Oleh :
Devin Mahendika 2040312030
Kaharudin 1840312770
Dian Herdianti 1840312718
Preseptor :
dr. Rossy Rosalinda, Sp. THT-KL (K), FICS
dr. Fachzi Fitri, Sp. THT-KL (K), MARS
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, Segala puji hanyalah milik Allah S.W.T, Rabb semesta alam
yang menguasai seluruh isi langit dan bumi, memiliki semua ilmu pengetahuan dan senantiasa
memberi nikmat, rahmat, karunia serta petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Clinical Science Session (CSS) dengan judul “Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dengan
Kolesteatoma” sebagai syarat memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher (THT-KL) RSUP DR. M. Djamil Padang. Selain
itu, besar harapan penulis dengan adanya makalah clinical science session ini dapat menambah
pengetahuan para pembaca mengenai otitis media supuratif kronik (OMSK) dengan kolesteatoma.
Salawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W yang telah mengajarkan kita menjadi manusia
yang bermartabat dengan amal dan ilmu.
Penulis menyadari keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Yuliandri, S.H, M.H selaku Rektor Universitas Andalas, Prof. Dr. Mansyurdin, M.S
selaku Wakil Rektor 1, Dr. dr. Wirsma Arif Harahap, Sp.B(K)-Onk selaku Wakil Rektor II, Ir.
Insannul Kamil, M.Eng, PhD. selaku Wakil Rektor III, dan Dr. Hefrizal Handra, M.Soc. selaku
Wakil Rektor IV yang telah menjadikan Universitas Andalas sebagai Universitas berkarakter dan
bermartabat sebagai tempat untuk menuntut ilmu.
2. Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Dr. dr. Efrida,
Sp.PK(K), M.Kes selaku Wakil Dekan I, Dr. Adrial, M.Kes selaku Wakil Dekan II, dan Dr. dr.
Hj. Netti Suharti, M.Kes selaku Wakil Dekan III yang telah menjadikan Fakultas Kedokteran
menjadi fakultas bertitel kesehatan sebagai garda terdepan yang mampu melaksanakan Tridharma
Perguruan Tinggi.
3. dr. Rossy Rosalinda, Sp.THT-KL(K), FICS dan dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL(K), MARS selaku
preseptor yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan makalah
clinical science session ini.
4. Rekan-rekan dokter muda bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan
Leher (THT-KL) yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian makalah clinical science
session ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun
sistematika penulisan clinical science session ini. Kritik dan saran pembaca sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap kiranya clinical science session ini dapat menjadi masukan bagi penulis
dan dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi tenaga medis dan profesi lain yang
terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai otitis media supuratif kronik dengan
kolesteatoma.
Penulis
Dokter Muda Siklus THT-KL Periode 28 September - 10 Oktober 2020 1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang
3
Batas-batas telinga tengah :
1. Luar : Membran timpani
2. Depan : Tuba eustachius
3. Bawah : Vena jugularis
4. Belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis
pars vertikalis
5. Atas : Tegmen timpani
6. Dalam : Dari atas yaitu kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
oval window, round window, dan
promontorium.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea dan vestibuler
yang terdiri dari tiga kanalis semisirkularis. Ujung dan
puncak koklea disebut helikotrema, yang
menghubungkan perilimfa skala timpani dan skala
vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala
3
Gambar 1. Anatomi Telinga. vestibuli sebelah atas, skala timpani dibawah,
keduanya berisi perilimfa. Diantara skala vestibuli dan
timpani terdapat skala media yang berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut membran Reissner’s.
sedangan dasar skala media adalah membara basalis.
Pada membran basalis terdapat organ corti. Pada skala
media terdapat membran tektoria yang berbentuk lidah,
pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut dalam, sela rambut
3
luar dan kanalis corti yang membentuk organ corti.
3
Gambar 2. Membran Timpani.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari tulang pendengaran
yang saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus dan stapes melekat pada inkus. Stapes
berhubungan dengan koklea terletak pada tingkap
lonjong (oval window). Pada pars flaksida membran
timpani terdapat suatu daerah yang disebut atik,
dimana disini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang
3
yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum Gambar 4. Anatomi Telinga Dalam.
mastoid. Tuba eustachius termasuk telinga tengah yang
berfungsi sebagai penghubung daerah nasofaring dan Fisiologi Telinga
3
telinga tengah. Proses mendengar diawali dengan bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
menuju koklea. Getaran tersebut akan menggetarkan
membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran. Energi getar
yang telah di amplifikasi akan diteruskan ke stapes
yang akan menggetarkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran akan
diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria dan menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka
sehingga terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
Gambar 3. Anatomi Telinga Tengah.
3 depolarisasi sel rambut sehingga menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks seperti: mandi di kolam dan sungai yang terkontaminasi
3 9,10
pendengaran area 39-40 di lobus temporalis. dan membersihkan telinga dengan cotton buds.
Definisi Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah Letak perforasi di membran timpani penting
kondisi penyakit yang terkait dengan peradangan kronis untuk menentukan tipe atau jenis OMSK. Perforasi
telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral,
timpani yang persisten dengan otore mukopurulen yang marginal, atau atik. Sehingga berdasarkan lokasi
berulang atau persisten yang sudah berlangsung lebih terjadinya perforasi, OMSK dapat dibagi menjadi tiga
3,5
dari 2 bulan. yaitu perforasi sentral, perforasi marginal, atau perforasi
3
atik.
Epidemiologi Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih
merupakan penyebab utama gangguan pendengaran ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal
yang didapat, terutama di negara-negara berkembang. sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
OMSK seringkali memerlukan perawatan mahal dan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah
3
operasi telinga, serta dapat menyebabkan komplikasi perforasi yang terletak di pars flaksida.
parah atau fatal seperti mastoiditis, kelumpuhan saraf
wajah, labirinitis, petrositis, abses otak, meningitis, dan
tromboflebitis. Otitis media supuratif kronis (OMSK)
juga dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Otitis
media supuratif kronis (OMSK) menyerang 65 hingga
330 juta orang di seluruh dunia, dan lebih dari setengah
pasien ini memiliki gangguan pendengaran yang
signifikan. Di seluruh dunia, OMSK bertanggung jawab
atas sekitar 28.000 kematian setiap tahun, dan penyakit
6
ini melibatkan lebih dari 2 juta orang setiap hari.
Etiologi
Etiologi otitis media supuratif kronis (OMSK)
secara umum baik yang bersifat benigna maupun
bersifat maligna yang lebih dikenal dengan OMSK Gambar 5. Lokasi Perforasi pada Membran Timpani.
3
selain terjadi perubahan pada tuba Eustachius dan metaplasia, mengatakan bahwa mukosa telinga tengah
3,10
kavum timpani, telinga tengah tidak terlindungi dari luar. mengalami metaplasia karena infeksi berulang.
Perubahan mukosa yang dapat terjadi pada OMSK
3,10
yaitu granulasi dan kolesteatoma.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe
aman dapat terjadi oleh karena proses patologi pada
telinga tengah yang didahului dengan kelainan fungsi
tuba. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) yang mencapai
telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fokus infeksi
juga dapat berasal dari telinga luar yang masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Jika
dilakukan pengobatan yang cepat dan adekuat serta
perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya
proses patologi akan berhenti dan kelainan mukosa
3,10
akan kembali normal.
Mukosa telinga tengah memiliki kemampuan
10
yang besar untuk kembali normal. Namun, jika telah Gambar 7. Patogenesis Kolesteatoma.
terjadi perforasi membran timpani yang permanen,
mukosa telinga tengah akan terpapar oleh dunia luar Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang
sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
3,10 terbentuk terus menumpuk sehingga kolesteatoma
setiap waktu dan berisiko terjadinya OMSK.
bertambah besar. Kolesteatoma terbagi atas dua jenis:
Kolesteatoma kongenital, terbentuk pada
masa embriogenik dan ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda
infeksi. Biasanya terdapat pada kavum
timpani, petrosus mastoid, atau di
cerebellopontine angle.
Kolesteatoma akuisital sekunder, proses
terbentuknya sesuai dengan teori imigrasi dan
metaplasi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat
pertumbuhan kuman, yang tersering adalah bakteri
Proteus.sp dan Pseudomonas aeruginosa. Kolesteatom
akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya
sehingga, menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
Terjadinya proses nekrosis pada tulang diperhebat
karena adanya proses pembentukan reaksi asam oleh
Gambar 6. Perbedaan Lapisan Mukosa pada Telinga pembusukan bakteri. Proses ini dapat menimbulkan
10
Normal, Otitis Media Efusi (OME), dan Otitis Medua terjadinya komplikasi.
10
Supuratif Kronik (OMSK). Berdasarkan derajat kerusakannya,
kolesteatom dibagi menjadi :
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe Tingkat 1 : Kolesteatoma terdapat di telinga
bahaya ditandai dengan terdapatnya kolesteatom. tengah tanpa adanya erosi tulang
Patogenesis dari kolesteatom masih menjadi pendengaran.
perdebatan, namun ada empat teori dasar patogenesis Tingkat 2 : Terdapat erosi di satu atau lebih
kolesteatoma akuisital yaitu (1) teori invaginasi tulang pendengaran.
(Wittmaack’s theory), (2) teori hiperplasia (Ruedi’s Tingkat 3 : Terdapat kolesteatoma di telinga
theory), (3) teori Invasi (Habermann’s theory), dan (4) tengah dan sel-sel mastoid tanpa adanya erosi
3,10
teori metaplasia (Sade’s theory). tulang pendengaran.
Teori invaginasi menyatakan bahwa terjadi Tingkat 4 : sama dengan tingkat 3 tetapi
retraksi pada membran timpani pars flaksida oleh dengan erosi satu atau lebih tulang
karena tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan pendengaran.
deskuamasi keratin tidak dapat dibersihkan. Teori Tingkat 5 : Terdapat kolesteatoma di telinga
hiperplasia sel basal menyatakan bahwa sel basal pada tengah, mastoid, dan bagian lain dari tulang
lapisan germinal kulit berproliferasi karena adanya temporal, serta terdapat erosi pada satu atau
infeksi dan membentuk epitel skuamosa keratinisasi. lebih tulang pendengaran.
Teori invasi mengatakan epitel dari liang telinga/
Tingkat 6 : Kolesteatoma meluas di luar tulang
membran timpani luar tumbuh ke telinga tengah melalui temporal.
10
11
d. Kriteria Diagnosis.
Riwayat keluar cairan dari telinga terus
menerus atau hilang timbul lebih dari dua
bulan dengan atau tanpa gejala lain, adanya
perforasi membran timpani dan tidak
ditemukan kolesteatoma pada pemeriksaan
fisik atau tidak ada kecurigaan adanya
kolesteatoma pada pemeriksaan patologi
anatomi atau pemeriksaan radiologi.
11
e. Diagnosis.
Chronic tubotympanic suppurative otitis media
(ICD 10: H66.1)
Central perforation of tympanic membrane
(ICD 10:H72.0)
11
f. Diagnosis Banding.
Acute suppurative otitis media (ICD 10: H66.0)
Otitis Media Supuratif Kronik tipe Bahaya
Dapat disertai jaringan granulasi di telinga Malignant neoplasm of middle ear (ICD 10:
tengah. C30.1).
Bila terdapat komplikasi dapat ditemukan
abses retroaurikular, fistel retroaurikular, Diagnosis
paresis fasialis perifer, atau ditemukan tanda Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala
tanda peningkatan tekanan intrakranial. klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan
otoskopi, Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
11
c. Pemeriksaan Penunjang. sederhana untuk mengetahui adanya gangguan
Dapat dilakukan pemeriksaan otomikroskopik/ pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat
otoendoskopi. gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan
Dapat dilakukan pemeriksaan kultur dan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech
resistensi sekret liang telinga di poliklinik audiometry) dan pemeriksaan braintsem evoked
dengan bahan sekret liang telinga dan saat response audiometry (BERA) bagi pasien/anak yang
operasi dengan bahan sekret rongga mastoid. tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada
Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen
sebelum atau durante operasi. mastoid serta kultur dan uji resitensi kuman dari sekret
9
Dianjurkan HRCT mastoid potongan aksial telinga.
koronal tanpa kontras ketebalan 0.6 mm. Foto
polos mastoid Schuller masih dapat dilakukan a. Anamnesis
bila fasilitas CT-scan tidak tersedia. Anamnesis harus dilakukan untuk mengetahui
CT scan kepala dengan dan tanpa kontras bila gejala sakit telinga, kotoran telinga, telinga ditarik-tarik
curiga adanya komplikasi intrakranial. atau menangis saat telinga disentuh, yang semuanya
Pemeriksaan penala. menunjukkan adanya masalah telinga. Riwayat kotoran
telinga sebelumnya, terutama bila disertai dengan
Audiometri nada murni.
episode pilek, sakit tenggorokan, batuk atau gejala
Dapat dilakukan BERA.
infeksi saluran pernapasan atas lainnya, harus
Pemeriksaan fungsi keseimbangan. 9
meningkatkan kecurigaan OMSK.
Pemeriksaan fungsi saraf fasialis.
Riwayat pembersihan telinga yang parah,
Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan
gatal-gatal, atau berenang yang dapat menimbulkan
PPK Tindakan operasi yang dilakukan.
trauma pada saluran telinga luar menunjukkan otitis
11 eksterna akut, dan biasanya bukan OMSK. Riwayat
d. Kriteria Diagnosis.
nyeri telinga menunjukkan otitis eksterna akut (OEA)
Riwayat keluar cairan dari telinga terus atau otitis media akut (OMA), biasanya bukan OMSK.
menerus atau hilang timbul lebih dari dua Dalam kasus OMA, telinga hanya akan terasa sakit
bulan dengan atau tanpa gejala lain, adanya sampai gendang telinga mengalami perforasi. Jadi, jika
perforasi membran timpani dan ditemukan gejala utamanya adalah otore tanpa rasa sakit, durasi
kolesteatoma pada pemeriksaan fisik atau otore akan membantu membedakan OMA dan OMSK.
9
selama lebih dari dua bulan. Diagnosis OMSK dibuat merupakan kelanjutan dari otitis media akut (OMA),
berdasarkan gejala klinik dan berdasarkan hasil bakteri yang ditemukan pada sekret OMSK berbeda
17,18
pemeriksaan THT terutama otoskopi. dengan yang ditemukan pada OMA stadium supuratif.
Pada anamnesis, gejala yang paling sering Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
dijumpai adalah telinga berair (otore), adanya sekret di Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
liang telinga yang pada tipe aman sekretnya lebih Proteus sp. Sedangkan bakteri pada OMA stadium
banyak dan mukoid serta tidak berbau busuk. supuratif adalah Streptococcus pneumonie dan
18
Sedangkan pada tipe bahaya, sekret nya lebih sedikit, Haemophilus influenza.
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan
jaringan granulasi atau polip, sehingga sekret yang 3. Pemeriksaan Audiogram.
keluar dapat bercampur darah. Pasien terkadang Evaluasi audiometri dan pembuatan
datang dengan keluhan penurunan pendengaran audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
17,18
ataupun darah yang keluar dari telinga. dan udara penting untuk mengetahui jenis dan derajat
Pada anamnesis juga perlu dicari tahu gangguan pendengaran serta untuk menentukan gap
mengenai gejala-gejala yang menunjukkan sudah udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk
terjadinya komplikasi pada OMSK tipe bahaya. Gejala menilai „speech reception threshold„ pada kasus
yang timbul umumnya berupa rasa nyeri, vertigo, sakit dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
kepala yang persisten, kelemahan pada wajah, demam, Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry
mual dan muntah, kaku kuduk, diplopia, ataksia, dan (BERA) dapat dilakukan bagi pasien yang tidak
17,18 17
abses retroaurikular. kooperatif dengan audiometri nada murni.
10
Tabel 2. Jenis Timpanoplasti. Komplikasi
Komplikasi pada otitis media supuratif dibagi
atas komplikasi intratemporal (ekstrakranial) dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi
mastoiditis, petrositis, labirintitis, paresis nervus fasialis
dan fistula labirin. Komplikasi intrakranial terdiri dari
abses atau jaringan granulasi ekstradural, tromboflebitis
sinus sigmoid, abses otak, hidrosefalus otik, meningitis
4,11,22,23
dan abses subdural.
Saat terjadi komplikasi, gejala biasanya
berkembang dengan cepat. Demam menandakan
terjadinya proses infeksi intrakranial atau selulitis
ekstrakranial. Edema dan kemerahan di belakang
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined
telinga menandakan terjadinya mastoiditis yang
approach tympanoplasty)
berhubungan dengan abses subperiosteal. Nyeri retro
Operasi ini merupakan teknik operasi
orbita berhubungan dengan petrositis. Vertigo dan
timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe
nystagmus mengindikasikan terjadinya labirintitis atau
aman atau OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma
fistula labirin. Paresis nervus fasialis perifer biasanya
dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini
ipsilateral dengan telinga yang terinfeksi yang
ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki
disebabkan oleh OMSK dengan kolesteatom. Papil
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
edema terjadi akibat adanya peningkatan tekanan
radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
intrakranial. Sakit kepala dan letargi biasanya juga
telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan
menyertai komplikasi intrakranial. Meningismus
granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui dua
berkaitan dengan meningitis dan kejang biasanya
jalan (combine approach) yaitu melalui liang telinga dan 22,23
diakibatkan oleh abses otak.
rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi
Komplikasi OMSK juga dapat dikelompokkan
posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya 3
sebagai berikut :
belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering
a) Komplikasi di telinga tengah : perforasi membran
kambuhnya kolesteatom kembali. ,
timpani persisten, erosi tulang pendengaran
paralisis nervus fasialis.
b) Komplikasi di telinga dalam : fistula labirin, labirinitis
supuratif, tuli saraf (sensorineural).
c) Komplikasi ekstradural : abses ekstradural,
,
trombosis sinus lateralis petrositis.
,
d) Komplikasi ke susunan safar pusat : meningitis
abses otak, hidrosefalus.
Prognosis
Prognosis dengan pengobatan lokal adalah
otorea dapat mengering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeksi dari
nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan
10
membrana timpani disarankan.
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan
berkembang menjadi meningitis, abses otak, paresis
fasialis atau labirinitis supuratif yang semuanya fatal.
Sehingga OMSK tipe Bahaya harus diobati secara aktif
10
sampai proses erosi tulang berhenti.
Prognosis pada penyakit OMSK tergantung
pada cepat lambatnya pengobatan. Semakin cepa
penanganan, maka prognosis pasien lebih baik. Pada
pasien OMSK yang terlambat mendapat penanganan
akan memiliki prognosis yang lebih buruk, karena akan
10
memperbesar resiko timbulnya komplikasi. Prognosis
berdasarkan jenis OMSK :
10
OMSK Tipe Aman Terjemahan Hartanto H, Suryono J, Matahari,
-
Ad vitam : bonam Diani A, Kosasih AA, Mahanani DA (2011).
-
Ad sanationam : dubia ad bonam Ilmu THT esensial. Jakarta: EGC, pp: 632-647.
-
Ad fungsionam : dubia ad bonam 8. Levi J, O'Reilly RC. Chronic suppurative otitis
10
OMSK Tipe Bahaya media (CSOM) : Pathogenesis,clinical
Ad vitam : dubia ad bonam manifestations,anddiagnosis. 2013.
Ad sanationam : dubia ad bonam http://www.uptodate.com/contents/chronicsupp
Ad fungsionam : dubia ad malam urative-otitis-media-csom-pathogenesis-
clinicalmanifestations-and-diagnosis. Diakses
KESIMPULAN pada Oktober 2020.
Otitis media supuratif kronik adalah radang 9. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
kronik telinga tengah dengan perforasi membran Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher,
timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
(otorea) lebih dari dua bulan, terus-menerus atau hilang 10. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose, Throat,
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau Head and Neck Surgery 7th edition. New
berupa nanah. Delhi: Elsevier. 2018.
Terdapat dua jenis OMSK yaitu OMSK tipe 11. Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung
Aman dan tipe Bahaya. Diagnosis dapat dibuat Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia.
berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan
terutama pemeriksaan otoskopi serta pemeriksaan Clinical Pathways Di bidang Telinga Hidung
penunjang. Prinsip terapi OMSK tipe Aman adalah Tenggorok - Kepala Leher. Pengurus Pus
konservatif atau dengan medikamentosa, sedangkan Perhati-KL [Internet]. 2015;1:9–17. Available
prinsip terapi OMSK tipe Bahaya adalah pembedahan. from: http://perhati-kl.or.id/wp-
Penatalaksaan segera dan tepat pada OMSK dengan content/uploads/2017/05/ppk-perhati-vol1-
komplikasi dapat meningkatkan angka kesembuhan okt2015.pdf.
dan mencegah kematian. 12. Snell, Richard, S. Anatomi klinik untuk
mahasiswa kedokteran. Edisi VI. Jakarta:
ECG. 2006.
DAFTAR PUSTAKA
13. Tuli BS. Textbook of Ear, Nose, and Throat.
1. Ahmed Z, Khan TZ R DU. Otogenic
New Delhi: Jaypee Brothers Medical
complications of otitis media : experience at
Publishers. 2013.
tertiary care hospital. Pak J Surg.
14. Bansal M. Disease of Ear, Nose, and Throat.
2016;32(1):49–53.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Publishers. 2013.
Pedoman manajemen kesehatan indera
15. World Health Organization. http://www.who.int.
penglihatan dan pendengaran. Keputusan
[Online].; 2004. Available from:
Menteri Kesehat Republik Indones Nomor 428
http://www.who.int/pbd/publications/Chronicsu
Tahun 2006.
ppurativeotitis_media.pdf.
3. Djaafar ZA, Helmi, Ratna D R. Kelainan
16. Emmett SD, Kokesh J KD. Chronic Ear
Telinga Tengah. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Disease. Nov; Med Clin North Am.
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher,
2018;102(6):1063–79.
Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
17. Sun J, Sun J. Intracranial complications of
Universitas Indonesia; 2016.
chronic otitis media. Eur Arch
4. Sharma N AA. Complications of Chronic
Otorhinolaryngol.013;271(11):2923–6.
Suppurative Otitis Media and Their
18. Tyagi S, Srivastava M, Singh V, Kumar L.
Management : A Single Institution 12 Years
Chronic Suppurative Otitis Media : Clinical
Experience. Indian J Otolaryngol Head Neck
Presentation of Intracranial Complication in a
Surg. 2015;67(4):353–60.
Rural Area. J Evidance Based Med Healthc.
5. Abraham ZS, Ntunaguzi D, Kahinga AA, et al.
2015;2(40):6639–44.
Prevalence and etiological agents for chronic
19. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR.
suppurative otitis media in a tertiary hospital in
Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
Tanzania. BMC Res Notes. 2019;12(1):429.
(editor). Head & neck surgery otolaryngology.
6. Park M, Lee JS, Lee JH, Oh SH, Park MK.
4th ed. 2006. Philadelphia : Lippincolt williams
Prevalence and risk factors of chronic otitis
& wilkins. h. 2081-91
media: the Korean National Health and
20. Aarhus L, Tambs K, Kvestad E dan Engdahl B.
Nutrition Examination Survey 2010-2012.
Childhood otitis media: a cohort study with 30-
PLoS One. 2015;10(5):e0125905.
year follow-up of hearing (The hunt study). Ear
7. Boruk M, Rosenfeld RM (2004). Terapi
hearing J. 2015; 36(3): 302-8.
antimikroba pada THT. In: Lucente FE, Har-El
21. Yorgancillar E, Akkus Z, Gun R, Yildirim M,
G (eds).Essensial of otolaryngology,5th ed,
Bakir S, Kinis V et al. Temporal bone erosion
USA: Lippincott William and Wilkins, Inc.