Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI


DI RUANGAN ASOKA RSUD KEFAMENANU

OLEH

Yery natti
223111058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
A. KONSEP DASAR HIPERTENSI
1. Pengertian Tekanan Darah
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan
ginjal (Rusdi, et al, 2019).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg. Hipertensi Sering disebut The Silent Killer karena sering tanpa
keluhan (Kemenkes, 2019)
2. Etiologi Hipertensi
Secara umum hipertensi disebabkan oleh :
a. Asupan garam yang tinggi
b. Strees psikologis
c. Faktor genetik (keturunan)
d. Kurang olahraga
e. Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan alkohol
f. Penyempitan pembuluh darah oleh lemak/kolesterol tinggi
g. Peningkatan usia
h. Kegemukan
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Anglotensin
dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alcohol dan polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolic sama dengan atau lebih besar dari
90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada:
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
e. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
f. Meningkatnya resisten pembuluh darah perifer.
3. Tanda dan Gejala dari Hipertensi
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hali ini berari hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
b. Gejala yang lazim
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Kesadaran menurun
8) Mimisan
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Padila, 2019).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2020). Menurunnya tonus
vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari
sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan
pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen
II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga
terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan
darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. (Suyono, Slamet.2017).
5. WOC HIPERTENSI

Merokok Genetik Strees Asupan garam Kurang Kegemukan


psikologis yang tinggi olaragah (obesitas)
Kelalainan
Mengandung
Eksresi atau
nikotin dalam
transpotr Na Aktivitas saraf Jumlah natrium Kemampuan arterisklerosis
produk tembakau
simpatis dalam sel jantung untuk
yang memacu
sistem saraf untuk meningkat meningkat memompa darah
Na Menumpuk di
melepas zat kimia dalam darah lebih rendah Penyempitan
pembuluh
Denyut Keseimbangan darah
Yang dapat
Na mengikat air jantung cairan Sehingga
mnyempitkan
meningkat terganngu jantung perlu
pempuluh darah
memompa lebih
Kerja jantung
Kekentalan dalam darah berat untuk
Jantung harus meningkat
meningkat Penyempitan mengirim darah
memompa darah ke seluruh tubuh
pembuluh
lebih kuat
darah

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Terjadi perubahan struktur

Mengalami penyumbatan pembuluh darah

Penyepitan pembuluh darah akibat kontarksi dinding otot pembuluh darah

Gangguan pada sistem peredaran darah manusia

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Sistem Sistem Sisitem Sistem pernapasan Sistem Sisitem


pernapasan muskuloskeletal cardiovaskuler perkemihan pencernaan

Vasospasme arteri Kehilangan Rangsangan


Sesak Kontrol volunter Aktivitas
kontrol sfingter sistem simpatis
meningkat elektronik
Kemampuan Keterbatasan Merangsang pusat Perfusi jaringan Tanda dan Gejala: Tanda dan Gejala:
batuk meurun gerak inkubitor jangtung cerebral menurun sering berkemih, feses keras, defikasi
inkontinensia, <1mgg, pengeluaran
nokturia. fefes lam dan sulit,
Kurang Gangguan Pompa Na dan K Hemisfer otak kelemahan umum
mobilitas hemisfer kanan terganggu sirkulasi menurun
fisik Disfungsi
Tanda dan gejala: kandung kemih Peristaltik usus
Tanda dan Gejala:
fisik lemah, sulit Tanda dan menurun
Produksi hipotensi, CRT< 2
menggerakan gejala:
secret detik, SPO₂ < 95%
ekstremitas, gerak bradikardi, Ganguan
meningkat terbatas, sendi hipotensi, edema, eliminasi urin Konstipasi
kaku, kekuatan oliguri Gangguan Perfusi
Tidak otot menurun. Serebral perfusi
mampu serebral tidak evektif
sekresi Penurunan curah
Ganguan
sekret jantung
Mobilitas Fisik

Tanda dan
Gejala: batuk
tidak efektif,
suara napas
mengi atau
wheezing
dan ronkhi

Bersihan jalan
napas tidak
efektif
5. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata – rata 2
kali pengukuran pada masing -masing kunjungan. Perbandingan klasifikasi
tekanan darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat di tabel
berikut:
Kategori Kategori Tekanan
Tekanan Darah
Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistolik
Sistolik (mmHg) Dan/atau
(JNC VII) ( JNC VII) (mmHg)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre Hipertensi _ 120 – 139 mmHg Atau 80 – 89 mmHg
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
_ Normal Tinggi 130 – 139 mmHg Atau 85 – 89 mmHg
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 – 159 mmHg Atau 90 – 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
100 – 109
_ Derajat 2 160 – 179 mmHg Atau
mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD
2) Urine : Urinelisa dan kultur urine.
3) EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
4) Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama):
1) Kemungkinan kelainan renal : IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
2) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CT Scan.
3) Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA). (Brooker,
2001).
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi adalah:
1) Retiniopati: edema murid, penebalan retina, dan terjadi perdarahan
retina.
2) Penyakit jantung : gagal jantung dan miokard infark
3) Nefrosklerosis, gagal ginjal. (Aspiani, 2017)
8. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut (Kemenkes, 2019) Hidup sehat bebas penyakit jantung,
pembuluh darah (kardiovaskuler), dan penyakit lainnya bisa Anda
dapatkan bila Anda menerapkan gaya hidup sehat ala CERDIK. Apa
Itu CERDIK?
CERDIK merupakan perilaku hidup sehat yang mampu
menjauhkan Anda dari berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti
penyakit pembuluh darah, jantung, hingga masalah ginjal. Apa saja
perilaku yang termasuk CERDIK?

1. Cek Kesehatan Secara Berkala

Banyak masyarakat Indonesia yang masih mengabaikan cek


kesehatan secara berkala. Padahal langkah ini bisa membantu
masyarakat mendeteksi penyakit-penyakit dalam sejak dini.
Mulailah memonitor tekanan darah, menimbang berat badan,
mengukur tinggi badan, mengukur lingkar perut, dan perhatikan
denyut nadi Anda. Jangan lupa pula mengecek kadar kolesterol dan
gula darah secara teratur.

2. Enyahkan Asap Rokok

Tentu Anda sudah tahu kalau merokok bisa berdampak


buruk bagi kesehatan bukan hanya bagi diri sendiri, tapi juga
orang-orang di sekitar Anda. Dampak rokok juga bukan hanya
pada sektor kesehatan, tapi juga keuangan. Tak ada salahnya bila
mulai saat ini Anda berhenti merokok demi kehidupan yang lebih
baik.

3. Rajin Aktivitas Fisik/Olahraga

Guna menjaga kesehatan dan mencegah penyakit


kardiovaskuler, berolah ragalah secara rutin setidaknya minimal
selama 30 menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu.

4. Diet Sehat dan Seimbang

Imbangi aktivitas olahraga dengan melakukan diet sehat


dan seimbang yakni mengkonsumsi buah dan sayur 5 porsi per
hari. Batasi konsumsi gula tak lebih dari 4 sendok makan per hari
per orang dan garam tak lebih dari 1 sendok teh per orang per hari.
Batasi pula konsumsi lemak (GGL) atau minyak tak lebih dari 5
sendok makan per hari per orang.

Bagi Anda yang menyukai makanan manis, sebaiknya


mulai mengurangi makanan dengan kandungan gula tinggi seperti
soft drink, permen, kue basah, kue kering dan es krim. Kurangi
pula konsumsi gula putih atau gula merah, sirup serta madu.
Gantikan makanan manis tersebut dengan buah segar maupun
minuman jus buah segar kesukaan Anda.

Untuk menjaga kesehatan, mau tak mau Anda harus rajin


membaca label kemasan makanan sebelum membeli. Kurangi
makanan dan minuman yang mengandung gula tersembunyi seperti
maltosa, glukosa, sukrosa, laktosa, dekstrosa, fruktosa dan sirup.
Batasi konsumsi makanan dengan kandungan garam tinggi seperti
keju, buah kering, makanan kemasan, kacang asin dan keripik
kentang.

Tak ketinggalan kurangi pula konsumsi lemak dengan


memilih makanan sumber protein seperti daging tanpa
lemak,kacang kering, unggas, ikan, dan kacang polong. Kurangi
konsumsi daging merah dan buang lemak di daging sebelum
dimasak. Bila ingin minum susu, pilih susu rendah lemak dan
hindari jeroan serta kurangi makan telur.

5. Istirahat Cukup

Bagi orang dewasa, istirahatlah yang cukup dengan tidur


selama 7-8 jam sehari.

6. Kelola Stres

Terakhir, kurangi potensi penyakit kardiovaskuler dengan


mengelola stres. Sering-seringlah rekreasi, relaksasi, berpikiran
positif dan bercengkrama dengan orang lain. Terapkan pola hidup
teratur dan rencanakan masa depan Anda sebaik-baiknya.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah
komplikasi hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat
yang ideal adalah obat yang tidak mengganggu gaya hidup atau
menyebabkan simptomatologi yang bermakna tetapi dapat
mempertahankan tekanan arteri terkendali. Penurunan tekanan arteri
jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat stroke, gagal
jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan dengan obat belum
memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi risiko penyakit
koroner. Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan adalah
sebagai berikut :
1) Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing,
mempertinggi pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering
digunakan adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga dapat
digunakan dosis tunggal, diutamakan diuretika yang hemat kalium.
Obat yang banyak beredar adalah Spironolactone, HCT,
Chlortalidone dan Indopanide.
2) Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa
yang menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan
darah. Karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek
sampingnya agak kuat (hipotensi ortostatik dan takikardi) maka
jarang digunakan. Obat yang termasuk dalam Alfa-blocker adalah
Prazosin dan Terazosin.
3) Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan
pasti. Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung
sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Dengan demikian, tekanan darah akan menurun dan daya
hipotensinya baik. Obat yang terkenal dari jenis Beta-blocker
adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol dan sebagainya.
4) Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non
adrenalin sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergik perifir
dan turunnya tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu
memperhatikan efek hipotensi ortostatik. Obat yang termasuk
dalam jenis ini adalah Clonidine, Guanfacine dan Metildopa.
5) Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding
arteriole sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah
menurun. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine
dan Ecarazine.
6) Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan
ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek
vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis
kalsium yang terkenal adalah Nifedipine dan Verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan
cara menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya
vasokontriksi kuat. Obat jenis penghambat ACE yang popular
adalah Captopril (Capoten) dan Enalap
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Aspiani, 2016)
a. Identitas klien
1) Identitas klien Meliputi :
a) Umur
Semakin umur bertambah, terjadi perubahan pada arteri
dalam tubuh menjadi lebih lebar dan kaku yang mengakibatkan
kapasitas dan rekoil darah yang diakomodasikan melalui
pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan ini
menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah. Menua juga
menyebabkan ganggun mekanisme neurohormonal seperti
system reninangiotensin-aldosteron dan juga menyebabkan
meningkatnya konsentrasi plasma perifer danjuga adanya
Glomerulosklerosis akibat penuaan dan intestinal fibrosis
mengakibatkan peningkatan vasokonstriksi dan ketahanan
vaskuler, sehingga akibatkan meningkatnya tekanan darah
(hipertensi) (Nuraeni,2019).
b) Jenis kelamin
Menurut hasil penelitian Rinawang (2011) yang
mengemukakan bahwa orang yang berjenis kelamin perempuan
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan laki-laki
terutama pada penderita hipertensi dewasa tua dan lansia.
Sebelum memasuki masa menopouse, perempuan mulai
kehilangan hormon estrogen sedikit demi sedikit dan sampai
masanya hormon estrogen harus mengalami perubahan sesuai
dengan umur perempuan, yaitu dimulai sekitar umur 45-55
tahun.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Mansjoer Arief
(2012), yang mengemukakan bahwa perempuan menopause
memiliki pengaruh sama pada terjadinya hipertensi. Perempuan
menopause mengalami perubahan hormonal yang menyebabkan
kenaikan berat badan dan tekanan darah menjadi lebih reaktif
terhadap konsumsi natrium, sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.
c) Pekerjaan.
Menurut hasil penelitian Sugiharto dkk (2013), tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan
seseorang dalam menerapkan perilaku hidup sehat terutama
hipertensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
tinggi pula kemampuan seseorang dalam menjaga pola
hidupnya agar tetap sehat, orang yang berpendidikan tinggi akan
mudah menyerap informasi dan akan memiliki pengetahuan
yang lebih baik dari pada orang dengan pendidikan yang rendah.
b. Keluhan utama. Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala/
kepala sakit, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur,
nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang. Pengkajian yang mendukung keluhan
utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan
utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit kepala, pusing,
penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan Dahulu. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi,
penyakit jantung, penyakit ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji didalam keluarga adanya riwayat
penyakit hipertensi, penyakit metabolik, penyakit menular seperi TBC,
HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes
militus, asma, dan lain-lain.
f. Pemeriksaan Fisik Head To Toe meliputi :
1. Keadaan Umum
Untuk mendapakan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan composmentis
(kesadaran maksimal), apatis (tidak peduli dengan lingkungan sekitar,
delirium (kekacauan motorik), somnolen (kondisi mengantuk yang cukup
dalam hanya dapa dibangunkan dengan raangsangan, sopor (kondisi megantuk
yang lebih dalam hanya dapat dibangunkan melalui rangsangan yang kuat),
semi-coma (penurunan kesadaran), coma (penurunan keadaan sadar yang
sangat dalam). Kaji tingkat kesadaran GCS yaitu EVM (Eye, Verbal,
Motorik).
2. Pemeriksan Tanda-tanda Vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital yang dikaji adalah suhu, tekanan
darah, nadi, respirasi. Biasanya pada penderita hipertensi saat dilakukan
pemeriksaan tekanan darah akan didapatkan hasil yang abnormal yaitu sistol
>140 mmHg atau tekanan darah diastole >90 mmHg.

3. Pemeriksaan Kepala
1. Inspeksi : Bentuk kepala yang simetris, warna kulit kepala,
bekaslesi,kebersihan kulit kepala, area terpajan sinar matahari, warna
rambut, kekuatan rambut, kebersihan rambut, berketombe atau tidak.
2. Palpasi : Terdapat benjolan dikepala atau tidak, adakah nyeri tekan
dikepala atau tidak.
4. Pemeriksaan Mata
a. Inspeksi : kesimetrisan, kepekaan terhadap cahaya, warna retina, anemis
atau tidak pada area konjungtiva, ikterus (kekuningan) atau tidak pada
sclera. Penggunaan alat bantu penglihatan. Pada pasien hipertensi biasanya
akan didapatkan hasil pemeriksaan terjadi kekaburan pada penglihatannya,
penglihatan ganda (diplopia).
5. Pemeriksaan Hidung
a. Inspeksi : kesimetrisan, mukosa kering atau lembab, kebersihan, adanya
peradangan atau tidak, olfaktorius.
b. Palpasi : sinus frontal dan maksilaris terhadap nyeri tekan. Pada pasien
hipertensi akan mengalami gangguan pada sisem penciumannya karena
terjadi hambatan jalan nafas.
6. Pemeriksaan Mulut dan Gigi
a. Inspeksi : kesimetrisan bibir, warna bibir, ada atau tidak lesi dibibir, serta
kelembaban dan karakteristik permukaan pada mukosa mulut dan lidah.
Palatum keras atau lunak, jumlah gigi, warna gigi, ada atau tidak gigi
berlubang, adakah bau mulut, menggunaakan gigi palsu atau tidak. Ada
atau tidak peradangan atau stomatitis.
7. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi : kesimetrisan antara telinga kanan dan kiri, menggunakan alat
bantu pendengaran atau tidak, ada atau tidak serumen.
8. Pemeriksaan Leher
a. Inspeksi : adakan pembesaran kelenjar tiroid, secara bilateral kontraksi
otot seimbang. Hiperpigmentasi atau tidak.
b. Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan pada leher, tidak ada pembesaran vena
jugularis.
9. Pemeriksaan Thorax
a. Paru-paru
 Inspeksi : simetris, bentuk dada normal, retraksi dinding dada kiri dan
kanan sama, ekspansi paru sama.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada dada, vocal flemitus kiri dan kanan
sama.
 Perkusi : suara paru sonor atau hipersonor.
 Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara tambahan.
b. Jantung
 Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
 Palpasi : ictuscordis teraba pada ictuscordis 4, midklavikula5.
 Perkusi : suara jantung redup atau pekak.
 Auskultasi : BJ 1 dab BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan.
10. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit sama, distensi abdomen.
b. Auskultasi : suara bising usus normal. Normal 5-35x/menit.
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
11. Pemeriksaan Integumen
a. Inspeksi : warna kulit sama, turgor kulit baik.
b. Palpasi : CRT dalam batas normal (kembali kurang dari 2 detik), akral
hangat.
12. Pemeriksaan Genetalia
a. Inspeksi:
 Pada Wanita ; kebersihan, karakteristik mons pubis dan labia mayor
serta kesimetrisan labia minor. Klitoris berukuran normal. Pada Pria ;
kesimetrisan, kebersihan, ukuran skrotum.
 Palpasi : Pada Wanita ; bagian dalam mayor dan minor, kaji warna
kontur, dan kelembapan. Pada Pria ; batang lunak, nyeri tekan, palpasi
pula skrotum dan testis mengenai ukuran, letak.
13. Pemeriksaan Anggota Gerak
Kekuatan otot dan keadaan ekstremitas. Pengkajian susunan saraf (Nervus I-
XII), gangguan ingatan, gangguan penglihatan.
14. Pemeriksaan fisik :
1. B1 (Sistem pernafasan / Breathing)
Adanya dipsnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea,
penggunaan otot pernafasan, bunyi nafas tambahan (krekels/mengi).
Pemeriksaan pada sistem pernafasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.
 Inpeksi : untuk melihat seberapa berat gangguan sistem
kardiovaskuler. Bentuk dada yang biasa ditemukan adalah:
 Bentuk dada thoraks en beteau (thoraks dada burung).
 Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong).
 Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng).
 Palpasi rongga dada
Tujuannya :
 Melihat adanya kelainan pada dinding thoraks.
 Menyatakan adanya tanda penyakit paru dan pemeriksaan sebagai
berikut : Gerakkan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi.
Untuk getaran suara : Getaran yang terasa oleh tangan
pemeriksaan yang diletakkan pada dada pasien mengucapkan kata
± kata.
 Perkusi
Teknik yang dilakukan adalah pemeriksaan meletakkan falang
terakhir dan sebagian falang kedua jaritengah pada tempat yang
hendak di perkusi. Ketukan ujung jari tengah tangan kanan pada jari
kiri tersebut dan lakukan gerakkan bersumbu pada pergelangan tangan
Posisi pasien duduk atau berdiri.
 Auskultasi Suara nafas normal :
a. Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trackea
seperti meniup pipa besi. Suara nafas lebih keras dan pendek saat
inspirasi.
b. Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronchi, yaitu di
sternum atas ( torakal ).
c. Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara nafas saat
inspirasi dan ekspirasi sama.
2. B2 (Sistem kardiovaskuler / blood)
Kulit pucat, sianosis, diaphoresis (kongesti, hipoksemia). Kenaikan
tekanan darah, hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan
regimen obat), takirkadi, bunyi jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF
dini), S4 (pengerasan ventrikel kiri atau hipertropi ventrikel kiri). Murmur
stenosis valvurar. Desiran vascular terdengar diatas karotis, femoralis atau
epigastrium (stenosis arteri). DVJ (Distensi Vena Jugularis).
3. B3 (Sistem persyarafan / Brain)
Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, penurunan kekuatan genggam
tangan atau refrek tendon dalam, keadaan umum, tingkat kesadaran.
4. B4 (sistem perkemihan / Blendder)
Adanya infeksi pada gangguan ginjal, adanya riwayat gangguan (susah
bak, sering berkemih pada malam hari).
5. B5 (Sistem pencernaan / bowel)
Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, nyeri pada abdomen /
massa (feokromositoma).
6. B6 (sistem muskoloskeletal / bone)
Kelemahan, letih, ketidak mampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
perubahan warna kulit, gerak tangan empati, otot muka tegang
(khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hipertensi
yaitu:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload ditandai
dengan dyspnea, tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba lemah,
capillary refill time >3 detik, oliguria, warna kulit pucat dana tau sianosis.
b. Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipertensi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (vasokontriksi pembuluh
darah otak) ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat, despnea saat/ setelahmelakukan aktivitas, merasa
lelah, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG
menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia,
sianosis.
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil INTERVENSI
1 Penurunan curah jantung Tujuan: setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (1.02075)
berhubungan dengan peningkatan keperawatan selama …. X 24 jam Observasi
afterload ditandai dengan diharapkan curah jantung (L.02008) - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
dyspnea, tekanan darah klien dapat meninkat. jantung
meningkat/menurun, nadi perifer Kriteria hasil: - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
teraba lemah, capillary refill time 1) Kekuatan nadi meningkat jantung
>3 detik, oliguria, warna kulit 2) Tekanan darah membaik - Monitor tekanan darah, intake dan output cairan,
pucat dana tau sianosis.  TD (100/60 – 130/99 mmHg) saturasi oksigen, dan EKG 12 sadapan
 Nadi (60 -100 x/menit) Terapeutik
 RR (12-24 x/menit) - Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan

 Suhu (36,5-37,5 0C) kaki kebawah atau posisi nyaman.

3) Tidak ada edema paru, perifer, dan - Berikan diet jantung yang sesuai

tidak ada sites - Berikan dukungan emosional dan spritual


- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
- Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi dan
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan, intake dan output cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2 Resiko perfusi perifer tidak setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan syok (1.02068)
efektif berhubungan dengan selama … x 24 jam perfusi perifer Observasi
hipertensi. (L.02011) klien dapat meningkat. - Monitor status kardiopulmonal, oksigenasi, cairan,
Kriteria hasil: tingkat kesadaran dan respon pupil
1) Denyut nadi perifer meningkat. - Periksa riwayat alergi
2) Warna kulit pucat menurun. Terapeutik
3) Pengisian kapiler, akral, dan turgor - Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
kulit membaik oksigen >94%
- Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
- Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
3 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238)
agen pencedera fisiologi … x 24 jam Tingkat nyeri (L.08066) Observasi
(vasokontriksi pembuluh darah dapat menurun. - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
otak) ditandai dengan mengeluh Kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri.
nyeri, tampak meringis, bersikap 1. Keluhan nyeri menurun. - Identifikasi skala nyeri
protektif, gelisah, frekuensi nadi 2. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat, tekanan darah - Identifikasi faktor yang memperberat dan
meningkat, pola nafas berubah, memperingan nyeri
nafsu makan berubah, proses - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
berpikir terganggu, menarik diri, sudah di berikan
berfokus pada diri sendiri, - Monitor efek samping penggunaan analgetik
diaphoresis. Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi (1.05178)
dengan ketidakseimbangan suplai selama … x 24 jam Toleransi aktivitas Observasi
dan kebutuhan oksigen ditandai (L05047) pasien dapat meningkat. - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan mengeluh lelah, frekuensi Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
jantung meningkat >20% dari 1. Frekuensi nadi meningkat - Monitor kelelahan fisik dan emosional
kondisi istirahat, despnea saat/ 2. Keluhan lelah menurun. - Monitor pola dan jam tidur
setelahmelakukan aktivitas, 3. TTV membaik - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
merasa lelah, tekanan darah melakukan aktifitas.
berubah >20% dari kondisi Terapeutik
istirahat, gambaran EKG - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
menunjukkan aritmia saat/setelah - Lakukan latihan rentang gerak pasi dan/aktif
aktivitas, gambaran EKG - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
menunjukkan iskemia, sianosis. - Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penentuan
diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi:
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah.
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
e. Memantau asupan nutrisi.
f. Memantau intake dan output cairan.
g. Membantu meningkatkan koping .
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervesi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan .
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, evaluasi yang diharapkan adalah
sebagai berikut :
a. Penurunan curah jantung klien teratasi
b. Resiko perfusi perifer tidak efektif tidak terjadi
c. Nyeri akut klien dapat terkontrol
d. Intoleransi klien dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini et el. 2009. Faktor – factor yang Berhubungan dengan Kejdian Hipertensi pada
Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkiang Periode Januari
Sampai Juni 2008. Riau.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, BU. Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka Bunda.
Doengoes, M.E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Hayens, B, dkk. 2003. Buku pintar melakukan Hipertensi. Jakarta.
Palmer, dkk. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga.
Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Jakarta: Bidang
Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.
Sheps, S. G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Internal
Publishing.
Suyono, S et al. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Tambayong. J. 2007. Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep. Jakarta: EGC.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
WHO, 2001. Guidelines for the management of hypertension. Guidelines subcommittee. J
Hypertens17. Hlm. 151-83.

Anda mungkin juga menyukai