Anda di halaman 1dari 42

ASKEP OTITIS MEDIA KRONIK

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1.1 Anatomi Fisiologi Telinga Tengah


Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul
otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.

2.1.2.Pengertian
Otitis Media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel – sel mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah
eksterna dan media. Sering terjadi pada anak – anak dan juga pada orang dewasa.
(Adam,George L.1997)
Otitis Media Purulenta Kronis (OMPK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret kental/purulen yang keluar dari telinga tengah terus –
menerus atau hilang timbul,dan gangguan pendengaran. Sekret yang keluar dapat berupa
nanah atau bercampur darah.(Adam,George L.1997)
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media kronis
merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu bulan.
Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga tengah
dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada
gendang telinga.

2.1.3. Epidemologi
Prevalensi Otitis Media Kronis pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.Kebanyakan
melaporkan prevalensi Otitis Media Kronis pada anak termasuk anak yang mempunyai
kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden otitis media kronis saja,
tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling
banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di
Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi otitis media kronis
berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%),
sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari
1% (Lasminingrum L, 2000). Menurut survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia
pada tahun 1996 ditemukan insidens Otitis Media Kronis (atau yang oleh awam sebagai
“congek”)sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk
Indonesia diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 revalensi otitis
media kronis adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah
adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah otitis media kronis.
Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15, 21%.
Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi otitis media kronis selama periode 1988
– 1990 sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi OMSK sebesar
10,96%.Prevalensi penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar
8, 2% (Paparella MM, 2001).
2.1.4. Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut
penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau
akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat
kimia.
Penyebab OMK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Bakterinya, antara lain:
1. Streptococcus.
2. Stapilococcus.
3. Diplococcus pneumonie.
4. Hemopilus influens.
5. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
6. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
7. Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada
OMK adalah:
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.
2.1.5. Patofisiologi

Otitis Media

Otitis media supuratif Otitis media non Supuratif


(Otitis media serosa)

Otitis media akut (OMA) Otitis media serosa akut


(lebih 2 bulan)

Otitis media kronis Otitis media serosa kronis


(OMK) (Glue ear)

Maligna Benigna

Degeneratif Metaplastik

1) Terdapat perforasi pada marginal/atik. 1) Terlihat kolesteatom pada telinga


2) Granulasi di liang telinga luar yang tengah (di epitimpanum).
berasal dari dalam telinga tengah. 2) Sekret berbentuk nanah dan
3) Polip berbau khas

Otore = pus pada MAE


(kental/busuk)
Gangguan berkomunikasi Ansietas (cemas)
Pendengaran menurun

Peradangan Telinga Perubahan persepsi / sensori

Nyeri

2.1.6. Klasifikasi
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi
dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada
mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan
mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari
epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu
1.1. OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
1.2. OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)


Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom
dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori
mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan
memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya
sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
1. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2
2. Kolesteatom akuisital atau didapat
2.1. Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom
timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan
negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom
yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
2.2. Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
2.1.7. Manifestasi Klinis
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1.OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan
antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik
akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan
sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa
sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi
membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi
mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane
timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali
pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
2. OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan
juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe
konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada
tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.

2.1.8. Komplikasi
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada otitis
media kronis tipe maligna tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada otitis media kronis tipe benigna pun dapat menyebabkan
kompilkasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari otitis media kronis berhubungan dengan kolosteatom (bentuk komplikasi yang ganas dari
congek, ditandai dengan pembentukan selaput lendir pada liang telinga luar).
1. Komplikasi ditelinga tengah
1.1. Perforasi persisten membran timpani
1.2. Erosi tulang pendengaran
1.3. Paralisis nervus fasial.
2. Komplikasi ditelinga dalam.
2.1. Labirinitis supuratif
2.2.Tuli saraf
2.3. Fistel Labirin
3. Komplikasi Ekstradurala
3.1. Abses Ekstradural
3.2. Trombosis sinus lateralisc
4. Komplikasi susunan saraf pusat
4.1. Meningitis
4.2. Abses otak
4.3. Hindrosefalus otitis.

Komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak
3. Masuk ke jaringan otak.

2.1.9. Penatalaksanaan
1. OMK benigna
1.1. OMK benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
1.2. OMK benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
1. Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
2. Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas
lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid (
Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan Iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik
dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topical
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak
dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
1. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2. Terramycin.
3. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif
anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya
resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif
tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif
dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.Biasanya tetes telinga mengandung
kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan.
Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas
aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks,
1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida
akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
Stafilokokus, koagulase positif, 99%
Stafilokokus, koagulase positif, 95%
Stafilokokus group A, 100%
E. Koli, 96%
Proteus sp, 60%
Proteus mirabilis, 90%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin
dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing-
masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman
penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap
kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah Kuman aerob
Antibiotik sistemik, Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin, P. Mirabilis Ampisilin
atau sefalosforin, P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin, P. Vulgaris,Klebsiella
Sefalosforin atau aminoglikosida, E. Koli Ampisilin atau sefalosforin, S. Aureus Anti-
stafilikokus penisilin, Sefalosforin,eritromosin, aminoglikosida, Streptokokus Penisilin,
sefalosforin, eritromisin, Aminoglikosida,B. fragilis Klindamisin.
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk
metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol)
pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-
4 minggu1.
2. OMK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
1. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan
agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
2. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.

5. Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.

2.1.10. Pemeriksaan Penunjang


1. Terlihat bayangan kolesteatom pada foto mastoid.
2. Pemeriksaan audiometric
3. Pemeriksaan radiologi : foto Rontgen Proyeksi Mayer atau Owen
4. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin

2.1.11. Prognosis
1. OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
2. OMK tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak,
prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna
harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.

2.2. Tinjauan Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1.1. Identitas Pasien
Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
1.2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk
membersihkan telinga
1.3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat
penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
1.4. Riwayat penyakit keluarga.
Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik
2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood ) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks
kejut
B5 (Bowel) : Nausea vomiting
B6 (Bone) : Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
1. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2. Aktivitas terbatas
3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan diagnostik
4.1. Tes audiometri : pendengaran menurun
4.2. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
5.1. Tes suara bisikan, tes garputala
2.2.2. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
2. Perubahan persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga atau
kerusakan di saraf pendengaran
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
2.2.3. Tindakan Keperawatan (Intervensi)
2.2.3.1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1) Klien akan memakkia alat bantu dengar (jika sesuai)
2) Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahas lambang,
bebicara dengan jelas pada telinga yang baik)
Intervensi keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan
metode yang digunakan oleh staf dan klien, (seperti: tulisan, berbicara, bahasa isyarat).
Rasional : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode
yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
2.1. Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas
langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
2.2. Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
2.3. Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
2.3.1. Jika klien dapat membaca ucapan :
1. Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
2. Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi
anda.
2.3.2. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
1. Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
2. Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
2.3.3.Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua
komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang
langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan
baik oleh klien.
3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
3. Bicara dengan jelas, menghadap individu.
4. Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
5. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
6. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban
lebih dari ya dan tidak.
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan
dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

2.2.3.2. Perubahan persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga atau
kerusakan di saraf pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai pada tingkat
fungsional.

Intervensi keperawatan :
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, serta
perawatannya yang tepat.
2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik – teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa
sensitif terhadap trauma dan infeksi, sehingga harus dilindungi.
3. Observasi tanda – tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah – masalah
pendengaran rusak secara permanen.
4. Instruksikan klien untukmenghabiskan seluruh antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme
sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

2.2.3.3. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
Tujuan : Ansietas berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1) Klien mampu mengungkapkan ketakutan / kekuatirannya.
2) Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi keperawatan :
1. Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : Menunjukan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti
yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional :Harapan – harapan yang tidak reaslistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru
malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3. Berikan informasi mengenai sumber – sumber dan alat – alat yang tesedia yang dapat
membantu klien.
Rasional : Memungkinkan klien untukmemilih metode komunikasi yang paling tepat untuk
kehidupannyasehari – hari disesuaikan dengan tingkat ketrampilannya sehinga dapat
mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
2.2.3.4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan
metode pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
1. Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri
yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri
yang diderita klien
2. Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa
dingin di sekitar area telinga
3. Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman
4. Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi
sensasi nyeri dari dalam

2.3.3. Evaluasi
1. Pasien dapat menghadapi situasi saat ini dengan realistis.
2. Homeostasis dipertahankan.
3. Cedera dapat dicegah.
4. Komplikasi dicegah / diminimalkan.

BAB.3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan
tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media, maka pasien
akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara tuntas dapat
berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi pada membran
tympani.
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media kronis
merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Kebanyakan OMK terjadi pada anak-anak,dan
penyebabnya sangat bervariasi misalnya karena bakteri yang menjadikan peradangan pada
telinga tengah. OMK dapat di obati dengan menggunakan obat-obatan antibiotik,pembersihan
telingan,dan lain sebagainya.

3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauhlah dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu penulis meminta kepada pembaca unntuk mengirimkan kritik dan sarannya untuk
kesempurnaan makalh yang selanjutnya.
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.

Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu
mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan
dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga.
STRUKTUR TELINGA:

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga luar (meatus
auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh
tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi
keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah
mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke
gendang telinga.

Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari
dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini
berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga.
Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan
telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.

Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga
lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan
dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah
dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan
getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.

2. Telinga Tengah

Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian petrosus tulang
temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitumeleus, inkus, dan stapes yang
membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus
bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan
meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga
dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan
antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara
yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku ,
sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran
adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan
pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.

Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang menghubungkan


telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekana
antara sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup,
tetapi dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.

3. Telinga Dalam atau Labirin.

Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran,
keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada
petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan
labiriin membranosa.

a. Labirin Tulang

Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis


yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atasvestibula, kanalis
semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis semisirkularis.
Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga
keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran
sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon
terhadap gerakan cairan untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses
keseimbangan. Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis
yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi
atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah disebutskala
media, dan pada bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala
media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala timpani
dipisahkan oleh membran basiler.
b. Labirin Membranosa.

Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan endolimf.
Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga
pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus,
dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan
duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea.
Organ korti terletak pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan
reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga
baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan
jaringan ujung saraf koklearis.

Mekanisme Pendengaran :

Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke saluran
eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk ke
membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani
menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga
mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan
selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada
skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf
dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani.
Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang
selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus
koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 :
234-253).

2. PENGERTIAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secaraterus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari OMA
stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer,
bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu
berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran
timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri.

3. ETIOLOGI.

Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari
Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya
tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya
kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat
kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),


Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain
(18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini
setelah menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui
saluran yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.

4. PATOFISIOLOGI.

OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif
dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat
kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal,
atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2001
: 82).

Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.

PATHWAY OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)


5. TANDA DAN GEJALA

Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan
pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan
ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat
terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).
1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan

produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.


Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli


konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani

serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea
biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo
juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga

timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu

dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian
tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.

TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular

b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.

c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.


6. PENATALAKSANAAN.

Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 - 83 :

Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :

1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen

2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,

3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid

4. Gizi dan kebersihan yang kurang.

Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2
3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan
obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat
ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan
secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara
oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.

Infeksi telinga tengah dan mastoid.

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus
adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama
biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan
mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.

Jenis pembedahan pada OMSK.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain adalah sebagai berikut :

1. mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy),

2. mastoidektomi radikal,

3. mastoidektomi radikal dengan modifikasi,

4. miringoplasti,

5. timpanoplasti,

6. pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).


Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator.

Sesuai dengan luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-
kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.

1. Mastoidektomi sederhana.

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

2. Mastoidektomi Radikal.

Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas.

Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat
cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan.

Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid,
dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.

Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe benigna dengan perforasi yang menetap.

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

5. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.

Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.


Menurut Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik
mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka panjang,
yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi membran tympani.
Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin cocok untuk membuka tuba eustachius.
Pembedahan dengan membuka membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk
mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga dalam.

Decangestan atau antibismin dapat digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan


dari tuba eustachius.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani


dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula
operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.

6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas.

Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa


melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga).

Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan


melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna
belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :

1. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang
secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi
dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (
audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964
yangekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran
menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

ü Normal : -10 dB sampai 26 dB

ü Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

ü Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

ü Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

ü Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

ü Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian
tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :

a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB

b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB


apabila disertai perforasi.

c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh


menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya


terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi
leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah :

a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral


dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.

b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.

c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih


jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibatkolesteatom.

d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
8. PROGNOSIS

Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya
kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat
menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung,
2004).

9. KOMPLIKASI

· Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.

· Mastuiditis

· Cholesteatoma

· Abses apidural (peradangan disekitar otak)

· Paralisis wajah

· Labirin titis.

(Fung, 2004)

Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 :


Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin : vertigo

Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :

- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing

- Mengembalikan keseimbangan tubuh

- Mengurangi terjadinya trauma

Intervensi :

a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien

b. Observasi tanda vital

c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman

d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing

e. Penuhi kebutuhan pasien

f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian

g. Kolaborasi pemberian analgetik

h. Evaluasi :

- Pusing berkurang

- Pasien tidak mengalami injuri


b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
OMA yang tepat.

Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien

b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien

c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk memberikan
gambaran pada pasien tentang keberhasilan

d. Beri upaya penguatan pada pasien

e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami

f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya

g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien

h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien

i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila
mengajarkan prosedur

j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien

k. Evaluasi :

- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi

- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.

c. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan

Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang

Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan pembedahan

b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan
pembedahan

c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien

d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasien

e. Evaluasi :

- Pasien tidak cemas

- Keluarga mau menemani pasien

Post Operasi :

1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi

Tujuan : Nyeri pasien berkurang

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri pasien

b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri

d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring

e. Beri posisi yang nyaman

f. Kolaborasi pemberian analgetik

g. Evaluasi : Nyeri hilang

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi


Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi

Intervensi :

a. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi

b. Observasi pasien

c. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah 24 jam dari operasi

d. Kaji keadaan daerah poerasi

e. Ganti tampon setiap hari

f. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid

g. Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 minggu

h. Anjurkan pasien untuk kontrol

i. Kolaborasi pemberian antibiotic

j. Evaluasi :

- Infeksi tidak terjadi

- Luka operasi dalam kondisi baik


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Otitis Media Chronic, http://www.healthcentral.com

Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com

Mansjoer, Arif. dkk. (2001). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI untuk MAHASISWA
KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai