Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

"REUMATOID HEART DISEASE (RHD) PADA ANAK"

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah 'Keperawatan Anak Sakit Kronis & Terminal'
yang diampu oleh dosen pengajar Ibu Zakiyah Yasin S. Kep, NS. M. Kep

Disusun Oleh:

Mery Agustini 719621254

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WIRARAJA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Sakit Anak Kronis & Terminal tentang

"Asuhan Keperawatan Reumatoid Heart Disease (RHD) Pada Anak”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen yang telah membimbing dan semua pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Sumenep, 24 September 2021

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rematoid heart disease (RHD) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang di
dapat, baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering
diawali oleh peradangan pada faring. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada
umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya
pernah menderita radang tenggorokan.

Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993). RHD adalah suatu penyakit peradangan
autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan subcutan
pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus
hemolitic-b grup A.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan Rematoid Heart Disease ?

Apa penyebab Rematoid Heart Disease ?

Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Rematoid Heart Disease ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui definisi Rematoid Heart Disease.

Untuk mengetahui dan memahami penyebab Rematoid Heart Disease.

Untuk mengulas tentang Asuhan Keperawatan dari Rematoid Heart Disease.


BAB 2

LAPORAN PENDUHULUAN : KONSEP TEORI MEDIS

2.1 Definisi

Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi
streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001). Penyakit jantung reumatik
adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun
oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum
diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis,
Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney, 2002).

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung
akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali (Arif Mansjoer, 2002). Penyakit jantung
rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong
tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-β grup A (Sunoto Pratanu, 2000).

Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup
mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

2.2 Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu,
penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran
nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan
glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit maupun di saluran
nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit.

Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

1. Faktor-faktor pada individu :

a. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan
antibody monoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
c. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam reumatik lebih sering di dapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang
kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
d. Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak
umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah
20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada
anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

f. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding
selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

2. Faktor-faktor lingkungan :

a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang
buruk, sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan.
Sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan
lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.
b. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak di
dapatkan di daerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang di duga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran
nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah
yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri sesak napas dengan krekels dan
wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.

Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila
ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya
infeksi endocarditis.

Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami
gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan
tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit.
Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat
lelah dan tentu saja demam. Berikut ini ialah tanda-tandanya dan kriteria diagnosis :

1. Kriteria Mayor

a. Carditis
b. Polyarthritis
c. Khorea Syndenham
d. Eritema Marginatum
e. Nodul Subcutan

2. Kriteria Minor

a. Memang mempunyai riwayat RHD


b. Nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
c. Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
d. Leukositosis
e. Peningkatan laju endap darah (LED)
f. C- reaktif Protein (CRP) positif
g. P-R interval memanjang
h. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
i. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

2.4 Patofisiologi

Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh
kelompok kuman A beta-hemolitic treptococcus yang menyerang pada pharynx. Streptococcus
diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya
ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, di fosforidin nukleotidase,
deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang
timbulnya antibodi.

Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
beberapa produk tersebut. Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang
membentuk imun kompleks. Reaksi silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema kardiak
menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada
katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen.

Demam reumatik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang
tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic. Mungkin
ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal
yang dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan
kronik dengan karditis.

2.5 Penatalaksanaan

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir
tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis
bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup
vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi.
Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi
keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif.
Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang
relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
2.6 Pengobatan

Pemberian obat-obatan untuk melawan infeksi bakteri Group A Streptococcus (GAS)


dilakukan sejak episode ARF pertama dengan pemberian penicillin selama 10 hari, atau
benzathine penicillin secara intramuskuler sebanyak satu kali per bulan. Infeksi berulang dicegah
dengan pemberian benzathine penicillin rutin. Hal ini bertujuan untuk mencegah PJR
berkelanjutan, mengurangi angka mortalitas, dan mencegah terjadinya gagal jantung. Bila
kerusakan katup jantung semakin bertambah, dapat dilakukan ballon valvuloplasty hingga
operasi penggantian katup jantung. Pemberian obat-obatan tetap dilanjutkan walaupun pasien
sudah dioperasi.

Bagaimana peran ners untuk merawat pasien dengan penyakit ini? Perawat harus
mengenal dengan baik tanda dan gejala PJR.

Dikarenakan pasien harus tirah baring, bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Edukasi pasien dan keluarga agar pasien tetap istirahat di tempat tidur. Bantu pasien untuk
mendapatkan pemeriksaan laboratorium lengkap, seperti swab tenggorokan, pemeriksaan darah,
EKG, ekokardiografi, dll. Berikan terapi sesuai dengan rencana dokter. Koordinasi dengan
dietisien untuk mencukupi kebutuhan gizi pasien

1. Edukasi pasien mengenai pengobatan (Pengobatan harus rutin tidak boleh putus), risiko
kekambuhan penyakit, dan pentingnya mencegah komplikasi.

2. Libatkan keluarga untuk perawatan pasien saat di RS dan bagaimana merawat pasien
dirumah.

3. Buat leaflet untuk keluarga pasien berisikan tentang penyakit ini dan hal hal yang harus
dilakukan untuk mendukung penyembuhan.

4. Edukasi orangtua pasien bahwa pengobatan harus terus dilakukan dan tidak boleh putus.
Jika pasien sudah dirawat, sampaikan bahwa pasien akan dirujuk kembali ke faskes
terdekat di wilayahnya.
BAB 3

KONSEP TEORI KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan

3.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan
atau dikaji meliputi :

1. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, tanggal MRS, pekerjaan
pasien, dan nama penanggungjawab.

2. Riwayat Keperawatan.

a. Awalan Serangan
Asal mula perkembangan suatu penyakit.
b. Keluhan Utama
Yang menjadi keluhan utama saat ini di derita oleh pasien.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu.

Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien.

4. Riwayat Psikososial Keluarga.

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,
kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah
menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).

a. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat
badan dan hemoglobin pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu adanya takikardia karena riwayat infeksi
saluran nafas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
gangguan fungsi sendi dan kelemahan otot yakni dibantu oleh orang lain.
e. Persepsi kesehatan pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-sehari kurang baik.
f. Kognitif atau perceptual pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-
debar.
g. Persepsi diri atau konsep diri pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologisnya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
h. Peran hubungan pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
i. Manajemen koping atau stress pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
j. Keyakinan atau nilai pasien memiliki kepercayaan, pasien masih tahap belajar
beribadah.

6. Pengkajian ADL (Activity Dailiy Living)

7. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Psikologis yakni keadaan umum yang tampak lemah, kesadaran


composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, adanya sesak nafas,
nyeri abdomen, mual, anoreksia, penurunan hemoglobin, kelemahan otot, akral dingin.     
b. Pemeriksaan Sistematik
a). Inspeksi : Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering,
berat badan menurun, dada berdebar-debar.
b). Perkusi : Adanya distensi abdomen dan nyeri tekan sendi.
c). Palpasi : Turgor kulit kurang elastis, denyut nadi meningkat.
d). Auskultasi : Terdengarnya suara bising katup, perubahan suara jantung.

8. Pemeriksaan Tingkat Tumbuh Kembang.

Pada anak RHD akan mengalami gangguan karena anak malnutrisi sehingga berat badan
menurun.

9. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan laboratorium
2. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju
endap darah (LED), terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
3. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
4. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi.
5. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang. Hapusan tenggorokan ditemukan
streptococcus hemolitikus β grup A.

3.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sendi

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas otot jantung

3.3.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

Tujuan:

Tingkat nyeri berkurang setelah 1 × 24 jam perawatan dengan kriteria hasil:

a. Skala nyeri 0-2 (dari skala 0-10)

b. Ekspresi wajah rileks

c. Tekanan darah dalam batas normal 120/80mmHg

d. Denyut jantung normal 60-100×/menit

e. Pasien bisa mengungkapkan penyebab nyeri

Intervensi:

Manajemen nyeri:

a. Observasi

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas dan


insensitas nyeri

- Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi skala nyeri nonverbal

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

- Monitor efek samping penggunaan analgesik


b. Teraupetik

- Berikan teknik non farmalogis untuk mengurangi nyeri, misalnya teknik


nafas dalam, pemberian aroma terapi, terapi musik, terapi pijat

- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya


pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan)

c. Edukasi

- Jelaskan penyebab , periode, dan pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Ajarkan teknik nonfarmalogis untuk mengurangi nyeri

d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

Tujuan: setelah diberikan asuhan Keperawatan diharapkan intoleransi aktifitas dapat


teratasi dengan kriteria hasil:

- Anak tidak mudah lelah

- Anak dapat melakukan aktifitas sesuai batas toleransi

Intervensi

Manajemen energy:

a. Observasi

- Identifikasi gangguan citra tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- Monitor kelelahan fisik dan emosional

- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

b. Terapeutik

- Sediakan lingkungan aman dan rendah stimulasi

- Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif

- Fasilitasi ambulansi pasien


c. Edukasi

- Anjurkan tirah baring

- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap

- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak


berkurang

- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

d. Kolaborasi

- Kolaborasikan dengan gizi cara meningkatkan asupan makanan

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas otot jantung

Tujuan: Curah jantung meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan 3×24 jam
dengan kriteria hasil:

a. Kekuatan nadi perifer meningkat

b. Palpitasi menurun

c. Bradikardi menurun

d. Gambaran EKG NSR

e. Sesak nafas menurun

f. Tidak pucat

g. Tidak batuk

h. Suara jantung S3 dan S4 menurut

i. Murmur jantung menurun

Intervensi:

a. Observasi
- Observasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung meliputi: dyspnea,
kelelahan, edema, orthopnea, paroxismalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP

- Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung meliputi:


peningkatan BB, hematomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria,
batuk, tanda sianosis

- Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, pernafasan, suhu, saturasi oksigen

- Monitor intake dan output cairan

- Monitor adanya keluhan nyeri dada

- Monitor EKG 12 sandapan

- Monitor adanya aritmia

b. Terapeutik

- Berikan posisi tidur semifowler/fowler

- Berikan dukungan emosional dan spiritual

c. Edukasi

- Anjurkan melakukan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuan

- Anjurkan untuk aktifitas secara bertahap

d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiaritmia jika perlu

e. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

3.3.4 IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya yakni intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi
dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

Implementasi

a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas dan insensitas


nyeri

b. Mengidentifikasi skala nyeri

c. Mengidentifikasi skala nyeri nonverbal

d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e. Memonitor efek samping penggunaan analgesik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

Implementasi

a. Mengidentifikasi gangguan citra tubuh yang mengakibatkan kelelahan

b. Memonitor kelelahan fisik dan emosional

c. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sendi

a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Keluhan fisik lainnya

b. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulansi

c. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulansi

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas otot jantung

1. Mengobservasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung meliputi: dyspnea,
kelelahan, edema, orthopnea, paroxismalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung meliputi:


peningkatan BB, hematomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk,
tanda sianosis

3. Memonitor tanda-tanda vital: tekanan darah, pernafasan, suhu, saturasi oksigen

4. Memonitor intake dan output cairan

5. Memonitor adanya keluhan nyeri dada

6. Memonitor EKG 12 sandapan

7. Memonitor adanya aritmia

3.3.5 EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan pasien yakni :
Dx 1 : Tingkat nyeri berkurang
Dx 2 : Intoleransi aktifitas dapat teratasi
Dx 3 : Mampu melakukan gerakan fisik ekstremitas secara mandiri
Dx4 : Keutuhan kulit membaik
Dx 5 : Curah jantung meningkatmeningkat

3.WOC
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah
sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan
baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap
anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan
ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004).

Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi
sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu


proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis
pada anak. Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika
seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebutakan mudah mengalami krisis yang
disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan
dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya
menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).

A. Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut
akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan,
maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa
perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik
ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang,

dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat
membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding
maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998). Beberapa perubahan
lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut
akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami
perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya
perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa
nyeri sama seperti sewaktu masih bayi.

Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi,
menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti
menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu
mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005).

Beberapa perubahan lingkungan fisik yang dialami selama dirawat di rumah sakit, pada akhirnya
dapat menyebabkan anak mengalami stres emosi. Menurut penenlitian yang dilakukan di
instalasi rawat inap Badan RSUD Dr. M. Ashari Kabupaten Pemalang, dengan jumlah responden
68 orang didapatkan hasil 43 orang (61,8 %) menyatakan mengalami stress emosi selama dirawat
di rumah sakit, sedangkan 26 orang (32,8 %) menyatakan tidak mengalami stress emosi akibat
perawatan yang dialaminya (Triyanto, 2006).

Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas sakit dapat
berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan
mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang
bersifat berat. Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya
yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang
sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa
kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang
dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).

Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku.
Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes ( phase of
protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial).

Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat, menjerit,
memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia
tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Tahap
putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak tenang, tidak aktif, menarik diri,
menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis.Tahap
berikutnya dalah tahap menolak dimana anak samar-samar menerima perpisahan, membina
hubungan dangkal dengan orang lain serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan
gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua.
ASUHAN KEPERAWATAN

"REUMATOID HEART DISEASE (RHD) PADA ANAK"

4.1 Kasus

Pasien seorang laki-laki berusia 16 tahun datang ke instalansi gawat darurat di RSUD dr. Anwar
dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Demam bersifat naik turun, meningkat terutama
pada malam hari. Pemberian obat penurun panas hanya menurunkan sesaat. Pasien mengatakan
mual dan muntah saat makan. Keluhan lain yaitu pasien mengeluhkan sesak sejak 1 hari yang
lalu, tanpa nyeri dada, diperberat dengan olahraga berat dan membaik dengan istirahat. Selain
itu, juga mengeluhkan nyeri pada lutut kanan dan pada siku kanan. Nyeri dirasakan sejak 5 hari
yang lalu bersifat hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bawah yang bersifat hilang
timbul, nyeri saat diawal buang air kecil serta warna urin berubah menjadi seperti teh sejak 5 hari
yang lalu. Pasien menyatakan merasa lemah dan tidak kuat untuk berjalan. Pada hasil
pemeriksaan fisik terdapat tonsil eodem dan eritem, faring hiperemi, didapatkan KU tampak
sakit sedang, kesadaran composmentis, dengan VAS (Visual Analog Scale) skor yaitu 5 dan
GCS 456, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82x/menit, reguler, pernafasan 25x/menit, dan suhu
38,5oC.

Asuhan Keperawatan pada anak RHD

1. Biodata
Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. Rq
2. Tempat tgl lahir/usia :-
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Alamat : Sumenep
7. Tgl masuk : 26 September 2021 (jam 09.00)
8. Tgl pengkajian : 26 September 2021
9. Diagnosa medik : Reumatoid Heart Disease
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a : Tn. H
b. U s i a : 30 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Pedagang
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Sumenep
2. Ibu
a. N a m a : Ny. S
b. U s i a : 29 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Agama : Islam
f. Alamat : Sumenep

2. Riwayat Keperawatan.
a. Awalan Serangan

Pasien mengatakan mengalami demam sejak 5 hari yang lalu

b. Keluhan Utama

Pasien mengatakan demam dan nyeri pada lutut

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

4. Riwayat Psikososial Keluarga.

5. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).

a. Pasien mengeluh nyeri saat diawal buang air kecil serta warna urin berubah menjadi
seperti teh sejak 5 hari yang lalu

b. Pasien mengatakan mual dan muntah saat makan

c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu adanya takikardia karena riwayat infeksi
saluran nafas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

d Pasien menjadi sulit beraktifitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat gangguan fungsi sendi dan kelemahan otot

6. Pemeriksaan Fisik

Pasien terlihat lemah kesadaran composmentis, pasien terlihat sesak nafas nyeri lutut
kanan dan kiri Pemeriksaan Psikologis yakni keadaan umum yang tampak lemah, lb.
Pemeriksaan Sistematik

a). Inspeksi : Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering,
berat badan menurun, dada berdebar-debar.

b). Perkusi : Adanya distensi abdomen dan nyeri tekan sendi.

c). Palpasi : Turgor kulit kurang elastis, denyut nadi meningkat.

d). Auskultasi: Terdengarnya suara bising katup, perubahan suara jantung.

7. Pemeriksaan Tingkat Tumbuh Kembang.

Pada anak RHD akan mengalami gangguan karena anak malnutrisi sehingga berat badan
menurun.

8. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan laboratorium

2. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju


endap darah (LED), terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.

3. Radiologi

Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.

4. Pemeriksaan Echokardiogram

Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi.

5. Pemeriksaan Elektrokardiogram

Menunjukan interval P-R memanjang. Hapusan tenggorokan ditemukan


streptococcus hemolitikus β grup A.

4.2 ANALISA DATA

N DATA MASALAH ETIOLOGI


O

1. DS: Pasien mengatakan Nyeri Akut Nyeri akut b.d agen cidera
nyeri pada lutut kanan dan
siku kanan, Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut
bawah yang bersifat hilang
timbul

DO: Adanya distensi


abdomen dan nyeri tekan
sendi pada pasien
2. DS: Pasien menyatakan Intoleransi Aktifitas Intoleransi aktivitas
merasa lemah dan tidak berhubungan dengan
kuat untuk berjalan. kelemahan otot, tirah baring
atau imobilisasi.

DO: Pasien terlihat lemah


disebabkan nyeri pada lutut
dan perutnya
3. DO: Pasien mengeluh sesak Penurunan curah jantung Penurunan curah jantung
sejak 1 hari yang lalu, tanpa berhubungan dengan
nyeri dada, diperberat perubahan kontraktilitas otot
dengan olahraga berat dan jantung
membaik dengan istirahat

DS: Terdengarnya suara


bising katup, perubahan
suara jantung.

4.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas otot jantung

4.4 INTERVENSI

NO DATA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri:


berhubungan dengan berkurang setelah 1
agen cidera. × 24 jam perawatan a. Observasi
dengan kriteria Identifikasi lokasi, -Untuk mengetahui
hasil: karakteristik, durasi lokasi, karakteristik,
duransi kualitas dan
a. Skala nyeri 0-2 nyeri, frekuensi,
insensitas
(dari skala 0-10) kualitas dan insensitas
nyeri
b. Ekspresi wajah
rileks - Identifikasi skala - Untuk mengetahui
nyeri skala nyeri
c. Tekanan darah
- Identifikasi skala - Untuk mengetahui
dalam batas normal adanya skala nyeri
120/80mmHg nyeri nonverbal
nonverbal
d. Denyut jantung
normal 60-
100×/menit - Untuk mengetahui
faktor yang
e. Pasien bisa memperberat dan
mengungkapkan meringankan nyeri
penyebab nyeri - Identifikasi faktor
yang memperberat dan - Untuk mengetahui
memperingan nyeri efek sampling dari
penggunaan
analgesik

- Monitor efek - Terapi ini di


samping penggunaan berikan untuk
mengurangi rasa
analgesik
nyeri
b. Teraupetik

- Berikan teknik non


farmalogis untuk
mengurangi nyeri, - Untuk
misalnya teknik nafas meringankan rasa
dalam, pemberian aroma nyeri
terapi, terapi musik,
terapi pijat

- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya - Untuk memberikan
pencahayaan, suhu penjelasan terkait
ruangan, kebisingan) periode, pemicu
nyeri dan strategi
untuk
meredakannya.
c. Edukasi

- Jelaskan penyebab ,
periode, dan pemicu
nyeri

- Jelaskan strategi
meredakan nyeri

- Ajarkan teknik
nonfarmalogis untuk
mengurangi nyeri
d. Ko - Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgesik

Tujuan: setelah
2. Intervensi - Untuk mengetahui
Intoleransi Aktifitas diberikan asuhan
Keperawatan Manajemen energy: adanya gangguan
citra tubuh
diharapkan
intoleransi aktifitas a. Observasi
dapat teratasi
- Identifikasi
dengan kriteria - Untuk mengetahui
gangguan citra tubuh adanya kelelahan
hasil: yang mengakibatkan visit dan emotional
- Anak tidak mudah kelelahan
- Untuk mengetahui
lelah - Monitor kelelahan letak lokasi dan
- Anak dapat fisik dan emosiona ketidaknyamanan
yang selama
melakukan aktifitas
melakukan aktifitas
sesuai batas
toleransi l

- Monitor lokasi dan - Untuk memberikan


ketidaknyamanan kenyamanan pada
selama melakukan klien dan
aktifitas memberikan rasa
rileks pada pasien
b. Terapeutik

- Sediakan lingkungan
aman dan rendah
stimulasi
- Lakukan latihan
rentang gerak aktif
- Untuk memberikan
dan pasif
rasa nyaman
-Fasilitasi ambulansi
pasien
- Untuk
memudahkan pasien
dalam beraktifitas
dengan dilakukan
secara bertahap
c. Edukasi

- Anjurkan tirah
baring - Untuk
memberikan
pelayanan jika tanda
dan gejala kelelahan
- Anjurkan melakukan
pasien berlanjut
aktifitas secara
bertahap

- Untuk memberikan
pemahaman kepada
pasien koping untuk
mengurangi rasa
-Anjurkan lelah
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
- Untuk memberikan
peningkatan asupan
makanan pada
- Ajarkan strategi
pasien
koping untuk
mengurangi kelelahan

- Untuk mengetahui
tanda dan gejala
primer yang
menyebabkan
penurunan curah
d. Kolaborasi jantung

- Kolaborasikan
dengan gizi cara
meningkatkan asupan
makanan - Untuk mengetahui
tanda dan gejala
sekunder yang
menyebabkan
penurunan curah
jantung
Penurunan curah 1. Mengobservasi
3. jantung berhubungan tanda dan gejala
dengan perubahan Tujuan: Curah primer penurunan
kontraktilitas otot jantung meningkat curah jantung
jantung setelah dilakukan
meliputi: dyspnea,
tindakan
kelelahan, edema,
keperawatan 3×24 - Untuk mengetahui
orthopnea,
jam dengan kriteria TTV klien
paroxismalnocturnal
hasil:
dyspnea, peningkatan
a. Kekuatan nadi CVP
perifer meningkat - Untuk mengetahui
2. Mengidentifikasi cairan yang masuk
b. Palpitasi menurun tanda dan gejala dan keluar dari
sekunder penurunan pasien
c. Bradikardi curah jantung
menurun - Untuk mengetahui
meliputi: peningkatan
adanya Keluhan
d. Gambaran EKG BB, hematomegali, nyeri dada atau tidak
NSR distensi vena pada pasien.
jugularis, palpitasi,
e. Sesak nafas ronchi basah, oliguria, - Untuk memberikan
menurun batuk, tanda sianosis indikasi menyeluruh
atas naik-turunnya
f. Tidak pucat 3.Memonitor tanda- suatu kontraktilitas
tanda vital: tekanan
g. Tidak batuk - Untuk mengetahui
darah, pernafasan, adanya aritmia pada
h. Suara jantung S3 suhu, saturasi oksigen pasien
dan S4 menurut
4. Memonitor intake
i. Murmur jantung dan output cairan
menurun

5.Memonitor adanya
keluhan nyeri dada

6. Memonitor EKG 12
sandapan

7. Memonitor adanya
aritmia

4.5 WOC
IMPLEMENTASI

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana

keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan

dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

Implementasi

a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas dan insensitas


nyeri

b. Mengidentifikasi skala nyeri

c. Mengidentifikasi skala nyeri nonverbal

d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e. Memonitor efek samping penggunaan analgesik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

Implementasi

a. Mengidentifikasi gangguan citra tubuh yang mengakibatkan kelelahan

b. Memonitor kelelahan fisik dan emosional

c. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas otot jantung

1. Mengobservasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung meliputi: dyspnea,
kelelahan, edema, orthopnea, paroxismalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung meliputi:


peningkatan BB, hematomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk,
tanda sianosis
3. Memonitor tanda-tanda vital: tekanan darah, pernafasan, suhu, saturasi oksigen

4. Memonitor intake dan output cairan

5. Memonitor adanya keluhan nyeri dada

6. Memonitor EKG 12 sandapan

7. Memonitor adanya aritmia

EVALUASI

Evaluasi yang diharapkan :

a. Tingkat nyeri berkurang

b. Intoleransi aktifitas dapat teratasi

c. Curah jantung meningkatDx 1 : Tingkat nyeri berkurang


PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Rematoid heart disease (RHD) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang di
dapat, baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang
sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan
kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu
sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan. Ada faktor mayor dan minor dalam
penyakit RHD.

RHD merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam
rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic
efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.

5.2 Saran

Jika kita lihat di atas bahwa penyakit RHD sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal
yaitu demam rematik (DR). Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita
jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman
tersebut, diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal
yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan
dalam distribusi penyakit ini.

Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk
terjadi DR. Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami
demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini
menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit
jantung rematik.
Daftar Pustaka
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),

Edisi 1, Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/penyakit-jantung-rematik/diagnosis

https://zdocs.tips/doc/rhd-1-asuhan-keperawatan-rheumatik-heart-desease-wp9nxgkwq415

https://zdocs.tips/doc/laporan-pendahuluan-reumatoid-heart-disease-8pgkremzn46x

https://zdocs.tips/doc/laporan-pendahuluan-0pzz29lw80po

https://pdfcoffee.com/kelompok-10-rheumatic-hearth-disease-rhd-pdf-free.html

https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1713/SKR%20NASRIYANI%2C
%20S.Kep.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://id.scribd.com/document/367209021/Askep-RHD-Pada-Anak

Anda mungkin juga menyukai