukan streptokokus beta hemolitikus grup A
(Kana, 2019)

2.1.7 Penatalaksanaan Medik


Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara
garis besar bertujuan untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta
hemolyticus grup A, menekan inflamasi dari respon autoimun, dan
memberikan terapi suportif untuk gagal jantung kongestif. Setelah lewat fase
akut, terapi bertujuan untuk mencegah rheumatic heart disease berulang pada
anak-anak dan memantau komplikasi serta gejala sisa dari rheumatic heart
disease kronis pada saat dewasa. Selain terapi medikamentosa, aspek diet
dan juga aktivitas pasien harus dikontrol. Selain itu, ada juga pilihan terapi
operatif sebagai penanganan kasus-kasus parah.
a. Terapi Antibiotik
1. Profilaksis Primer
Eradikasi infeksi Streptococcus pada faring adalah suatu hal yang
sangat penting untuk mengindari paparan berulang kronis terhadap
antigen Streptococcus beta hemolyticus grup A. Eradikasi dari bakteri
Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring seharusnya diikuti
dengan profilaksis sekunder jangka panjang sebagai perlindungan
terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring yang
berulang.
Pemilihan regimen terapi sebaiknya mempertimbangkan aspek
bakteriologi dan efektifitas antibiotik, kemudahan pasien untuk mematuhi
regimen yang ditentukan (frekuensi, durasi, dan kemampuan pasien
meminum obat), harga, dan juga efek samping. Penisilin G Benzathine
IM, penisilin V pottasium oral, dan amoxicilin oral adalah obat pilihan
untuk terapi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring pada pasien
tanpa riwayat alergi terhadap penisilin. Setelah terapi antibiotik selama
24 jam, pasien tidak lagi dianggap dapat menularkan bakteri
Streptococcus beta hemolyticus group A. Penisilin V pottasium lebih
dipilih dibanding dengan penisilin G benzathine karena lebih resisten
terhadap asam lambung. Namun terapi dengan penisilin G benzathine
lebih dipilih pada pasien yang tidak dapat menyelesaikan terapi oral 10
hari, pasien dengan riwayat rheumatic fever atau gagal jantung rematik,
dan pada mereka yang tinggal di lingkungan dengan faktor risiko terkena
rheumatic fever (lingkungan padat penduduk, status sosio-ekonomi
rendah).
2. Profilaksis Sekunder
Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan atau
munculnya rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring yang berulang
adalah metode yang paing efektif untuk mencegah rheumatic heart
disease yang parah
b. Terapi Anti Inflamasi
Manifestasi dari rheumatic fever (termasuk karditis) biasanya
merespon cepat terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang menjadi
lini utama adalah aspirin. Untuk pasien dengan karditis yang buruk atau
dengan gagal jantung dan kardiomegali, obat yang dipilih adalah
kortikosteroid. Kortikosteroid juga menjadi pilihan terapi pada pasien yang
tidak membaik dengan aspirin dan terus mengalami perburukan.
Penggunaan kortikosteroid dan aspirin sebaiknya menunggu sampai
diagnosis rheumatic fever ditegakan. Pada anak-anak dosis aspirin adalah
100-125 mg/kg/hari, setelah mencapai konsentrasi stabil selama 2 minggu,
dosis dapat diturunkan menjadi 15 60-70 mg/kg/hari untuk 3-6 minggu.
Pada pasien yang alergi terhadap aspirin bisa digunakan naproxen 10-20
mg/kg/hari. 6,15 Obat kortikosteroid yang menjadi pilihan utama adalah
prednisone dengan dosis 2 mg/kg/hari, maksimal 80 mg/hari selama 2
minggu, diberikan 1 kali sehari. Setelah terapi 2-3 minggu dosis diturunkan
20-25% setiap minggu. Pada kondisi yang mengancam nyawa, terapi IV
methylprednisolone dengan dosis 30 mg/kg/hari. Durasi terapi dari anti
inflamasi berdasarkan respon klinis terhadap terapi
c. Terapi Gagal Jantung
Gagal jantung pada rheumatic fever umumnya merespon baik
terhadap tirah baring, restriksi cairan, dan terapi kortikosteroid, namun pada
beberapa pasien dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE-inhibitor,
dan digoxin bisa digunakan. Awalnya, pasien harus melakukan diet restriksi
garam ditambah dengan diuretik. Apabila hal ini tidak efektif, bisa
ditambahkan ACE Inhibitor dan atau digoxin
d. Diet dan Aktivitas
Diet pasien rheumatic heart disease harus bernutrisi dan tanpa
restriksi kecuali pada pasien gagal jantung. Pada pasien tersebut, cairan
dan natrium harus dikurangi. Suplemen kalium diperlukan apabila pasien
diberikan kortikosteroid atau diuretik.16, 17 Tirah baring sebagai terapi
rheumatic fever pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940, namun belum
diteliti lebih lanjut sejak saat itu. Pada praktek klinis sehari-hari, kegiatan
fisik harus direstriksi sampai tanda-tanda fase akut terlewati, baru
kemudian aktivitas bisa dimulai secara bertahap
e. Terapi Operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus
mengalami perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif
untuk penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi
defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa
pasien. Pasien yang simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau
mengalami gangguan katup yang berat, juga memerlukan tindakan
intervensi.
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak memungkinkan,
perlu dilakukan operasi.
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
(mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic heart
disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk
reparasi atau penggantian katup.
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi lebih
banyak dikerjakan.
d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau
kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian katup.

2.2 Asuhan Keperawatan RHD


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, tanggal lahir, nomor RM, usia, agama, alamat tempat
tinggal.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan sakit tenggorokan baru-baru ini di sertai demam, sulit
menelan, malaise, riwayat sebelumnya penyakit tenggorokan akibat
streptokokus atau demam reumatik, Riwayat murmur jantung atau
masalah jantung lain, medikasi saat ini.
c. Riwayat kesehatan lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
2. Iklim dan geografi
3. Cuaca
d. Imunisasi
e. Riwayat nutrisi
Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah
f. Pemeriksaan fisik Head to Toe:
1. Kepala
Ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis,
terdapat napas cuping hidung, membran mukosa mulut pucat.
2. Kulit
Turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuhsampai
39ᴼC, arthritis, nodulus subkutan, chorea.
3. Dada
Inspeksi: terdapat edema, petekie
Palpasi: vocal fremitus tidak
sama Perkusi redup
Auskultasi terdapat pericardial friction rub, ronchi, crackles, bising
mitral regurgitasi, bising aorta regurgitasi.
4. Jantung
Inspeksi, iktus kordis tampak
Palpasi dapat terjadi kardiomegali
Perkusi redup.
Auskultasi terdapat murmur, gallop. Murmur di sebabkan oleh
pembukaan katup yang tidak sempurna atau stenosis yang
memaksa darah melewati bukaan sempit atau oleh regurgitasi yang
disebabkan oleh penutupan katup yang tidak sempurna dan
mengakibatkan aliran balik darah.
5. Abdomen
Inspeksi perut simetris
Palpasi kadang-kadang dapat terjadi hepatomigali
Perkusi tympani
Auskultasi bising usus normal
6. Genetalia
Tidak ada kelainan
7. Ekstermitas
Pada inspeksi terdapat arthritis, sendi terlihat bengkak dan merah,
ada gerakan yang tidak disadari, pergerakan ireguler pada
ekstremitas, dan cepat, kelemahan otot, pada palpasi teraba hangat
dan terjadi kelemahan otot.
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Foto Thoraks
3. EKG
4. Echo
h. Pengkajian data khusus:
1. Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suarasistolik,
perubahansuarah jantung, perubahan EKG (interval PR
memanjang), nyeri prekornial, leokositosis, peningkatan LED,
peningkatan ASTO.
2. Poliatritis : nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi, menyebar pada
sendi lutut, siku, bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi).
3. Nodul subkutan : timbul benjolan di bawah kulit, teraba lunak dan
bergerakbebas. Biasanya muncul sesaat dan umumnya langsung
diserap. Terdapat padapermukaanekstensor persendian.
4. Khorea : pergerakan ireguler pada ekstremitas, infolunter dan cepat,
emosilabil, kelemahan otot.
5. Eritema marginatum : bercak kemerahan umum pada batang tubuh
dan telapaktangan, bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak
parmanen, eritema bersifat non-pruritus.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi).
b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).
c. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload.
d. Defisit pengetahuan tentang manajemen penyakit jantung berhubungan
dengan kurang terpapar informasi.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme
a. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan KriteriaHasil IntervensiKeperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Keluhan nyeri menurun. Manajemen nyeri
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Pasien tidak tampak meringis. Observasi
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri Pasien tidak tampak gelisah. Identifikasi lokasi karakteristik durasi,
fisiologis (inflamasi). menurun. Frekuensi nadi membaik atau frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
dalam batas normal. Identifikasi skala nyeri.
Tekanan darah dalam batas Identifikasi faktor yang memperberat dan
normal. memperingan nyeri.
Monitoring keberhasilan terapi.
Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam, terapi
musik, teknik imajinasi terbimbing).
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
Anjurkan menggunakan analgetic secara
tepat.
Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
2. Hipertemia Setelahdilakukantindak Suhu tubuh membaik atau Manajemen hipertermia
berhubungan dengan ankeperawatandiharap suhu tubuh dalam batas Tindakan:
proses penyakit kantermoregulasi normal. Observasi
(infeksi). membaik. Ventilasi membaik. Identifikasi penyebab hipertermi.
Monitor suhu tubuh.
Monitor keadaan elektrolit.
Monitor intake output.
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin.
Longgarkan atau lepaskan pakaian.
Berikan cairan oral.
Lakukan pendinginan eksternal
(misalnya kompres dingin pada dahi,
leher, dada, aksila).
Edukasi
Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
Kolaborasi cairan elektrolit intravena, jika
perlu.
3. Resiko penurunan Setelahdilakukantindak Tekanan darah membaik atau Perawatan Jantung
curah jantung ankeperawatandiharap tekanan darah dalam batas Observasi
berhubungan dengan kan ketidakadekuatan normal. Identifikasi tanda atau gejala primer
perubahan preload. jantung memompa CRT > 3 detik. penurunan curah jantung.
darah meningkat. Palpitasi menurun. Identifikasi tanda atau gejala sekunder
Distensi spina penurunan curah jantung.
jugularis Monitor tekanan darah.
menurun.
Monitor intake dan output cairan.
Monitor saturasi oksigen.
Monitor keluhan nyeri dada.
Monitor EKG 12 sandapan.
Terapeutik
Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman.
Berikan diet jantung yang sesuai.
Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
memotivasi gaya hidup sehat.
Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu.
Berikan dukungan emosional dan
spiritual.
Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%.
Edukasi
Ajurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi.
Anjurkan beraktifitas fisik secara
bertahap.
Anjurkan berhenti merokok.
Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan.
Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu.
4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Perilaku sesuai anjuran Edukasi Kesehatan
tentang manajemen Tindakan keperawatan meningkat. Observasi
penyakit jantung diharapkan tingkat Verbalisasi minat dalam Identifikasi kesiapan dan kemampuan
berhubungan dengan pengetahuan belajar meningkat. menerima informasi.
kurang terpapar meningkat. Kemampuan menjelaskan Identifikasi faktor-faktor yang dapat
informasi. tentang suatu topik meningkat. meningkatkan dan menurunkan motivasi
Perilaku sesuai dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
pengetahuan meningkat. Terapeutik
Pertanyaan tentang masalah Sediakan materi dan media Pendidikan
yang dihadapi menurun. Kesehatan.
Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan.
Berikan kesempatan untuk bertemu.
Edukasi
Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
5 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Porsi makan yg dihabiskan MANAJEMEN NUTRISI
Observasi
kebutuhan tubuh Tindakan keperawatan Verbalisasi keinginan untuk
Identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan meningkatkan nutrisi Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
peningkatan nutrisi terpenuhi. Sikap terhadap
Identifikasi makanan yang disukai
kebutuhan makanan/minuman sesuai Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
metabolisme dengan tujuan kesehatan
Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama Ny. A
Tanggal Lahir 15 April 1974 (48 Tahun)
No. RM 06.04.54
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Kp. Sukapura, RT/RW: 001/004, Cilincing, Jak-Ut
Diagnosa Medis AF Rapid, MR Severe, TR Mild e.c RHD, PH Mod
Tanggal masuk RS 18 Februari 2022
Tanggal Pengkajian 18 Februari 2022

3.1.2 Keluhan Utama


Dada berdebar dan sesak
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang pada tanggal 18 Februari 2022 melalui Admisi RS JHC, kemudian
tercatat sebagai pasien di ruang Rawat Inap pada pukul 16.00 WIB. Klien di
rencanakan untuk tindakan CAG. Klien mengatkan akhir-akhir ini merasakan
dada nya berdebar. Keluhan disertai dengan keringat dingin, semakin berdebar
saat beraktifitas sedang-berat dan berkurang saat istirahat. Klien juga
mengeluhkan nafas terasa berat atau sesak terutama saat beraktifitas (ringan-
sedang) dan saat tidur harus menggunakan 2 bantal agar merasa nyaman dan
tidak sesak.
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan saat kecil sering sakit namun lupa spesifik nya (demam,
nyeri sendi). Klien mengatakan saat kelas 5 SD pernah di diagnosa memiliki
penyakit jantung oleh dokter. Namun tidak berobat lebih lanjut karena tidak ada
biaya dan mendapat info dari tetangga bahwa sakitnya akan sembuh seiring
bertambah usia. Sejak 5 bulan terakhir pasien mengatakan sering masuk rumah
sakit akibat sesak. Pasien sempat di rawat dan dilakukan tindakan evakuasi
cairan pleura (pungsi efusi pleura) sebanyak 3x di RS Islam Jakarta Sukapura
pada bulan September, Oktober dan Desember 2021.
3.1.5 Riwayat Keluarga :
Keluarga klien mengatakan kurang mengetahui anggota keluarganya yang
memiliki penyakit jantung.
3.1.6 Genogram

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

3.1.7 Riwayat Geografi


Klien mengatakan, klien tinggal bersama keluarganya dengan lingkungan yang
cukup padat dan kurang bersih. Klien mengatakan bahwa lingkungan rumahnya
sedikit berisik karena berdekatan dengan bengkel. Klien sudah tinggal di daerah
tersebut sejak kecil.

3.1.8 Riwayat Alergi


Klien mengatakan memiliki alergi terhadap obat antibiotik, namun lupa nama obatnya.
Adapun reaksi nya berupa pusing, mual dan muntah. Untuk menghilangkan reaksi
tersebut biasanya pasien minum jamu yg di beli di warung.
3.2 Pemeriksaan Fisik
3.2.1 Keadaan umum
TTV : BB : 38 Kg
TD : 108/60 mmHg TB : 144 cm
N : 60 x/menit BSA : 1.24
P : 24x/menit BMI : 18.3 kg/m2 (kurang berat badan)
S : 36.6 C
SpO2 : 96% room air

3.2.2 Pemeriksaan Head to Toe


a. Kepala
Inspeksi
Rambut pendek
Warna rambut hitam
Distribusi rambut jarang
Kulit kepala bersih
Palpasi
Tidak ada massa
Tidak ada pembengkakan
Tidak ada benjolan
Tidak ada nyeri tekanan

b. Mata
Inspeksi
Sclera putih
Reflex mata baik
Pupil isokor
Konjungtiva tampak sedikit anemis

c. Hidung
Inspeksi
Tidak ada secret
Tidak terdapat pernapasan cuping hidung

d. Telinga
Inspeksi
Simetris
Tidak ada serumen

e. Mulut dan gigi


Inspeksi
Bentuk
simetris Gigi
karies
Mukosa bibir kering

f. Leher
Inspeksi
Terdapat distensi pada vena jugularis (8 cm)
Palpasi
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Iktus cordis teraba

3.2.3 System kardiovaskular


TD : 108/60 mmHg, N : 60 x/menit, terdapat distensi pada vena jugularis, suara
murmur di ICS 4, CRT >2 detik.
3.2.4 System pernafasan
R : 24x/menit, SPO2 : 96%, dengan room air, tidak terdapat cuping hidung,
tidak terdapat otot bantu nafas dan retraksi dinding dada, suara nafas ronchi,
tidak ada suara nafas tambahan.
3.2.5 System endokrin
Turgor kulit baik. CRT >2 detik. Akral hangat.
3.3 Hasil Pemeriksaan Penunjang
3.3.1 Pemeriksaan Lab
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap
Haemoglobin 12.1 13.0-16.0 g/dL
Hematoktrit 41.6 40-48 %
Leukosit 10880 5000 – 10000 ( /uL)
Trombosit 379500 150000 – 400000 ( /uL)
MCV 74 80.0-95.0 fL
MCH 22 26.0-34.0 pg
MCHC 29 32 – 36.0
Kolesterol LDL 115 <130 mg/dL
Kolesterol HDL 48 30-70 mg/dL
APTT 36.5 31.0-47.0 detik
Glukosa Sewaktu 100 <140 mg/dL
HbsAg Negatif Negatif
Anti HCV Negatif Negatif
Anti HIV Negatif Negatif

3.3.2 Echocardiography

HASIL PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI HASIL PEMERIKSAAN


Kesimpulan :
Dimensi ruang jantung: LA-LV dilatasi, Ventricular Wall Dimensi ruang jantung: LA-LV
LVH (+) Eksentrik, LV Contractility cukup EF 55 %, RV dilatasi. Fungsi LV baik. Fungsi
Contractility menurun (TAPSE 14), Diastolic Function RV menurun. MR severe MS
sulit dinilai, Segmental Analysis: Global Normokinetik, moderate ec RHD. TR mild. No
Cardiac valves katup Ao 3 cuspis, calcief (-),No AS/AR. RWMA. Fungsi diastolik sulit
Mitral: Morfologi sesuai RHD (menebal dan pergerakan dinilai.
terhambat). Doming AML. MR severe flail AML. Jet
eksentrik. MR ERO dan VC sulit dinilai. MS moderate //Sesuai MR severe MS
MVA VTI 1.1 cm2. Mean MVG 9 mmHg. moderate ec RHD.
Tricuspid: TR trivial. TVG sulit dinilai.
Pulmonal: normal.
3.3.3 EKG

a. Interpretasi EKG :
Rhythm : Irreguler
Gel. P : Ada beberapa gel P yg muncul
PR int : tidak dapat di hitung
Komp. QRS: 3x0.04= 0.12 detik (normal)
Rate : 80x/menit (R-R dalam 6 detik)

Axis : Lead 1 (+), AVF (+) = Normo axis


Hypertrophy: tinggi gel R di V5/V6 >27kk =
LHV Iskemik : tidak terdapat iskemik
Infark : terdapat infark lama di V1-V4 (Q patologis di Anteroseptal)

Kesimpulan : AF NVR dengan LVH, disertai Q patologis di Anteroseptal

3.3.4 Foto Rontgen

Hasil pemeriksaan X-Ray (tgl 18 Februari 2022)


a. Terdapat efusi pleura di paru bagian kanan dan kiri
b. CTR 2+6:14 = 0,57 x 100% = 57% (Kardiomegali)
3.3.5 Corangiography
Puncture & Access Site : RRA spasme
LMS : Normal
LAD : Normal
LCX : Normal
RCA : Normal
Kesimpulan : Normal Coroner
Komplikasi : Tidak ada
Saran : CC pro Valve repair/replace

3.4 Terapi
Simarc 1x2 mg Furosemid 1x40 mg
Digoxin 1x0.25 mg Spironolactone 1x25 mg
Concor 1x2.5 mg PMP 2x250 mg
Ramipril 1x2.5 mg

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pre Tindakan Corononary Angiography (CAG)
a. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan adanya akumulasi cairan di
pleura
b. Resiko penurunan curah jantung (D.0011) berhubungan dengan perubahan preload
c. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
tanda dan gejaladan kebutuhan oksigen
d. Defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kekeliruan mengikuti anjuran

2. Post Tindakan Corononary Angiography (CAG)


e. Risiko infeksi (D.0142) behubungan dengan efek tindakan invasif
3.6 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Penyakit katup Pola nafas tidak
- Klien mengatakan sesak bila efektif
beraktivitas sedang-berat
Hipertrofi ventrikel kiri
DO:
- Nafas 24x/menit
- SpO2 96% Dilatasi atrium kiri
- CRT >2 detik
- CTR 57%
- Xray : tampak efusi pleura Hipertrofi atrium kiri
- Echo : MR severe, MS mod, LA-
LV dilatasi
Kongesti pulmonal

2 DS: Insufisiensi katup Resiko penurunan


- Klien mengatakan merasa lemas mitral curah jantung
- Klien mengatakan merasa sedikit
sesak jika terlalu sering ke toilet
Aliran darah balik
DO: ditandai bunyi
- Distensi vena jugularis (8 cm) murmur
- Suara murmur di ICS 4
- CRT >2 detik
Penurunan output
- CTR 57%
- Echo : MR severe, MS Mod,
dilatasi LA-LV, EF 55%
- EKG : AF NVR dengan LVH
- TTV
T : 108/60 mmHg
N : 60x/menit
P : 24x/menit
S : 36.6 C
SpO2 96%

- Intake 450cc/5 jam


- Output 300cc/5 jam
BC 150cc/5 jam
UO 1.5cc/kg/jam

- Turgor kulit baik


- Akral teraba hangat
3 DS: Kekeliruan mengikuti Deficit pengetahuan
- Klien mengatakan banyak minum, anjuran informasi
biasanya lebih dari 2 liter
- Klien mengatakan tidak
mengkonsumsi obat secara rutin Kebiasaan tidak tepat
- Klien mengatakan sering
mengabaikan gejala
Defisit pengetahuan
DO:
- Klien tampak tidak mengetahui
dengan jelas mengenai penyakit yg
di derita

4 DS: Suplai darah ke Intoleransi aktivitas


- Klien mengatakan mudah lelah jaringan menurun
saat beraktivitas sedang, seperti :
mengerjakan pekerjaan rumah
Fatigue

DO:
- Klien tampak sesak saat datang ke
ruang rawat inap

DS: Prosedur Resiko infeksi


5.
Klien post Corangiography Corangiography

DO: Adanya luka


Terdapat luka post Corangiography
pada daerah radial kanan
3.7 INTERVENSI KEPERAWATAN
NO SDKI SLKI SIKI
PRE TINDAKAN
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0005) berhubungan keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
dengan ekspansi paru diharapkan ventilasi adekuat - Monitor pola nafas, monitor
yang tidak maksimal dengan kriteria hasil: saturasi oksigen
Pola napas (L.01004) - Monitor frekuensi, irama,
- Frekuensi napas dari skala 2 kedalaman dan upaya napas
(cukup buruk) ke skala 4 - Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
(cukup membaik) Terapeutik:
- Dispnea dari skala 2 (cukup - Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisipasien
meningkat) ke skala 4 (cukup Edukasi:
menurun) - Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan,


jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan 35eseha pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
- Ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Resiko penurunan Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung (I.02075)
curah jantung (D.0011) keperawatan selama 3x24 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan curah jantung - Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan preload meningkat dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung
Curah jantung (L.02008) (meliputi dispnea, kelelahan,
- Distensi vena jugularis edema, ortopnea, paroxysmal
menurun dari skala 1 nocturnal dyspnea,peningkatan
(meningkat) ke skala 4 (cukup CVP)
menurun) - Identifikasi tanda/gejala
- Tekanan darah meningkat dari sekunder penurunan curah
skala 2 (cukup memburuk) jantung (meliputi peningkatan
menjadi skala 4 (cukup berat badan, hepatomegaly,
membaik) distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
- Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, local,radiasi,
durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
- Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,enzim
jantung)
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stress, jikaperlu
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy (I.05178)
(D.0056) berhubungan keperawatan selama 3X24 jam Observasi
dengan diharapkan toleransi aktivitas - Identifikasi gangguan
ketidakseimbangan membaik dengan kriteria hasil: fungsi tubuh
antara suplai dan Toleransi aktivitas (L.05047) yangmengakibatkan
kebutuhan oksigen - Kemudahan dalam melakukan kelelahan
kegiatan sehari-hari meningkat - Monitor kelelahan fisik dan
dari skala 1 (menurun) menjadi emosional
skala 4 (cukup meningkat) - Monitor pola dan jam tidur
- Perasaan lemah menurun dari - Monitor lokasi dan
skala2 (cukup meningkat) menjadi ketidaknyamanan selama
skala4 (cukup menurun) melakukan aktivitas
- Tekanan darah meningkat dari Terapeutik
skala 2 (cukup memburuk) - Sediakan lingkungan yang
menjadi skala 3 (sedang) nyaman dan rendahstimulus
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
- Berikan kegiatan distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berjalan atau berpindah
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan teknik koping
untuk mengurangi
kelelahanKolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
(D.0111) berhubungan keperawatan 2x24 jam diharapkan
dengan kekeliruan tingkat pengetahuan membaik dengan Observasi:
mengikuti anjuran. kriteria hasil :
Tingkat Pengetahuan (L. 12111) - Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
- Kemampuan menjelaskan informasi
pengetahuan tentang suatu topik - Identifikasi faktor-faktor yang
dari skala 2 (cukup menurun) dapat meningkatkan dan
menjadi skala 5 (meningkat) menurunkan motivasi perilaku
perilaku hidup sehat
- Perilaku sesuai anjuran meningkat
Terapeutik:
dari skala 2 (cukup menurun) ke
skala 4 (cukup meningkat)
- Berikan kesempatan untuk
- Persepsi yang keliru terhadap bertanya
masalah, dari skala 2 (cukup Edukasi:
meningkat) ke skala 4 (cukup
menurun) - Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan

- Ajarkan perilaku hidup sehat


- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
sehat
NO SDKI SLKI SIKI
POST TINDAKAN
1. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) keperawatan selama 2x24 Observasi
behubungan jam diharapkan infeksi tidak - Monitor tanda dan gejala
dengan efek terjadi, dengan kriteria hasil : infeksi local dan sistemik
tindakan invasif Integritas Kulit Dan Terapeutik
Jaringan (L.14125) - Batasi jumlah pengunjung
- Nyeri dari skala 3 - Berikan perawatan kulit
(sedang) menjadi skala 5 pada area luka
(membaik) - Cuci tangan sebelum dan
- Perdarahan dari skala 3 sesudah kontak dengan
(sedang) menjadi skala 5 pasien dan lingkungan
(membaik) pasien
- Pertahankan teknik
aseptikpada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
- Anjurkan meningkaatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3.8 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN Implementasi hari ke 1 (Tgl 18
Maret 2022)

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Pola nafas tidak efektif Pemantauan Respirasi (I.01014) S:


(D.0005) berhubungan Observasi - Klien mengatakan
dengan ekspansi paru - Memonitor frekuensi, irama, masih merasa
yang tidak maksimal kedalaman, dan upaya napas sesak nafas
- Memonitor pola napas - Klien mengatakan
- Memonitor adanya sumbatan jalan merasa nyaman
nafas saat posisi
- Melakukan palpasi kesimetrisan setengah duduk
ekspansi paru O:
- Melakukan asukultasi bunyi nafas - TTV
- Memonitor saturasi oksigen T : 108/60
mmHg
Terapeutik N : 60x/menit
- Mengatur posisi pasien semifowler P : 24x/menit
- Memberikan terapi relaksasi untuk S : 36.6 C
mengurangi stres, jika perlu SpO2 96 %
-
- Suara nafas
Edukasi terdengar ronchi
- Pasien tampak
- Mengajarkan keluarga cara latihan nyaman dalam
nafas dalam posisi semifowler

A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Lanjutkan
intervensi
2. Resiko penurunan Perawatan jantung (I.02075) S:
curah jantung (D.0011) Observasi: - Klien
berhubungan dengan - Mengidentifikasi tanda/gejala primer mengatakan
perubahan preload penurunan curah jantung merasa lemas
- Mengidentifikasi tanda/gejala - Klien
sekunder penurunan curah jantung mengatakan
- Memonitor tekanan darah merasa sedikit
- Memonitor intake dan output cairan sesak jika terlalu
sering ke toilet
Kolaborasi:
- Memberikan antiaritmia, jika perlu O:
- Memberikan diet jantung yang sesuai - TTV
- Memberikan obat diuretic sesuai T : 108/60
anjuran dokter mmHg
N : 60x/menit
Edukasi: P : 24x/menit
- Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai S : 36.6 C
toleransi SpO2 96 %
- Menganjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap - Intake 450cc/5
- Batasi cairan harian (<1.5 – 2 L/24 jam
jam) - Output 300cc/5
- Menganjurkan menggunakan pispot jam
untuk BAK/BAB jika sesak terasa berat BC 150cc/5 jam
UO 1.5cc/kg/jam

- CRT >2 detik


- Echo: MR severe,
MS mod, LA-LV
dilatasi

A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Lanjutkan
intervensi
3. Intoleransi aktivitas Manajemen energy (I.05178) S:
(D.0056) berhubungan Observasi - klien mengeluh
dengan - Mengidentifikasi gangguan masih sesak
ketidakseimbangan fungsitubuh yang apabila
antara suplai dan mengakibatkan kelelahan melakukan
kebutuhan oksigen - Memonitor kelelahan fisik aktivitas
danemosional
- Memonitor lokasi dan O:
ketidaknyamananselama melakukan - TTV
aktivitas T : 108/60
mmHg
Terapeutik N : 60x/menit
- Menyediakan lingkungan yang P : 24x/menit
nyamandan rendah stimulus S : 36.6 C
- Melakukan latihan rentang gerak SpO2 96 %
pasifdan/atau aktif CRT >2 detik
- Memberikan kegiatan distraksi yang
menenangkan - Klien tampak
lemah
Edukasi - Aktivitas dibantu
- Menganjurkan melakukan oleh keluarga
aktivitassecara
bertahap A:
- Masalah belum
Kolaborasi teratasi
- Memberikan informasi tentang aktifitas P:
yg bisa dilakukan oleh tim rehabilitasi - Lanjutkan
medik intervensi
4. Defisit pengetahuan Edukasi Kesehatan S:
(D.0111) berhubungan - klien bertanya
dengan kekeliruan Observasi: tentang penyakitnya
mengikuti anjuran
- Mengidentifikasi kesiapan - klien dan keluarga
dan kemampuan menerima bertanya tentang
informasi tindakan yg akan di
- Mengidentifikasi faktor-faktor lakukan
yang dapat meningkatkan dan O:
menurunkan motivasi perilaku - TTV
perilaku hidup bersih dan sehat T : 108/60 mmHg
Terapeutik: N : 60x/menit
P : 24x/menit
S : 36.6 C
- Memberikan edukasi tentang
SpO2 96 %
pola hidup sehat

- Memberikan kesempatan - Klien dan keluarga


kepada pasien untuk bertanya tampak cemas tentang
tindakan yg akan di
lakukan
A:
Edukasi: - Masalah belum
teratasi
- Menjelaskan faktor risiko yang P:
dapat mempengaruhi - Lanjutkan intervensi
kesehatan - Kolaborasi dokter
- Mengajarkan perilaku hidup RMO/DPJP untuk
sehat penjelasan tindakan

- Mengajarkan strategi yang


dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
sehat
Implementasi hari ke 2 (Tgl 19 Maret 2022)

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Pola nafas tidak efektif Pemantauan Respirasi (I.01014) S:
(D.0005) berhubungan Observasi - Klien mengatakan sesak
dengan ekspansi paru - Memonitor frekuensi, irama, nafas berkurang
yang tidak maksimal kedalaman, dan upaya napas
- Memonitor pola napas - Klien mengatakan merasa
- Memonitor adanya sumbatan jalan nyaman saat posisi
nafas setengah duduk
- Melakukan asukultasi bunyi nafas
- Memonitor saturasi oksigen O:
- TTV
Terapeutik T : 100/80 mmHg
- Mengatur posisi pasien semifowler N : 87x/menit
- Memberikan terapi relaksasi untuk P : 22x/menit
mengurangi stres, jika perlu S : 36.8 C
- SpO2 97 %

Edukasi - Suara nafas masih


terdengar ronchi
- Mengajarkan keluarga cara latihan - Pasien tampak nyaman
nafas dalam dalam posisi semifowler

A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
2. Resiko penurunan Perawatan jantung (I.02075) S:
curah jantung (D.0011) Observasi: - Klien mengatakan masih
berhubungan dengan - Mengidentifikasi tanda/gejala primer merasa lemas
perubahan preload penurunan curah jantung - Klien mengatakan merasa
- Mengidentifikasi tanda/gejala sedikit sesak jika terlalu
sekunder penurunan curah jantung sering ke toilet
- Memonitor tekanan darah O:
- Memonitor intake dan output cairan - TTV
T : 100/80 mmHg
Kolaborasi: N : 87x/menit
- Memberikan antiaritmia, jika perlu P : 22x/menit
- Memberikan diet jantung yang sesuai S : 36.8 C
- Memberikan obat diuretik sesuai SpO2 97 %
anjuran dokter
- Intake 60cc/3 jam
Edukasi: - Output 140cc/3 jam
- Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai BC -80cc/3 jam
toleransi UO 1.2cc/kg/jam
- Menganjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap - Klien puasa untuk
- Batasi cairan harian (<1.5 – 2 L/24 tindakan CAG sejak jam
jam) 04.00 WIB
- Menganjurkan menggunakan pispot
untuk BAK/BAB jika sesak terasa - CRT >2 detik
berat - Echo : MR severe, MS
mod, LA-LV dilatasi

A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
3. Intoleransi aktivitas Manajemen energy (I.05178) S:
(D.0056) Observasi - klien mengeluh masih
berhubungandengan - Mengidentifikasi gangguan fungsi sesak apabila melakukan
ketidakseimbangan tubuh yang mengakibatkan kelelahan aktivitas
antara suplai - Memonitor kelelahan fisik dan
dan emosional O:
kebutuhan oksigen - Memonitor lokasi dan - TTV
ketidaknyamanan selama melakukan T : 100/80 mmHg
aktivitas N : 87x/menit
P : 22x/menit
Terapeutik S : 36.8 C
- Menyediakan lingkungan yang SpO2 97 %
nyamandan rendah stimulus CRT >2 detik
- Melakukan latihan rentang gerak
pasifdan/atau aktif - Klien tampak lemah
- Memberikan kegiatan distraksi yang - Aktivitas dibantu oleh
menenangkan keluarga
A:
Edukasi - Masalah belum teratasi
- Menganjurkan melakukan aktivitas P:
secara bertahap - Lanjutkan intervensi

Kolaborasi
- Memberikan informasi tentang aktifitas
yg bisa dilakukan oleh tim rehabilitasi
medik
4. Defisit pengetahuan Edukasi Kesehatan S:
(D.0111) berhubungan - Klien mengatkan
dengan kekeliruan Observasi: sudah memahami
mengikuti anjuran penjelasan perawat
- Mengidentifikasi kesiapan dan dan dokter.
kemampuan menerima informasi
- Klien mngatakan siap
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjalani tindakan
dapat meningkatkan dan menurunkan yg sudah di
motivasi perilaku perilaku hidup rencanakan.
bersih dan sehat
Terapeutik: O:
- TTV
- Memberikan edukasi tentang pola hidup T : 100/80 mmHg
sehat N : 87x/menit
P : 22x/menit
- Memberikan kesempatan kepada S : 36.8 C
pasien untuk bertanya SpO2 97 %

Edukasi: - Klien tampak lebih tenang

- Menjelaskan faktor risiko yang dapat - Klien dan keluarga dapat


mempengaruhi kesehatan mengulang penjelasan yg
telah di berikan
- Mengajarkan perilaku hidup sehat

- Mengajarkan strategi yang dapat A:


digunakan untuk meningkatkan perilaku - Masalah teratasi
hidup sehat P:
- Hentikan intervensi
- Kolaborasi dokter RMO/DPJP untuk
penjelasan tindakan CAG
Implementasi hari ke 3 (Tgl 20 Maret 2022)

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Pola nafas tidak efektif Pemantauan Respirasi (I.01014) S:
(D.0005) berhubungan Observasi - Klien mengatakan sesak
dengan ekspansi paru - Memonitor frekuensi, irama, nafas berkurang
yang tidak maksimal kedalaman, dan upaya napas
- Memonitor pola napas - Klien mengatakan merasa
- Memonitor adanya sumbatan jalan nyaman saat posisi
nafas setengah duduk
- Melakukan asukultasi bunyi nafas
- Memonitor saturasi oksigen O:
- Klien tampak lebih relax
Terapeutik bernapas
- Mengatur posisi pasien semifowler - TTV
- Memberikan terapi relaksasi untuk T : 120/58 mmHg
mengurangi stres, jika perlu N : 65x/menit
- P : 20 x/menit
S : 36.4 C
Edukasi SpO2 99 %

- Mengajarkan keluarga cara latihan - Suara ronchi berkurang


nafas dalam
- Pasien tampak nyaman
dalam posisi semifowler

A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Pasien di rencanakan
pulang

- Hentikan intervensi
2. Resiko penurunan Perawatan jantung (I.02075) S:
curah jantung (D.0011) Observasi: - Klien mengatakan sudah
berhubungan dengan - Mengidentifikasi tanda/gejala primer tidak terlalu lemas
perubahan preload penurunan curah jantung
- Mengidentifikasi tanda/gejala - Klien mengatakan masih
sekunder penurunan curah jantung merasa sedikit sesak jika
- Memonitor tekanan darah terlalu sering ke toilet
- Memonitor intake dan output cairan O:
- TTV
Kolaborasi: T : 120/58 mmHg
- Memberikan antiaritmia, jika perlu N : 65x/menit
- Memberikan diet jantung yang sesuai P : 20 x/menit
- Memberikan obat diuretik sesuai S : 36,4 C
anjuran dokter SpO2 99 %
CRT < 2 detik
Edukasi:
- Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai - Intake 60cc/3 jam
toleransi - Output 140cc/3 jam
- Menganjurkan beraktivitas fisik secara BC -80cc/3 jam
bertahap UO 1.2cc/kg/jam
Batasi cairan harian (<1.5 – 2 L/24
jam) - Klien tampak lebih segar
- Menganjurkan menggunakan pispot
untuk BAK/BAB jika sesak terasa A:
berat - Masalah teratasi sebagian
P:
- Pasien di rencanakan
pulang

- Hentikan intervensi
3. Intoleransi aktivitas Manajemen energy (I.05178) S:
(D.0056) Observasi - klien mengatakan sudah
berhubungandengan - Mengidentifikasi gangguan fungsi dapat melakukan aktivitas
ketidakseimbangan tubuh yang mengakibatkan kelelahan ringan
antara suplai - Memonitor kelelahan fisik
dan danemosional O:
kebutuhan oksigen - Memonitor lokasi dan - TTV
ketidaknyamanan selama melakukan T : 120/58 mmHg
aktivitas N : 65x/menit
Terapeutik P : 20 x/menit
- Menyediakan lingkungan yang S : 36.4 C
nyamandan rendah stimulus SpO2 99 %
- Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, CRT < 2 detik
jika tidak dapat berjalan atau berpindah
Edukasi - Klien tampak aktivitas
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara mandiri
secara bertahap - klien tampak segar

A:
- Masalah teratasi
sebagian
P:
- Pasien di rencanakan
pulang

- Hentikan intervensi
4 Resiko Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539) S:
(D.0142) behubungan Observasi - Klien mengatakan sudah
dengan efek tindakan - Memonitor tanda dan gejala infeksi local memahami cara mencuci
invasif tangan yg di ajarkan
dan sistemik
- Klien dan keluarga
Terapeutik mengatakan sudah
memahami tanda infeksi
- Memberikan perawatan kulit pada areaO :
luka - TTV
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah T : 120/58 mmHg
kontak dengan pasien dan lingkungan N : 65x/menit
pasien P : 20 x/menit
S : 36.4 C
Edukasi SpO2 99 %

- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien dan keluarga dapat


- Mengajarkan cara mencuci tangan mengulang informasi dan
dengan benar cara yg telah di sampaikan
- Mengajarkan cara memeriksa kondisi - Tidak ada tanda infeksi
luka (kolor, rubor, tumor, dolor,
fungsio lasea)
- Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
A:
- Menganjurkan untuk ke fasilitas - Masalah teratasi sebagian
Kesehatan jika menemukan tanda
infeksi P:
- Pasien di rencakan pulang
- Hentikan intervensi
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


Hasil pengkajian yang telah dilakukan, Klien berusia 48 tahun. Saat dilakukan
pengkajian klien mengatakan saat kecil sering sakit namun lupa spesifik nya
(demam, nyeri sendi).
Klien masuk ke RS JHC di rencanakan untuk tindakan CAG untuk di gunakan
sebagai data penunjang operasi. Klien mengatkan akhir-akhir ini merasakan dada
nya berdebar. Klien juga mengeluhkan nafas terasa berat atau sesak terutama
saat beraktifitas dan saat tidur harus menggunakan 2 bantal agar merasa nyaman
dan tidak sesak.
Klien memiliki riwayat di rawat dan dilakukan tindakan evakuasi cairan perikard
(pericardiosintesis) sebanyak 3x di RS Islam Jakarta Sukapura pada bulan
September, Oktober dan Desember 2021.
Kemudian, pada teori dikatakan salah satu penyebab rheumatic heart disease
adalah terpapar oleh pirogen, dimana akan terjadi proses peradangan, dengan
ditandai adanya peningkatan suhu tubuh. Namun pada klien tidak di temukan
tanda adanya proses peradangan karena penyakit sudah tidak bersifat akut.
Proses pengkajian dilakukan secara terbatas karena dalam kondisi pandemic
Covid-19. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik
yg tidak menyeluruh dan melihat catatan rekam medis klien melalui database
rumah sakit untuk menegakan diagnosa keperawatan.
Pada proses pengkajian ini, tim tidak mengkaji lebih dalam tentang status nutrisi
klien sehingga untuk kemungkinan muncul nya diagnosa serta intervensi yg akan
di berikan tidak dilakukan.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan, didapatkan 4 diagnosa
keperawatan, yang dimana hanya diambil 1 diagnosa prioritas, pemilihan diagnosa
tersebut berdasarkan hasil data pengkajian, yaitu Pola nafas tidak efektif (D.0005)
berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal. Nafas yg tidak stabil
dan
regular mengakibatkan frekuensi napas menjadi meningkat, lama-kelamaan dapat
menyebabkan kelelahan otot pernapasan serta memberikan rasa tidak nyaman.
Selanjutnya Diagnosa yang ke dua adalah Resiko penurunan curah jantung
(D.0011) berhubungan dengan perubahan preload. Dimana pada diagnose ini
terdapat tanda-tanda yg mendukung seperti adanya suara murmur jantung dan
distensi vena jugularis, CRT >2 detik dan hasil echo MR berat dilatasi LA-LV.
Diagnosa yang ke tiga adalah Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, pengambilan diagnosa
tersebut dikarenakan klien mengeluh sesak saat beraktivitas, aktivitas mobilitas
fisik selama hospitalisasi terbatas serta dibantu oleh keluarga. Diagnosa
selanjutnya adalah Defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kekeliruan
mengikuti anjuran. Sedangkan diagnose post tindakannya yaitu Risiko infeksi
(D.0142) behubungan dengan efek tindakan invasif.
Terdapat sedikit perbedaan dengan teori dalam pengambilan diagnosa
keperawatan, dimana tidak semua diagnosa dalam teori dapat diambil karena
menyesuaikan kondisi klinis klien di lapangan. Kesenjangan tersebut ada pada
diagnosa nyeri dimanaklienpadasaatdi anamnesatidakmengeluhkan nyeri dada. Begitu
pula dengan diagnose Hipertermi, tidak ditemukan data pendukung baik secara subjektif
maupun objektif.

4.3 IntervensiKeperawatan
Dalam melakukan intervensi, dari hasil kajian ada 5 diagnosa. Intervensi yang dilakukan
disesuaikan dengan kondisi klien tetapi pada prinsipnya dalam pemberian intervensi
keperawatan berpatokan pada tinjauan teoritis. Intervensi yangdiambil adalah tindakan
yang dapat dilakukan langsung kepada pasien, intervensi dari 1 diagnosa prioritas
adalah pemantauan respirasi yang diantaranya monitor pola nafas, monitor saturasi
oksigen, monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, monitor adanya
sumbatan jalan nafas.
4.4 ImplementasiKeperawatan
Dalam melakukan implementasi dari 5 diagnosa, tidak semua intervensi dapat di lakukan.
Untuk pemantauan respirasi, tim mengobservasi frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya napas. Memonitor pola napas, memonitor adanya sumbatan jalan nafas,
melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi paru, asukultasi bunyi nafas, memonitor
saturasi oksigen, mengatur posisi pasien semifowler serta mengajarkan keluarga
cara latihan nafas dalam.
Untuk perawatan jantung tim mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal
dyspnea, peningkatan CVP), mengidentifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat), memonitor intake dan
output cairan. Selanjutnya adalah manajemen energypenulis melakukan latihan
rentang gerak pasif atau aktif, menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
Implementasi tersebut dilakukan secara bertahap dengan bantuan perawat
rehabilitas medik RS JHC dan keluarga klien. Untuk implementasi edukasi
Kesehatan, tim lebih mengarah kepada diskusi terbuka bersama klien dan
keluarga. Terutama tentang kecemasan yg di rasakan maupun informasi tentang
prosedur yg akan di jalani. Terakhir untuk pencegahan infeksi setelah prosedur
CAG, tim mengedukasi klien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi, serta bagaimana cara merawat luka post puncture.

4.5 EvaluasiKeperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang berguna untuk menilai
keberhasilan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Waktu pencapaian keberhasilan
asuhan keperawatan disesuaikandenganberatringannyadiagnosakeperawatan.Berdasarkan
asuhan keperawatan yangtelah dilakukan masalah belum teratasi secara penuh, penulis
menjadikan sumber SLKI menjadi kriteria ketercapaiannya masalah. Dalam asuhan
keperawatan ini, masalah belum teratasi dikarenakan keterbatasan waktu untuk
memberikan intervensi kepada pasien serta perlunya tindakan kolaborasi dalam
pemberian intervensi medis untuk mengatasi komplikasi RHD pada pasien.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil studi kasus ini dapat disimpulkan bahwa Rheumatic Heart Disease
adalah penyakit yang diakibatkan oleh respons imunologis lambat yang terjadi setelah
infeksi kuman Streptococus β hemolyticus grup A. Dimana biasanya sering ditemukan
pada anak dan jika tidak ditangani secara menyeluruh dapat menyebabkan kelainan
katup jantung yang menetap.
Klien yaitu Ny. A berusia 48 tahun, klien di diagnosis terkena penyakit jantung
pada saat duduk di kelas 5 SD. Namun tidak menjalani pengobatan di karenakan tidak
ada biaya dan mendapat info dari tetangga bahwa sakitnya akan sembuh seiring
bertambah usia. Tatalaksana asuhan keperawatan yang dilakukan pada studi kasus
ini diutamakan meliputi manajemen napas, perawatan jantung dan manajemen energi
karena keluhan pasien akan berdampak kepada hemodinamik dan gangguan rasa
nyaman klien. Tedapat keterbatasan pelaksanaan intervensi pada asuhan
keperawatan, dikarenakan keterbatasan waktu sehingga masalah belum teratasi
sepenuhnya.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi klien
Bagi klien dan keluarga harus mampu mengenali tanda dan gejala penyakit
infeksi jantung.
5.2.2 Bagi perawat
Sebagai tenaga kesehatan diharapkan selalu mengupgrade ilmu-ilmu terbaru
mengenaiperawatan penyakit infeksi jantung.
5.2.3 Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai sarana fasilitas kesehatan bagi masyarakat agar selalu
mempertahankan kualitas pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriany, J., & Annisa, I. (2019). Demam Reumatik Akut. AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan Malikussaleh, 5(2), 11. https://doi.org/10.29103/averrous.v5i2.2078.

Hasnul M, Najirman & Yanwirasti. (2015). Karakteristik pasien penyakit jantung rematik yang
dirawat inap di RSUP Dr.M.Djamil.Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4 No 3, 894-900.

Julius W. (2016). Penyakit jantung reumatik. Jurnal Medula Unila Vol 3 No 4,138-144
dari:https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1601.

Kana, Ina Erni Putri Bungsu. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Nn. N Dengan Penyakit
jantung reumatik di Ruangan Cempaka RSUD PROF. DR.W.Z Johannes Kupang.
Kupang: Poltekkes Kemenkes Kupang.

Kardiovaskular Dalam Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Sahrudi dan Akhyarul Anam.
2021. Jakarta. Trans Info Media.

Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar. Ikatan Ners Kardiovaskular


Indonesia. 2018. Jakarta.

NK, R., Iskandar, B., Albar, H., & Daud, D. (2016). Faktor Risiko Serangan Berulang Demam
Rematik/Penyakit Jantung Rematik. Sari Pediatri, 14(3), 179.
https://doi.org/10.14238/sp14.3.2012.179-84.

Pande, Made, I, P. (2018). Tinjauan Pustaka PENYAKIT JANTUNG REMATIK. 1102005135, 1–


18.

Riset Kesehatan Dasar.(2018).Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian


Kesehatan RI 2018.

Shiba & Rukmi.(2017). Penyakit Jantung Rematik Pada Anak Laki-laki Usia 8 Tahun. Jurnal
Medula Unila Vol 7 No 2. 13-21.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 1.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai