Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA PASIEN POST SC DENGAN INDIKASI KETUBAN PECAH DINI


DI RUANG MAWAR RSUD DR. H. JUSUF SK

DISUSUN OLEH:
KORNELIUS ANDU
NPM: 23614901027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Konsep Medis Ketuban Pecah Dini (KPD)


I. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau sering disebut dengan premature repture of the
membrane (PROM) atau sering di sebut sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan (Lazuarti, 2020).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu tanpa kontraksi (Mitayani, 2015).

II. Etiologi
Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature alias bayi
terpaksa dilahirkan sebelum waktunya, air ketuban pecah awal bisa disebabkan oleh
beberapa hal, seperti di sampaikan oleh Geri Morgan (2015) yaitu :
1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina
2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah
a. Persalinan premature
b. Korioamnioitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik,
LEEP, dan sebagainya)
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
kelahiran sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD sebelumnnya sebanyak dua kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:
a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
6. Merokok selama kelahiran
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada
ibu muda
8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

III. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan
PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium.Pada
infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu
sitokrin, interleukin 1, faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet activating
factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin
yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora servikoginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat
menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban .Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah
dini (Subekti, 2018).
IV. Pathway

Sumber : ( Wayan dan SDKI, 2017 )

V. Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering
karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, nila duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Sementara itu demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupkan tanda-tanda
infeksi yang terjadi (Lazuarti, 2020).
VI. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,bau dan
PHnya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga
urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH:4,5 dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna,tetap kuning.1.a tes lakmus (tes nitrazin),jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes
yang positif palsu.1b. mikroskop (tes pakis),dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun psikis (Subekti, 2018).
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sukarni, 2018).
VII. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mengurangi atau berhenti
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila
ada faktor predisposisi
2. Panduan mengantisispasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini
saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
3. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan propals tali
pusat:
a. Letak kepala selain vertex
b. Polihidramnion
c. Herpes aktif
d. Riwayat infeksi strepokus beta hemolitiukus sebelumnya.
4. Bila ketuban telah pecah
a. Anjurkan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban.
b. Bila robekan ketuban tampak kasar
1) Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina.
2) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
3) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan
pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan pekulum steril.
1. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).
2. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
3. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan
pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit Herpes Tipe
2, rujuk ke dokter.
5. Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke
vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan
pelahiran harus diselesaikan.
2) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apa pun
6. Penatalaksaan agresif
a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
tanda, mulai pemberian pitocin
d. Berikan cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan,
baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan
dimulai atau induksi dimulai
g. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang
merupakan salah satu tanda infeksi
i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
2) Terjadi takikardia janin
3) Lokia tampak keruh
4) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
5) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
6) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
7. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Pesalinan spontas
1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada
demam
2) Anjurkan pemantauan janin internal
3) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi
perawat neonatus
4) Lakukan kultur sesuai panduan
b. Indikasi persalinan
1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak
yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV
setiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa panduan lainnya
menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ untuk
menentuan kapan antibiotik mungkin diperlukan (Subekti, 2018).
VIII. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko infeksi
meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion).Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia. (Subekti, 2018).
B.Konsep Keperawatan
1. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat, penghasilan per bulan.
2. Riwayat Keperawatan
a. Status kesehatan : alasan kunjungan, keluhan utama, riwayat kesehatan.
b. Riwayat obstetri dan ginekologi : riwayat haid, riwayat perkawinan, riwayat
KB, riwayat kehamilan & persalinan yang lalu, riwayat kehamilan &
persalinan sekarang
c. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia : nutrisi, eliminasi, oksigenasi, aktivitas
dan istirahat.
d. Dukungan sosial : dukungan emosi, dukungan informasi, dukungan fisik,
dukungan penghargaan.
e. Fungsi keluarga
f. Pengkajian budaya
g. Stress
h. Pemeriksaan fisik ibu
1) Mata : konjungtiva normalnya berwana merah muda dan sklera normalnya
berwarna putih
2) Mammae : payudara simetris atau tidak, putting susu bersih dan menonjol atau
tidak. Hiperpigmentasi areolla atau tidak, kolostrum sudah keluar atau belum.
3) Abdomen : terdapat luka bekas SC atau tidak, ada linea atau tidak, striae ada
atau tidak
4) Genetalia : bersih atau tidak, oedema atau tidak, kemerahan atau tidak,
perineum ada bekas luka epiostomi atau tidak
5) Ekstremitas : oedema atau tidak dan varises atau tidak
a. Formal
1) Riwayat persalinan saat ini
2) Bonding attachment dengan skoring gray
3) Pengkajian bayi
4) Aspek psikososial ibu
5) Peran ayah selama dan sesudah kelahiran
b. Informal
1) Orang yang terlibat dalam perawatan bayi.
2) Peran dalam perawatan bayi.
3) Pengalaman dalam perawatan bayi.
4) Harapan untuk perawatan bayi yang akan datang.
c. Personal
1) Pandangan ibu terhadap perannya.
2) Pengalaman masa lalu yang mempengaruhi peran ibu.
3) Percaya diri dalam menjalankan peran.

4) Pencapaian peran

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
yang sering muncul pada kasus KPD menurut PPNI (2017) sebagai berikut:v

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


(D.0077)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit (D. 0142)
3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
dibuktikan dengan klien merasa lemah (D. 0054)
3.Rencana Asuhan Keperawatan
No Dx Tujuan Kriteria Intervensi (SIKI) Rasional Evaluasi
Keperawatan Hasil (SLKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Kaji S : klien
berhubungan tindakan (I. 082338)
karakteristik mengatakan
dengan agen keperawatan Observasi
pencedera fisik) diharapkan nyeri 1. Identifikasi nyeri nyeri
(D. 0077) berkurang dengan lokasi,
2. Ajarkan O : tampak
Kriteria Hasil : karakteristik,
Definisi : (L. 08066) durasi, teknik meringis
Pengalaman 1. Slaka nyeri frekuensi,
relaksasi menahan sakit
sensorik atau menurun kualitas,
emosional yang dengan skala intensitas nyeri napas dalam A : masalah
berkaitan dengan 3 2. Indenifikasi
3. Berikan belum teratasi
kerusakan 2. Meringis skala nyeri
jaringan aktual cukup 3. Identifikasi posisi yang P : Lanjutkan
atau fungsonal, menurun respon nyeri non
nyaman intervensi
dengan onset verbal
mendadak atau 4. Identifikasi 4. Berikan obat
lambat dan pengetahuan
anti nyeri
berintensitas tentang nyeri
ringan hingga
berat yang Terapeutik :
berlangsung 1. Berikan teknik
kurang dari 3 nonfarmakologis
bulan. untuk
mengurangi rasa
Penyebab : nyeri (mis.
1. Agen Terapi pijat,
pencedera aromaterapi,
fisik tarik nafas
dalam)
Gejala dan 2. Kontrol
Tanda Mayor : lingkungan yang
1. Tampak memperberat
meringis rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan)
Gejala dan 3. Pertimbangkan
Tanda Minor : jenis dan sumber
1. Tekanan nyeri dalam
darah pemilihan
meningkat. strategi
2. Nafsu makan meredakan nyeri
berubah
Edukasi :
Kondisi Klinis : 1. Jelaskan
1. Kondisi penyebab,
pembedahan periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Anjurkan tenik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi 1. Jelaskan S:-
berhubungan tindakan (I. 145339) tanda dan
O : tidak ada
dengan integritas keperawatan Obsevasi : gejala infeksi
kulit (D. 0142) diharapkan 1. Monitor tanda 2. Ajarkan cuci tanda
tingkat infeksi dan gejala infeksi tangan
kemerahan,
menurun dengan lokal sistemik dengan
kriteria hasil: benar tidak ada
1. Kebersihan Terapeutik : 3. Anjurkan
edema
tangan 1. Batasi jumlah meningkatka
meningkat pengunjung n asupan A : Masalah
2. Kebersihan 2. Berikan nutrisi
sebagian
badan perawatan kulit 4. Anjurkan
meningkat pada area edema meningkatka teratasi
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan n asupan
P : Lanjutkan
sebelum dan cairan
sesudah kontak intervensi
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan
teknik aseptik
pada pasie
beresiko tinggi

Edukasi :
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cuci
tangan dengan
benar
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
ataupun
imunisasi (jika
perlu)

3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan 1. Jelaskan S : Klien


Mobilitas fisik tindakan Mobilisasi (I. 05173)
tujuan dan mengatakan
berhubungan keperawatan Observasi
dengan nyeri mobilitas fisik 1. Identifikasi prosedur belum mampu
dibuktikan meningkat dengan adanya atau nyeri
mobilisasi untuk
dengan klien hasil ktriteria : atau keluhan fisik
merasa lemah (L. 05042) lainnya 2. Anjurkan melakukan
(D. 0054) 1. Pergerakan 2. Identifikasi
melakukan aktivitas
ekstremitas toleransi fisik
Definisi : meningkat melakukan mobilisasi - klien
Keterbatasan 2. Kekuatan otot pergerakan
dini mengatakan
dalam gerakan meningkat 3. Monitor kondisi
fisik dari satu 3. Rentang gerak umum selama 3. Ajarkan belum dapat
atau lebih (ROM) melakukan
mobilisasi melalukan
ekstremitas meningkat mobilitas
secara mandiri 4. Nyeri menurun sederhana memebrsihkan
5. Gerakan Terapeutik :
yang harus diri secara
Penyebab : terbatas 1. Fasilitas aktivitas
1. Nyeri menurun mobilisasi dengan dilakukan mandiri
6. Kelemahan alat bantu
(duduk di - masih
Gejala dan fisik menurun 2. Fasilitas
Tanda Mayor : melakukan tempat tidur, bergantung
Subjektif pergerakan
duduk di sisi kepada ibu
1. Mengeluh 3. Libatkan keluarga
sulit untuk membantu tempat tidur, dan suami
menggerakan pasien dalam
pindah dari serta perawat
ekstremitas meningkatkan
Objektif pergerakan tempat tidur untuk
1. Kekuatan
ke kursi). melakukan
otot menurun Edukasi :
2. Rentang 1. Jelaskan tujuan aktivitas
gerak (ROM) dan prosedur
O:- Klien tampak
menurun mobilisasi
2. Anjurkan lemah
Gejala dan melakukan - klien tampak
Tanda Minor : mobilisasi dini belum dapat
Subjektif 3. Ajarkan melakukan
1. Nyeri saat mobilisasi aktivitas dan
bergerak sederhana yang personal
2. Merasa harus dilakukan hygiene secara
cemas saat (duduk di tempat mandiri
bergerak tidur, duduk di A : masalah
Objektif sisi tempat tidur,
belum teratasi
1. Gerakan pindah dari
terbatas tempat tidur ke P : Lanjutkan
2. Fisik lemah kursi). intervensi

4.Implementasi

Menurut (Ernawati, 2019) Implementasi keperawatan adalah


serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan.
5.Evaluasi

Menurut (Ernawati 2019) Evaluasi merupakan langkah terakhir dari


proses keperawatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati. N. (2019). Modul 3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.


http://repository.itsk-soepraoen.ac.id/454/3/Bab%202.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1078/1/
KTI%20SELVY%20LAZUARTI.pdf
https://www.scribd.com/document/360153964/LP-KPD
Lazuarti, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Post Partum Dengan Ketuban Pecah Dini yang di
Rawat Di Rumah Sakit KTI Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Jurusan Keperawatan
Prodi D-III Keperawatan Samarinda.
Mitayani. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas.
Jakarta : Salemba Medika
Morgan, G. (2015). Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta :
EGC.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
Indikator Diagnostik. Ed.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriterian Hasil Keperawatan. Ed. 1.
Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Ed.
1. Jakarta : DPP PPNI.
Sagita, F.E. (2019) Asuhan Keperawatan Ibu post
Partum Dengan Post Operasi SC di ruang Rawat
Inap Kebidanan. Program Studi III
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Perintis Padang Thun 2019.
http://repo.stikesperintis.ac.id/852/1/30%20FHA
DILLA%20ERIN%20SAGITA.pdf
Subekti, T. (2018).
Laporan Pendahuluan
Ketuban Pecah Dini.
Sukarni. I. & Wahyu. P. (2018). Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wayan, N. (2017). Asuhan Keperawatan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah.

Anda mungkin juga menyukai