Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

DENGAN INDIKASI KETUBAN PICAH DINI (KPD)


DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD PROF. DR.W.Z. JOHANNES
KUPANG

OLEH
Yery Natti
223111134

UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI PROFESI NERS
2023
A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)

A. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) atau sering disebut dengan premature repture
of the membrane (PROM) atau sering di sebut sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum waktunya melahirkan (Lazuarti, 2020).

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion


sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu tanpa kontraksi
(Mitayani, 2010).

B. Etiologi

Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature


alias bayi terpaksa dilahirkan sebelum waktunya, air ketuban pecah awal
bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti di sampaikan oleh Geri Morgan
(2010) yaitu :

1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina


2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah
a. Persalinan premature
b. Korioamnioitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi
terapeutik, LEEP, dan sebagainya)
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
pelahiran sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD sebelumnnya sebanyak dua kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:
a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
6. Merokok selama kelahiran
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
dari pada ibu muda
8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

C. Patofisiologi

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan


menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban.Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C
yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan
lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium.Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet actiνating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan
amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin
yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua
untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah


mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk
infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak
flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga
kulit ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau
infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan
ketuban pecah dini. Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N,
kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan
kulit ketuban .Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen
yang mengubah plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini (Subekti, 2018).
D. Manifestasi Klinis

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui


vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang.
Tetapi, nila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Sementara
itu demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupkan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Lazuarti, 2020).

E. Penatalaksanaan

a. Pencegahan

1. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial

2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan


dukung untuk mengurangi atau berhenti

3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil

4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester


akhir bila ada faktor predisposisi

b. Panduan mengantisispasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat


berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila
ketuban pecah.

c. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan


propals tali pusat :

1. Letak kepala selain vertex

2. Polihidramnion

3. Herpes aktif

4. Riwayat infeksi strepokus beta hemolitiukus sebelumnya.

5. Bila ketuban telah pecah


a. Anjurkan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui
waktu terjadinya pecahnya ketuban.

b. Bila robekan ketuban tampak kasar

1. Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat


adanya semburan cairan dari vagina.

2. Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan


pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.

3. Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,


pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak
dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.

c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak


jelas, lakukan pemeriksaan pekulum steril.

1. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).

2. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.

3. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang


dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.

4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit


Herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.

d. Penatalaksanaan konservatif

1. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah


ketuban pecah.

2. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang


dimasukan ke vagina, kecuali spekulum steril, jangan
melakukan pemeriksaan vagina.

3. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.


4. Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik
dan pelahiran harus diselesaikan.

5. Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak


kekuningan menunjukan adanya infeksi.

6. Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apa pun

F.Penatalaksaan agresif

1. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui


penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter

2. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak


berespons

3. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak


ada tanda, mulai pemberian pitocin

4. Berikan cairan per IV, pantau janin

5. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif. Bila


pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan,
baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan
dimulai atau induksi dimulai

6. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan


pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi

7. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin


yang merupakan salah satu tanda infeksi

8. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :

1. Suhu tubuh ibu meningkat signifikan


2. Terjadi takikardia janin

3. Lokia tampak keruh

4. Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan

5. Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus

6. Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih

7. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah

1. Pesalinan spontas

a. Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila


ada demam

b. Anjurkan pemantauan janin internal

c. Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak


atau praktisi perawat neonatus

d. Lakukan kultur sesuai panduan

2. Indikasi persalinan

a. Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter

b. Ukur suhu tubuh setiap 2 jam

c. Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan,


banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g
Mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa
panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu
dan DJJ untuk menentuan kapan antibiotik mungkin diperlukan
(Subekti, 2018).
G. Komplikasi

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu


adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru
lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil
dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD. Risiko
kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia
paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.Kejadiannya
mencapai hampir 100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 23 minggu.
1. Infeksi intrauterine
2. Tali pusat menumbung
3. Prematuritas
4. Distosia. (Subekti, 2018).
TEORI SECTION CAESAREA

A. Definisi Secion caesarea

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2011).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2010).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012).
B. Etiologi

Menurut Mochtar (2010) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah
plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2017) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
C. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
A. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
B. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
D. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan


bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
PATHWAY

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan Misalnya


; plasenta previa sentralis/lateralis,panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic,reptur uteri mengancam, partus lama/tidak maju,
preeklamasi,dystonia serviks, malpresentasi janin

Section caesarea (SC) Kurang informasi Ansietas

Luka post op. SC Dinding abdomen Tindakan anastesis

Jaringan terbuka Terputusnya inkonuitas jaringan


pembuluh darah,dan saraf-saraf Imbolisasi
di sekitar daerah insisi
Kurang proteksi
Deficit perawat
Merancang pengeluaran diri
histamine dan
Invasi bakteri
prostaglandin

Resiko Infeksi
Nyeri Akut
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2006), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
D. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan
lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru – paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
E. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.
4. Mobilisasi :
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik,
yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi
uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital


Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik,produser oprasi
dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri pada bekas op
2) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan interritas kulit post sc
3) Risiko infeksi ( SDKI. D.0142. Hal. 304 ) di buktikan dengan kerusakan
interritas ( di lakukan oprasi SC)

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi / Tindakan
Keperawatan & Data Keperawatan
Pendukung
1 SDKI : SLKI ; SIKI :
D : 0077, Hal : 172 Tingkat Nyeri ; Manajemen Nyeri ;
Nyeri akut (L : 08066, Hal : 145) ( L ; 08238 Hal ; 201)
berhubungan dengan Kriterial Hasil : 1. lokasi, karakteristik,
Agen pencedera  Kemampuan meningkatkan durasi, frekuensi,
fisik,produser oprasi aktifitas ( meningkat 5 ) kualitas, intensitas
di tandai dengan klien  Keluhan nyeri menurun 5 nyeri
tampak meringis  Meringis menurun 5 2. Identifikasi skala
 Sikap protektif menurun 5 nyeri
DS:  Gelisah menurun 5 3. Identifikasi respon
 klienmengatakann  Kesulitan tidur menurun 5 nyeri non verbal
yeri di perut pada  Menarik diri menurun 5 4. Identifikasi faktor
area bekas oprasi  Berfokus pada diri sendiri yang memperberat
 klien mengatakan menurun 5 dan memperingan
nyeri nya seperti  Diaphoresis menurun 5 nyeri
ditusuk-tusuk  Perasaan depresi (tekanan) 5. Identifikasi
 klien mengatakan menurun 5 pengetahuan dan
sulit untuk  Perasaan takut mengalami keyakinan tentang
bergerak cedara berulang menurun nyeri
 klien mengatakan  Anoreksia menurun 5 6. Identifikasi pengaruh
nyeri nya pada saat  Perineum terasa tekan budaya terhadap
ada sedikit gerak menurun 5 respon nyeri
 klien mengatakan  Uterus teraba membulat 7. Identifikasi pengaruh
nyeri hanya pada menurun 5 nyeri pada kualitas
daerah bekas  Ketekanan otot menurun hidup
oprasi saja  Pupil diatasi menurun 5 8. Monitor efek
DO :  Munta menurun 5 samping

 keadaan umum  Mual menurun penggunaaan

tampak lemah analgesik


Frekuensi nadi :
 skala nyeri klien Terpeutik :

sedang 6 (1-10)  Pola napas membaik 5 1) Berikan teknik

 klien tampak  Tekanan darah membaik 5 nonfarmakologis

meringis  Proses berpikir membaik 5 untuk mengurangi


rasa nyeri (mis.
 tampak luka post TENS, hypnosis,
 Focus membaik 5
op di bagian bawa akupresur, terapi
 Fungsi berkemih membaik 5
abdomen kurang musik, biofeedback,
 Perilaku membaik 5
lebih 10 cm yang terapi pijat, aroma
 Nafsu makan membaik 5
masih di tutup terapi, teknik
 Pola tidur membaik 5
verban imajinasi terbimbing,
 TD :120/90 mmHg kompres
 Nadi: 80x/menit hangat/dingin, terapi

 RR : 20x/menit bermain)

 Suhu : 36,5 oC 2) Control lingkungan


yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

Edukasi ;
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan
mengunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk menyurangi
rasa nyeri

Kolaborasi ;

1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 SDKI ; SIKI ;
SLKI ;
Dukungan mobilisasi
Ganguan Mobilitas Mobilitas fisik (L.05042 hal
(I.09314 hal 387)
Fisik (D.0054 hal 65)
definisi ;
124) Kriteria Hasil :
memfasilitaskan pasien
Ganguan mobilitas
 Pergerskan eksteremitas untuk meningkatkan
fisik berhubungan
meningkat 5 aktifitas pergerakan fisik.
dengan nyeri
 Kekuatan otot menungkat 5 Observasi :
dibuktikan dengan
klien merasa lemah  Rentang gerak ROM
 Identigikasi adanya
DO : meningkat 5
nyeri atau keluhan fisik
 Klien mengatakan  Nyeri menurun 5 lainnya
belum  Kecemasan menurun 5  Identifikasi teloransi
bisahberaktifitas  Kekuatan sendi menurun 5 fisik untuk melakukan
secara mandiri  Gerakan tidak terkordinasi pergerakan
 Klien mengatakan menurun 5  Monitor frekuensi
masih takut bergerak  Gerakan terbatas menurun jantung dan tekanan
 Klien mengatakan 5 darah sebelum memulai
masih bisa dibantu  Gerakan fisik menurun 5 mobilisasi
untuk melakukan  Monitor kondisi umum
aktifitas selama melakukan
mobilisasi
DO :
Terapeutik :
 Klien tampak lemah
dan berbaring  Fasilitas aktifitas
ditempat tidur mobilisasi dengan alat
 Kesadaran bantu (mis. Pagar
komposmentis tempat tidur
 Pergerakan klien  Fasilitas melakukan
tampak lambat pergerakan, jika perlu
 Klien tampak  Libatkan keluarga
terpasang infus RL untuk membantu pasien
20 tetes/menit dalam meningkatkan
 Klien tampak pergerakan
terpasang urine
Edukasi :
kateter
 Klien tampak belum  Jelaskan tujuan
menganti prosedur mobilisasi
pembalutnya  Anjurkan melakukan
 Klien tampak mobilisasi dini
memerlukan bantuan  Ajarkan mobilisasi
saat memenuhi sederhana yang harus di
kebutuhan lakukan (mis.duduk
kebersihan dirinya ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur
kekursi)

3 SDKI : SLKI ; SIKI ;


Risiko infeksi ( SDKI. Tingkat Infeksi Perawatan luka
D.0142. Hal. 304 ) di ( L ; 14137 Hal :1390 (L ; 14564 Hal ; 328)
buktikan dengan Kriteria hasil ; Observasi ;
kerusakan interritas 1. Monitor karakteristik
 Kebersihan tanggan
( di lakukan oprasi luka
(meningkat 5)
SC) (mis.drainase,warna,u
 Kebersihan badan meningkat
kuran,bau)
 Demam (menurun 5)
DS : 2. Monitor tanda-tanda
 Kemerahan (menurun 5)
 Klien mengatakan infeksi
 Nyeri (menurun 5)
perban luka
 Bengkak (menurun) Terapeutik ;
berdarah
 Vesikel (menurun) 1. Lepaskan balutan dan
 Klien mengatakan
 Cairan berbau busuk plester secara perlahan
nyeri muncul
(menurun 5) 2. Cukur rambut
kerika bergerak
 Sputum berwarna hijau disekitar daerah
 Klien tampak
(menurun 5) luka,jika perlu
sekali memegangi
 Drainase purulen (menurun 5 3. Bersikan dengan
luka post op secion
) cairan NaCL atau
caesarea
 Pluria (menurun 5) pembersih nontoksik,
mengunakan
 Periode malaise (menurun 5 ) sesuai kebutuhan
tangannya
 Periode mengigil (menurun 4. Bersihkan jaringan
DO :
5) nekrotik
 verban luka post
 Latergi (menurun 5) 5. Berikan salab yang
op secion caesarea
 Ganguan kongnitif (menurun sesuaike kulit/lesi,jika
tampak kotor karna
5) perlu
bekas darah
 Kadar sel darah putih 6. Pasang balutan sesuai
 Luka tampak
(membaik 5) jenis luka
bersih dan mulai
 Kultur darah ( membaik 5) 7. Pertahankan teknik
kering
 Kultur urine (membaik) steril saat melakukan
 Tampak luka post
 Kultur sputum (membaik) perawatan luka
sc di bagian bawa
 Kultur area luka (membaik 5) 8. Ganti balutan
abdomen kurang
 Kultur fases (membaik 5) sesuaijumlah eksudat
lebih 10 cm masih
 Nafsu makan (mambaik 5) dan drainase
tutup verban
9. Jadwalkan perubahan
 TD: 120/90 mmHg posisi setiap 2 jam
 Suhu 36,5 Co
atau sesuai kondisi
 Nadi 80x/menit pasien
 RR 20x/menit 10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/harridan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplamen
vitamin dan mineral
(mis.vitamin A,
vitamin C, zinc,asam
amino) sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutaneous),jika
perlu

Edukasi ;
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkomsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri

Kolaborasi ;
1. Kolaborasi prosedur
debriment
(mis.enzimatik,biologi
s,mekanisme,autolitik)
,jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik,jika perlu

D. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti


rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup
melakukan, membantu, memberikan askep untuk mencapai tujuan yang berpusat
pada pasien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan
dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi
dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ari sutahjo. 2015. Dasar-dasar ilmu penyakit dalam. Surabaya : airlangga university pres
Bulechek, Gloria M,. HOARD K. Butcher., Joanne M. Dochterman., Cheryl m. Wagner.
2013. Nursing Intervention Classification ( NIC). 6th Edition. Singapore: Mosby,
Elsevier Inc. Terjemahan olleh Nurjannah, Intasari., Roxsana Devi
Tumonggoro. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Ke-6
Indonesia : CV Mocomedia. Guyton, Arthur C 2010.fisiologi manusia dan
mekanisme penyakit.Jakarta : EGS
Herman & Kamitsuru. 2017. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi
2018-2020: Buku Kedokteran.
Doengoes, Marylinn. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2017. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC
Manuaba, I.B. 2017. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, P. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social. Edisi
3. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2014. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2019. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai