NPM : 1102021059
Blok : Panca Indera
Skenario : Telinga Sakit (2)
Learning Objectives
Acusticus Media
Acusticus Internus
Vaskularisasi dan Inervasi
Limfe
1.2. Histologi
Meatus Acusticus Externus
Skematik Telinga Dalam
Etiologi dari otitis media juga dapat dibagi menjadi dua berdasarkan jenisnya
yakni:
1. Non supuratif
a. Sumbatan akibat tumor (hiperplasia adenoid), rhinitis, dan sinusitis
kronis, tonsillitis kronil, tumor nasofaring jinak/ganas, defek
palatinum
b. Alergi saluran napas atas
c. Infeksi virus
d. Idiopatik
e. Lanjutan dari OMEA (untuk OMEK)
f. Perubahan tekanan secara tiba-tiba (Barotrauma)
2. Supuratif
a. Infeksi bakteri
i. (m/c) Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella (Branhamella) catarrhalis.
ii. Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Escherichia coli, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeruginosa
b. Infeksi viral
i. respiratory syncytial virus (RSV), coronaviruses, influenza
viruses, adenoviruses, human metapneumovirus, and
picornaviruses.
3.2. Epidemiologi (dan alasan kenapa seringkali pada balita)
Global
● Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita berdasarkan data
epidemiologi.
● m/c pada usia 6-24 bulan, bisa terjadi pada semua umur
● Puncak insidensi: usia 6‒12 bulan pertama kehidupan, dan menurun
setelah usia 5 tahun.
● Sebanyak 80% anak-anak menderita otitis media, dan 80‒ 90% anak-anak
menderita otitis media efusi sebelum usia sekolah.
● Usia dewasa jarang terjadi (biasanya timbul pada keadaan defisiensi imun)
Indonesia
● Otitis media signifikan terjadi pada anak usia sekolah.
Penelitian tahun 2014, yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar
Indonesia (Bandung, Semarang, Balikpapan, Makassar, Palembang,
Denpasar), didapatkan bahwa otitis media sangat signifikan terjadi pada
anak usia sekolah.
● Berkaitan dengan pendidikan, ekonomi, serta higenitas yang rendah
Prevalensi kejadian OMA, otitis media efusi (OME), dan otitis media
kronis secara berurutan adalah 5/1000, 4/100, dan 27/1000 anak.
Prevalensi otitis media kronis pada daerah pedesaan adalah 27/1000 atau
2,7%, dan pada daerah perkotaan prevalensinya lebih rendah yaitu 7/1000
anak atau 0,7%.
3. Supurasi
a. Hal ini ditandai dengan terbentuknya nanah di telinga tengah dan
sampai batas tertentu di sel udara mastoid.
b. Membran timpani mulai menonjol hingga pecah.
c. Gejala.
i. Sakit telinga menjadi menyiksa.
ii. Ketulian meningkat, anak mungkin mengalami demam
102–103°F. Hal ini mungkin disertai dengan muntah dan
bahkan kejang.
d. Tanda-tanda.
i. Membran timpani tampak merah dan menonjol disertai
hilangnya penanda.
ii. Pegangan maleus mungkin tertelan oleh membran timpani
yang bengkak dan menonjol dan mungkin tidak terlihat.
iii. Bintik kuning dapat terlihat pada membran timpani yang
akan segera pecah. Pada era pra-antibiotik, seseorang dapat
melihat penonjolan membran timpani seperti puting susu
dengan titik kuning di puncaknya.
iv. Nyeri tekan dapat timbul pada antrum mastoid.
v. Foto rontgen mastoid akan menunjukkan sel udara keruh
karena eksudat
4. Perforasi*
a. Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur
membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar.
b. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan
otitis media akut stadium perforasi.
5. Resolusi
a. Membran timpani pecah dengan keluarnya nanah dan gejala
mereda. Proses inflamasi mulai teratasi. Jika pengobatan yang
tepat dimulai sejak dini atau jika infeksinya ringan, resolusi dapat
dimulai bahkan tanpa pecahnya membran timpani.
b. Gejala.
i. Dengan keluarnya nanah, sakit telinga akan hilang, demam
turun dan anak merasa lebih baik.
c. Tanda-tanda.
i. Saluran pendengaran eksternal mungkin mengandung
cairan berwarna darah yang kemudian menjadi
mukopurulen.
ii. Biasanya, perforasi kecil terlihat pada kuadran
anteroinferior pars tensa.
iii. Hiperemia membran timpani mulai mereda dengan
kembalinya warna dan penanda normal
6. Komplikasi
Jika virulensi organisme tinggi atau resistensi pasien buruk, resolusi tidak
dapat terjadi dan penyakit menyebar melampaui telinga tengah. Hal ini
dapat menyebabkan mastoiditis akut, abses subperiosteal, kelumpuhan
wajah, labirinitis, petrositis, abses ekstradural, meningitis, abses otak atau
tromboflebitis sinus lateral.
Tahapan Stadium:
1. Oklusi tuba
2. Hiperemis (presupurasi)
3. Supurasi
4. Perforasi
5. Resolusi
atau
1. Oklusi tuba
2. Hiperemis (presupurasi)
3. Supurasi (sudah termasuk perforasi)
4. Resolusi
5. Komplikasi
Otitis Media Supuratif Kronis, radang kronik telinga tengah disertai perforasi
membran timpani dan sekret liang telinga yang berlangsung lebih dari dua bulan,
baik hilang timbul maupun terus-menerus, yang terbagi menjadi dua tipe, yakni
1. Tubotympanic/Benign/Aman (tanpa koleastoma)
2. Atticoantral/Malignant/Bahaya (dengan koleastoma)
Hal yang membedakan kedua tipe tersebut adalah ada tidaknya kolesteatoma.
Kolesteatoma terbagi menjadi dua, yakni
1. Kongenital
Terbentuk pada masa embriogenik dan ditemukan pada telinga dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi biasa terdapat di kavum
timpani, daerah petrosus mastoid, atau di cerebellopontine angle
2. Akuisital
a. Primer
Terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
b. Sekunder
PF
Tes Pendengaran
● Tes bisik
○ Interprestasi
■ Normal 6 meter
■ Dalam batas normal 5 meter
■ Tuli ringan 4 meter
■ Tuli sedang 2-3 meter
■ Tuli berat kurang dari 1 meter
● Tes batas atas dan batas bawah tes garis pendengaran
○ Interpretasi
■ Tuli konduktif, tidak dapat mendengar pada frekuensi
rendah
■ Tuli sensorineural, tidak dapat mendengar pada frekuensi
tinggi
■ Normal, dapat mendengar pada semua frekuensi
● Test Rinne
○ Interpretasi
■ Tuli konduktif, tidak dapat mendengar (-)
■ Tuli sensorineural, masih mendengar (+)
■ Normal, masih mendengar (+)
● Tes Weber
○ Interpretasi
■ Tuli konduktif, lateralisasi ke sisi yang sakit
■ Tuli sensorineural, lateralisasi ke Sisi yang sehat
■ Normal, tidak ada lateralisasi
● Tes Schwabach
○ Interpretasi
■ Tuli konduktif, schwabach memanjang
■ Tuli sensorineural, schwabach memendek
■ Normal, pasien dengan pemeriksa maupun pemeriksa
dengan pasien sama
● Audiometri tutur
○ SRT (Speech reception test) kemampuan bahasa untuk mengulangi
kata-kata yang benar sebanyak 50% biasanya 20-30 dB di atas
ambang pendengaran
○ SDS (Speech discrimination score) skor tertinggi yang dapat
dicapai oleh seseorang pada intensitas tertentu
■ Interpretasi
● Normal 90-100 %
● Tuli ringan 75-90 %
● Tuli Sedang 60-75 %
● Kesulitan mengikuti pembicaraan sehari-hari
50-60%
● Tuli Berat <50%
Farmakologis
Otitis Media Akut
● Ampisilin (50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis) dan amoksisilin (40 mg/kg/hari
dibagi 3 dosis).
● Mereka yang alergi terhadap penisilin ini dapat diberikan cefaclor,
kotrimoksazol, atau eritromisin.
● Dalam kasus-kasus di mana H. influenzae atau M. catarrhalis penghasil
β-laktamase diisolasi, antibiotik seperti amoksisilin klavulanat, augmentin,
cefuroxime axetil atau cefixime bisa digunakan.
Terapi antibakteri harus dilanjutkan selama 10 hari, sampai membran timpani
kembali normal.
Otitis media dengan efusi
● Prednisolon 1 mg / kg selama 2 hari,
● 0,5 mg / kg untuk 2 hari ke depan dan
● 0,25 mg / kg untuk 5 hari ke depan bersama dengan cetirizine dan
● Tetes dekongestan hidung selama 7 hari.
3.7. Prognosis
Prognosis OMA bergantung pada adanya faktor risiko (usia, jenis kelamin,
edukasi, pendidikan, higenitas), pelayanan kesehatan, faktor imun anak, dan juga
pengobatan serta kepatuhan. Sebagian besar pasien otitis media sangat baik.
Prognosis akan menjadi buruk jika otitis media mencapai komplikasi dan atau
berlangsung secara kronis dengan kolesteatoma.
Q.S. Yunus: 31
Berdasarkan ayat-ayat diatas, kesimpulan yang dapat diambil yang berkaitan erat dengan
konteks pendengaran adalah mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan
segala informasi yang dikelola di dalam otak harus melalui reseptor yang menerima
rangsangan/stimulus dari luar, seperti pendengaran.
Menjaga kesehatan telinga dalam islam yang paling umum dilaksanakan pada umat
islam, selain dari mendengarkan Al-Qur’an, adalah berwudhu. Salah satu rukun wudhu
yang berhubungan langsung dengan kesehatan telinga adalah membasuh kedua telinga
berguna untuk menghilangkan debu yang menempel, atau kotoran dari udara yang
menumpuk dan menempel, pada zat lilin yang dikeluarkan oleh telinga.
Daftar Pustaka
and Rural School Children, The Pediatric Infectious Disease Journal: October 2014 -
Afif , Muhammad & Khasanah, Uswatun. (2018). Urgensi Wudhu dan Relevansinya Bagi
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Riwayah
Danishyar, A., & Ashurst, J. V. (2023, April 15). Acute Otitis Media. Nih.gov; StatPearls
Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/#:~:text=Acute%20otitis%20medi
a%20(AOM)%20is,of%206%20to%2024%20months.
Dhingra, P.L & Dhingra, Shruti. (2014) Disorders of Middle Ear. In: Dhingra, P.L., Ed.,
Holmes, E. (2016, November 6). Cholesteatoma (of middle ear): Pathogenesis and
https://calgaryguide.ucalgary.ca/cholesteatoma-of-middle-ear-pathogenesis-and-clini
cal-findings/
Marcdante, Karen; Kliegman, Robert M.; Schuh, Abigail M. (2022). Nelson Essentials of
Mescher A.L .(2018). Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas, 15e. McGraw-Hill
Education.
PA:Saunders/Elsevier
Platt, Jody. (2014, September 16). Acute Otitis Media: Pathogenesis and Clinical Findings
https://calgaryguide.ucalgary.ca/acute-otitis-media-pathogenesis-and-clinical-finding
s-in-children/
Jody, P. (2014, September 16). Acute Otitis Media: Complications | Calgary Guide. The
https://calgaryguide.ucalgary.ca/acute-otitis-media-complications/
Sherwood, Lauralee, Pendit, Brahm U. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
Siregar, Ida Yustika; Tanjung, Indayana Febriani; Maysarah, Siti. (2021). Fungsi Sistem
http://www.ejournal.stitmuhbangil.ac.id/index.php/jie
Siregar, Sawaluddin. (2020). Hubungan Potensi Indra, Akal, dan Kalbu dalam Al-Qur’an
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan