Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KELOMPOK

DENGAN DIAGNOSIS APENDIKSITIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT


(IGD) DI RSUD H. BADARUDDIN KASIM TANJUNG

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat


Program Profesi Ners

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Anjar Padmi Pratiwi 11194692111016
Katarina Sembiring 11194692111029
Noormalasari Eka Putri 11194692111036
Taufiq 11194692111044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. H DENGAN APENDIKSITIS


DI RUANG IGD RSUD H BADARUDDIN KASIM TANJUNG

Disusun oleh :

KELOMPOK 1
Anjar Padmi Pratiwi 11194692111016
Katarina Sembiring 11194692111029
Noormalasari Eka Putri 11194692111036
Taufiq 11194692111044

Tanjung, …………………….
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(……………………………..) (……………………………..)
NIK. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Apendiksitis


KELOMPOK : 1 (Satu)
NAMA ANGGOTA KELOMPOK : Anjar Padmi Pratiwi
Katarina Sembiring
Noormalasari Eka Putri
Taufiq

Tanjung, 1 November 2021

Menyetujui,

RSUD H Badaruddin Kasim Program Studi Profesi Ners


Tanjung Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Banjarmasin
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………………. ………………………………….
NIK. ..................... NIK. ......................
Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

..........................................
NIK. ..............................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri
dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka apendiks mudah mengalami
obstruksi dan rentan terjadi infeksi (appendicitis). Appendicitis merupakan
penyebab yang paling umum dari inflamasi akut, kuadran kanan rongga abdomen
dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih
banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa,
kejadian kasus Appendicitis tertinggi adalah yang berusia 10 sampai 30 tahun
(Brunner & Suddarth, 2011).
Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus tiap tahun
(handwashing 2017). Statistic di Amerika mencatat setiap tahun terdapat 20 – 35
juta kasus apendisitis (Departemen Republik Indonesia, 2018). Tujuh persen
penduduk di Amerika menjalani apendiktomy (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di Negara-
negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan
tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.
Insiden appendicitis di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara berkembang.
Namun, pada akhir-akhir ini kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit
harian (Stacroce, 2018). Statistic menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis
menyerang 10 juta penduduk Indonesia. Menurut Lubis. A (2018), saat ini
morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan
angka ini merupakan tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation south East
Asia Nation (ASEAN). Survey di 12 provinsi di Indonesia tahun 2018 menunjukan
jumlah apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini
meningkat drastic dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.236
orang. Diawal tahun 2017, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah
sakit akibat apendiitis (Ummualya, 2018). Departemen Kesehatan menganggap
apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena
mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2018).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
appendicitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden
appendicitis di Indonesia menempati urutan tertinggi dari beberapa kasus
kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2018). Dinkes jateng menyebutkan pada
tahun 2019 jumlah kasus apendicitis sebanyak 5.980 penderita, dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian.
Berdasarkan hasil paparan Latar Belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang penyakit dengan gangguan sistem
gastrointestinal khususnya penyakit Apendiksitis yaitu “Asuhan Keperawatan
pada Tn. H dengan Apendiksitis di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
H Badarudin Kasim Tanjung”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian adalah
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn. H dengan Apendiksitis?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis menerapkan suatu konsep
tentang asuhan keperawatan gawat darurat secara langsung kepada pasien
Apendiksitis dengan metode pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian dan menganalisa masalah yang ditemukan pada
pasien dengan Apendiksitis di IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Apendiksitis di
IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
Apendiksitis di IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan Apendiksitis di
IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung.
e. Mengevaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada pasien dengan
Apendiksitis di IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien dengan Apendiksitis di IGD RSUD H Badaruddin Kasim Tanjung.

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan Apendiksitis.
2. Bagi profesi
Sebagai bahan untuk menambah wawasan atau pengetahuan dan referensi
dalam melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan Apendiksitis, sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat dan
tepat untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi pada pasien.
3. Bagi Institusi Akademik
Dapat digunakan sebagai referensi atau informasi dalam pengembangan
serta peningkatan mutu dan kualitas pendidikan tentang asuhan keperawatan
Gawat Darurat pada pasien dengan Apendiksitis.
4. Bagi Rumah Sakit
Menambah pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
Gawat Darurat pada pasien dengan Apendiksitis sehingga diharapkan dapat
memberikan perawatan dan penanganan yang optimal dan mengacu pada
fokus permasalahan yang tepat.
5. Bagi Penelitian
Dapat digunakan sebagai dasar, informasi serta referensi untuk melakukan
penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penyakit Gastrointestinal
terutama kasus Apendiksitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang
kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saatantenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Orang dewasa memiliki bentuk lumen apendiks yang menyempit di
bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada bayi appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung.
Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.
Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,pelvic (panggul) 31,01%,
subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan
postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini (Windy & Sabir, 2016).
Anatomi appendiks Posisi Appendiks
2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri,
netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan
dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

B. DEFINISI/PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung
menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Infeksi pada appendiks
tersebut terjadi karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi
jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikulari
(Mansjoer, 2007)
C. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu (Arifuddin, Salmawati, & Prasetyo, 2017):
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks

D. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan
tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga
semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar
secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti
nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Elizabeth & Corwin, 2009).
PATHWAY
Hyperplasia filokel limfoid submukosa Infeksi bakteri (E.Coli, streptococcus) Rendah serat dan konstipasi
Material apendisitis

Obstruksi pada lumen apendiks Fekalit

Respon lokal syaraf terhadap


Peningkatan tekanan intraluminal dan inflamasi
peningkatan bakteri

Peningkatan kongesti dan penurunan Nyeri akut


perfusi pada dinding apendik
Ketidakseimbangan antara
produksi dan ekskresi
Iskemia dan nekrosis pada dindin apendiks mucus
disertai peningkatan tek. intraluminal
Terhambatnya aliran limfe

Perforasi masa apendikular peritonitis


Inflamasi

Apendisitis Nausea
↑ HCL

Apendiktomi / laparotomi

Respon sistemik
Pre operasi Post operasi
Peningkatan suhu
tubuh Hipertemia
Respon psikologis tidak adekuat Resiko infeksi

Ansietas Kerusakan integritas


jaringan
MANIFESTASI KLINIK
Terdapat beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul dari apendisitis
yaitu (Mansur & Arif, 2014):
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
sign kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s
sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
F. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi
93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua.
CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43
Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:

1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi
dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik,
nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut
yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnose appendicitis yaitu (Mansur & Arif, 2014):
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

C. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Selain itu dapat dilakukan
laparotomi. Laparotomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi maka klien perlu dipersiapkan secara
fisik maupun psikis, disamping itu klien juga perlu diberikan
pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan
diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam) untuk digunakan dalam
periode post operasi. hal tersebut penting dikarenakan banyak klien
merasa cemas bila akan dioperasi dan juga terhadap pemberian
anastesi. Untuk melengkapi hal tersebut maka perawat perlu
melengkapi data subjektif maupun objektif. Pengumpulan data subjektif
dan objektif pada klien dengan apendisitis meliputi anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian
psikososial.
a. Anamnesis
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
1) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus apendisitis
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari apendisitis, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
skala nyeri yang dirasakan. Keluhan utama klien akan
mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
apendisitis yang sekarang diderita
4) Riwayat penyakit keluarga
Data riwayat penyakit keluarga dapat berfungsi sebagai data
tambahan terkait dengan penyakit yang diderita
5) Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan Fisik

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
b. Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
c. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabominal
d. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
e. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(operasi)

4. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) :
berhubungan keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen jam didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
cidera (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
fisiologis kriteria hasil : intensitas nyeri
(distensi 1. Keluhan nyeri (4) 2. Identifikasi respon non verbal
jaringan 2. Gelisah (4) 3. Berikan teknik non
intestinal oleh  4 = cukup menurun farmakologi untuk
inflamasi) 3. Frekuensi nadi (4) mengurangi rasa nyeri
4. Pola nafas (4) (teknik relaksasi nafas
5. Tekanan darah (4) dalam, membaca istighfar)
 4 = cukup membaik 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (1.09314) :
berhubungan keperawatan selama 1x24 1. Monitor tanda-tanda
dengan akan jam didapatkan Tingkat ansietas (verbal dan non
dilaksanakan Ansietas (L.09093) adekuat verbal)
operasi. dengan kriteria hasil : 2. Ciptakan suasana terapeutik
1. Perilaku gelisah (4) untuk menumbuhkan
2. Perilaku tegang (4) kepercayaan
3. Frekuensi pernafasan (4) 3. Jelaskan prosedur, termasuk
4. Frekuensi nadi (4) sensasi yang akan dialami
5. Tekanan darah (4) 4. Informasikan secara factual
 4 = cukup menurun mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaorasi pemberian obat
antiansietas
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual (1.031107) :
berhubungan keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi pengalaman mual
dengan jam didapatkan Tingkat 2. Identifikasi faktor penyebab
peningkatan Nausea (L.08065) adekuat mual
tekanan dengan kriteria hasil : 3. Monitor mual
intraabominal 1. Nafsu makan (4) 4. Monitor asupan nutrisi dan
 4 = cukup meningkat kalori
2. Keluhan mual (4) 5. Anjurkan istirahat yang
3. Perasaan ingin muntah cukup
(4) 6. Kolaborasi pemberian
 4 = cukup menurun antiemetik
4. Pucat (4)
 4 = cukup membaik

(PPNI, 2017), (PPNI, 2019), (PPNI, 2018)


BAB III
TINJAUAN KASUS

I. Identitas Klien
Nama : Tn. H Agama : Islam
No. RM : xx-xx-xx Suku : Banjar
Umur : 41 Tahun Tanggal MRS : 23-09-2021
Pendidikan : SMP Jam Masuk IGD : 15. 20 Wita
Pekerjaan : Swasta Tgl & Jam Pengk :15. 25 WIta
Status Perkawinan : Kawin Diagnosa Medis : Kolik Renal
Alamat : Barabai

II. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri perut bawah

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Badaruddin Kasim tanjung pada tanggal 23
september 2021 pada pukul 15.20 Wita dengan keluhan nyeri perut
bawah, P: Nyeri Saat bergerak, Q: Nyerinya seperti di pukul, R: Nyeri dari
perut bawah hingga menjalar ke pinggang, S: 3 (1-5), T: Nyeri terasa
terus menerus, pasien nampak meringis dan meringkuk sambil
memegang perut, pasien mengeluh mual, serta penurunan nafsu makan.
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data Tekanan Darah 140/100
mmHg, Nadi: 79x/menit, Pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36.3 derajat
celcius, SPO2: 99%.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pasien pernah mengalami sakit yang sama kurang
lebih 1 tahun yang lalu.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit
keturunan seperti hipertensi, jantung dan diabetes melitus
Diagnosis Keperawatan:
Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Biologis

III. Pengkajian Primer / Triase


1. Keadaan Umum (Gambaran Umum Pasien, Mekanisme Cidera,
Orientasi)
Pasien nampak meringis kesakitan sambil memegang perut, pasien
nampak lemes dan nampak pucat

2. Airway (Jalan Nafas)


Jalan nafas pasien nampak tidak ada sumbatan, lidah nampak tidak jatuh,
suara nafas vesikuler .
Diagnosis Keperawatan:
-
3. Breathing (Pola Nafas)
Pola nafas reguler dan dalam frekuensi nafas 20x/Menit, bunyi nafas
vesikuler, suara perkusi paru terdengar sonor, dada pasien tidak Simetris
Diagnosis Keperawatan:
-
4. Circulation
Akral pasien teraba dingin, pasien nampak pucat, tidak ada sianosis, CRT
dapat kembali kurang dari 2 detik, frekuensi nadi 79x/menit, tekanan
darah 140/100 mmHg,
Diagnosis Keperawatan:
-
5. Disability
Pasien nampak meringis dan memegang perut, tingkat kesadaran
composmentis, GCS = 15 ( E 4, V 5, M 6), pupil mata isokor, mampu
menggerakkan ekstermitas dan merespon mengikuti perintah
Diagnosis Keperawatan:
-
6. Explosure (DCAP-BLS & TIC)
Deformitas: Tidak ada perubahan sendi atau deformitas
Contusio: Tidak ada memar atau lebam
Abresion: tidak ada luka lecet
Penetrations: tidak ada luka tusuk

Burns: tidak ada luka bakar


Laceration: tidak ada luka robek
Swelling : tidak ada bengkak

Tenderness: Tidak ada nyeri tekan


Instability: Tidak ada ketidakstabilan
Creputis: tidak ada suara krepitasi

Diagnosis Keperawatan:
-

IV. Pemeriksaan SAMPEL


S : Pasien mengatakan nyeri perut bawah, pasien nampak meringis
dan meringkuk sambil memegang perut, pasien mengeluh mual,
serta penurunan nafsu makan.
A : Tidak ada alergi
M : pengobatan nyeri
P : Pasien riwayat berobat kemarin ke IGD namun hanya rawat jalan
E : P: Nyeri Saat bergerak, Q: Nyerinya seperti di pukul, R: Nyeri dari
perut bawah hingga menjalar ke pinggang, S: 3 (1-5), T: Nyeri terasa
terus menerus
L : makan terakhir hanya makan bubur

V. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala & Leher
Inspeksi : Kepala pasien nampak simetris, tidak ada tanda-tanda
cedera ataupun pembesaran.
Leher pasien nampak simetris tidak ada tanda-tanda
pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis.
Palpasi : Tidak ada teraba pembesaran vena jugularis dan kelenjar
tiroid
2. Dada
Inspeksi : Dada pasien nampak simetris, retraksi dinding dada
simetris tidak nampak jejas hanya saja bercak hitam pada
area dada, bibir pasien nampak kering
Perkusi : Perkusi dada terdengar sonor
Palpasi : Dada pasien tidak teraba ada benjolan, turgor kulit pasien
kering dan dapat kembali dalam < 2 detik
Auskultasi : Auskultasi nafas terdengar vesikuler

3. Abdomen
Inspeksi : Keadaan perut pasien secara umum baik, tidak nampak
benjolan ataupun jejas, nyeri pada perut kanan bawah,
nyeri seperti dipukul terasa hilang timbul
Auskultasi : Bising usus 11x menit
Palpasi : Tidak teraba ada massa pada bagian abdomen, kulit perut
pasien teraba kering, perut pasien teraba keras, nyeri tekan
pada area perut bawah
Perkusi : Bunyi pada saat di perkusi terdengar timpani

4. Pelvis
Inspeksi : Tidak ada terlihat luka pada area pelvis, tidak ada memar
dan perubahan bentuk.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area pelvis
5. Ekstremitas Atas/Bawah:
Tidak ada hambatan pada ekstermitas atas dan bawah pada ekstermitas
atas kanan terpasang infus RL loading 500 cc,
Skala Otot
5555 5555
5555 5555
Keterangan
0 = Tidak ada pergerakan otot
1 = Pergerakan otot yang dapat terlihat, namun tidak ada pergerakan
sendi
2 = Pergerakan sendi, namun tidak dapat melawan gravitasi
3 = Pergerakan melawan gravitasi, namun tidak melawan tahanan
4 = Pergerakan melawan tahanan, namun kurang dari normal
5 = Kekuatan normal

6. Punggung
Inspeksi : Tidak ada terlihat luka pada area pelvis, tidak ada memar
dan perubahan bentuk
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area punggung
7. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 79x/mnt (Kualitas: teraba ; Ritme: reguler)
Respirasi : 20 x/mnt (Effort: kuat ; Ritme: reguler )
Suhu : 36.30C
GCS : 15 (Composmentis)
Diagnosis Keperawatan:
-
VI. Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium
1. Pemeriksaan Diagnostik
24-09-2021
USG Abdomen: Nefrolithis Bilateral 0,7-1 cm
Cystitis Berat
2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemaglobin 14.7 Gr/dl Wanita (12-15) gr/dl
Leukosit 20.720 Mm3 4000-11000
Eritrosit 5.12 Jt/mm3 3.9-5,6
Hitung Jenis
a) Basofil 1 % 0-1%
b) Eosinofil 2 % 1-3%
c) Neutrofil 76 % 52-76%
d) Limfosit 37 % 20-40%
e) Monosit 6 % 2-8%
f) Hematokrit 41.7 % 37-43%
g) Trombosit 266.000 % 150.000-400.000
GDS 78 Sel/UI <140
HbSAg Non Reaktif
Ureum 21 Mg/dl
Creatinin 1.58 Mg/dl
VII. Pengobatan

Nama Obat Kandungan Dosis Rute Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping
RL Ringer Laktat 20 tpm Intravena Mengembalikan Pasien dengan Sakit kepala, Pusing,
cairan tubuh pasien kondisi edema atau Gatal-gatal, Sakit perut,
yang hilang dan kelebihan cairan Bersin-bersin, Ruam
menjaga cairan
tubuh pasien rawat
inap agar tetap
terkendali

Ranitidine Ranitidine 1 Amp Intravena Ranitidine juga Hipersensitivitas gatal-gatal, kesulitan


digunakan untuk dengan produk bernapas, pembengkakan
mengobati dan Ranitidine wajah, bibir, lidah, atau
mencegah berbagai tenggorokan
penyakit perut dan
kerongkongan yang
disebabkan oleh
terlalu banyak asam
lambung
Ketorolac Ketorolac 30 mg Intravena Untuk mengurangi Hipersensitivitas Gatal-gatal, mual
nyeri dari segala
sedang-berat
VIII. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Implementasi


Diagnosa: Nyeri Akut Tingkat Nyeri menurun Manajemen Nyeri (I. 08238) Jam 15.30
berhubungan dengan (L.08066) 1. Monitor lokasi, karakteristik,
1. Memonitor lokasi, karakteristik,
agens cedera biologis Setelah dilakukan durasi, frekuensi, kualitas,
durasi, frekuensi, kualitas,
(D.0077) intervensi keperawatan intensitas nyeri
intensitas nyeri
DS: selama 1x60 menit maka 2. Monitor Identifikasi skala nyeri
2. Memonitor Identifikasi skala nyeri
 Pasien mengatakan skala nyeri menurun 3. Menitor Identifikasi respon nyeri
3. Memonitor Identifikasi respon nyeri
nyeri pada perut bawah dengan kriteria hasil: non verbal
non verbal
 P: Nyeri Saat 1. Skala nyeri menurun 4. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Memberikan teknik
bergerak, 2. tidak ada meringis untuk mengurangi rasa nyeri
nonfarmakologis untuk mengurangi
 Q: Nyerinya seperti di 3. TTV dalam batas (mis. TENS, hypnosis,
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
pukul, normal akupresur, terapi musik,
akupresur, terapi musik,
 R: Nyeri dari perut biofeedback, terapi pijat, aroma
biofeedback, terapi pijat, aroma
bawah hingga terapi, teknik imajinasi
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
menjalar ke terbimbing, kompres
kompres hangat/dingin, terapi
pinggang, hangat/dingin, terapi bermain)
bermain)
 S: 3 (1-5), 5. Control lingkungan yang
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
 T: Nyeri terasa terus memperberat rasa nyeri (mis.
6. Berkolaborasi pemberian
menerus, Suhu ruangan, pencahayaan,
analgetik, jika perlu
DO: kebisingan)
 pasien nampak 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
meringis 7. Kolaborasi pemberian Evaluasi:
 pasien nampak analgetik, jika perlu
S: Pasien mengatakan nyeri berkurang
meringkuk sambil
memegang perut, namun masih terasa hilang timbul
 Tekanan Darah
P: Nyeri Saat bergerak,
140/100 mmHg,
Q: Nyerinya seperti di pukul,
 Nadi: 79x/menit,
R: Nyeri dari perut bawah hingga
 Pernafasan: menjalar ke pinggang,
20x/menit, S: 2 (1-5),
 Suhu: 36.3 derajat  T: Nyeri terasa hilang timbul,
celcius, O:
 SPO2: 99%.  pasien nampak meringis
 pasien nampak meringkuk sambil
memegang perut,
 Tekanan Darah 130/90 mmHg,
 Nadi: 89x/menit,
 Pernafasan: 21x/menit,
 Suhu: 36.3 derajat celcius,
 SPO2: 99%.

A: Masalah belum teratasi


P: Intervnesi dilanjutkan
Diagnosa: Nausea Tingkat Nausea MENEJEMEN MUAL (I. 03117) Jam 15.35 Wita
berhubungan dengan Menurun (L.08065) 1. Identifikasi pengalaman mual
1. Mengidentifikasi pengalaman mual
Gangguan sistem renal Setelah dilakukan 2. Identifikasi isyarat nonverbal
2. Mengidentifikasi isyarat nonverbal
(D.0076) intervensi keperawatan ketidak nyamanan (mis. Bayi,
ketidak nyamanan
DS: selama 1x60 menit maka anak-anak, dan mereka yang
3. Mengidentifikasi dampak mual
 Pasien mengeluh nausea menurun dengan tidak dapat berkomunikasi
terhadapkualitas hidup
mual kriteria hasil: secara efektif)
4. Mengidentifikasi faktor penyebab
 Pasien mengatakan  Nausea menurun 3. Identifikasi dampak mual
mual
penurunan nafsu  Nafsu makan terhadapkualitas hidup (mis.
5. Memberikan makan dalam jumlah
makan meningkat Nafsu makan, aktivitas, kinerja,
kecil dan menarik
DO:  Tidak lemes tanggung jawab peran, dan
6. Kolaborasi pemberian antiemetik,
 Pasien nampak tidur)
jika perlu
lemes 4. Identifikasi faktor penyebab
 Pasien nampak pucat mual (mis. Pengobatan dan
Evaluasi
prosedur)
5. Berikan makan dalam jumlah S: Pasien mengatakan mual berkurang
kecil dan menarik Pasien mengatakan tidak nafsu
6. Kolaborasi pemberian makan
antiemetik, jika perlu O: Pasien Masih Lemes
Pasien nampak pucat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Diagnosa: Resiko Perfusi Perfusi Renal (L. 02013) Pencegahan Syok (I.02050) 15.40 Wita
Renal Tidak Efektif Setelah dilakukan 1. Monitor status oksigenasi 1. Memonitor status oksigenasi
(D.0016) intervensi 1x60 menit 2. Monitor status cairan 2. Memonitor status cairan
Faktor Resiko perfusi renal tidak efektif 3. Monitor tingkat kesadaran dan 3. Memonitor tingkat kesadaran dan
 Pasien mengeluh tidak terjadi dengan respon pupil respon pupil
nyeri pada perut kriteria hasil: 4. Periksa riwayat alergi 4. Pasang kateter urine untuk menilai
bawah  Nyeri menurun 5. Pasang kateter urine untuk produksi urine
 Hasil USG Abdomen  Tidak ada menilai produksi urine 5. Kolaborasi pemberian antiinflamasi,
Nefrolithis Bilateral inkontinensia 6. Kolaborasi pemberian jika perlu
0,7-1 cm antiinflamasi, jika perlu
Cystitis Berat
Evaluasi
S: Pasien mengatakan nyeri pada area
bawah perut
O: Hasil USG Abdomen
Nefrolithis Bilateral 0,7-1 cm
Cystitis Berat
A: Masalah belum terjadi
P: Intervensi dilanjutkan

Catatan Perkembangan
No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Evaluasi (SOAP)
1 Nyeri Akut berhubungan 23- September – Implementasi 16:40 wita
dengan Agens Cedera 1. Memonitor lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2021
Biologis 2. Memonitor Identifikasi skala nyeri
(D.0077) 15.35 3. Memonitor Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
6. Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Evaluasi:
S: Pasien mengatakan nyeri berkurang namun masih terasa hilang timbul
P: Nyeri Saat bergerak,
Q: Nyerinya seperti di pukul,
R: Nyeri dari perut bawah hingga menjalar ke pinggang,
S: 2 (1-5),
 T: Nyeri terasa hilang timbul,
O:
 pasien nampak meringis
 pasien nampak meringkuk sambil memegang perut,
 Tekanan Darah 130/90 mmHg,
 Nadi: 89x/menit,
 Pernafasan: 21x/menit,
 Suhu: 36.3 derajat celcius,
 SPO2: 99%.

A: Masalah belum teratasi


P: Intervnesi dilanjutkan
2 Nausea berhubungan 23- September – Jam 16.40 Wita
dengan gangguan 2021 1. Mengidentifikasi pengalaman mual
2. Mengidentifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan
sistem renal (D.0076) 15.35
3. Mengidentifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup
4. Mengidentifikasi faktor penyebab mual
5. Memberikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
6. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

Evaluasi
S: Pasien mengatakan mual berkurang
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
O: Pasien Masih Lemes
Pasien nampak pucat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
3 Resiko Perfusi Renal 23- September – 16.40 Wita
Tidak Efektif (D.0016) 6. Memonitor status oksigenasi
2021
7. Memonitor tingkat kesadaran dan respon pupil
15:30 8. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
9. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

Evaluasi
S: Pasien mengatakan nyeri pada area bawah perut
O: Hasil USG Abdomen
Nefrolithis Bilateral 0,7-1 cm
Cystitis Berat
Spo2: 98%
Kesadaran pasien komposmentis
A: Masalah belum terjadi
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien Tn. H dengan kasus Apendiksitis didapatkan data Pasien
Pasien mengatakan nyeri pada perut bawah, P: Nyeri Saat bergerak, Q: Nyerinya
seperti di pukul, R: Nyeri dari perut bawah hingga menjalar ke pinggang, S: 3 (1-
5), T: Nyeri terasa terus menerus, Pasien mengeluh mual Pasien mengatakan
penurunan nafsu makan, pasien nampak meringis, pasien nampak meringkuk
sambil memegang perut, Pasien nampak lemes, Pasien nampak pucat Tekanan
Darah 140/100 mmHg, Nadi: 79x/menit, Pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36.3
derajat celcius, SPO2: 99%, pada hasil pemeriksaan penunjang dilakukan USG
terdapat Nefrolithis Bilateral 0,7-1 cm Cystitis Berat. Berdasarkan data tersebut
tanda dan gejala yang sesuai pada kasus Apendisitis menurut Leonardo (2016)
yaitu pasien mengeluh Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai
dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan, Nyeri tekan
local pada titik McBurney bila dilakukan tekana, Nyeri tekan lepas dijumpai,
Terdapat konstipasi atau diare, dan untuk data yang tidak sesuai dengan toeri
yaitu pemeriksaan penunjang dilakukan USG terdapat Nefrolithis Bilateral 0,7-1
cm Cystitis Berat.
Berdasarkan hasil pengkajian tersebut maka muncul diagnosa yaitu Nyeri
akut berhubungan dengan agens cedera biologis, Mual (Nausea) berhubungan
dengan gangguan sistem renal, dan Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif. Sesuai
dengan teori untuk diagnosa yang muncul pada pasien dengan apendisitis
menurut (PPNI, 2020) yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis, Nausea berhubungan sistem gastrointestinal, dan Resiko Syok. Dan
yang tidak sesuai dengan teori yaitu Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif hal ini
muncul karena pada hasil pemeriksaan penunjang USG terdapat Nefrolithis
Bilateral 0,7-1 cm Cystitis Berat.
Intervensi yang dilakukan pada kasus ini yaitu dengan diagnosa
keperawatan Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Biologis yaitu
Monitor lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, Monitor
Identifikasi skala nyeri, Menitor Identifikasi respon nyeri non verbal, Berikan
teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain), Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan),
Fasilitasi istirahat dan tidur, Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa nausea berhubungan dengan
gangguan sistem renal yaitu, Identifikasi pengalaman mual, Identifikasi isyarat
nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif), Identifikasi dampak mual terhadapkualitas
hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur),
Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur), Berikan
makan dalam jumlah kecil dan menarik, Kolaborasi pemberian antiemetik, jika
perlu.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif
yaitu Monitor status oksigenasi, Monitor status cairan, Monitor tingkat kesadaran
dan respon pupil, Periksa riwayat alergi, Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine, Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu.
Setelah dilakukan evaluasi sealam 30 menit hasil yang didapat Pasien
mengatakan nyeri berkurang namun masih terasa hilang timbul, P: Nyeri Saat
bergerak, Q: Nyerinya seperti di pukul, R: Nyeri dari perut bawah hingga
menjalar ke pinggang, S: 2 (1-5), T: Nyeri terasa hilang timbul, Pasien
mengatakan mual berkurang, Pasien mengatakan tidak nafsu makan Pasien
Masih Lemes, pasien nampak meringis, pasien nampak meringkuk sambil
memegang perut, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 89x/menit, Pernafasan:
21x/menit, Suhu: 36.3 derajat celcius, SPO2: 99%.
Berdasarkan hasil penelitian (Thomas, 2016) menyatakan bahwa Diagnosis
apendisitis cukup menantang karena gejalanya yang sering tumpang tindih
dengan kondisi lain, namun adanya tanda dan gejala yang khas membuat para
klinisi dapat mendiagnosa lebih awal adanya apendisitis. Ini lah yang
menyebabkan hasil pengkajian berbeda dengan teori. Jumlah kasus apendisitis
perforasi tergantung dari banyaknya kasus apendisitis akut karena apendisitis
perforasi adalah komplikasi dari apendisitis akut yang tidak tertangani dengan
cepat. Perforasi pada apendiks dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jangka
waktu antara gejala dan Adanya evaluasi yang bermakna serta intervensi operatif
awal dapat mencegah komplikasi perforasi yang umumnya berbahaya.
Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi adalah gejalanya
yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks
berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis yang dapat menyebabkan
gangguan aliran arteri dan vena ke apendiks. Dalam suatu penelitian dikatakan
bahwa usia di atas 60 tahun sudah tidak didapatkan lagi jaringan limfoid pada
apendiks, terdapat perubahan pada lapisan serosa yang kurang elastik dibanding
dengan lapisan mukosa sehingga menyebabkan respon terhadap tekanan
intraluminal berbeda dengan pasien yang lebih muda. Kemampuan peregangan
akibat akumulasi sekret intraluminal yang kurang baik dapat berlanjut menjadi
iskemia dan gangrene stadium awal.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Pada pasien Tn. H dengan kasus Apendisitis didapatkan tanda gejala
yaitu data Pasien mengatakan nyeri pada perut bawah, P: Nyeri Saat
bergerak, Q: Nyerinya seperti di pukul, R: Nyeri dari perut bawah hingga
menjalar ke pinggang, S: 3 (1-5), T: Nyeri terasa terus menerus, Pasien
mengeluh mual Pasien mengatakan penurunan nafsu makan, pasien
nampak meringis, pasien nampak meringkuk sambil memegang perut,
Pasien nampak lemes, Pasien nampak pucat Tekanan Darah 140/100
mmHg, Nadi: 79x/menit, Pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36.3 derajat celcius,
SPO2: 99%, pada hasil pemeriksaan penunjang dilakukan USG terdapat
Nefrolithis Bilateral 0,7-1 cm Cystitis Berat. Diagnosa keperawatan yang
muncul yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis, Mual
(Nausea) berhubungan dengan gangguan sistem renal, dan Resiko Perfusi
Renal Tidak Efektif. Evaluasi yang didapat selama 30 menit dilakukan
intervensi yaitu hanya terdapat perubahan nyeri dari sekala 3 menjadi skala
2.

Anda mungkin juga menyukai