PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi
angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan
(Kemenkes RI,2015). Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat
lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6%
bayi BBLR lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di
Indonesia. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015,
angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan
sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing provinsi.Angka terendah
tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa
Tengah berkisar 7% (Kemenkes RI,2015).
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),dan
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini
dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan
lingkungan. Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan
nutrisi pada janin selama masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir
rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik.
Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko
tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir
dengan berat badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu
dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya
hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun
(Juaria dan Henry, 2014) .
Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap
bayi BBLR dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi adekuat dan
melakukan pencegahan infeksi. Meskipun demikian, masih didapatkan 50%
1
bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau bertahan hidup dengan
malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan perkembangan neurologis. Oleh
karena itu,pencegahan insiden BBLR lebih diutamakan dalam usaha menekan
Angka Kematian Bayi (Prawiroharjo,2014).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana intervensi pada BBLR ?
2. Bagaimana cara untuk meningkatkan berat badan pada BBLR ?
3. Apa bahaya BBLR bagi bayi tersebut ?
4. Apakah pengaruh BBLR terhadap tumbuh kembang ?
5. Adakah komplikasi yang terjadi pada BBLR ?
6. Apa saja factor yang mempengaruhi BBLR ?
7. Apa factor risiko untuk ibu yang baru melahirkan BBLR ?
8. Apa saja klasifikasi BBLR ?
9. Bagaimana cara menghindari atau pencegahan BBLR ?
10. Adakah pengaruh antara pemberian ASI dan susu formula pada BBLR ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa ilmu keperawatan mengetahui segala hal tentang BBLR
(berat bayi lahir rendah).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana intervensi pada BBLR
b. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk meningkatkan berat badan
pada BBLR
c. Untuk mengetahui apa bahaya BBLR bagi bayi tersebut
d. Untuk mengetahui apakah pengaruh BBLR terhadap tumbuh kembang
e. Untuk mengetahui adakah komplikasi yang terjadi pada BBLR
f. Untuk mengetahui apa saja factor yang mempengaruhi BBLR
g. Untuk mengetahui apa factor risiko untuk ibu yang baru melahirkan
BBLR
2
h. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi BBLR
i. Untuk mengetahui bagaimana cara menghindari atau pencegahan
BBLR
j. Untuk mengetahui adakah pengaruh antara pemberian ASI dan susu
formula pada BBLR
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriktif dimana penulis
mencari refrensi BBLR (berat bayi lahir rendah) dari jurnal.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini kelompok mengemukakan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Bab ini menjelaskan semua tentang landasan teori yang berhubungan
langsung dengan materi BBLR (berat bayi lahir rendah)
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari tinjauan teori serta saran.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat
bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah.
d. Pemberin oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveolo dan surfaktan . Konsentrasi 02yang
diberikan sekitar 30-35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi
o yang tinggi dalam masa yang panjangakan menyebabkan kerusakan
pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
e. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki
ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus
menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
bayi
5
setara dengan protein sebesar 1 g/kg/hari. Pengeluaran energi dari istirahat
diperkirakan sebesar 45 kkal/kg/hari pada bayi, dan pengeluaran energi untuk
paparan dingin dan aktivitas fisik diperkirakan sebesar 15
kkal/kg/hari.Kebutuhan enteral didapatkan dari kebutuhan parenteral dengan
menerapkan koreksi untuk absorpsi inkomplit dari protein pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
6
maupun prematuritas sejak dalam kandunga mengalami berbagi masalah murni
sudah yang menvebabkan bayi tersebut harus lahir. BBLR Bahkan bayi dengan
BBLSR dapat meninggal akibat komplikasi penyakit perinatal. Pada BBLR
tanpa kelainan kongenital, jejas sistem saraf pusat, BBLSR dan IUGR yang
mencolok, pertumbuhan fisik pada 2 tahun pertama cenderung mendekati
pertumbuhan fisik bayi yang lahir normal. Tetapi pada bayi dengan BBLSR
biasanya tidak akan mampu mengejar pertumbuhan fisiknya terutama jika
mengalami sekuele kronis yang berat, tidak mendapatkan asupan nutrisi yang
tidak mencukupi, dan atau lingkungan perawatan yang tidak adekuat. Bayi
tersebut akan mengalami gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan berat
badan dan tinggi badan tidak sesuai dengan kriteria atau standar yang normal.
Keadaan ini menjadi lebih buruk lagi jika BBLR kurang mendapat asupan
energi dan zat gizi, mendapat pola asuh yang kurang baik dan sering menderita
penyakit infeksi. Pada akhirnya bayi BBLR cenderung mempunyai status gizi
kurang atau buruk. Selain itu bahwa bayi dengan BBLR memiliki pengaruh
besar terhadap kejadian balita dengan berat badan di bawah garis merah dan
hal ini menentukan pertumbuhan anak di masa yang akan datang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Manuaba (2007) dalam bukunya yang menjelaskan bahwa
kelanjutan bayi dengan BBLR akan berdampak pada jangka panjang
kehidupannya karena berhubungan dengan gangguan sisitem saraf pusat
sehingga mungkin rendah. Adanya gangguan neurologis sehingga anak akan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Tidak semua Balita yang lahir dengan riwayat BBLR akan mengalami
gangguan pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukkan
bahwa dari 24 responden yang pertumbuhannya normal, sebanyak 4 responder
( 15,7 % ) lahir dengan riwayat BBLR. Hal ini terutama jika BBLR
mendapatkan penanganan vang tepat pada saat persalinan, neonatus , masa bayi
dan masa balita sehingga anak dengan BBLR tersebut tidak mengalami
komplikasi,mendapat asupan gizi yang adequat dan tidak disertai penyakit
penyakit.
7
E. Apakah komplikasi yang terjadi pada BBLR ?
Komplikasi Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir
rendah antara lain :
1. Hipotermia
2. Paten duktus arteriosus.
3. Hipoglikemia
4. Infeksi
5. Gangguan cairan
6. Perdarahan intraventrikuler dan elektrolit
7. Apnea of Prematurity
8. Hiperbilirubinemia
9. Anemia
10. Sindroma gawat nafas
8
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.
Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia
subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak
kurang dari 23,5 Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut,
sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR. Hasil
penelitian Edwi Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa
KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan risiko untuk melahirkan BBLR
walaupun risiko relatifnya cukup tinggi. Sedangkan ibu hamil dengan KEK
pada batas 23 cm mempunyai risiko 2.0087 kali untuk melahirkan BBLR
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm
Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi
oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu
sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil.
Penelitian Rosmery (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan
status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4.27 Kali unuk
mclahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi
baik (normal) Hasil peneliian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada
hubungan kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi
kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang dilahirkan Sedangkan
penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan bahwa anemia pada batas
gr/d bukan merupakan resiko untuk melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena
belum berpengaruh terhadap fungsi hormon maupunisiologis ibu.
9
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight
(ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow & Newell, 2005)
10
bermanfaat karena di dalamnya terdapat kandungan nutrisi yang penting seperti
long chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA) dan faktor-faktor
neurotropilk lainnya. Selain itu ASI juga dapat menurunkan risiko infeksi,
nocritizing enterocolitis dan alergi, dan memiliki efek positif untuk
perkembangan kognitif. Bayi juga mendapatkan keuntungan dengan adanya
kontak langsung dengan ibu saat menyusui, sehingga dapat meningkatkan
kestabilan psikologi.
Kolostrum atau ASI yang keluar pada beberapa hari pertama kelahiran
berwarna kuning kental, sangat kaya akan protein, dan zat kekebalan tubuh atau
immunoglobulin (igG, IgA, dan IgM), mengandung lebih sedikit lemak dan
karbohidrat. Karbohidrat terbanyak dalam ASI adalah laktosa. ASl juga
mengandung zat- zat yang dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh
bayi seperti faktor bifidus, loktoferin, dan juga lisosom. Walaupun ASI
memiliki banyak manfaat, tetapi ASl saja tidak cukup untuk mendukung
pertumbuhan yang optimal pada bayi dengan BBLR serta untuk perkembangan
otak dan saraf. Oleh karena itu multinutrisi pendukung seperti protein mineral,
vitamin, dan lainnya sangat direkomendasikan.
Selain ASI untuk megoptimalkan tumbuh kembang pada bayi BBLR
diperlukan pemberian susu formula BBLR. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa frekuensi pemberian ASI ditambah susu formula BBLR. Memiliki
korelasi bermakna terhadap penambahan berat badan bayi. Susu formula
BBLR mempunyai kandungan antara lain: energi 24 kkal/oz; protein 2,2 g/100
ml; lemak 4,5 g/100 ml; karbohidrat 8,5 g/100 ml; dan kalsium 730 mEq/L.
Bayi BBLR yang diberi susu formula BBLR akan mengalami kenaikan
berat badan dengan rata rata 171,8 B/minggu pada satu bulan pertama. Bayi
BBLR yang berumur 1-2 bulan mengalami kenaikan berat badan dengan rata
rata 242,4 g/minggu. Namun pemberian susu formula BBLR terlalu dini pada
bayi BBLR dapat meningkatkan tingkat kesakitan (morbiditas). Selain ASI dan
susu formula BBLR, bila dibutuhkan nutrisi parenteral juga dapat diberikan
untuk mengoptimalkan tumbuh kembang bayi. Dikarenakan imaturitas dari
traktus gastrointestinal, maka administrasi nutrisi tambahan harus bergantung
11
pada rute parenteral. Walaupun demikian, ketika nutrisi disalurkan dengan cara
parental, trophic feeding (pemberian nutrisi enteral minimal) juga harus
diberikan untuk mengembangkan maturitas traktus intestinal. Ketika maturitas
telah sampai pada poin, dapat dilakukannya asupan enternal secara
menyeluruh, nutrisi parenteral diberhentikan. Salah satu strategi untuk
memenuhi kebutuhan energi adalah mulai memberikan cairan infuse glukosa
pada saat lahir dengan kecepatan 4 mg/kg/menit dan kecepatan ditingkatkan
per hari atau lebih sering selama euglikemia masih terjaga.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi
angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan
(Kemenkes RI,2015). Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat
lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6%
bayi BBLR lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di
Indonesia. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015,
angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan
sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing provinsi.Angka terendah
tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa
Tengah berkisar 7% (Kemenkes RI,2015).
B. Saran
Makalah ini semoga berguna bagi pembaca,khususnya mahasiswa. Ada
pun saran yang kami lakukan :
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan pihak akademik memberkan bimbingan kepada mahasiswa
terutama dalam teori dan praktik keperawatan.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang BBLR (berat bayi
lahir rendah ) agar kedepanya dapat juga memahami seluruh konsep BBLR
(berat bayi lahir rendah ).
13